Zahera memijat dahinya yang berdenyut. Baru saja dirinya mendapatkan balasan pesan dari Sanjaya mengenai permintaan supaya pria itu tidak perlu datang ke mediasi perceraian yang akan berlangsung dalam beberapa waktu kedepan. Namun sayangnya, pria itu justru menolak dan masih berharap bisa berdamai tanpa ada perpisahan. Berdasarkan saran dari pengacaranya — Zio, proses perceraian bisa dipercepat jika proses mediasi gagal. Untuk itulah Zahera meminta Sanjaya untuk mangkir dari panggilan mediasi. Meski kemudian berakhir dengan sebuah penolakan. "Susah banget sih cuma mau cerai aja," geram Zahera setelah membaca pesan dari Sanjaya. Padahal sudah jelas jika sikap pria itu tidak pernah menunjukkan jika dirinya punya niat untuk perbaiki hubungan. Bahkan dengan terang-terangan menunjukkan perhatiannya pada wanita lain yang pernah diakui di depan Zahera sebagai cintanya yang lain. "Sudahlah. Aku memang harus sabar dan melalui setiap prosesnya sebagai pengingat di masa mendatang untuk tidak
"Mas maaf ya yang tadi. Soalnya kesal aku tuh sama Mas Jaya. Susah banget cuma buat terima gugatan cerai aku. Mana tadi di mediasi tetap aja minta rujuk." Zio bukan tidak tahu jika Zahera mau berdekatan dengannya sedikit berlebihan saat di depan Kantor Pengadilan Agama tadi atas dasar apa. Jelas itu sebuah trik lama untuk membuat pasangannya panas. Apalagi setelah mereka berdua saja, Zahera mengakuinya dengan terang-terangan. "Iya aku tau." "Mas Zio sudah tahu?" Zio menganggukkan kepala. Kemudian memperlihatkan isi pesan di ponselnya. "Mediator bilang pihak tergugat minta waktu mediasi sekali lagi." "Serius? Ya tuhan! Mas Jaya bener-bener deh pengen prosesnya dilamain," seru Zahera melimpahkan kekesalan pada sang pengacara. "Kamu bisa gak dateng kalau mau. Biar aku yang wakilin," tawar Zio tapi Zahera menolak.Sebenarnya Zio sudah menawarkan hal itu sejak mediasi sebelumnya, tapi Zahera merasa tidak puas jika tidak berhadapan langsung dengan Sanjaya. Ada rasa takut jika situasi
Zahera dibuat tersedak saat mendengar dua pilihan yang disarankan Alena dengan wajah datar. Punggungnya seketika ditegakkan supaya bisa menghirup oksigen jauh lebih banyak dari sebelumnya. Entahlah, mungkin mendadak dada Zahera terasa sesak mendengar dua opsi yang sama-sama tidak nyaman di telinganya. "Jelas aku gak mungkin buat menunda perceraian, Lena. Terlalu beresiko. Kalau aku memilih buat kembali sama Mas Jaya, sama saja aku kembali menyerahkan diri padanya. Meskipun hanya sementara, tapi aku harus berpikir jauh."Alena memperhatikan penjelasan perempuan yang selalu digadang-gadang seperti kakak kandungnya sendiri. Alena memang masih terlalu muda untuk memikirkan sesuatu dengan jangka panjang. Berbeda dengan Zahera yang berpikirnya selalu jauh ke depan. Ibarat Alena akan memikirkan langkah satu dua langkah di depannya. Maka Zahera akan berpikir sepuluh hingga dua puluh langkah lebih jauh. "Sederhananya gini, kalau aku memilih untuk menunda perceraian, otomatis aku harus men
Zahera sudah menaikkan garis sudut bibir menahan tawanya, saat mendengar seseorang yang bahkan namanya saja belum diketahuinya, mendoakan untuk dipercepat proses perceraiannya. Jika bukan Zahera sendiri yang mengajukan gugatan cerai, mungkin Zahera akan marah bahkan mengumpat saat mendengar pernikahannya seakan disumpahi untuk segera berakhir. Tapi karena pada kenyataannya perpisahan itu yang sedang Zahera inginkan, maka doa itu pun diaminkannya di dalam hati. "Hush, Mah! Gak sopan ngomong kayak gitu," tegur seorang pemuda yang hampir luput dari pengawasan Zahera. Kembali memperhatikan sosok yang tadi sempat diingatnya karena pernah bertemu saat di Balikpapan sebagai orang yang tidak sengaja ditabrak suaminya. 'Ini Mas Liam kan ya? Mau nyapa tapi gak berani. Dia aja kayak gak kenal gitu gayanya. Daripada malu sendiri, mending ikutan cuek anggap saja gak pernah kenal,' batin Zahera tanpa memutus tatapan pada pemuda yang juga menatap padanya. Liam sendiri juga mengumpat dalam hati
"Kita pulang sama siapa, Ma?" tanya Abimanyu saat diajak masuk ke dalam mobil Liam.Zahera sudah membuka pintu penumpang sebelah kemudi untuk sang anak saat pertanyaan itu dilontarkan. Sambil menatap sosok yang ditanyakan, Zahera pun menjawab dengan singkat. "Teman." Kemudian Zahera membantu Abimanyu duduk di bangku depan, baru setelahnya Zahera sendiri duduk di bangku tengah. Sengaja supaya tidak bersisian lagi duduk dengan Liam, tapi juga tidak membiarkan Liam duduk di depan sendiri dan merasa seperti dijadikan sebagai seorang sopir. Seperti sindirannya beberapa saat yang lalu. Hal yang tidak disangka Zahera adalah uluran tangan Liam yang mengajak Abimanyu berkenalan dengan ramah. Padahal saat berdua dengannya tadi, pria itu sama sekali tidak memperlihatkan ekspresi bersahabat. Terlalu datar dan dingin. "Om yang dulu pernah nabrak bagian belakang mobil mama, waktu mobil mama berhenti mendadak kan?" tanya Abimanyu sambil menyambut uluran tangan Liam. "Daya ingatmu jauh lebih bag
Zahera terbangun dengan rasa ringan di badannya. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya terbuka lebar. Mulutnya masih sempat menguap dengan ditutupi punggung tangan kirinya. Sampai kemudian tingkat kesadarannya kembali penuh. "Jam berapa ini?" desisnya melirik ke sebelah dinding di bagian kanannya. Dahi mengernyit melihat jarum jam pendek menunjuk ke angka tiga. Ingatan akan terakhir sebelum terlelap juga muncul begitu saja. Zahera ingat terakhir tadi masih berada di bangku mobil milik Liam. Dan sekarang tiba-tiba sudah berada di kamar tidurnya dengan nyaman. "Kapan aku pindah ke kamarnya? Apa aku sempat jalan sambil tidur saking ngantuknya?" monolognya lagi merasa ragu. Tapi Zahera juga tidak punya tebakan lain dibandingkan dengan itu. Meski sebenarnya itu adalah tebakan paling tidak logis yang pernah dipikirkannya. "Ah, tidur apa pingsan sih? Bisa lama banget. Aku sampai melewatkan makan siang anakku," sesal Zahera segera membangunkan badannya. Menurunkan kaki satu p
Liam meninggalkan rumah sewa milik Zahera dan Abimanyu untuk menjemput mamanya pulang. Ini adalah kali pertama Liam main dalam durasi cukup lama di tempat tinggal orang lain selain keluarganya. Meski baru pertama kali berkenalan dengan Abimanyu, nyatanya tidak membuat Liam merasa canggung atau kesulitan untuk berinteraksi dengannya. "Kasihan. Anak sekecil Abi harus melihat kedua orang tuanya berpisah. Tapi kalau gak cerai kasihan Zahera juga terbelenggu sama cowok brengsek kayak suaminya." Liam bermonolog di tengah perjalanannya. Padahal biasanya dia tidak pernah sekalipun tertarik untuk memikirkan urusan orang lain. Tapi saat ini, apa yang sedang dipikirkan Liam diluar kebiasaannya. Mungkin karena salah satu yang terlibat adalah orang yang juga pernah bermasalah dengan masa lalunya. Sanjaya, seorang pria matang yang dulu merebut Alea dari pelukannya. Meski pada saat itu Liam dibuat patah hati karena pengkhianatan kekasihnya demi seorang Sanjaya, tapi tidak cukup membuat Liam men
"APA-APAAN INI? SIALAN!" umpat Sanjaya dengan wajah merah. Laura sampai berjingkat dan refleks melakukan gerakan melangkah mundur karena terkejut juga takut ikut mendapatkan amukan dari Sanjaya. BRAK! Sanjaya menggebrak meja kerjanya dengan keras saat Laura menyampaikan berita tentang pembatalan kerja sama dari beberapa klien. Sudah tiga hari ini terdapat banyak kontrak dibatalkan dengan alasan yang tidak masuk akal. "Bagaimana ini bisa terjadi?" desisnya lagi masih mengeraskan rahang menahan amarah.Dan yang paling aneh adalah pembatalan nyaris serentak baik dari perusahaan besar maupun kecil. Sanjaya sampai merasa ada yang janggal dan mencium bau sabotase. Tapi jelas Sanjaya tidak bisa memperkirakan siapa sosok dibalik dugaan yang bahkan belum ada buktinya itu. 'Rasanya aku gak pernah punya masalah sama perusahaan mana pun. Siapa dalang dibalik pembatalan permintaan pesanan jasa ke perusahaanku? Jelas tidak mungkin kalau pembatalan normal bisa bersamaan seperti ini. Ini pasti t