Pukul 23.30 Sudah dua jam Kaivan menunggu berbaring, duduk dan berdiri berulangkali melirik gawai tak ada panggilan dari siapapun. Hampir tengah malam pangeran mulai bosan Cinderella mulai ingkar janji. Mahar lima milyar ditawarkan tetapi wanita mana yang tidak mau menerima uang sebanyak itu kecuali Amirah Lashira. Begitu takjub sekaligus menjengkelkan! Tiga hari tiga malam berada di kota Gudeg - Yogyakarta menemani kekasih hati sedang berduka tapi balasan diacuhkan seperti ini. Merana memandang kegelapan angkasa tengah malam tanpa bintang dan rembulan. Om Dirman beberapa kali menawari menginap di kediamannya namun memilih tinggal di hotel milik sendiri. Kaivan berusaha tak merepotkan keluarga adik Papa sebagai alasan klise bebas pengawasan mereka. 15 menit berlalu. Waktunya hampir habis. Tarikan nafas panjang mengangkat beban hati dan pikiran. Merelakan jika janda itu menolak lamaran tak akan kehilangan lima milyar melainkan rasa cinta menggelora yang dipadamkan dengan menikahi
Guntur sengaja datang lebih pagi ke kediaman ibunya menyiapkan lamaran untuk sepupu yang dilakukan jam sepuluh sambil menunggu kedatangan keluarga Tuan Mahardika dari Jakarta. "Mama, di mana Amirah?" tanyanya celingukan ke sekeliling rumah. "Lagi di dapur, memang ono opo toh Gun 'kan kita tinggal menyambut kedatangan keluarga Kaivan saja ga pakai acara macam-macam," ujar Bude Tantri masih menggengam sapu membersihkan teras dibantu kerabat yang lain. "Inggih Ma, aku cuma pengen ngobrol saja 'kan aku mewakili mendiang Papa untuk menjadi saksi dan wali," ujarnya pelan. "Sekalian mau minta buatkan kopi." Hmm-! Guman Bude Tantri sebal. Putra sulung hanya datang sendirian tak ditemani Laras menantunya. Masih terlalu pagi memang tapi wanita itu enggan bergabung membantu saudara iparnya sendiri. Aneh! Sementara Guntur ngeloyor ke dapur terus mencari Amirah. Sepupunya sibuk menata gelas dan piring kecil kue-kue yang akan disajikan ke tamu kehormatan calon suami dan keluarganya. "Ra, kamu
Sambutan ramah penuh kehangatan sesaat keluarga Om Sudirman tiba bersama Kaivan di tengah keluarga Bambang Hadiningrat. Tawa canda Tante Ajeng dan Bude Tantri mengalihkan duka cita atas kehilangan suami. "Nuwun sewu loh Mba Tantri jika ponakanku tetiba mengajukan permohonan melamar ponakanmu," tutur Tante Ajeng membuka suasana ketika dipersilakan masuk ke rumah Joglo khas Yogyakarta yang megah dan asri dikelilingi bunga dan pohon. Bude Tantri menggenggam tangan koleganya erat membalas perhatian keluarga calon mempelai pria. "Aku yang malah matur nuwun panjenengan sedoyo - kalian semua datang, sayang memang suamiku sudah tiada tapi semua ada hikmahnya." "Inggih Mbakyu, mungkin ini maksud mendiang Mas Bambang untuk menyatukan keluarga kita." Om Dirman menyadari takdir memberikan kesempatan kedua ponakan mereka menikah. Sementara Kaivan didamping dua sepupu Danurdara dan Darapuspita turut gembira mendengar segera menikah setelah Khirani yang belum lama menyelenggarakan pesta resepsi
Keberangkatan Aabid Barak Hakim bersama keluarga mertua ke Yogyakarta tak serta merta menjadi mudah. Semalam Papa berpesan menjaga Amirah ketika mengetahui putra sulung emosi mendengar lamarannya.Makan malam mereka jadi hambar. Alagar tak pernah mau menerima andai pria lain menikahi mantan istri. Kejadian hilangnya Amirah di luar sana karena ulah kakaknya di belakang semua ini! Tebak Aabid diam-diam.Posisi sulit baginya untuk berpihak setelah menjadi bagian dari keluarga Tuan Mahardika. Khirani pasti marah jika kakaknya terancam gara-gara tindakan brutal kakak dari suaminya.Sungguh dilemma!"Mas, itu Mba Amirah!"Teriakan Aabid spontan memandang dari kejauhan namun wanita itu tak sendirian diseret pria tak lain adalah kakaknya di seberang jalan. Brengsek kau, Alagar! Geram Kaivan murka.Raut wajahnya berubah garang calon istri diperlakukan kurang ajar berkali-kali oleh mantan suami. Mereka hampir terlambat menyelamatkan Amirah yang sedang meronta memohon dilepaskan tetapi terus di
Semua orang yang hadir kasak kusuk ketika beberapa waktu lalu Amirah, Kaivan dan Aabid memasuki rumah Joglo. Tuan Mahardika terkejut melihat putra sulung dan menantu datang bersamaan calon mempelai wanita namun segera berpisah melalui pintu lain.Hey, apa yang terjadi! Pikirnya bingung. Sementara adiknya Sudirman juga melirik ke arahnya.Amirah menghilang sesaat segera berganti baju dan berdandan. Bude Tantri buru-buru menyusul ke kamar melihat ponakan terlambat datang membiarkan Guntur dan Ayu menemani tamu kehormatan."Nduk, kok kamu pulangnya lama sekali?" tanyanya heran. "Tahu begitu ga usah ziarah ke makam Pakde 'kan bisa lain hari jadi ga enak sama semua tamu.""Iya Bude, untung Mas Ivan dan Aabid datang menjemput karena ga ada taksi tadi," jawab Amirah gugup.Bude Tantri mengangguk memintanya segera menemui tamu di ruang keluarga. "Jangan lama-lama dandan Ra, kasihan keluarga calon suamimu sudah lelah sejak pagi dari Jakarta langsung ke sini.""Inggih Bude."-------------------
Sekembalinya Alagar dari Yogyakarta tak membuat masalah selesai begitu saja. Dendam membara dengan Kaivan makin tersulut mengingat lamarannya berhasil dilaksanakan dan kini Amirah resmi bertunangan. Sialan! Umpatnya marah. Mantan istri menolak dibujuk mahar lebih besar dari tawaran saudara ipar. Kalah bertubi-tubi dan berdarah-darah diihantam tinju lawan menjatuhkan harga diri dan martabat pria di depan wanita pernah memujanya. Bencinya tak berkesudahan memandang Amirah dipeluk erat Kaivan saat meninggalkan dirinya tumbang di aspal jalanan seolah telah mengalahkan seluruh daya upayanya. Kaivan keparat! Makinya tak kunjung henti. "Sayang ... kau kenapa?" jerit Jeany tiba-tiba saat menatap kekasihnya babak belur. "Apa yang terjadi?!" Alagar menepis tangan lentik memeriksa wajahnya. Model cantik itu selalu datang tepat waktu mengganggu lamunan. Ia tak mengundang ke rumah lagi sejak mengusirnya beberapa waktu lalu, "Biarkan aku sendiri!" cecarnya kesal. "Aku tak butuh bantuanmu, pe
Keluarga Tuan Mahardika dan Om Sudirman memutuskan berlibur bersama di akhir pekan sementara Kaivan dan Amirah sibuk merencanakan acara pernikahan. Momen yang ditunggu lama sejak banyak masalah yang menjauhkan mereka berdua."Mas, apa kamu sanggup menahan diri pernikahan kita setelah 40 hari Pakde tiada?""It's okay Ra, menunggu selamanya pun aku mau asalkan kau mau menikahiku!" gombal Kaivan meluncurkan rayuan maut demi mengarungi biduk perkawinan.Amirah bergeser menjauhi dari calon suami yang terus berusaha berdekatan. Kontan Kaivan merangkul bahu calon istri agar tetap bersamanya. Janda itu enggan terlihat bermanja-manja di depan keluarga mereka."Duh Mas geser dikit dong 'kan ga enak dengan yang lain," protesnya sambil melotot."Uhmm .. Ra, biar aja napa keluargamu dan keluargaku juga sudah sama-sama tahu kamu itu bakal jadi istriku wajar dong pendekatan seperti ini," balas Kaivan."Ya, tapi pegangan tangan udah dong," kilah Amirah menarik genggaman. "Memang lagi menyeberang jala
"Ran, kamu mau aku jemput sepulang kantor terus mengunjungi Papa dan Mamaku?" ajak Aabid serius saat menghubungi. "Ayolah sayang, giliran kita makan malam dengan keluargaku sekarang."Khirani bersungut kesal menjawab panggilan suami. "Duh sayang, kenapa tidak bilang dari tadi siang 'kan aku ngga usah janjian sama Mas Ivan di rumah berdiskusi soal persiapan pernikahan."Oh, okay.Aabid pun mengerti istrinya harus menemani kakak dan orang tuanya membicarakan hal penting. "Ya sudah, nanti kalau Papa dan Mamamu mencari aku bilang saja sedang menengok orang tuaku.""Iya sayang, jangan lupa belikan sesuatu untuk mereka," pesan Khirani sungguh-sungguh. "Sampaikan salam hormatku juga!""Baiklah, cintaku!" seru Aabid mengakhiri panggilannya.Tiba-tiba saja ia merindukan keluarganya ingin membahas prilaku Alagar di Yogya beberapa hari lalu. Sesuatu membuatnya hadir walau sekedar makan malam dengan mereka, sayang Khirani tak bisa menemani karena urusan lain.Dalam perjalanan disempatkan membeli