Sanjaya harus rela dibuat sibuk dengan masalah di perusahaannya. Karena di hari kelima serangan pembatalan pesanan atas jasa yang disediakan di perusahaan masih terus bertambah. Bahkan bukan hanya itu saja, masalah juga muncul dari komplain beberapa perusahaan mengenai kualitas CCTV yang tidak sesuai dengan kesepakatan. "Bukankah perusahaan kita pakai supplier CCTV yang biasanya? Bagaimana mungkin kualitas gambarnya jadi berbeda dari biasanya?" "Bos lupa kalau supplier kamera pengawasnya sudah ganti? Kan bos sendiri yang acc kontrak kerja samanya." Awalnya Sanjaya hendak meminta asistennya — Bram, untuk memeriksa kebenaran hal tersebut. Dan jawaban telak dari sang asisten lagi-lagi membuat Sanjaya tercengang. Itu semua karena dirinya baru ingat jika ternyata perusahaan yang biasanya menyuplai produk kamera pengawas itu sudah memutuskan kerja sama dan digantikan dengan perusahaan lain atas persetujuan darinya sendiri.Saat Sanjaya kehilangan supplier utamanya, mendadak orderan mas
"Aku sudah jual beberapa aset buat nutupin kerugian masalah perusahaan, Za. Tapi aku juga masih butuh tambahan dana buat modal operasional." Zahera diam saja saat Sanjaya memanfaatkan jeda waktu menunggu Abimanyu keluar dari kelas untuk bercerita padanya. Sanjaya melanjutkan ceritanya meski tidak mendapatkan tanggapan apapun dari Zahera. Tapi Sanjaya yang sudah hafal dengan karakter istrinya, dia yakin jika sang istri pasti menyimak ceritanya dengan baik. "Alena bisa bantu aku buat dapatkan modal pinjaman dari Digdaya Bank, tapi aku butuh sertifikat rumah sebagai agunan, Za. Dan sertifikat rumah itu sudah dibalik nama menjadi milikmu. Apa aku bisa pinjam untuk mendapatkan pinjaman bank?" Sanjaya menoleh ke arah Zahera yang masih menatap lurus ke depan. Menunggu ekspresi dan tanggapan apa yang akan diberikan Zahera untuknya. Namun sayangnya, sebelum jawaban itu didengarnya, suara panggilan lantang dari Abimanyu lebih dulu menggema di gendang telinga. "Mama!" Zahera mengulas senyum
"Gara-gara ada papa nih, aku jadi harus cari bukunya sendiri," rutuk Abimanyu saat berada di toko buku yang luas sendirian. Sebenarnya Abimanyu membutuhkan bantuan orang dewasa untuk mendapatkan semua buku yang dibutuhkan. Selain karena luasnya toko buku yang sedang didatangi, beberapa buku juga berada di rak atas sehingga tidak bisa dijangkau Abimanyu seorang diri. Sayangnya Abimanyu masih terlalu malas untuk pergi bersama Sanjaya. Daripada perasaannya berantakan saat memaksakan diri berkeliling toko buku bersama seseorang yang sedang dibencinya, Abimanyu memilih untuk berusaha berkeliling sendirian saja.Abimanyu sudah hampir melontarkan umpatan saat tangannya tidak sampai meraih buku di rak atas. Padahal ada tangga lipat dari kayu yang diperuntukkan mereka yang tidak bisa meraih buku di rak atas. Tapi Abimanyu merasa terlalu malas untuk mengambil tangga lipat tersebut untuk membantunya. "Kalau malas ambil tangga, minta bantuan orang dewasa, pria kecil!" seru seseorang yang menga
"Ma, kita pulang sama Om Liam aja ya?" pinta Abimanyu saat mereka sudah keluar bersama dari toko buku. Abimanyu menggandeng tangan Liam sejak di toko buku hingga mereka keluar. Tidak peduli dengan tatapan Sanjaya yang menyatakan ketidaksukaannya dengan kedekatan mereka. Justru Abimanyu merasa senang bisa melakukan hal itu. Seakan sengaja memperlihatkan kepada papanya jika dia bisa mendapatkan gantinya dengan mudah."Pulang sama papa, Abi!" sentak Sanjaya merasa tersinggung. Abimanyu lekas bersembunyi di belakang punggung Liam saat mendengar suara lantang dari Sanjaya. Mungkin ini pertama kalinya sang papa membentak Abimanyu. Zahera sampai melotot ke arah suaminya karena kelepasan berbicara kasar pada Abimanyu. Apalagi saat ini sedang di depan umum. "Aku masih suamimu, Za! Aku papa kandungnya, Abi!" geram Sanjaya dengan suara rendah tapi penuh penekanan. "Papa yang bikin takut anaknya sendiri?" sinis Zahera dengan wajah mengejek. Zahera menghela napas yang berat. Dia tidak takut
"Kenapa gak minta mutasi ke pusat lagi aja sih, Sayang?" rengek Sanjaya saat pagi harinya mengantar Alena ke Bandara. "Bukannya kinerja kamu bagus. Kayaknya kalau kamu minta ditugaskan di Jakarta bakalan gampang perizinannya deh," sambungnya lagi masih membujuk. "Justru karena kinerjaku dianggap bagus, makanya dari pusat aku dipindahin ke Balikpapan buat jadi salah satu pioneer di sana nanti. Tapi mas gak usah khawatir, dalam beberapa bulan ke depan, kayaknya aku bakalan sering dikirim dinas ke Jakarta. Mungkin bulan depan aku di sini lagi seminggu." "Yang benar?" "Iya. Kayaknya sih gitu. Atau kalau mas kangen kan tinggal terbang ke Balikpapan di akhir pekan," ujar Alena meyakinkan. "Iya deh. Kamu baik-baik di sana ya? Kalau di sini aku udah gak banyak urusan, aku bakalan sering-sering samperin kamu ke sana," janji Sanjaya pada Alena."Makanya cepat diberesin, Mas. Gak usah lah dilama-lamain. Sesuatu yang sudah ingin pergi, gak akan bagus kalau dipaksa untuk tinggal. Biarin aja ya
"Sebenarnya aku masih ingin bermain banyak permainan sama Om Liam. Tapi aku harus mempersiapkan diri untuk olimpiade-ku minggu depan." Abimanyu terlihat murung saat berkata demikian kepada Liam setelah mereka selesai dengan sarapan bersama yang awalnya canggung. Beruntung kecanggungan itu tidak berlangsung lama dan bisa kembali meriah dengan celotehan Abimanyu yang mendominasi backsound-nya. "Terus kenapa sedih? Kan memang sudah tanggung jawab Abi buat mempersiapkan diri setelah berhasil terpilih sebagai kandidat peserta lomba," sahut Liam. "Kan Om Liam sudah jauh-jauh ke sini, masa mah aku tinggal belajar."Liam mengangguk paham. "Kalau belajarnya Om temenin gimana? Nanti Om bantu pilihin contoh soal yang mungkin akan keluar di olimpiade nanti." "Serius, Om Liam mah temenin Abi belajar? Gak bosan?" Liam menggelengkan kepalanya. "Om kan hobi membaca. Suka belajar juga. Jadi gak bakalan bosan kalau nemenin Abi belajar buat olimpiade. Justru Om suka kalau Abi bisa belajar sama Om."
Liam sudah hendak kembali membawa laptopnya yang baru diambil dari dalam mobil. Beberapa informasi yang disampaikan Robin padanya menyisakan tanda tanya yang belum bisa dipecahkan sendiri. 'Apa aku coba tanya ke Abi ya, kenal sama Kak Lui apa gak? Tapi aku bilangnya gimana? Terus kalau emang kenal, apa aku harus memperkenalkan diri sebagai adiknya Kak Lui juga? Ck. Kenapa aku jadi penasaran!'Liam menggelengkan kepalanya mengusir berbagai pertanyaan dan pemikiran yang tidak seharusnya dipusingkan. Liam memilih lekas kembali berkumpul dengan Abimanyu dan menemani anak itu belajar. "Om Liam kok lama?" seru Abimanyu begitu Liam kembali."Sorry, Boy! Tadi Om ada telepon, jadi sambil terima panggilan dulu di luar." "Oke deh. Aku kira tadi Om pulang," aku Abimanyu dengan wajah cemberut."Gak dong. Kan Om udah bilang mau bantuin Abi pilihin soal buat belajar." Abimanyu pun kembali fokus ke buku tebal di hadapannya, sedangkan Liam menyalakan laptop yang baru diambilnya. "Mas Liam mau min
"Makasih sudah kooperatif, Mas." Zahera tidak menyangka jika di pertemuan mediasi kedua kali ini akan mendapati Sanjaya yang lebih kooperatif. Tidak lagi memaksakan diri dengan menolak perceraian seperti sebelumnya. "Mau gimana lagi? Bukankah aku sudah gak punya pilihan selain menuruti kemauan kamu?" cecar Sanjaya dengan kalimat penuh penekanan. Zahera hanya diam dan menatap lantai berwarna putih yang ditapaki kaki-kakinya saat keluar dari ruang mediasi. "Aku hanya berharap kamu menepati janji untuk tidak menjauhkan aku dari anakku," ujarnya lagi, membuat Zahera yang awalnya menundukkan pandangan segera mengangkat wajahnya.Sejak di ruang mediasi, Sanjaya hanya menitikberatkan jika setelah perceraian nanti benar terjadi, dirinya ingin tetap dilibatkan pada proses tumbuh kembang Abimanyu. Tentu saja Zahera menyanggupinya karena itu memang menjadi hak mereka sebagai seorang ayah dan anak. "Aku gak akan menghalangi kamu buat berinteraksi dengan Abimanyu, Mas. Aku tidak akan menjauhk
'Ini maksudnya apa?' batin Zahera. Pertanyaan tersirat dari Evander Lim kepada Zahera tentu saja membuatnya sangat syok. Apalagi dengan tatapan dalam dari ketiga putra yang dimaksudkan oleh pria paruh baya tersebut. Zahera hanya bisa menoleh ke kanan kiri menyembunyikan kebingungannya. Sedangkan Abimanyu dan Alvino yang diam saja justru terlihat lebih tenang dan tidak sebingung Zahera saat ini. Pertama kalinya Liam tahu jika Zahera adalah kakaknya Alvino, dia sempat terkejut juga. Tapi itu tidak membuatnya mundur untuk mendekati Zahera dan anaknya. Tiga bulan ke belakang Alvino maupun Abimanyu sudah menjadi saksi bagaimana Leon, Lim dan Liam sama-sama berusaha mendekati Zahera dengan berbagai cara. Zahera memang terlihat menanggapi ketiganya dengan sama baiknya. Sayangnya tidak lantas membuat Zahera berpikir terlalu jauh tentang tujuan dari pendekatan ketiganya. "Za, ketiga putra Tante suka sama kamu sudah dari lama. Kamu gak sadar ya?" ujar Liana dengan nada menggoda. Zahera ha
Sejak pulang dari pengadilan agama, Sanjaya tidak banyak bicara meskipun Alea dan Mama Anita terus mengajaknya berbicara. Sanjaya masih syok dengan apa yang didengarnya dari Alena. Dia baru sadar jika selama ini Alena tidak benar-benar tertarik dan ada rasa dengannya. Dan Sanjaya dibuat sangat sakit hati. 'Padahal aku sungguh sayang sama dia,' batin Sanjaya masih tidak menerima takdirnya. Sanjaya sama sekali tidak menyangka jika Alena bersandiwara hanya untuk membantu Zahera memiskinkan dirinya. Benar-benar miskin karena semua aset yang dimilikinya dulu, kini sudah beralih nama menjadi milik Zahera, Abimanyu dan juga Alena. Satu-satunya yang masih dimiliki Sanjaya hanyalah pekerjaannya sebagai CEO di perusahaan yang sudah beralih nama menjadi milik Zahera dan nantinya akan diwariskan kepada putra semata wayang mereka. 'Aku tidak masalah jika harus memberikan hartaku untuk mereka karena aku memang menyayanginya. Tapi kenapa harus ditinggalkan oleh mereka semua?' Sanjaya sudah bera
"Langsung ke rumah saja, Liam. Kita bicara di rumah!" perintah Evander Lim pada putra bungsunya setelah mengetahui sesuatu yang lain dari Liana — istrinya. Awalnya Evander Lim hanya tengah memberitahu kepada istrinya mengenai kedua putranya yang menyukai wanita yang sama. Tapi begitu tahu siapa wanita yang dimaksud, Liana semakin heboh karena jelas dia juga mengenal Zahera, bahkan sempat ingin menjodohkannya kepada Leon dan tanggapan Leon juga cukup positif. Evander Lim dan Liana tidak pernah menyembunyikan masalah sekecil apapun. Mereka lebih suka saling terbuka dan menyelesaikan semua permasalahan bersama tanpa ada yang ditutup-tutupi. "Ini kenapa ketiga putraku malah kecantol satu janda yang sama?" gumam Evander Lim sambil menepuk dahinya. Kemudian dia keluar dari dalam ruangan kerja putranya untuk pulang karena pertemuan dan diskusi tentu berubah haluan ke rumah yang juga dihadirkan putra lainnya dan juga sang istri. Evander Lim dan Liam sampai hampir bersamaan. Sebenarnya Li
"Papa?" Belum sempat Zahera bertanya maksud dari Evander Lim mengatakan putranya yang lain itu siapa, suara sahutan dari belakangnya seakan menjawab kebingungannya dengan kebingungan yang lain. 'Papa? Mas Liam panggil Paman Lim dengan sebutan papa? Maksudnya, Mas Liam dan Dokter Lui itu saudaraan?' batin Zahera menatap bergantian antara Liam dan Evander Lim seakan tidak percaya dengan apa yang didengar. Padahal jika Zahera jeli dan memperhatikan detail garis wajah Evander Lim dengan Liam maupun Lui sama-sama memiliki garis wajah yang cukup mirip. Sama-sama berwajah oriental utamanya keturunan dari Negeri Gingseng. Liam menyampirkan blazer milik Zahera tanpa peduli papanya sudah menatap curiga pada mereka. Liam akan pura-pura tidak tahu jika kedua orang di depannya sudah saling kenal. Zahera sendiri sempat tersentak dengan perlakuan manis Liam meski sudah beberapa kali mendapatkannya sejak mereka kenal. Tapi disaksikan oleh Paman Lim seperti ini tentu saja membuat Zahera merasa ca
Jika di luar, Liam dan Zahera sedang bersenang-senang menikmati wahana flyboard, maka Robin di perusahaan menjadi tumbal untuk mengerjakan pekerjaan yang menggunung. Pertemuan dengan klien hari ini jelas harus dibatalkan semuanya. Karena Robin yang bekerja sendirian tidak mungkin meninggalkan perusahaan untuk sebuah pertemuan. "Ah sialan! Punya bos gak ada akhlak memang. Ini maksudnya aku dilatih buat jadi CEO apa gimana?" Robin tidak berhenti mengumpat sejak membaca pesan dari Liam jika dirinya dengan Zahera tidak akan ke kantor hari ini. Meskipun Liam menjanjikan libur untuk besok kepada Robin, tapi tetap saja bekerja sendirian untuk pekerjaan tiga orang sungguh sesuatu sekali. Meskipun begitu, sebenarnya Robin tidak sungguh-sungguh membenci sepupunya. Dia hanya merasa kesal karena dikerjain oleh Liam dan Zahera. Ya walaupun Robin sangat yakin jika biang keroknya tetap saja Liam. Zahera tidak mungkin dengan sengaja meninggalkan pekerjaan jika bukan karena terpaksa. Di tengah ke
"Mabal yuk?" "Mabal?" Zahera sempat loading saat Liam tiba-tiba mengajaknya mabal. Paham jika Zahera tidak mengerti bahasa gaul yang sedang dikatakannya, Liam pun segera menjelaskan jika dirinya ingin mengajak Zahera bolos kerja hari ini. Zahera sampai tertawa mendengarnya. Baru ini dia melihat seorang bos mengajak karyawannya untuk sengaja membolos dari pekerjaannya. Dia mengira Liam hanya bercanda, tapi nyatanya Liam bersungguh-sungguh saat kembali mengatakannya. "Bukanlah hari ini cukup berat? Aku bisa ajak kamu ke suatu tempat yang bagus, yang bisa bikin kamu teriak-teriak memacu adrenalin dan yang jelas happy setelah pulang dari sana. Mau?" Zahera menoleh dalam diam. Menatap lekat pada Liam yang dari wajah hingga tatapan matanya tidak ada gurauan dengan ajakannya. Semua diucapkan dengan nada serius juga ekspresi yang diperlihatkan. Zahera bingung menjawabnya. Meskipun sebenarnya Zahera bukan tipe yang suka mangkir dari tanggung jawab, tapi saat ini sejujurnya dia memang but
Sanjaya tidak mengindahkan peringatan dari Alena. Dia tetap berjalan maju dan membuat Alena melakukan hal sebaliknya. Sanjaya bahkan berani memojokkan Alena, karena merasa diabaikan setelah tahu Alena sudah berada di Jakarta. "Apa maksudnya kamu bicara begitu, Lena?" hardik Sanjaya.Untuk pertama kalinya Alena melihat Sanjaya yang bersikap kasar padanya. Alena menyembunyikan rasa takut dengan memperlihatkan galeri ponselnya yang berisi video dewasa yang pernah dikirim Alea padanya. Tindakannya itu cukup membuat Sanjaya mengalihkan pandangan dengan memberikan tatapan nyalang pada Alea. Sanjaya sangat marah dengan kelancangan Alea yang sudah membuat Alena menjauhinya. Padahal tanpa video itu pun sebenarnya Alena pasti menjauhinya karena misinya selama ini sudah selesai. Tapi kini Alena punya pengalihan amarah Sanjaya dengan memfokuskan Sanjaya pada Alea. "Ini gak seperti yang kamu pikir, Alena. Alea menjebakku dengan memberikan obat ke minumanku saat itu. Kamu harus percaya sama aku
Sidang putusan perceraian Zahera dan Sanjaya sudah selesai dibacakan. Mulai hari ini, sepasang suami istri yang sudah menikah sekitar sepuluh tahun lamanya itu akhirnya kembali menjadi orang asing seperti sebelumnya. Alena mendadak mendapatkan panggilan alam dan ijin ke toilet terlebih dahulu kepada Alvino. Alena menjadi orang pertama yang keluar dari ruang sidang. Sempat terkejut saat mendapati Liam ada di luar duduk seakan sedang menunggu seseorang. "Alena?" "Liam?" "Bukannya di dalam sedang ada sidang perceraian-" Liam memotong ucapannya dan tidak melanjutkan. Alena seakan paham dengan tatapan curiga dari Liam. Segera menjelaskan meski tidak sepenuhnya diterangkan sejelas-jelasnya."Aku temannya Mbak Zahera yang baru selesai sidang barusan," ujar Alena. "Eh, aku ke toilet dulu ya, udah di ujung soalnya," sambungnya tidak ingin dicecar pertanyaan lebih banyak lagi dari ini. Liam mengangguk mempersilakan. Alena terburu-buru bukan hanya karena sudah tidak tahan untuk membuang ha
"Za, kamu sudah siap?" Zio bertanya dengan memandang Zahera sangat dalam. Zahera yang masih berada di antara alam pikiran dan kenyataan hanya terdiam. Indera pendengarannya merekam pertanyaan dari sang pengacara dengan jelas. Tapi proses menyampaikan hingga ke dalam otaknya begitu lambat. "Za, hakimnya sudah siap," tegur Zio lagi membuat Zahera menarik diri ke alam nyata. "Iya, Mas. Aku juga sudah siap," ujar Zahera akhirnya bisa mengulas senyum tipis. "Tuhan tahu mana yang baik buat kita semua, Kak," ujar Alvino mengelus ringan bahu Zahera yang berbalut blazer berwarna hijau tosca. "Semua akan baik-baik saja, Mbak. Semangat!" ucap Alena ikut memberi Zahera semangat. Zahera kembali tersenyum. Kini senyumnya sedikit terlihat lebih tulus dan manis daripada yang tadi. "Aku tahu. Ini semua akan segera berlalu, dan aku selalu bersemangat. Kalian tahu itu dengan sangat kan?" Semua yang mendengar mengangguk dengan senyum terbaik untuk memberikan energi positif kepada Zahera sebelum m