Alagar melepas baju kerja kotor dipakai seharian dibiarkan teronggok di lantai kamar bergegas membasuh diri di bawah pancuran air hangat. Saat Amirah mengangkat pakaian meletakkan ke tempat cucian kotor, lagi-lagi ditemukan noda lipstik merah persis dipakai Renata tadi siang saat menghardik memintanya bercerai dari Alagar.
Pria itu memang tak pernah berubah membawa ke kediaman ini kembali hanya untuk disakiti berulang kali. Pelakor bernama Renata telah bercerita membuat suami marah bukan kepalang ketika tak lagi menemukan anak istrinya berada di rumah.
Menit-menit berlalu.
Percakapan Melani terngiang terus di benak Amirah Lashira. Hatinya masih ragu mengambil keputusan besar di dalam hidupnya. Tak lama pintu kamar mandi terbuka lebar sosok Alagar muncul mengalihkan pikiran istri.
Bulir-bulir air menetes dari rambut suami jatuh ke dadanya yang berotot. Pria tampan idaman semua wanita. Suami dari Amirah Lashira tapi tak pernah dia dapat memiliki cintanya.
"Tadi siang Renata bertemu denganmu?" tanya Alagar berbasa basi.
"Ya, Mas memang benar, kau juga menemui dirinya lalu bercinta di atas ranjangnya, ya 'kan?!"
Brukk! Sebuah handuk basah dilempar Alagar ke lantai sangat tak menyukai bila istrinya curiga. "Kau tak perlu cemburu, wanita itu tak ada hubungan apa-apa kami hanya bekerja sama demi perusahaan karena ayahnya Renata itu investor besar!"
Amirah tak peduli alasan suami sangat pandai berdalih. "Tapi gadis itu mengandung anakmu, dan keputusan menceraikan aku yang terbaik bagi kalian berdua!"
“Itu bukan anakku!” kilah Alagar tak ingin disalahkan. "Jalang itu pintar berbohong, berapa banyak pria yang dikencani selain diriku!"
Dasar pria pengecut! Desis Amirah saat melangkah keluar kamar namun malah dicegat suami.
“Kau tidur bersamaku, kita suami istri bukan orang lain!”
Amirah membalas tajam, "Kau berselingkuh bersama Renata tidurlah dengannya dan anggaplah aku orang lain bukan istrimu!"
Plak-k! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Amirah Lashira. Terasa pedih sakit luar biasa. Kesadarannya hampir menghilang bertahan sebisa mungkin mengembalikan semangat hidup lagi. Bagaskara membutuhkan dirinya bukan papanya.
Pertama kali Alagar melakukan hal kejam secara fisik. Cacian, makian kasar biasanya menghujam digantikan sebuah pukulan keras menyerang istri.
"Oh sayang, maafkan tak sengaja, maafkan aku 'Ra!" serunya berkali-kali meraih lengan kecil mendekap erat memohon ampunan. Tapi semua sudah terlambat. Amirah bergidik mundur menepis kuat tangannya.
“Suruh pengacaramu besok pagi membuat surat perceraian agar aku tanda tangani secepatnya, Bagaskara tinggal bersamaku cuma itu satu-satunya aku inginkan darimu bukan hartamu!” Ultimatum terakhir keluar dari Amirah sambil memegang pipi.
"Apa kau pikir aku mau menceraikanmu?" tampik Alagar sengit menatap wajahnya lekat. "Tak akan pernah kulakukan bila perlu kau mati membusuk bersamaku!"
Hah! Ibu kandung dari Bagaskara terperangah. “Dasar pria gila, tak ada guna lagi mempertahankan semua yang sudah hancur seperti ini, kau bebas bercinta dengan wanita manapun tanpa harus menikahi aku lagi!”
Giliran istrinya bersikap lebih berani dari jalang dikencani suami. Ikatan pernikahan mereka makin pudar tak ada masa depan dan kebahagiaan yang diharapkan.
Mama-a! Mama-a! Rengekan Bagaskara terdengar keras dari radio monitor terpasang di kamar orang tuanya. Amirah pun melesat pergi sendirian meninggalkan suami yang bengis. Putranya merasakan perseteruan batin sejak kembali ke rumah, dia harus merencanakan pelarian lagi sampai surat perceraian berada di tangannya.
Keselamatan anak lebih utama dari harga dirinya. Status sebagai janda tak lagi dipikirkan Amirah lebih baik tidak punya suami daripada mati membusuk bersamanya.
“Bagas haus ya, sayang." Usapan hangat ibunya di punggung kecil membuat putranya terdiam. ”Biar Mama buatkan susu hangat untukmu dulu, ya." Kecupan lembut di kening menenangkan hati Amirah Lashira.
Pria kecil dalam pelukan paling berharga tersisa dari pernikahan mereka. Maafkan Mama sayang, tak bisa memberi seorang Papa yang baik untukmu! Sesalnya penuh kesedihan.
----------------
Hari-hari berikutnya berubah kaku di antara mereka. Amirah semakin membuat jarak walau tetap melayani kebutuhan setiap pagi namun bukan tidur setiap malam di ranjang yang sama. Berbeda sikap Alagar ingin bertambah dekat setelah kejadian penyerangan fisik terus saja berusaha mendapatkan maaf darinya.
"Sayang, aku pulang lebih cepat hari ini, mungkin kita dapat pergi makan malam di luar menikmati suasana baru setelah sekian lama tak pernah keluar bersama?"
“Mas Alagar tidak perlu repot-repot, kasihan Bagas harus dibawa malam-malam ke luar hanya untuk makan.” Amirah menolak kebersamaan palsu mereka hanya sebuah makan malam saja tidak pernah bisa mengubah perilaku buruknya.
Empat tahun pernikahan yang sia-sia baru disadari saat ini juga.
“Kau ‘ga suka kalau kita jalan berdua saja, Bagas ’kan bisa dititipkan ke pengasuh Lina ada Bi Inah, Nurdin dan Harjo mengawasi putra kita jika kau takut sesuatu terjadi padanya!”
Alagar bersikeras mengajak namun Amirah Lashira enggan berdekatan sejak malam itu. Tuntutan perceraian istrinya diabaikan. Dia belum mau melepaskan sampai kapan pun juga.
“Ajak saja Renata, Lenny atau siapapun pantas bersanding dirimu di luar sana, sekretaris Jessica pasti mau bukankah kalian sering melakukan hal pribadi di kantor setiap makan siang ataupun malam!” Amirah sempat memergoki saat mengunjungi kantor suami usai berbelanja.
Meja sekretaris kosong melompong, selasar di lantai khusus kantor pimpinan sepi sunyi. Kecurigaan memang benar. Suara desahan dan lenguhan panjang terdengar di dalam kantor melabrak mereka habis-habisan. Blus dan rok pendek Jessica berantakan tak lagi di tempatnya.
Noda lipstik sekretaris tampak jelas di kerah kemeja suami. Sebuah bukti tak dapat dipungkiri pria tampan yang dinikahi Amirah berulang kali berselingkuh di depan maupun di belakangnya.
"Mengapa kau tak pernah berhenti membicarakan hal itu, tak maukah kau percaya bila mulai hari ini aku akan berubah untuk menyelamatkan pernikahan kita?" ujar Alagar sedikit menyesal.
“Cukup sudah Mas, pergilah bekerja kasihan klienmu menunggu jangan pedulikan aku dan Bagas, kami telah terbiasa bila kau terlambat pulang atau tidak sama sekali.” Tangan lembut Amirah selesai memasangkan dasi dengan rapih. Tugasnya setiap pagi menyiapkan semua sebelum ke kantor dilaksanakan sepenuh hati.
"Ayolah Amirah, surgamu ada di suamimu ini!" bentak suaminya kesal.
Istrinya menatap sinis sebelum beranjak keluar kamar, lalu berkata pelan. "Surga apa yang pernah kau pernah berikan ke anak istrimu, kau lebih senang memadu kasih ke wanita jalang daripada istri sahmu sendiri!"
Deg! Tersinggung kata-katanya yang tepat dan akurat, Alagar langsung menyambar tas kerja di atas meja. Ucapan wanita yang dinikahi mengusik kesadaran. Kesalahan demi kesalahan diperbuat tiada lagi termaafkan.
Rumah bagai neraka membuat alasan dirinya berpaling ke wanita lain. Amirah enggan dipeluk belakangan ini. Hubungan mereka tak pernah romantis hanya tegur sapa sekedarnya. Pernikahannya di ujung tanduk semua bersikeras tiada yang mau mengalah.
"Kau sengaja memusuhiku agar segera menceraikan dirimu, bukan? Bermimpilah Amirah!" cetus Alagar ketika melewatinya di depan pintu kamar. Melesat pergi tanpa menoleh ke belakang meninggalkan luka menganga untuk istri tak pernah dicintai.
***
Masalah di rumah belum selesai. Alagar dihadapkan persoalan genting lainnya. Renata telah menunggu di ruang kantor tanpa pemberitahuan lebih dulu. Tas kerja diletakkan di atas meja dia memilih duduk di kursi membiarkan gadis itu jauh darinya di ujung sofa tamu. Mau apalagi jalang itu ke sini pagi-pagi begini! Keluh Alagar kesal. Sekretaris datang membawa minuman untuknya dan tamu yang tidak sopan. Lirikan tajam persaingan hebat terjadi di ruangan. Renata dan Jessica sama-sama menyukai Alagar sering menghangatkan pria itu di kantor dan di luar jam kerja mereka. "Terima kasih atas minumannya sekarang pergilah jauh-jauh dari sini, kami ingin bicara secara pribadi tentang pernikahan aku dan bossmu!" usir Renata tajam ke Jessica. Sontak sekretaris cantik menyerang balik perkataan musuh bebuyutan. "Semudah itu mengalahkan istrinya untuk menikahi wanita brengsek sepertimu?" "Jangan berpura-pura, kau sama saja brengseknya sepertiku!" Renata berkacak pinggang dibalas Jessica yang memandang
"Hai sayang, maaf aku pulang terlambat, untung saja kau batalkan makan malam di luar karena kerjaan kantor sangat banyak tadi," ucap Alagar sambil mencium kening sang istri. Tak sengaja Amirah memalingkan wajah jengah diperlakukan keharmonisan palsu di depan adik ipar sedang asyik mengunyah di meja makan. Aabid Barak Hakim memahami sikap kakak ipar enggan berdekatan Alagar lagi. Bekas tamparan tampak jelas di pipi Amirah Lashira. Bukan pintu penyebab utama namun telapak tangan suaminya yang menghantam kuat meninggalkan jejak otentik di sana. "Oh, hei Bid, tumben kau kemari. Apa kabar Mama dan Papa?" Sapa Alagar tak menyadari kehadiran adiknya tadi. Istrinya biasa ditemani pengasuh atau asisten rumah tangga mereka. "Biasalah aku cari makan malam gratis 'kan istrimu pandai memasak dan semua enak disajikan di meja ini, eh' Mas Alagar ga ikut makan?" pancing Aabid Hakim. Penampilan kakak sulung luar biasa rapih seperti tak terjadi apa-apa di luar jam kantor tadi. Selingkuhannya berteb
"Ra, aku ke rumahmu ya, kangen nih ingin ketemu kamu dan Bagas," seru Melani di ujung telepon. Amirah kelimpungan tak tahu menjawab. Alagar membencinya, dia pun dilarang keluar rumah. "Hmm .. kita sekalian belanja yuk Mel, ketemu dan ngobrol di sana saja, gimana?" Alasan terbaik baginya berjumpa sahabatnya lagi. "Ga masalah, kebetulan aku juga mau belanja bulanan, ketemu di tempat biasa ya!" sahut Melani mengakhiri percakapan mereka. Amirah langsung memanggil pengasuh bersiap membawa Bagas ikut dengannya. Diam di rumah berhari-hari pun tak menyelesaikan masalah. Tingkah Alagar semakin arogan menutup diri. Pergi begitu pagi ke kantor dan selalu pulang terlambat. Anak istrinya seperti pajangan hiasan tak pernah dilihat maupun tegur sapa. Satu jam melewati jalanan padat merayap, tibalah di pusat perbelanjaan terkenal. Melani sudah menunggu dan mengajak langsung ke supermarket agar mereka punya banyak waktu berbicara ketika saat makan nanti. "Ra, apa kabarmu?" tanyanya ingin tahu.
Amirah dan Bagaskara akhirnya terbang ke Yogyakarta mengasingkan diri dari kepenatan dari pernikahannya yang gagal. Suaminya jelas mengkhianati berbuat curang atas hubungan dibangun selama empat tahun ini tanpa pernah ingin memperbaiki diri. Pergi dari kediaman Alagar Hakim jalan terbaik baginya agar tak melihat keburukan pria itu lagi, menjauhkan Bagaskara dari kerusakan moral yang dilakukan papanya. Kedatangannya tanpa pemberitahuan dan mendadak begitu mengejutkan Pakde dan Bude Bambang. Datang malam hari dengan penerbangan terakhir dan tanpa didampingi suami. Sesuatu pasti sedang terjadi! Pikir mereka di dalam hati. Kedua orang paruh baya itu saling melirik saat melihat Amirah hanya membawa sebuah koper besar sekaligus menggendong anak berumur tiga tahun terlelap tidur dalam buaian. Amirah mencium tangan mereka yang dianggap pengganti orang tua yang telah wafat. Kehadirannya kali ini tak ingin membebani hanya rehat sejenak sebelum melanjutkan kehidupan baru tanpa suaminya. Ba
Sepulang dari jalan-jalan ke pasar tradisional Amirah bergegas langsung ke dapur menemui Bude Tantri yang sedang sibuk mengiris daging ditemani Mbok Marsih menyiangi sayuran. "Bude, kok sepi. Di mana Pakde Bambang tak kelihatan dari pagi?" "Pakde ke Jakarta, Nduk," ujar Bude Tantri tersenyum. "Katanya ada pertemuan kolega bisnis, nanti sore juga pasti pulang pakdemu itu ga betah lama-lama di sana, panas dan macet!" Oh! Amirah menduga kepergian pakdenya bukan untuk bisnis tapi menemui suami dan mertua sejak dia bercerita soal kemelut pernikahannya. Dengan langkah gontai ke kamar yang sunyi sepi terasa di hatinya kembali. Bagas sedang dibawa bermain ke rumah sepupu Mas Guntur putra sulung pakde dan bude Bambang. Putri bungsunya Ayu bermukim di Solo langsung meluncur siang ini ke Yogya berniat menginap bersama keluarga menemani Amirah Lashira. Setelah sekian lama menikah tak pernah sekalipun Alagar mau diajak menemui keluarga istrinya di luar kota. Begitupun dia enggan belakangan in
Grr-- Amirah sialan! Geram Alagar marah bukan kepalang. Mobil mewah miliknya berhenti tepat di depan teras rumah berpilar tinggi indah. Kediaman Tuan dan Nyonya Andi Hakim begitu asri dengan taman luas. Belum lagi di halaman belakang yang luas terdapat kolam renang besar tempat mereka sering berkumpul termasuk pesta pernikahan megah Alagar Hakim dan Amirah Lashira. Sayang kini semua tinggal kenangan. Langkahnya sedang terburu-buru, orang tua dan mertuanya menunggu. Mereka saling terpaku saat beradu pandang di ruangan yang sama. Kebencian papanya begitu terlihat jelas. "Duduk, Alagar!" Tuan Andi Hakim tidak mau berlama-lama mendengar penjelasan putra sulung berbuat kurang ajar terhadap keponakan Pak Bambang Hadiningrat. Nyonya Nirmala Hakim memegangi lengan suami untuk tenang dan membiarkan putranya menghadapi mereka. "Papa, ada apa memanggilku ke sini?" Raut gelisah terlukis di wajah Alagar. Rahangnya menjadi kaku, otot tubuhnya ikut membeku. "Dasar anak brengsek!" maki Tuan Andi
Melani dan suaminya Alex berkunjung ke Yogya untuk menemui Amirah Lashira dan putranya Bagaskara yang menggemaskan. Tak terlihat bocah kecil itu merindukan sosok papanya malah lebih dekat Om Alex atau Om Aabid adik dari Alagar Hakim. Mereka bertemu di sebuah restoran agar tak mengganggu kerabat Amirah yang lain. Suami Melani mengajak Bagas ke tempat permainan anak-anak membiarkan istrinya mencurahkan perasaan bersalah ke sahabatnya. Pembicaraan wanita dari hati ke hati. "Ra, maafkan aku sungguh tak tahu jika pelakor keparat itu ternyata sepupuku Renata yang memang wanita murahan, dulu Mas Alex sering digodanya sebelum kami menikah." Melani terdiam sesaat sebenarnya malu menceritakan aib keluarga tapi sikap sepupu tak bisa dibiarkan lagi. "Sampai suatu hari tingkahnya keterlaluan mengajak calon suamiku bermalam ke apartemen mewah miliknya. Langsung ku damprat habis-habisan di depan keluarga Papa dan sejak itu kami berdua bermusuhan." Mendengar cerita tersebut membuat Amirah semaki
Jamuan makan malam bersama antara keluarga Andi Hakim dan Sastrawijaya terasa cukup menegangkan. Orang tua Alagar bersikap biasa meskipun calon menantu Renata mengajak mereka berbicara. Lirikan sinis Nyonya Nirmala Hakim terlihat begitu jelas sangat tak menyukai pasangan putra sulungnya, cuma Amirah Lashira pantas bersama Alagar Hakim bukan jalang betina itu yang berani merebut darinya. Sementara Tuan Andi Hakim sering mengalihkan pandangan berpura-pura menyimak obrolan di meja makan bersama calon besan Tuan Sastrawijaya dan Nyonya Sisca. Alagar duduk terpaku tak bersemangat menyantap makanan lezat diiringi kepedihan mendalam. Istrinya lugu sederhana telah diceraikan dua minggu lalu, dan putranya diboyong ke kota lain. Baru kali ini seumur hidupnya kesepian. Di kediaman besar serupa milik orang tuanya, tiada keceriaan tawa canda Bagaskara bermain berlarian bersama ibunya yang cantik jelita. Semua menghilang dalam sekejap. Penyesalan memang selalu datang terlambat. "Sayang, semi