"Nyonya Amirah dan Tuan Guntur sudah kami sampaikan apa sebenarnya yang terjadi dengan perusahaan ini, berharap ada penyelesaian dari pihak keluarga selepas Tuan Bambang Hadiningrat tiada."Penuturan Pak Rahman manajer keuangan begitu lugas menjabarkan aset kepemilikan atas nama putra - putri Bambang Hadiningrat dan Bisma Nareswara. Pengelolaan perusahaan mengalami kemunduran meskipun ada tambahan modal dari bank namun tak juga berkembang pesat."Kami berusaha agar perusahaan tetap berjalan maksimal," sahut Guntur. "Tolong jelaskan berapa pinjaman kantor ini ke bank dan tujuannya untuk apa?!"Deheman pelan manajer keuangan terasa berat mengatakan sesuatu di depan keluarga pewaris. Raut wajah gelisah menatap rekan kerja yang lain seolah membutuhkan kekuatan supaya berterus terang. Dukungan pun diterima dengan anggukan dari empat manajer lainnya."Utang pinjaman sebesar tiga milyar atas dasar mengembangkan perusahaan mengikuti beberapa pameran di luar negeri dan meningkatkan produksi ba
"Mas ga bisa bertindak semaumu dong," berondong Amirah emosi. "Ini urusan keluargaku seharusnya kau tidak usah banyak ikut campur!"Kaivan menatapnya tajam. Dari pulang pertemuan sampai malam mereka masih mengusik soal mencari uang melunasi utang piutang perusahaan."Memangnya kamu punya solusi berbeda selain ide dariku tadi?""Ya, jual saja rumah warisan Papa dan Mamaku sesuai harga normal supaya aku tak punya ikatan utang budi denganmu," ketus Amirah membela diri.Bude Tantri, Guntur dan Ayu terdiam di kursi masing-masing memandang dua orang meributkan hal penting tetapi tidak tahu cara memisahkan mereka yang keras kepala mau menang sendiri."Ra, kamu ga perlu menjual rumah itu," sergah Kaivan menurunkan emosi. "Pinjam dariku tak masalah, kalian bisa bayar sesuai kemampuan dan tidak pakai bunga bank apalagi utang budi yang kau bilang barusan!"Hufft-! Amirah tak mampu menahan saliva.Uang tiga milyar di depan mata. Kaivan memang bukan luar biasa.Lebih kaya raya daripada mantan suam
Berita lamaran Kaivan menyeruak saat Tuan Mahardika menerima panggilan dari Yogyakarta. Adik Sudirman memberi kabar mengejutkan ternyata putranya belum kembali sejak tiga hari lalu. "Mas Dika," panggilnya. "Besok keluargamu datang ke sini, anak sulungmu tadi malam melamar ponakan dari mendiang Bambang Hadiningrat." "Dik, ojo macam-macam masa Ivan ga omong langsung ke orang tuanya kalau mau menikah?!" tampik Tuan Mahardika merasa dipermainkan. Dasar anak nakal! Kecamnya marah. "Ini serius, Mas!" jawab Sudirman jujur. "Kaivan baru menemuiku meminta restu mewakili keluarga besar kalau kau tak mau datang, ya aku saja yang menjadi walinya." "Umm ... ya ga bisa gitu dong!" protes Mahardika. "Opo aku ga dianggap bapaknya huh?!" Tawa adiknya pecah di ujung sambungan telepon mereka. "Wes, Mas Dika dan Mba Rima tinggal restui saja, kasihan anakmu jadi perjaka tua sudah disusul adiknya kemarin!" Sudirman sialan! Teganya mengatakan demikian ke ponakannya sendiri. "Enak saja kamu bilang, Ka
Pukul 23.30 Sudah dua jam Kaivan menunggu berbaring, duduk dan berdiri berulangkali melirik gawai tak ada panggilan dari siapapun. Hampir tengah malam pangeran mulai bosan Cinderella mulai ingkar janji. Mahar lima milyar ditawarkan tetapi wanita mana yang tidak mau menerima uang sebanyak itu kecuali Amirah Lashira. Begitu takjub sekaligus menjengkelkan! Tiga hari tiga malam berada di kota Gudeg - Yogyakarta menemani kekasih hati sedang berduka tapi balasan diacuhkan seperti ini. Merana memandang kegelapan angkasa tengah malam tanpa bintang dan rembulan. Om Dirman beberapa kali menawari menginap di kediamannya namun memilih tinggal di hotel milik sendiri. Kaivan berusaha tak merepotkan keluarga adik Papa sebagai alasan klise bebas pengawasan mereka. 15 menit berlalu. Waktunya hampir habis. Tarikan nafas panjang mengangkat beban hati dan pikiran. Merelakan jika janda itu menolak lamaran tak akan kehilangan lima milyar melainkan rasa cinta menggelora yang dipadamkan dengan menikahi
Guntur sengaja datang lebih pagi ke kediaman ibunya menyiapkan lamaran untuk sepupu yang dilakukan jam sepuluh sambil menunggu kedatangan keluarga Tuan Mahardika dari Jakarta. "Mama, di mana Amirah?" tanyanya celingukan ke sekeliling rumah. "Lagi di dapur, memang ono opo toh Gun 'kan kita tinggal menyambut kedatangan keluarga Kaivan saja ga pakai acara macam-macam," ujar Bude Tantri masih menggengam sapu membersihkan teras dibantu kerabat yang lain. "Inggih Ma, aku cuma pengen ngobrol saja 'kan aku mewakili mendiang Papa untuk menjadi saksi dan wali," ujarnya pelan. "Sekalian mau minta buatkan kopi." Hmm-! Guman Bude Tantri sebal. Putra sulung hanya datang sendirian tak ditemani Laras menantunya. Masih terlalu pagi memang tapi wanita itu enggan bergabung membantu saudara iparnya sendiri. Aneh! Sementara Guntur ngeloyor ke dapur terus mencari Amirah. Sepupunya sibuk menata gelas dan piring kecil kue-kue yang akan disajikan ke tamu kehormatan calon suami dan keluarganya. "Ra, kamu
Sambutan ramah penuh kehangatan sesaat keluarga Om Sudirman tiba bersama Kaivan di tengah keluarga Bambang Hadiningrat. Tawa canda Tante Ajeng dan Bude Tantri mengalihkan duka cita atas kehilangan suami. "Nuwun sewu loh Mba Tantri jika ponakanku tetiba mengajukan permohonan melamar ponakanmu," tutur Tante Ajeng membuka suasana ketika dipersilakan masuk ke rumah Joglo khas Yogyakarta yang megah dan asri dikelilingi bunga dan pohon. Bude Tantri menggenggam tangan koleganya erat membalas perhatian keluarga calon mempelai pria. "Aku yang malah matur nuwun panjenengan sedoyo - kalian semua datang, sayang memang suamiku sudah tiada tapi semua ada hikmahnya." "Inggih Mbakyu, mungkin ini maksud mendiang Mas Bambang untuk menyatukan keluarga kita." Om Dirman menyadari takdir memberikan kesempatan kedua ponakan mereka menikah. Sementara Kaivan didamping dua sepupu Danurdara dan Darapuspita turut gembira mendengar segera menikah setelah Khirani yang belum lama menyelenggarakan pesta resepsi
Keberangkatan Aabid Barak Hakim bersama keluarga mertua ke Yogyakarta tak serta merta menjadi mudah. Semalam Papa berpesan menjaga Amirah ketika mengetahui putra sulung emosi mendengar lamarannya.Makan malam mereka jadi hambar. Alagar tak pernah mau menerima andai pria lain menikahi mantan istri. Kejadian hilangnya Amirah di luar sana karena ulah kakaknya di belakang semua ini! Tebak Aabid diam-diam.Posisi sulit baginya untuk berpihak setelah menjadi bagian dari keluarga Tuan Mahardika. Khirani pasti marah jika kakaknya terancam gara-gara tindakan brutal kakak dari suaminya.Sungguh dilemma!"Mas, itu Mba Amirah!"Teriakan Aabid spontan memandang dari kejauhan namun wanita itu tak sendirian diseret pria tak lain adalah kakaknya di seberang jalan. Brengsek kau, Alagar! Geram Kaivan murka.Raut wajahnya berubah garang calon istri diperlakukan kurang ajar berkali-kali oleh mantan suami. Mereka hampir terlambat menyelamatkan Amirah yang sedang meronta memohon dilepaskan tetapi terus di
Semua orang yang hadir kasak kusuk ketika beberapa waktu lalu Amirah, Kaivan dan Aabid memasuki rumah Joglo. Tuan Mahardika terkejut melihat putra sulung dan menantu datang bersamaan calon mempelai wanita namun segera berpisah melalui pintu lain.Hey, apa yang terjadi! Pikirnya bingung. Sementara adiknya Sudirman juga melirik ke arahnya.Amirah menghilang sesaat segera berganti baju dan berdandan. Bude Tantri buru-buru menyusul ke kamar melihat ponakan terlambat datang membiarkan Guntur dan Ayu menemani tamu kehormatan."Nduk, kok kamu pulangnya lama sekali?" tanyanya heran. "Tahu begitu ga usah ziarah ke makam Pakde 'kan bisa lain hari jadi ga enak sama semua tamu.""Iya Bude, untung Mas Ivan dan Aabid datang menjemput karena ga ada taksi tadi," jawab Amirah gugup.Bude Tantri mengangguk memintanya segera menemui tamu di ruang keluarga. "Jangan lama-lama dandan Ra, kasihan keluarga calon suamimu sudah lelah sejak pagi dari Jakarta langsung ke sini.""Inggih Bude."-------------------