"Ra, aku ke rumahmu ya, kangen nih ingin ketemu kamu dan Bagas," seru Melani di ujung telepon.
Amirah kelimpungan tak tahu menjawab. Alagar membencinya, dia pun dilarang keluar rumah. "Hmm .. kita sekalian belanja yuk Mel, ketemu dan ngobrol di sana saja, gimana?"
Alasan terbaik baginya berjumpa sahabatnya lagi.
"Ga masalah, kebetulan aku juga mau belanja bulanan, ketemu di tempat biasa ya!" sahut Melani mengakhiri percakapan mereka.
Amirah langsung memanggil pengasuh bersiap membawa Bagas ikut dengannya. Diam di rumah berhari-hari pun tak menyelesaikan masalah.
Tingkah Alagar semakin arogan menutup diri. Pergi begitu pagi ke kantor dan selalu pulang terlambat. Anak istrinya seperti pajangan hiasan tak pernah dilihat maupun tegur sapa.
Satu jam melewati jalanan padat merayap, tibalah di pusat perbelanjaan terkenal. Melani sudah menunggu dan mengajak langsung ke supermarket agar mereka punya banyak waktu berbicara ketika saat makan nanti.
"Ra, apa kabarmu?" tanyanya ingin tahu.
"Baik Mel, cuma kau tahu aku tak boleh kemanapun karena Mas Alagar melarang."
Dari raut wajah Amirah terlihat kesedihan yang dalam. Sahabatnya sungguh tidak bahagia dalam pernikahan. Bertahan hanya demi putranya, bukan cinta terhadap suaminya.
Kernyit dahi Melani begitu jelas.
"Apalagi masalah kalian, bukankah soal perselingkuhannya memang nyata dilakukan suami brengsekmu itu?!"
"Iya," jawaban Amirah menggantung sejenak. Tangannya sibuk memilih susu bayi mengambil salah satu dan memasukkan ke keranjang belanjaan.
"Mas Alagar berpikir Aabid tertarik padaku padahal dia datang berkunjung karena rindu ponakan," lanjutnya kembali.
Gelengan heran Melani tak berhenti. "Otak suamimu sudah rusak dikacaukan para jalangnya sampai berani menuduh kau dan adik ipar begitu!"
Amirah mengangkat bahu.
Entah bagaimana suaminya berpikir picik menganggap dia dan Aabid Barak Hakim saling tertarik. Keduanya pria tampan namun dia telah menikahi Alagar Hakim, bukan adiknya.
Selesai memilih mereka membayar seluruh isi keranjang lalu meminta supir memasukkan belanjaan ke bagasi lebih dulu. Sementara Bagas sedang bersama pengasuh di area bermain anak-anak.Sekelebat bayangan di ujung mata Melani mengenali sosok suami Amirah dari kejauhan. Pria itu tergesa-gesa menuju ke suatu tempat begitu sangat mencurigakan.
"Ra, ikut aku, ayo kita makan dulu."
Ditariknya lengan sahabatnya tanpa menunggu jawaban darinya.
"Duh Mel, pelan-pelan dong, ada apa sih terburu-buru begini bukannya kamu lebih suka cafe di sebelah sana, kok kita ke arah yang berbeda?"
"Lagi pengen makanan yang lain," kilah Melani. "Tenanglah Ra, kau makan sepuasnya biar aku yang traktir."
"Ishh ... sepuasnya aku ga mungkin menyantap habis semuanya. Jangan lama-lama kita harus pulang karena Mas Alagar pasti curiga kita bertemu di sini."
Suasana pusat perbelanjaan sedikit ramai dipenuhi promosi bazaar hingga diskon besar-besaran. Melani terus menggandeng erat tangan Amirah.
Pandangannya berulangkali memantau suami sahabatnya sudah berada di eskalator untuk berpindah lantai. Tingkah laku Alagar semakin mencurigakan menengok ke kanan dan kiri membuat Melani pura-pura berhenti melangkah lalu menunjuk ke sebuah pakaian membuat Amirah sibuk teralihkan perhatian.
"Ini bagus ya Ra, warnanya cocok denganmu!"
"Ga lah, itu warna favoritmu, aku ga suka warna terlalu terang gitu yang kalem tak terlalu mencolok. Kau mau beli, Mel?"
"Nanti saja kita belanja lagi, sekarang aku lapar banget!"
Sosok Alagar hampir menghilang jika Melani tak buru-buru menaiki eskalator yang sama. Dia dapat melihat pria brengsek itu membelok ke kanan seolah ingin berpindah lantai lagi.
Cafe dan restoran berada di lantai atas. Beruntung suami Amirah selalu menatap ke depan. Melani berusaha menjaga jarak aman di antara mereka.
Tak lama dilihatnya Alagar memasuki sebuah cafe disambut seorang wanita cantik mencium pipi seakan lama akrab lalu pria itu merangkul bahunya. Kesempatan memburunya lebih lanjut penasaran siapa jalang begitu berani merusak pernikahan sahabat kali ini.
Amirah mulai merasakan sesuatu aneh ketika mengambil kursi terdengar dua orang sedang bercakap-cakap begitu dikenalnya. Alagar dan selingkuhannya berada dibalik bilik tinggi tapi suara mereka begitu jelas.
"Sayang, ku pikir kau ga mau datang menemuiku lagi, tiba-tiba saja aku ingin makan seafood mungkin inilah kemauan dari bayimu juga," desahnya manja bergelayut di lengan CEO tampan.
"Sudahlah Renata, kau nikmati saja makanannya, aku harus kembali ke kantor bekerja lagi. Terlalu banyak kau menuntut perhatianku selama ini, benar-benar merepotkan!"
"Alagar, kau tak bisa melarikan diri dari masalah. Sewaktu-waktu Papaku bisa menarik investasi di perusahaan, kesuksesanmu akan hancur lebur tanpa kau sadari."
"Dasar brengsek kau, Renata!" maki Alagar kesal.
Mendengar ucapan mereka membuat Amirah buru-buru beranjak dari kursi. "Mel, suamiku di sini, sebaiknya kita pergi!" bisiknya memaksa.
Melani menahan tangan Amirah.
"Duduklah, diam dan dengarkan dulu, aku penasaran jalang itu seperti mengenalnya seumur hidupku."
"Itu Renata yang pernah menemuiku di rumah," tegas sahabatnya lagi.
Deg! Degup jantung Melani tak karuan.
Percakapan antara Alagar dan Renata terdengar kuat di telinga mereka. Tidak ada yang perlu disembunyikan lagi selingkuhan suami Amirah telah berbadan dua.
Sulit bagi Melani menerima kenyataan, namun Amirah Lashira terus bersandiwara menunjukkan pernikahan mereka terlihat sempurna di mata keluarga dan kolega. Semua gara-gara jalang bernama Renata!
"Ayolah sayang, temani makan bersamaku, ini enak loh!" Nada suara itu sedang menyuapi Alagar. "Iya kan, kamu pasti lahap makan ini."
"Hmm .. memang enak daripada masakan istriku di rumah," cela Alagar sambil mengunyah. "Dan yang lebih menyebalkan lagi adikku malah tergila-gila di jamu makan malam dengannya."
"Oh, ya?" seloroh Renata meruncing masalah. "Jangan-jangan mereka memang main mata di belakang karena kesibukanmu di kantor."
Fitnah yang sangat kejam.
Melani dan Amirah tersentak hebat atas ucapan jalang tidak tahu malu sudah merebut Alagar Hakim tapi kini mencemarkan nama baik adik kandungnya sendiri.
Pelayan cafe datang menyajikan pesanan mereka. Tanpa ragu lagi Amirah Lashira langsung mengambil gelas minuman di atas meja lalu berjalan cepat ke balik bilik untuk melabrak suami dan pelakor.
"Apa kau bilang tadi?" hardiknya penuh emosi. "Dasar pelakor keparat, seenaknya merebut Mas Alagar dan melecehkan nama adiknya telah berbuat macam-macam denganku!"
Seketika itu juga seluruh isi minuman disiram ke wajah Renata dan membasahi pakaiannya.
Alagar sangat terkejut melihat sikap istri tak menyangka berada di cafe yang sama, mengetahui ucapan kasar mereka berdua. Dia malah melepas jas kerja untuk menutupi tubuh selingkuhannya.
"Amirah, apa yang kau lakukan di sini?" bentaknya marah.
Istrinya membalas tanpa takut lagi. "Lalu apa yang kau lakukan juga di sini bukan bekerja di kantor tapi malah menemani jalang ini!"
Renata mulai menyerang namun Melani menyela lebih dulu. Mereka sama-sama kaget saat beradu pandang saling mengenal dekat.
"Dasar kalian berdua memang manusia tak punya norma dan etika, Rena kau itu sepupuku tapi kenapa berani merebut suami sahabatku!"
"Bukan urusanmu kau tak ada sangkut pautnya!" kilah Renata tidak bisa menanggung malu perbuatan busuk telah diketahui sepupunya.
Perdebatan seru di antara mereka berempat cukup mengagetkan pengunjung lain. Wajah dan pakaian Renata bernoda kotor akibat disiram Amirah menimbulkan gunjingan riuh.
Manager cafe datang melerai suasana menjadi tak nyaman meminta mereka meninggalkan ruangan jika ingin melanjutkan pertikaian.
"Pulanglah Amirah, kita selesaikan di rumah!" perintah Alagar tegas mengusir istrinya, sambil merangkul bahu menenangkan hati selingkuhannya.
Semakin jelas bagi Amirah.
Suaminya memilih Renata Sastrawijaya bukan dirinya di depan orang banyak dan sahabatnya. Sikap Alagar melindungi jalang itu diluar dugaan tapi malang tak bisa ditolak dia pun menyingkir dari mereka berdua.
Sebelum beranjak, ucapan terakhir begitu sungguh-sungguh keluar dari mulutnya.
"Jangan harap kau dapat menemuiku di rumah, aku akan menceraikanmu dan pergi membawa putraku dari hidupmu selamanya!"
Ambyar sudah. Tak ada yang perlu ditangisi. Pernikahan mereka tidak mampu diselamatkan kembali. Terlalu banyak rasa sakit hati dan kesedihan diterima Amirah Lashira daripada kebahagiaan bersama suaminya.
Merelakan Alagar Hakim menikahi Renata Sastrawijaya demi bayi dikandung jalang itu.
Semoga kalian bahagia di neraka! Umpatnya tak sengaja.
***
Amirah dan Bagaskara akhirnya terbang ke Yogyakarta mengasingkan diri dari kepenatan dari pernikahannya yang gagal. Suaminya jelas mengkhianati berbuat curang atas hubungan dibangun selama empat tahun ini tanpa pernah ingin memperbaiki diri. Pergi dari kediaman Alagar Hakim jalan terbaik baginya agar tak melihat keburukan pria itu lagi, menjauhkan Bagaskara dari kerusakan moral yang dilakukan papanya. Kedatangannya tanpa pemberitahuan dan mendadak begitu mengejutkan Pakde dan Bude Bambang. Datang malam hari dengan penerbangan terakhir dan tanpa didampingi suami. Sesuatu pasti sedang terjadi! Pikir mereka di dalam hati. Kedua orang paruh baya itu saling melirik saat melihat Amirah hanya membawa sebuah koper besar sekaligus menggendong anak berumur tiga tahun terlelap tidur dalam buaian. Amirah mencium tangan mereka yang dianggap pengganti orang tua yang telah wafat. Kehadirannya kali ini tak ingin membebani hanya rehat sejenak sebelum melanjutkan kehidupan baru tanpa suaminya. Ba
Sepulang dari jalan-jalan ke pasar tradisional Amirah bergegas langsung ke dapur menemui Bude Tantri yang sedang sibuk mengiris daging ditemani Mbok Marsih menyiangi sayuran. "Bude, kok sepi. Di mana Pakde Bambang tak kelihatan dari pagi?" "Pakde ke Jakarta, Nduk," ujar Bude Tantri tersenyum. "Katanya ada pertemuan kolega bisnis, nanti sore juga pasti pulang pakdemu itu ga betah lama-lama di sana, panas dan macet!" Oh! Amirah menduga kepergian pakdenya bukan untuk bisnis tapi menemui suami dan mertua sejak dia bercerita soal kemelut pernikahannya. Dengan langkah gontai ke kamar yang sunyi sepi terasa di hatinya kembali. Bagas sedang dibawa bermain ke rumah sepupu Mas Guntur putra sulung pakde dan bude Bambang. Putri bungsunya Ayu bermukim di Solo langsung meluncur siang ini ke Yogya berniat menginap bersama keluarga menemani Amirah Lashira. Setelah sekian lama menikah tak pernah sekalipun Alagar mau diajak menemui keluarga istrinya di luar kota. Begitupun dia enggan belakangan in
Grr-- Amirah sialan! Geram Alagar marah bukan kepalang. Mobil mewah miliknya berhenti tepat di depan teras rumah berpilar tinggi indah. Kediaman Tuan dan Nyonya Andi Hakim begitu asri dengan taman luas. Belum lagi di halaman belakang yang luas terdapat kolam renang besar tempat mereka sering berkumpul termasuk pesta pernikahan megah Alagar Hakim dan Amirah Lashira. Sayang kini semua tinggal kenangan. Langkahnya sedang terburu-buru, orang tua dan mertuanya menunggu. Mereka saling terpaku saat beradu pandang di ruangan yang sama. Kebencian papanya begitu terlihat jelas. "Duduk, Alagar!" Tuan Andi Hakim tidak mau berlama-lama mendengar penjelasan putra sulung berbuat kurang ajar terhadap keponakan Pak Bambang Hadiningrat. Nyonya Nirmala Hakim memegangi lengan suami untuk tenang dan membiarkan putranya menghadapi mereka. "Papa, ada apa memanggilku ke sini?" Raut gelisah terlukis di wajah Alagar. Rahangnya menjadi kaku, otot tubuhnya ikut membeku. "Dasar anak brengsek!" maki Tuan Andi
Melani dan suaminya Alex berkunjung ke Yogya untuk menemui Amirah Lashira dan putranya Bagaskara yang menggemaskan. Tak terlihat bocah kecil itu merindukan sosok papanya malah lebih dekat Om Alex atau Om Aabid adik dari Alagar Hakim. Mereka bertemu di sebuah restoran agar tak mengganggu kerabat Amirah yang lain. Suami Melani mengajak Bagas ke tempat permainan anak-anak membiarkan istrinya mencurahkan perasaan bersalah ke sahabatnya. Pembicaraan wanita dari hati ke hati. "Ra, maafkan aku sungguh tak tahu jika pelakor keparat itu ternyata sepupuku Renata yang memang wanita murahan, dulu Mas Alex sering digodanya sebelum kami menikah." Melani terdiam sesaat sebenarnya malu menceritakan aib keluarga tapi sikap sepupu tak bisa dibiarkan lagi. "Sampai suatu hari tingkahnya keterlaluan mengajak calon suamiku bermalam ke apartemen mewah miliknya. Langsung ku damprat habis-habisan di depan keluarga Papa dan sejak itu kami berdua bermusuhan." Mendengar cerita tersebut membuat Amirah semaki
Jamuan makan malam bersama antara keluarga Andi Hakim dan Sastrawijaya terasa cukup menegangkan. Orang tua Alagar bersikap biasa meskipun calon menantu Renata mengajak mereka berbicara. Lirikan sinis Nyonya Nirmala Hakim terlihat begitu jelas sangat tak menyukai pasangan putra sulungnya, cuma Amirah Lashira pantas bersama Alagar Hakim bukan jalang betina itu yang berani merebut darinya. Sementara Tuan Andi Hakim sering mengalihkan pandangan berpura-pura menyimak obrolan di meja makan bersama calon besan Tuan Sastrawijaya dan Nyonya Sisca. Alagar duduk terpaku tak bersemangat menyantap makanan lezat diiringi kepedihan mendalam. Istrinya lugu sederhana telah diceraikan dua minggu lalu, dan putranya diboyong ke kota lain. Baru kali ini seumur hidupnya kesepian. Di kediaman besar serupa milik orang tuanya, tiada keceriaan tawa canda Bagaskara bermain berlarian bersama ibunya yang cantik jelita. Semua menghilang dalam sekejap. Penyesalan memang selalu datang terlambat. "Sayang, semi
"Bagas sama Eyang Uti dulu ya," rayu Amirah lembut ke putra kesayangan. "Mama mau bekerja bantu Eyang Kung, nanti sore pulang temui anak ganteng lagi." Kontan saja Bagaskara menangis kencang takut ditinggalkan ibunya pergi memeluk erat tak mau melepaskan sama sekali. Ada rasa bersalah dari diri Amirah Lashira, putranya masih kecil terpaksa merasakan kepahitan hidup setelah perceraian orang tuanya.Tak tega, tapi ibunya harus bekerja menghidupi masa depan mereka berdua."Sudahlah Nduk, Bagas ga pa-pa kok nanti biar Bude Tantri ajak main ke tempat Guntur di sana anak-anaknya juga sayang ke putramu." Senyum manis sang Bude mirip mendiang ibunya. Amirah jadi sedikit terhibur.Bagaskara akhirnya melunak mau digendong Eyang Uti berpura-pura mengambil makanan kesukaannya."Yuk, cah ganteng kita ke dalam, Eyang punya kue apa ya di dapur?!" serunya buru-buru memalingkan tubuh agar cucunya tak merajuk ke ibunya lagi.Lega sudah hati Amirah lalu bergegas menuju ke mobil. Pakde Bambang menanti p
Akhir pekan yang indah namun sayang dinodai kecemburuan tidak pada tempatnya. Ayu Hadiningrat putri bungsu Pakde dan Bude Bambang menyerang Amirah Lashira secara tiba-tiba.Turun dari mobil mewah dan bergegas memasuki rumah tanpa salam."Ra!" bentaknya kasar. "Apa yang kau lakukan terhadap suamiku Mas Bagus selama ini di kantor huh?!""Ayu, kau kenapa, memangnya apa yang ku lakukan ke suamimu?"Amirah terkejut sepupunya mendamprat di depan orang tua yang dihormati selama ini. Tuduhan gila apalagi yang ditujukan padanya.Pak Bambang menatap tajam ke putri bungsu dan ponakan. Sesuatu sedang terjadi di antara mereka berdua melibatkan menantunya tapi Mas Bagus tak ikut istrinya malah membiarkan Ayu sendiri menghadapi masalah.Di mana pria itu sekarang! Kecamnya kesal melihat kekisruhan melanda dua wanita muda di depan matanya. Sungguh tidak ada adab dan etika."Dasar janda sialan, senangnya menggoda suami orang!" tuding Ayu bertubi-tubi memekakkan telinga. "Hasil penjualan batik kau korup
Kepergian Amirah Lashira dan Bagaskara ke Jakarta sangat disesali oleh Pakde Bambang dan Bude Tantri dengan sedihnya mereka melepas pergi dari tempat bernaung selama ini. Keponakan dan cucu mereka tak bersalah dalam persoalan putri dan menantu biadab yang telah mengadu domba keluarga besar keturunan Hadiningrat dan Nareswara."Maafkan Pakde, Bude dan Ayu, yo Nduk," sesal Pak Bambang berkali-kali. "Mengapa kalian tak tinggal di sini saja, kami juga sangat menyayangimu dan putramu."Gelengan kuat ponakannya tak tergoyahkan."Amirah lebih baik menetap di rumah warisan Papa dan Mama, sayang jika didiamkan begitu saja nanti cepat rusak," tolaknya secara halus. "Kapan saja Pakde Bambang dan Bude Tantri bisa menengok kami di sana."Rumah peninggalan mendiang orang tua sudah tak disewakan tahun ini dapat digunakan anak dan cucunya sendiri. Alasan logis akhirnya keputusannya untuk pergi menjadi lebih kokoh lagi."Hati-hati jaga dirimu dan Bagaskara," pesan Pakde Bambang terakhir yang harus di