Share

Golongan Orang Waras, Bukan?

Penulis: Perarenita
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-16 16:07:33

"Udah, Bu. Jangan terlalu dikerasin, kasihan Rosa. Lagian, dia juga baru menjadi seorang istri, jadi wajar dong belum ada pengalaman dalam hal apapun, termasuk menjadi seperti yang Ibu inginkan," ucap Tiara begitu lancar. 

Wanita yang usianya tak jauh beda dengan Rosa itu berdiri di depan Bu Wati, menampilkan senyuman padahal iler masih berjajar di wajahnya. Tiara baru saja bangun. Semenjak ada Rosa di rumah itu, Tiara semakin merasa leluasa, sebab tak harus melakukan pekerjaan ini itu karena ada adik ipar yang akan melakukan semuanya. Seperti pagi ini dan pagi-pagi sebelumnya. Hanya Rosa yang berkutak sendirian di dapur tanpa ada yang membantu.  

"Udah ya, Bu. Jangan cemberut lagi," bisiknya seraya berlalu dari hadapan Ibu Mertuanya. Tiara pergi ke kamar mandi berniat untuk mencuci wajah, atau sekedar berkumur sebab dirinya baru bangun tidur, tetapi saat melihat ayam goreng yang ada di atas meja, perutnya seketika menjadi lapar. Warna yang keemasan dan bentuknya yang krispi, membuat Tiara meneguk ludahnya. Ayam goreng itu begitu menggoda. 

Perlahan tapi pasti tangan kanan Tiara menjulur dan mengambil sepotong ayam goreng yang ada di atas meja. Tiara langsung memakannya begitu saja saat ayam goreng itu sudah berada di tangannya. Tiara nampak rakus, wanita berkulit putih itu seperti orang yang tidak pernah makan ayam saja.  

"Ish, jorok banget sih, Kak," tegur Rosa seraya meletakkan sayur lodeh yang sudah matang di atas meja yang ada di hadapan Ibu Mertua serta Kakak Iparnya.  

"Kenapa?" tanya Tiara, mulutnya terus menggigit dan mengunyah bagian dari ayam goreng itu. 

"Bangun tidur, belum cuci muka, belum kumur-kumur langsung makan. Mending kalo makannya sambil duduk, lah ini sambil berdiri. Kelihatan banget kalo tidak pernah makan ayam," ungkap Rosa. 

Uhuk-uhuk. 

Mendengar penuturan adik iparnya, ayam yang hampir tertelan itu jadi tersangkut di tenggorokkan. Tiara tersedak dan tiba-tiba batuk, berusaha mengeluarkan sebingkah ayam yang tadi hampir masuk ke perutnya. "Uhuk-uhuk! Uhuk-uhuk!" Tiara tersedak ayam goreng, hal itu membuatnya jadi batuk tak henti. 

"Duh ... gimana Sih, Ra? Makan ayam kok sampe batuk-batuk. Ni minum dulu," ujar Bu Wati seraya menyodorkan satu gelas air putih kepada Tiara. 

Dengan cepat ia meminum air itu hingga habis tak tersisa. Setelah habis satu gelas, barulah tenggorokkannya terasa enakan. Tidak ada yang nyangkut dan tidak batuk lagi. "Ini ni! Gara-gara menantu Ibu aku jadi tersedak!" omel Tiara seraya menunjuk Rosa yang sekarang sedang mencuci piring dan beberapa peralatan yang habis ia pakai untuk memasak di wastafel yang ada di sebelah meja kompor.  

"Kok nyalahin aku? Salahin diri kamu sendiri, Kak. Makan tu ada adab, ada cara," sahut Rosa dengan kedua tangan yang sibuk menyabuni piring.  

"Berani jawab kamu, ya!" bentak Tiara seraya menghampiri Rosa, tetapi segera dicegah oleh Bu Wati.  

"Sudahlah, Tiara. Jangan kamu ladenin, dia itu tidak waras. Otaknya kurang secanting. Namanya juga Perawan Tua," ungkap Bu Wati dengan berbisik pelan. Meski begitu, sayup-sayup masih terdengar di telinga Rosa. 

Tak ada tanggapan dari Rosa. Wanita keturunan Sunda itu hanya mempercepat gerakan tangannya, berniat mengantarkan makanan untuk lelaki yang saat ini sudah menjadi imam untuknya. Bukan hanya itu, Rosa juga ingin pergi berbelanja atau sekedar refreshing untuk menghilangkan rasa penat di dalam dirinya sebab satu minggu menjadi menantu Bu Wati benar-benar menguras energi. 

"Ibu benar, yang ada malah aku jadi ikutan kurang secanting," sahut Tiara, lalu mereka tertawa pelan mengejek Rosa yang hanya diam saja.  

Merasa tak ada perlawanan dari adik iparnya, Tiara pun bergegas ke kamar mandi sebab ingin membuang air kecil yang sedari tadi sudah ditahan olehnya. Sambil melewati Rosa yang masih mencuci piring, Tiara melirik sekilas lalu masuk ke kamar mandi yang tempatnya tak jauh dari lokasi Rosa mencuci piring. Rumah ini sangat sederhana, dengan banyak penghuni dan hanya ada satu kamar mandi.  

"Habis cuci piring buatkan saya kopi susu," pinta Bu Wati yang masih setia duduk di meja makan menjadi mandor untuk Rosa, atau hanya ingin bersantai di sana, sebab bila dihari-hari sebelumnya atau sebelum Rosa masuk ke rumah itu, wanita tua itu tidak pernah bisa sesantai ini bila di pagi hari.  

"Hanya ada kopi, Bu. Susunya tidak ada," jawab Rosa sambil menyusuni piring-piring yang sudah di cuci bersih olehnya. 

"Ya kamu belikan di warung depan sana!" 

Sejenak Rosa menghentikan pergerakannya dan menatap tajam ke arah Ibu Mertuanya yang hanya duduk manis di sana sambil memperhatikan makanan yang sudah di masak oleh Rosa dengan aroma yang begitu menggoda. "Sudah aku katakan, Bu. Menantu Ibu bukan hanya aku. Di rumah ini ada banyak orang yang bisa Ibu suruh ke warung untuk membeli susu," sanggah Rosa. Bukan tak ingin ia menuruti permintaan wanita tua itu, hanya saja ia harus buru-buru sebab ingin mengantarkan nasi untuk suaminya. 

"Halah ... bilang saja kamu itu takut keluar uang! Dasar menantu pelit!" hardik Bu Wati, lalu beranjak dari sana dan meninggalkan Rosa yang masih menatapnya tajam. 

"Astagfirullah ... huhhhhh," Rosa menarik nafasnya dalam sambil beristighfar agar kondisinya tetap waras dalam menghadapi manusia bermulut tajam seperti ibu mertuanya.  

"Sabar-sabar," lirihnya lagi. 

Meski begitu, tidak ada rasa menyesal dalam diri Rosa menikah dengan lelaki yang bernama Hasan. Lelaki itu sederhana, tidak ada yang istimewa darinya. Hanya saja, perintah sang papah tidak bisa Rosa tolak. Tidak ada pilihan lain, bagi Rosa perintah papah adalah kewajiban untuknya dan pilihan sang papah adalah yang terbaik untuk hidupnya. Wanita itu percaya bahwa dibalik semua ini pasti ada hikmah untuk dirinya. Entah itu baik ataupun buruk. Dengan begini, ia mendapatkan pengalaman baru yang tidak bisa ia dapatkan dalam hidup yang serba mewah. 

"Mau dibawa ke mana tu nasi?" tanya Tiara yang ternyata sudah berdiri di belakang Rosa. 

"Buat Mas Hasan," jawab Rosa singkat. 

Dengan telaten wanita tiga pukuh lima tahun itu menata nasi, sayur, serta lauk yang sudah ia masak tadi di dalam satu wadah berbentuk kotak berukuran sedang. Melihat Rosa yang begitu cekatan dan penuh keterampilan dalam memasak, Tiara, wanita itu sedikit mengagumi adik iparnya. Bagaimana tidak, bertahun-tahun ia menjadi menantu di rumah ini, jarang sekali dirinya ikut turun tangan untuk sekedar memasak nasi atau membuatkan lauk untuk sang suami. Bila dibandingkan, Rosa terlihat jauh lebih berpengalaman dibandingkan dengan dirinya.  

"Eh ... Rosa, aku mau tanya." 

"Tanya apa?" 

"Kamu itu sebenarnya Perawan Tua atau Seorang Janda?"  

Pertanyaan macam apa itu, Rosa tak habis pikir dengan semuanya. Wanita itu memutar otak dan berpikir keras tentang keluarga suaminya. Dalam benak ia bertanya apakah anggota keluarga suaminya ini termasuk golongan orang-orang waras atau bukan.  

***

Bab terkait

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   STRUK

    "Eh, jawab!" seru Tiara, ia penasaran dengan jawaban adik iparnya itu. Pasalnya, Rosa hanya diam saja sejak ditanya tentang statusnya."Apa jangan-jangan kamu itu seorang janda bukan perawan tua? tapi ya sudahlah, untuk apa diselali, apapun statusmu dulu itu tidak ngaruh bagiku, toh sekarang kamu sudah menikah. Mau perawan tua atau seorang janda, yang pasti kamu sudah melepas masa lajangmu. Iya, 'kan, Rosa?" "Iya, Kak." "Nah, gitu ... kalau diajak ngomong ya nyahut, jangan diem aja." "Pertanyaan, kamu tidak berbobot untuk apa ku sahuti?" ujar Rosa, lalu pergi dari sana, tak lupa ia membawa bekal yang sudah dipersiapkan untuk suaminya. "Astaga, anak itu!" gerutu Tiara seraya menunjuk Rosa yang hampir menghilang dari pandangannya. "Enak banget jawabnya, pertanyaan kamu tidak berbobot untuk apa kusahuti, eh kamu pikir kamu siapa! Berani-beraninya bicara kasar padaku! Aku ini kakak iparmu, bisa-bisanya kamu berlaku sok begitu!" Tiara terus meracau merasa tak terima bila ucapannya dij

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Tentang Uang

    "Biarin struk, toh niatku beli motor bukan untuk pamer, meski ada sih sedikit rasa jengkel." "Yaudah, Neng. Orang macam Bu Wati memang pantas dipojokkan dengan pembuktian. Kalo cuma balas ucapannya nggak bakalan mempan, orang itu pikirannya sempit, mana mau kalah sama orang," ucap si abang tukang ojek. "Emangnya kamu kenal banget sama mertuaku, Bang?" "Ya ... nggak kenal banget sih, Neng. Cuma, dari wajahnya saja sudah ketara kalau dia itu orangnya nyebelin. Lagian, bukan rahasia lagi siapa Bu Wati. Semua orang juga tahu, dialah si pembuat onar di kampung ini." "Oooo," sahut Rosa. Setelah berkendara beberapa menit tak jauh dari dealer yang tadi, akhirnya Rosa benar-benar sampai pada tempat yang sangat diinginkan olehnya. "Nah, ini dealer motor baru, Neng," kata si abang tukang ojek. Rosa pun membuka helm yang masih menyangkut di kepalanya lalu turun dari motor supra x milik si tokeng ojek itu. Dia pun masuk ke dealer sedangkan lelaki tadi hanya menunggu di depan. Mata Rosa k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Tentang Rosa

    "Maksud kamu?" Hasan tak mengerti, mengapa istrinya bicara seperti itu. Lelaki itu tak pernah ambil pusing, dan memikirkan setiap kata kasar yang keluar dari mulut ibundanya. "Sekarang gini deh, Mas. Ibu bilang,--" "Udahlah, Sa. Nggak usah diperpanjang. Terserah ibu mau bilang apa. Dari aku kecil, hingga aku setua ini, ibu tidak pernah berkata lembut padaku. Toh, sudah diizinkan tinggal bersamanya saja aku sudah bersyukur, Sa." "Kenapa, Mas? Kenapa kamu diam saja saat ibumu bicara kasar?" "Ya, aku harus bagaimana? Apa aku harus marah balik, dan mengumpatnya? atau aku harus membanting semua perabotan agar ibu berhenti mengomel? Percuma, Sa ...." Rosa pun terdiam, sejenak ia berpikir apa suaminya ini anak pungut, sehingga diperlakukan begitu beda oleh ibunya sendiri. "Mas," panggil Rosa, sekilas ia melihat manik mata lelaki yang ada di hadapannya ini begitu banyak menyimpan kesedihan. Dengan berat hati Hasan mengangkat wajahnya, dan balik memandang wanita yang sudah resmi menjad

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Bagaimana Reaksi Mereka?

    Dan benar saja, firasatnya itu sangat tepat. Andai Bu Wati tahu siapa Rosa sebenarnya, mungkin sikapnya akan lembut, dan meratukan Rosa, seperti dia meratukan Tiara. "Tadi ke sini naik apa?" tanya Hasan, memecahkan keheningan, dan kecanggungan yang sempat tercipta. Sikap lancangnya tadi, membuat keduanya sama-sama menahan malu, tetapi saling menikmati. Andai saat ini mereka berada di dalam kamar, mungkin aksi malam pertama yang sempat tertunda akan terlaksana. "Motor," jawab Rosa pelan. "Motor?" Hasan mengulangi ucapan istrinya. "Iya motor, Mas." "Motor bapak?" "Bukan.""Lalu?" "Ya, motorku, Mas. Mau make motor bapak, tapi nggak dikasih izin sama ibu, jadi ya aku beli motor sendirilah. Dari pada minjem-minjem nggak dipinjemin." "Apa!" Hasan terbelalak mendengar penuturan istrinya. "Kamu anggap beli motor kayak beli kopi di warung, Sa?" ucapnya seakan tak percaya atas pengakuan istrinya. "Kenapa? Kamu nggak percaya, Mas?" "Ya nggak percaya, Sa. Aku kasih uang ke kamu aja c

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Perdebatan yang Menyenangkan

    Di sepanjang jalan, Rosa bersenandung ria membayangkan wajah tegang ibu mertuanya. Terutama, iparnya yang terlalu banyak bicara itu. Rosa sudah tak sabar, dengan kecepatan penuh ia menarik pedal gas melalui jalanan Kota Palembang. Tak sampai 20 menit, akhirnya dirinya sampai di kediaman sang mertua.Di depan rumah, terlihat ayah mertua tengah duduk sendirian. Tidak ada teman apalagi kopi yang menemaninya. Rosa membuka helm, lalu menghampiri lelaki tua yang tak banyak bicara itu. "Assalamualaikum, Pak," sapa Rosa sopan. Di antara banyaknya penghuni rumah ini, hanya ayah mertua, dan sang suami yang tak banyak bicara. Mereka hanya bicara seperlunya saja. Berbanding terbalik dengan Bu Wati, serta dua anak dan menantunya yang gemar sekali bicara. "Waalaikumsalam. Dari mana, Nak?" tanya lelaki tua itu. Rosa pun ikut duduk di kursi kosong yang ada di sebelah ayah mertuanya. "Dari antar nasi untuk Mas Hasan, Pak," jawab Rosa seadanya. "Oooo." Setelah pembicaraan itu, mereka sama-sama ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Kedok yang Terbongkar

    "Ma-maksud kamu?" Bu Wati menjadi gugup mendengar penawaran dari menantu yang di anggapnya perawan tua itu. "Ibu butuh u*ng, 'kan untuk acara pengajian? Saya tanya, Ibu butuh berapa?" jelas Rosa.Tiara yang masih berdiri di sana, merasa dirinya akan tersaingi oleh Rosa, bila sampai Rosa memberikan u*ng pada sang Ibu. Tidak, bagi Tiara, tidak ada yang boleh memberikan Ibu ua*g, selain dirinya. Karena hanya dirinya yang patut untuk di sanjung. "Tidak, perlu. Aku akan menutupi kekurangannya," sanggah Tiara cepat, "Ibu pesan saja catering sebanyak mungkin, nanti sisanya biar aku yang bayar," ucapnya lantang, namun tak seemosi tadi. Bu Wati yang sudah sakit hati akan sikap Tiara tadi, kini berpihak pada Rosa yang sudah menawarkan bantuan tanpa perlu di minta. Untuk sementara, sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat, sebab Rosa memberi keuntungan baginya. "Kamu tadi bilang, lebih baik ke salon dari pada pesen catering. Ya sudah, pergi saja ke salon. Ibu tidak butuh u*ng dari kamu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Lidah Mertuaku

    "Hasan! Mana istri kamu? Jam segini kok belum bangun!" teriak Bu Wati.Wanita paruh baya itu baru saja bangun dari tidurnya. Jam telah menunjukkan pukul 7.30 pagi, tetapi kedua matanya tidak menangkap sosok perempuan yang hampir satu minggu ini sudah menjadi menantunya. Bu Wati berjalan ke dapur sambil mengikat rambut pendeknya, tetapi saat sampai di dapur kedua matanya terbelalak melihat Rosa, sang menantu, tengah berdiri di depan kompor sambil mengaduk sayur yang ada di dalam kuali."Kenapa Bu, bangun tidur kok teriak-teriak?" tanya Rosa seraya berbalik badan dan tersenyum menatap Ibu Mertuanya.Sontak Bu Wati jadi salah tingkah dibuatnya, ia kira menantunya itu masih molor tapi ternyata sudah berkutak di dapur. "Nggak," jawabnya acuh lalu masuk ke kamar mandi yang ada di sebelah dapur.Rumah ini terbilang cukup dan sangat sederhana bagi Bu Wati dan keluarganya, tetapi tidak untuk Rosa, wanita itu sangat sengsara tinggal di rumah kecil bersama ipar dan para keponakan serta mertua ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16

Bab terbaru

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Kedok yang Terbongkar

    "Ma-maksud kamu?" Bu Wati menjadi gugup mendengar penawaran dari menantu yang di anggapnya perawan tua itu. "Ibu butuh u*ng, 'kan untuk acara pengajian? Saya tanya, Ibu butuh berapa?" jelas Rosa.Tiara yang masih berdiri di sana, merasa dirinya akan tersaingi oleh Rosa, bila sampai Rosa memberikan u*ng pada sang Ibu. Tidak, bagi Tiara, tidak ada yang boleh memberikan Ibu ua*g, selain dirinya. Karena hanya dirinya yang patut untuk di sanjung. "Tidak, perlu. Aku akan menutupi kekurangannya," sanggah Tiara cepat, "Ibu pesan saja catering sebanyak mungkin, nanti sisanya biar aku yang bayar," ucapnya lantang, namun tak seemosi tadi. Bu Wati yang sudah sakit hati akan sikap Tiara tadi, kini berpihak pada Rosa yang sudah menawarkan bantuan tanpa perlu di minta. Untuk sementara, sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat, sebab Rosa memberi keuntungan baginya. "Kamu tadi bilang, lebih baik ke salon dari pada pesen catering. Ya sudah, pergi saja ke salon. Ibu tidak butuh u*ng dari kamu

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Perdebatan yang Menyenangkan

    Di sepanjang jalan, Rosa bersenandung ria membayangkan wajah tegang ibu mertuanya. Terutama, iparnya yang terlalu banyak bicara itu. Rosa sudah tak sabar, dengan kecepatan penuh ia menarik pedal gas melalui jalanan Kota Palembang. Tak sampai 20 menit, akhirnya dirinya sampai di kediaman sang mertua.Di depan rumah, terlihat ayah mertua tengah duduk sendirian. Tidak ada teman apalagi kopi yang menemaninya. Rosa membuka helm, lalu menghampiri lelaki tua yang tak banyak bicara itu. "Assalamualaikum, Pak," sapa Rosa sopan. Di antara banyaknya penghuni rumah ini, hanya ayah mertua, dan sang suami yang tak banyak bicara. Mereka hanya bicara seperlunya saja. Berbanding terbalik dengan Bu Wati, serta dua anak dan menantunya yang gemar sekali bicara. "Waalaikumsalam. Dari mana, Nak?" tanya lelaki tua itu. Rosa pun ikut duduk di kursi kosong yang ada di sebelah ayah mertuanya. "Dari antar nasi untuk Mas Hasan, Pak," jawab Rosa seadanya. "Oooo." Setelah pembicaraan itu, mereka sama-sama ta

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Bagaimana Reaksi Mereka?

    Dan benar saja, firasatnya itu sangat tepat. Andai Bu Wati tahu siapa Rosa sebenarnya, mungkin sikapnya akan lembut, dan meratukan Rosa, seperti dia meratukan Tiara. "Tadi ke sini naik apa?" tanya Hasan, memecahkan keheningan, dan kecanggungan yang sempat tercipta. Sikap lancangnya tadi, membuat keduanya sama-sama menahan malu, tetapi saling menikmati. Andai saat ini mereka berada di dalam kamar, mungkin aksi malam pertama yang sempat tertunda akan terlaksana. "Motor," jawab Rosa pelan. "Motor?" Hasan mengulangi ucapan istrinya. "Iya motor, Mas." "Motor bapak?" "Bukan.""Lalu?" "Ya, motorku, Mas. Mau make motor bapak, tapi nggak dikasih izin sama ibu, jadi ya aku beli motor sendirilah. Dari pada minjem-minjem nggak dipinjemin." "Apa!" Hasan terbelalak mendengar penuturan istrinya. "Kamu anggap beli motor kayak beli kopi di warung, Sa?" ucapnya seakan tak percaya atas pengakuan istrinya. "Kenapa? Kamu nggak percaya, Mas?" "Ya nggak percaya, Sa. Aku kasih uang ke kamu aja c

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Tentang Rosa

    "Maksud kamu?" Hasan tak mengerti, mengapa istrinya bicara seperti itu. Lelaki itu tak pernah ambil pusing, dan memikirkan setiap kata kasar yang keluar dari mulut ibundanya. "Sekarang gini deh, Mas. Ibu bilang,--" "Udahlah, Sa. Nggak usah diperpanjang. Terserah ibu mau bilang apa. Dari aku kecil, hingga aku setua ini, ibu tidak pernah berkata lembut padaku. Toh, sudah diizinkan tinggal bersamanya saja aku sudah bersyukur, Sa." "Kenapa, Mas? Kenapa kamu diam saja saat ibumu bicara kasar?" "Ya, aku harus bagaimana? Apa aku harus marah balik, dan mengumpatnya? atau aku harus membanting semua perabotan agar ibu berhenti mengomel? Percuma, Sa ...." Rosa pun terdiam, sejenak ia berpikir apa suaminya ini anak pungut, sehingga diperlakukan begitu beda oleh ibunya sendiri. "Mas," panggil Rosa, sekilas ia melihat manik mata lelaki yang ada di hadapannya ini begitu banyak menyimpan kesedihan. Dengan berat hati Hasan mengangkat wajahnya, dan balik memandang wanita yang sudah resmi menjad

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Tentang Uang

    "Biarin struk, toh niatku beli motor bukan untuk pamer, meski ada sih sedikit rasa jengkel." "Yaudah, Neng. Orang macam Bu Wati memang pantas dipojokkan dengan pembuktian. Kalo cuma balas ucapannya nggak bakalan mempan, orang itu pikirannya sempit, mana mau kalah sama orang," ucap si abang tukang ojek. "Emangnya kamu kenal banget sama mertuaku, Bang?" "Ya ... nggak kenal banget sih, Neng. Cuma, dari wajahnya saja sudah ketara kalau dia itu orangnya nyebelin. Lagian, bukan rahasia lagi siapa Bu Wati. Semua orang juga tahu, dialah si pembuat onar di kampung ini." "Oooo," sahut Rosa. Setelah berkendara beberapa menit tak jauh dari dealer yang tadi, akhirnya Rosa benar-benar sampai pada tempat yang sangat diinginkan olehnya. "Nah, ini dealer motor baru, Neng," kata si abang tukang ojek. Rosa pun membuka helm yang masih menyangkut di kepalanya lalu turun dari motor supra x milik si tokeng ojek itu. Dia pun masuk ke dealer sedangkan lelaki tadi hanya menunggu di depan. Mata Rosa k

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   STRUK

    "Eh, jawab!" seru Tiara, ia penasaran dengan jawaban adik iparnya itu. Pasalnya, Rosa hanya diam saja sejak ditanya tentang statusnya."Apa jangan-jangan kamu itu seorang janda bukan perawan tua? tapi ya sudahlah, untuk apa diselali, apapun statusmu dulu itu tidak ngaruh bagiku, toh sekarang kamu sudah menikah. Mau perawan tua atau seorang janda, yang pasti kamu sudah melepas masa lajangmu. Iya, 'kan, Rosa?" "Iya, Kak." "Nah, gitu ... kalau diajak ngomong ya nyahut, jangan diem aja." "Pertanyaan, kamu tidak berbobot untuk apa ku sahuti?" ujar Rosa, lalu pergi dari sana, tak lupa ia membawa bekal yang sudah dipersiapkan untuk suaminya. "Astaga, anak itu!" gerutu Tiara seraya menunjuk Rosa yang hampir menghilang dari pandangannya. "Enak banget jawabnya, pertanyaan kamu tidak berbobot untuk apa kusahuti, eh kamu pikir kamu siapa! Berani-beraninya bicara kasar padaku! Aku ini kakak iparmu, bisa-bisanya kamu berlaku sok begitu!" Tiara terus meracau merasa tak terima bila ucapannya dij

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Golongan Orang Waras, Bukan?

    "Udah, Bu. Jangan terlalu dikerasin, kasihan Rosa. Lagian, dia juga baru menjadi seorang istri, jadi wajar dong belum ada pengalaman dalam hal apapun, termasuk menjadi seperti yang Ibu inginkan," ucap Tiara begitu lancar. Wanita yang usianya tak jauh beda dengan Rosa itu berdiri di depan Bu Wati, menampilkan senyuman padahal iler masih berjajar di wajahnya. Tiara baru saja bangun. Semenjak ada Rosa di rumah itu, Tiara semakin merasa leluasa, sebab tak harus melakukan pekerjaan ini itu karena ada adik ipar yang akan melakukan semuanya. Seperti pagi ini dan pagi-pagi sebelumnya. Hanya Rosa yang berkutak sendirian di dapur tanpa ada yang membantu. "Udah ya, Bu. Jangan cemberut lagi," bisiknya seraya berlalu dari hadapan Ibu Mertuanya. Tiara pergi ke kamar mandi berniat untuk mencuci wajah, atau sekedar berkumur sebab dirinya baru bangun tidur, tetapi saat melihat ayam goreng yang ada di atas meja, perutnya seketika menjadi lapar. Warna yang keemasan dan bentuknya yang krispi, membuat

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Lidah Mertuaku

    "Hasan! Mana istri kamu? Jam segini kok belum bangun!" teriak Bu Wati.Wanita paruh baya itu baru saja bangun dari tidurnya. Jam telah menunjukkan pukul 7.30 pagi, tetapi kedua matanya tidak menangkap sosok perempuan yang hampir satu minggu ini sudah menjadi menantunya. Bu Wati berjalan ke dapur sambil mengikat rambut pendeknya, tetapi saat sampai di dapur kedua matanya terbelalak melihat Rosa, sang menantu, tengah berdiri di depan kompor sambil mengaduk sayur yang ada di dalam kuali."Kenapa Bu, bangun tidur kok teriak-teriak?" tanya Rosa seraya berbalik badan dan tersenyum menatap Ibu Mertuanya.Sontak Bu Wati jadi salah tingkah dibuatnya, ia kira menantunya itu masih molor tapi ternyata sudah berkutak di dapur. "Nggak," jawabnya acuh lalu masuk ke kamar mandi yang ada di sebelah dapur.Rumah ini terbilang cukup dan sangat sederhana bagi Bu Wati dan keluarganya, tetapi tidak untuk Rosa, wanita itu sangat sengsara tinggal di rumah kecil bersama ipar dan para keponakan serta mertua ya

DMCA.com Protection Status