Share

Permainan Dimulai

Penulis: Perarenita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-29 17:07:48

Mia tahu dia harus bertindak cepat. Situasi di restoran ini semakin berbahaya, dan Marco baru saja memperingatkannya tentang sesuatu yang lebih buruk. Tapi sebelum dia bisa berpikir jernih, Rosa sudah mengambil langkah lebih dulu.

Dua pria berjas hitam memasuki restoran, wajah mereka datar dan serius. Keamanan restoran. Rosa melirik mereka dan memberi isyarat halus.

“Mia,” Rosa berkata dengan suara pelan namun tegas, “Aku tidak tahu apa tujuanmu mendekati suamiku, tapi aku akan memastikan kau tidak bisa melakukan apa pun lagi.”

Mia menatap Hasan, berharap pria itu akan membelanya. Tapi Hasan hanya diam, wajahnya penuh kebingungan. Mia tahu, kepercayaannya mulai runtuh.

Sial.

“Maaf, Bu,” salah satu petugas keamanan berkata sopan, “Kami mendapat laporan bahwa ada tamu yang mengganggu di sini. Kami harus meminta Anda pergi.”

Mia menguatkan dirinya. Dia tidak bisa panik sekarang.

Dia tersenyum kecil, menampilkan wajah polosnya. “Saya tidak mengerti apa maksud Anda. Saya hanya sedang makan
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Tertangkap

    Taksi melaju melewati jalanan kota yang diterangi lampu jalan remang-remang. Mia duduk di kursi belakang, jari-jarinya gemetar saat dia menggenggam ponselnya. Pesan yang baru saja dia terima terus berputar di pikirannya.“Kau sudah membuat pilihan yang salah, Mia. Sekarang giliran kami yang bermain.”Siapa yang mengirim pesan itu? Apakah mereka sudah menemukan Marco?Mia menoleh ke luar jendela dan merasakan ketakutan merayapi tulangnya. Sebuah mobil hitam tampak mengikuti taksinya sejak tadi. Tidak ada sirene, tidak ada tanda-tanda mencolok, tetapi nalurinya tahu—mereka sedang diawasi.Sial.Dia tidak bisa langsung kembali ke rumah dan bertemu Marco. Jika dia membawa mereka ke sana, itu sama saja seperti menyeret Marco ke dalam bahaya.Dia harus berpikir cepat.Mia bersandar ke depan, berbicara dengan sopir taksi dengan suara tenang tapi mendesak. “Pak, bisa belok ke jalan kecil di depan sana? Saya harus turun di tempat lain.”Sopir itu menatap Mia sekilas melalui kaca spion, tampak

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Keputusan

    Hujan mulai turun, rintik-rintiknya membasahi wajah Mia saat dia berdiri di hadapan Hasan. Tangannya masih dalam cengkeraman kuat pria itu. Nafasnya berat, pikirannya berpacu mencari cara keluar dari situasi ini.Hasan menatapnya tajam, matanya penuh kemarahan yang terpendam. “Katakan, Mia. Semua yang kau rencanakan.”Mia bisa saja berbohong. Dia sudah sering melakukannya. Tapi kali ini, dia tahu kebohongan tidak akan menyelamatkannya.“Aku…” Mia menelan ludah, memilih kata-katanya dengan hati-hati. “Aku memang mendekati Farid karena alasan tertentu. Tapi itu bukan karena aku ingin menyakitinya.”Hasan tersenyum sinis. “Benarkah? Kau ingin aku percaya bahwa kau mendekati kakakku dengan niat baik?”Mia menarik napas dalam. “Awalnya aku hanya ingin mendapatkan kepercayaan Farid… untuk bisa lebih dekat dengan keluargamu.”Hasan menggelengkan kepala, ekspresinya semakin mengeras. “Dan setelah itu? Apa kau berencana menipu kami? Mengambil uangku?”Mia tidak menjawab, tapi tatapan Hasan sem

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Rosa Datang

    Mia menatap Hasan dengan napas tertahan. Ruangan itu terasa semakin sempit, udara semakin berat. Hasan masih menggenggam ponselnya, suara di seberang menunggu jawabannya.“Serahkan Mia, dan kita bisa menyelesaikan ini tanpa perlu darah.”Mia menelan ludah. Ini adalah saat yang menentukan.Hasan menutup matanya sesaat, lalu menarik napas panjang sebelum akhirnya berkata, “Tidak semudah itu.”Mia nyaris tidak bisa percaya. Dia… membelanya?Orang di seberang telepon tertawa pelan. “Kau masih terlalu lunak, Hasan. Ini bukan soal seberapa mudah atau sulitnya. Ini soal kepentingan. Kau tahu siapa yang ada di balik semua ini, kan?”Hasan tidak menjawab, hanya mengepalkan tangan.Mia merasakan ketegangan di ruangan itu semakin meningkat. Ini lebih besar dari yang dia bayangkan.Suara di telepon melanjutkan, lebih dingin dari sebelumnya. “Kau punya waktu sampai besok pagi. Jika kau tidak menyerahkannya, aku tidak bisa menjamin keselamatan kalian berdua.”Klik. Sambungan terputus.Mia mencoba m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Bukti Nyata

    Pintu gudang terbuka lebar, dan di ambang pintu berdirilah Rosa, menatap mereka dengan ekspresi dingin namun penuh kemenangan. Dua pria berjas hitam berdiri di belakangnya, wajah mereka tanpa emosi."Lama tidak bertemu, Mia."Mia membeku. Jantungnya berdegup kencang saat ia mencoba membaca situasi. Ini bukan sekadar pertemuan biasa. Ini adalah perang.Hasan berdiri di sebelah Mia, ekspresinya tak terbaca. Dia tampak tenang, tapi Mia tahu otaknya pasti sedang bekerja keras mencari jalan keluar.Rosa melangkah masuk, suara sepatu hak tingginya menggema di dalam ruangan. “Aku sudah menunggumu, Mia. Aku tahu cepat atau lambat kau akan mencoba melarikan diri.”Mia mencoba tersenyum tipis, meski dalam hatinya dia tahu dia sedang dikepung. “Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan, Rosa.”Rosa terkekeh, matanya bersinar tajam. “Kau tidak perlu berpura-pura. Aku sudah menyelidikimu sejak awal.”Mia menelan ludah, tapi dia tetap menjaga ketenangannya. “Lalu kenapa kau tidak langsung bertindak?”R

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Lidah Mertuaku

    "Hasan! Mana istri kamu? Jam segini kok belum bangun!" teriak Bu Wati.Wanita paruh baya itu baru saja bangun dari tidurnya. Jam telah menunjukkan pukul 7.30 pagi, tetapi kedua matanya tidak menangkap sosok perempuan yang hampir satu minggu ini sudah menjadi menantunya. Bu Wati berjalan ke dapur sambil mengikat rambut pendeknya, tetapi saat sampai di dapur kedua matanya terbelalak melihat Rosa, sang menantu, tengah berdiri di depan kompor sambil mengaduk sayur yang ada di dalam kuali."Kenapa Bu, bangun tidur kok teriak-teriak?" tanya Rosa seraya berbalik badan dan tersenyum menatap Ibu Mertuanya.Sontak Bu Wati jadi salah tingkah dibuatnya, ia kira menantunya itu masih molor tapi ternyata sudah berkutak di dapur. "Nggak," jawabnya acuh lalu masuk ke kamar mandi yang ada di sebelah dapur.Rumah ini terbilang cukup dan sangat sederhana bagi Bu Wati dan keluarganya, tetapi tidak untuk Rosa, wanita itu sangat sengsara tinggal di rumah kecil bersama ipar dan para keponakan serta mertua ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Golongan Orang Waras, Bukan?

    "Udah, Bu. Jangan terlalu dikerasin, kasihan Rosa. Lagian, dia juga baru menjadi seorang istri, jadi wajar dong belum ada pengalaman dalam hal apapun, termasuk menjadi seperti yang Ibu inginkan," ucap Tiara begitu lancar. Wanita yang usianya tak jauh beda dengan Rosa itu berdiri di depan Bu Wati, menampilkan senyuman padahal iler masih berjajar di wajahnya. Tiara baru saja bangun. Semenjak ada Rosa di rumah itu, Tiara semakin merasa leluasa, sebab tak harus melakukan pekerjaan ini itu karena ada adik ipar yang akan melakukan semuanya. Seperti pagi ini dan pagi-pagi sebelumnya. Hanya Rosa yang berkutak sendirian di dapur tanpa ada yang membantu. "Udah ya, Bu. Jangan cemberut lagi," bisiknya seraya berlalu dari hadapan Ibu Mertuanya. Tiara pergi ke kamar mandi berniat untuk mencuci wajah, atau sekedar berkumur sebab dirinya baru bangun tidur, tetapi saat melihat ayam goreng yang ada di atas meja, perutnya seketika menjadi lapar. Warna yang keemasan dan bentuknya yang krispi, membuat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   STRUK

    "Eh, jawab!" seru Tiara, ia penasaran dengan jawaban adik iparnya itu. Pasalnya, Rosa hanya diam saja sejak ditanya tentang statusnya."Apa jangan-jangan kamu itu seorang janda bukan perawan tua? tapi ya sudahlah, untuk apa diselali, apapun statusmu dulu itu tidak ngaruh bagiku, toh sekarang kamu sudah menikah. Mau perawan tua atau seorang janda, yang pasti kamu sudah melepas masa lajangmu. Iya, 'kan, Rosa?" "Iya, Kak." "Nah, gitu ... kalau diajak ngomong ya nyahut, jangan diem aja." "Pertanyaan, kamu tidak berbobot untuk apa ku sahuti?" ujar Rosa, lalu pergi dari sana, tak lupa ia membawa bekal yang sudah dipersiapkan untuk suaminya. "Astaga, anak itu!" gerutu Tiara seraya menunjuk Rosa yang hampir menghilang dari pandangannya. "Enak banget jawabnya, pertanyaan kamu tidak berbobot untuk apa kusahuti, eh kamu pikir kamu siapa! Berani-beraninya bicara kasar padaku! Aku ini kakak iparmu, bisa-bisanya kamu berlaku sok begitu!" Tiara terus meracau merasa tak terima bila ucapannya dij

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Tentang Uang

    "Biarin struk, toh niatku beli motor bukan untuk pamer, meski ada sih sedikit rasa jengkel." "Yaudah, Neng. Orang macam Bu Wati memang pantas dipojokkan dengan pembuktian. Kalo cuma balas ucapannya nggak bakalan mempan, orang itu pikirannya sempit, mana mau kalah sama orang," ucap si abang tukang ojek. "Emangnya kamu kenal banget sama mertuaku, Bang?" "Ya ... nggak kenal banget sih, Neng. Cuma, dari wajahnya saja sudah ketara kalau dia itu orangnya nyebelin. Lagian, bukan rahasia lagi siapa Bu Wati. Semua orang juga tahu, dialah si pembuat onar di kampung ini." "Oooo," sahut Rosa. Setelah berkendara beberapa menit tak jauh dari dealer yang tadi, akhirnya Rosa benar-benar sampai pada tempat yang sangat diinginkan olehnya. "Nah, ini dealer motor baru, Neng," kata si abang tukang ojek. Rosa pun membuka helm yang masih menyangkut di kepalanya lalu turun dari motor supra x milik si tokeng ojek itu. Dia pun masuk ke dealer sedangkan lelaki tadi hanya menunggu di depan. Mata Rosa k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16

Bab terbaru

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Bukti Nyata

    Pintu gudang terbuka lebar, dan di ambang pintu berdirilah Rosa, menatap mereka dengan ekspresi dingin namun penuh kemenangan. Dua pria berjas hitam berdiri di belakangnya, wajah mereka tanpa emosi."Lama tidak bertemu, Mia."Mia membeku. Jantungnya berdegup kencang saat ia mencoba membaca situasi. Ini bukan sekadar pertemuan biasa. Ini adalah perang.Hasan berdiri di sebelah Mia, ekspresinya tak terbaca. Dia tampak tenang, tapi Mia tahu otaknya pasti sedang bekerja keras mencari jalan keluar.Rosa melangkah masuk, suara sepatu hak tingginya menggema di dalam ruangan. “Aku sudah menunggumu, Mia. Aku tahu cepat atau lambat kau akan mencoba melarikan diri.”Mia mencoba tersenyum tipis, meski dalam hatinya dia tahu dia sedang dikepung. “Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan, Rosa.”Rosa terkekeh, matanya bersinar tajam. “Kau tidak perlu berpura-pura. Aku sudah menyelidikimu sejak awal.”Mia menelan ludah, tapi dia tetap menjaga ketenangannya. “Lalu kenapa kau tidak langsung bertindak?”R

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Rosa Datang

    Mia menatap Hasan dengan napas tertahan. Ruangan itu terasa semakin sempit, udara semakin berat. Hasan masih menggenggam ponselnya, suara di seberang menunggu jawabannya.“Serahkan Mia, dan kita bisa menyelesaikan ini tanpa perlu darah.”Mia menelan ludah. Ini adalah saat yang menentukan.Hasan menutup matanya sesaat, lalu menarik napas panjang sebelum akhirnya berkata, “Tidak semudah itu.”Mia nyaris tidak bisa percaya. Dia… membelanya?Orang di seberang telepon tertawa pelan. “Kau masih terlalu lunak, Hasan. Ini bukan soal seberapa mudah atau sulitnya. Ini soal kepentingan. Kau tahu siapa yang ada di balik semua ini, kan?”Hasan tidak menjawab, hanya mengepalkan tangan.Mia merasakan ketegangan di ruangan itu semakin meningkat. Ini lebih besar dari yang dia bayangkan.Suara di telepon melanjutkan, lebih dingin dari sebelumnya. “Kau punya waktu sampai besok pagi. Jika kau tidak menyerahkannya, aku tidak bisa menjamin keselamatan kalian berdua.”Klik. Sambungan terputus.Mia mencoba m

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Keputusan

    Hujan mulai turun, rintik-rintiknya membasahi wajah Mia saat dia berdiri di hadapan Hasan. Tangannya masih dalam cengkeraman kuat pria itu. Nafasnya berat, pikirannya berpacu mencari cara keluar dari situasi ini.Hasan menatapnya tajam, matanya penuh kemarahan yang terpendam. “Katakan, Mia. Semua yang kau rencanakan.”Mia bisa saja berbohong. Dia sudah sering melakukannya. Tapi kali ini, dia tahu kebohongan tidak akan menyelamatkannya.“Aku…” Mia menelan ludah, memilih kata-katanya dengan hati-hati. “Aku memang mendekati Farid karena alasan tertentu. Tapi itu bukan karena aku ingin menyakitinya.”Hasan tersenyum sinis. “Benarkah? Kau ingin aku percaya bahwa kau mendekati kakakku dengan niat baik?”Mia menarik napas dalam. “Awalnya aku hanya ingin mendapatkan kepercayaan Farid… untuk bisa lebih dekat dengan keluargamu.”Hasan menggelengkan kepala, ekspresinya semakin mengeras. “Dan setelah itu? Apa kau berencana menipu kami? Mengambil uangku?”Mia tidak menjawab, tapi tatapan Hasan sem

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Tertangkap

    Taksi melaju melewati jalanan kota yang diterangi lampu jalan remang-remang. Mia duduk di kursi belakang, jari-jarinya gemetar saat dia menggenggam ponselnya. Pesan yang baru saja dia terima terus berputar di pikirannya.“Kau sudah membuat pilihan yang salah, Mia. Sekarang giliran kami yang bermain.”Siapa yang mengirim pesan itu? Apakah mereka sudah menemukan Marco?Mia menoleh ke luar jendela dan merasakan ketakutan merayapi tulangnya. Sebuah mobil hitam tampak mengikuti taksinya sejak tadi. Tidak ada sirene, tidak ada tanda-tanda mencolok, tetapi nalurinya tahu—mereka sedang diawasi.Sial.Dia tidak bisa langsung kembali ke rumah dan bertemu Marco. Jika dia membawa mereka ke sana, itu sama saja seperti menyeret Marco ke dalam bahaya.Dia harus berpikir cepat.Mia bersandar ke depan, berbicara dengan sopir taksi dengan suara tenang tapi mendesak. “Pak, bisa belok ke jalan kecil di depan sana? Saya harus turun di tempat lain.”Sopir itu menatap Mia sekilas melalui kaca spion, tampak

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Permainan Dimulai

    Mia tahu dia harus bertindak cepat. Situasi di restoran ini semakin berbahaya, dan Marco baru saja memperingatkannya tentang sesuatu yang lebih buruk. Tapi sebelum dia bisa berpikir jernih, Rosa sudah mengambil langkah lebih dulu.Dua pria berjas hitam memasuki restoran, wajah mereka datar dan serius. Keamanan restoran. Rosa melirik mereka dan memberi isyarat halus.“Mia,” Rosa berkata dengan suara pelan namun tegas, “Aku tidak tahu apa tujuanmu mendekati suamiku, tapi aku akan memastikan kau tidak bisa melakukan apa pun lagi.”Mia menatap Hasan, berharap pria itu akan membelanya. Tapi Hasan hanya diam, wajahnya penuh kebingungan. Mia tahu, kepercayaannya mulai runtuh.Sial.“Maaf, Bu,” salah satu petugas keamanan berkata sopan, “Kami mendapat laporan bahwa ada tamu yang mengganggu di sini. Kami harus meminta Anda pergi.”Mia menguatkan dirinya. Dia tidak bisa panik sekarang.Dia tersenyum kecil, menampilkan wajah polosnya. “Saya tidak mengerti apa maksud Anda. Saya hanya sedang makan

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Tak-Tik yang Ketahuan

    Mia merasa kendali ada di tangannya. Hasan mulai terperangkap dalam pesonanya, dan Farid semakin bergantung padanya. Meski Rosa sudah mulai curiga, Mia yakin dia bisa mengatasinya. Namun, di balik rencana yang sempurna, ada sesuatu yang Mia tidak duga—sesuatu yang bisa menghancurkan semuanya dalam sekejap.Dua hari setelah pertemuan dengan Rosa, Mia menerima pesan dari Hasan.(Mia, bisa kita bertemu di luar rumah sakit? Aku ingin mengobrol denganmu tanpa ada orang lain.)Mia tersenyum tipis. Ini lebih cepat dari yang ia perkirakan. Dengan cepat, ia mengetik balasan.(Tentu, Pak Hasan. Kapan dan di mana?)(Besok malam, di restoran La Belle di pusat kota. Aku ingin mengenalmu lebih jauh.)Restoran mewah. Tanda bahwa Hasan mulai melihatnya lebih dari sekadar suster kakaknya. Mia tidak bisa menahan rasa puas yang menjalar dalam dirinya.Namun, saat ia menutup ponselnya, suara dingin Marco terdengar dari belakang.“Kau mulai bermain di luar rencana.”Mia menoleh dengan malas. “Aku tidak be

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Benar-benar licik

    Pagi ini, Mia kembali ke rumah sakit dengan langkah yang ringan namun penuh perhitungan. Ia sudah menyiapkan segala strategi dalam pikirannya. Hari ini, ia akan mengambil langkah besar menuju target utamanya—Hasan.Mia tahu Hasan sering mengunjungi kakaknya, Farid, di rumah sakit setiap minggu. Sebagai seorang pengusaha sukses, Hasan selalu tampil rapi dengan jas mahal dan aura percaya diri. Namun, di balik senyumnya yang ramah, Mia tahu pria itu punya kelemahan, ego yang besar dan mudah dipuaskan dengan pujian.Di Ruang Pasien, Farid tersenyum lemah ketika Mia masuk ke kamar dengan membawa sarapan. “Mia, kau selalu memperlakukan aku seperti raja,” katanya, dengan suara serak.Mia tersenyum lembut. “Aku hanya ingin kau cepat pulih, Farid. Kau sudah terlalu lama di sini.”Farid mengangguk pelan, lalu tampak ragu sejenak sebelum akhirnya bertanya, “Hari ini Hasan bilang dia akan datang. Apa kau sempat bertemu dengannya?”Mia pura-pura terkejut. “Oh, Hasan akan datang? Aku tidak tahu.” I

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Dua Wajah Mia

    Malam itu, gerimis menyambut Mia yang baru saja pulang dari rumah sakit. Seragam susternya sudah kusut, dan rambutnya yang biasanya rapi kini sedikit berantakan. Ia berjalan cepat memasuki rumah kecilnya, melepaskan sepatu tanpa melihat ke arah suaminya yang duduk di sofa dengan tatapan penuh emosi.“Kenapa kau terlambat lagi?” suara Marco menggema, tajam seperti pisau yang siap menikam.Mia menghela napas panjang. Ia tahu pertanyaan itu bukan soal keterlambatannya, melainkan kemarahan Marco atas rencana mereka yang menurutnya berjalan terlalu lambat.“Aku harus lembur,” jawab Mia tanpa emosi, meletakkan tasnya di atas meja kecil.“Lembur? Atau kau terlalu sibuk menjaga si bego itu?” Marco bangkit dari sofa, melangkah mendekat dengan wajah menahan amarah. “Kau habiskan waktumu untuk Farid, tapi aku tidak melihat hasil apa pun, Mia! Sudah berapa lama kita bermain-main dengan ini?”Mia mendongak, menatap Marco dengan mata tajam. “Ini tidak sesederhana itu, Marco. Kalau kita bergerak ter

  • Kusembunyikan Identitas dari Mertua   Semua Harus Bahagia

    Farid dan Mia menikmati keheningan sore itu di taman rumah sakit. Angin sepoi-sepoi meniup lembut dedaunan, menciptakan irama alam yang menenangkan. Di sekeliling mereka, pasien lain juga menikmati waktu di luar, ada yang berjalan perlahan dibantu tongkat, ada pula yang duduk dengan kerabat mereka, berbagi cerita. Tapi bagi Farid, dunia seakan menyempit. Yang ada hanya dirinya dan Mia. Setiap kata yang Mia ucapkan tadi terus terngiang di kepala Farid. "Aku masih mencintaimu." Ia merasa dadanya penuh, seolah dihimpit antara kebahagiaan dan keraguan. Bagaimana mungkin Mia, yang dulu meninggalkannya tanpa jejak, kini kembali menawarkan cinta? Namun, ada sesuatu dalam cara Mia berbicara—kejujuran, penyesalan, dan ketulusan—yang membuatnya sulit untuk mengabaikan perasaannya. “Aku senang kamu tidak langsung menolak,” Mia memecah keheningan. Suaranya lembut, nyaris seperti bisikan. “Aku tahu ini semua pasti berat untukmu, Farid. Tapi aku di sini, siap menunggu sampai kamu siap.” Farid me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status