Zahera dibuat tersedak saat mendengar dua pilihan yang disarankan Alena dengan wajah datar. Punggungnya seketika ditegakkan supaya bisa menghirup oksigen jauh lebih banyak dari sebelumnya. Entahlah, mungkin mendadak dada Zahera terasa sesak mendengar dua opsi yang sama-sama tidak nyaman di telinganya. "Jelas aku gak mungkin buat menunda perceraian, Lena. Terlalu beresiko. Kalau aku memilih buat kembali sama Mas Jaya, sama saja aku kembali menyerahkan diri padanya. Meskipun hanya sementara, tapi aku harus berpikir jauh."Alena memperhatikan penjelasan perempuan yang selalu digadang-gadang seperti kakak kandungnya sendiri. Alena memang masih terlalu muda untuk memikirkan sesuatu dengan jangka panjang. Berbeda dengan Zahera yang berpikirnya selalu jauh ke depan. Ibarat Alena akan memikirkan langkah satu dua langkah di depannya. Maka Zahera akan berpikir sepuluh hingga dua puluh langkah lebih jauh. "Sederhananya gini, kalau aku memilih untuk menunda perceraian, otomatis aku harus men
Zahera sudah menaikkan garis sudut bibir menahan tawanya, saat mendengar seseorang yang bahkan namanya saja belum diketahuinya, mendoakan untuk dipercepat proses perceraiannya. Jika bukan Zahera sendiri yang mengajukan gugatan cerai, mungkin Zahera akan marah bahkan mengumpat saat mendengar pernikahannya seakan disumpahi untuk segera berakhir. Tapi karena pada kenyataannya perpisahan itu yang sedang Zahera inginkan, maka doa itu pun diaminkannya di dalam hati. "Hush, Mah! Gak sopan ngomong kayak gitu," tegur seorang pemuda yang hampir luput dari pengawasan Zahera. Kembali memperhatikan sosok yang tadi sempat diingatnya karena pernah bertemu saat di Balikpapan sebagai orang yang tidak sengaja ditabrak suaminya. 'Ini Mas Liam kan ya? Mau nyapa tapi gak berani. Dia aja kayak gak kenal gitu gayanya. Daripada malu sendiri, mending ikutan cuek anggap saja gak pernah kenal,' batin Zahera tanpa memutus tatapan pada pemuda yang juga menatap padanya. Liam sendiri juga mengumpat dalam hati
"Kita pulang sama siapa, Ma?" tanya Abimanyu saat diajak masuk ke dalam mobil Liam.Zahera sudah membuka pintu penumpang sebelah kemudi untuk sang anak saat pertanyaan itu dilontarkan. Sambil menatap sosok yang ditanyakan, Zahera pun menjawab dengan singkat. "Teman." Kemudian Zahera membantu Abimanyu duduk di bangku depan, baru setelahnya Zahera sendiri duduk di bangku tengah. Sengaja supaya tidak bersisian lagi duduk dengan Liam, tapi juga tidak membiarkan Liam duduk di depan sendiri dan merasa seperti dijadikan sebagai seorang sopir. Seperti sindirannya beberapa saat yang lalu. Hal yang tidak disangka Zahera adalah uluran tangan Liam yang mengajak Abimanyu berkenalan dengan ramah. Padahal saat berdua dengannya tadi, pria itu sama sekali tidak memperlihatkan ekspresi bersahabat. Terlalu datar dan dingin. "Om yang dulu pernah nabrak bagian belakang mobil mama, waktu mobil mama berhenti mendadak kan?" tanya Abimanyu sambil menyambut uluran tangan Liam. "Daya ingatmu jauh lebih bag
Zahera terbangun dengan rasa ringan di badannya. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya terbuka lebar. Mulutnya masih sempat menguap dengan ditutupi punggung tangan kirinya. Sampai kemudian tingkat kesadarannya kembali penuh. "Jam berapa ini?" desisnya melirik ke sebelah dinding di bagian kanannya. Dahi mengernyit melihat jarum jam pendek menunjuk ke angka tiga. Ingatan akan terakhir sebelum terlelap juga muncul begitu saja. Zahera ingat terakhir tadi masih berada di bangku mobil milik Liam. Dan sekarang tiba-tiba sudah berada di kamar tidurnya dengan nyaman. "Kapan aku pindah ke kamarnya? Apa aku sempat jalan sambil tidur saking ngantuknya?" monolognya lagi merasa ragu. Tapi Zahera juga tidak punya tebakan lain dibandingkan dengan itu. Meski sebenarnya itu adalah tebakan paling tidak logis yang pernah dipikirkannya. "Ah, tidur apa pingsan sih? Bisa lama banget. Aku sampai melewatkan makan siang anakku," sesal Zahera segera membangunkan badannya. Menurunkan kaki satu p
Liam meninggalkan rumah sewa milik Zahera dan Abimanyu untuk menjemput mamanya pulang. Ini adalah kali pertama Liam main dalam durasi cukup lama di tempat tinggal orang lain selain keluarganya. Meski baru pertama kali berkenalan dengan Abimanyu, nyatanya tidak membuat Liam merasa canggung atau kesulitan untuk berinteraksi dengannya. "Kasihan. Anak sekecil Abi harus melihat kedua orang tuanya berpisah. Tapi kalau gak cerai kasihan Zahera juga terbelenggu sama cowok brengsek kayak suaminya." Liam bermonolog di tengah perjalanannya. Padahal biasanya dia tidak pernah sekalipun tertarik untuk memikirkan urusan orang lain. Tapi saat ini, apa yang sedang dipikirkan Liam diluar kebiasaannya. Mungkin karena salah satu yang terlibat adalah orang yang juga pernah bermasalah dengan masa lalunya. Sanjaya, seorang pria matang yang dulu merebut Alea dari pelukannya. Meski pada saat itu Liam dibuat patah hati karena pengkhianatan kekasihnya demi seorang Sanjaya, tapi tidak cukup membuat Liam men
"APA-APAAN INI? SIALAN!" umpat Sanjaya dengan wajah merah. Laura sampai berjingkat dan refleks melakukan gerakan melangkah mundur karena terkejut juga takut ikut mendapatkan amukan dari Sanjaya. BRAK! Sanjaya menggebrak meja kerjanya dengan keras saat Laura menyampaikan berita tentang pembatalan kerja sama dari beberapa klien. Sudah tiga hari ini terdapat banyak kontrak dibatalkan dengan alasan yang tidak masuk akal. "Bagaimana ini bisa terjadi?" desisnya lagi masih mengeraskan rahang menahan amarah.Dan yang paling aneh adalah pembatalan nyaris serentak baik dari perusahaan besar maupun kecil. Sanjaya sampai merasa ada yang janggal dan mencium bau sabotase. Tapi jelas Sanjaya tidak bisa memperkirakan siapa sosok dibalik dugaan yang bahkan belum ada buktinya itu. 'Rasanya aku gak pernah punya masalah sama perusahaan mana pun. Siapa dalang dibalik pembatalan permintaan pesanan jasa ke perusahaanku? Jelas tidak mungkin kalau pembatalan normal bisa bersamaan seperti ini. Ini pasti t
Sanjaya harus rela dibuat sibuk dengan masalah di perusahaannya. Karena di hari kelima serangan pembatalan pesanan atas jasa yang disediakan di perusahaan masih terus bertambah. Bahkan bukan hanya itu saja, masalah juga muncul dari komplain beberapa perusahaan mengenai kualitas CCTV yang tidak sesuai dengan kesepakatan. "Bukankah perusahaan kita pakai supplier CCTV yang biasanya? Bagaimana mungkin kualitas gambarnya jadi berbeda dari biasanya?" "Bos lupa kalau supplier kamera pengawasnya sudah ganti? Kan bos sendiri yang acc kontrak kerja samanya." Awalnya Sanjaya hendak meminta asistennya — Bram, untuk memeriksa kebenaran hal tersebut. Dan jawaban telak dari sang asisten lagi-lagi membuat Sanjaya tercengang. Itu semua karena dirinya baru ingat jika ternyata perusahaan yang biasanya menyuplai produk kamera pengawas itu sudah memutuskan kerja sama dan digantikan dengan perusahaan lain atas persetujuan darinya sendiri.Saat Sanjaya kehilangan supplier utamanya, mendadak orderan mas
"Aku sudah jual beberapa aset buat nutupin kerugian masalah perusahaan, Za. Tapi aku juga masih butuh tambahan dana buat modal operasional." Zahera diam saja saat Sanjaya memanfaatkan jeda waktu menunggu Abimanyu keluar dari kelas untuk bercerita padanya. Sanjaya melanjutkan ceritanya meski tidak mendapatkan tanggapan apapun dari Zahera. Tapi Sanjaya yang sudah hafal dengan karakter istrinya, dia yakin jika sang istri pasti menyimak ceritanya dengan baik. "Alena bisa bantu aku buat dapatkan modal pinjaman dari Digdaya Bank, tapi aku butuh sertifikat rumah sebagai agunan, Za. Dan sertifikat rumah itu sudah dibalik nama menjadi milikmu. Apa aku bisa pinjam untuk mendapatkan pinjaman bank?" Sanjaya menoleh ke arah Zahera yang masih menatap lurus ke depan. Menunggu ekspresi dan tanggapan apa yang akan diberikan Zahera untuknya. Namun sayangnya, sebelum jawaban itu didengarnya, suara panggilan lantang dari Abimanyu lebih dulu menggema di gendang telinga. "Mama!" Zahera mengulas senyum
'Ini maksudnya apa?' batin Zahera. Pertanyaan tersirat dari Evander Lim kepada Zahera tentu saja membuatnya sangat syok. Apalagi dengan tatapan dalam dari ketiga putra yang dimaksudkan oleh pria paruh baya tersebut. Zahera hanya bisa menoleh ke kanan kiri menyembunyikan kebingungannya. Sedangkan Abimanyu dan Alvino yang diam saja justru terlihat lebih tenang dan tidak sebingung Zahera saat ini. Pertama kalinya Liam tahu jika Zahera adalah kakaknya Alvino, dia sempat terkejut juga. Tapi itu tidak membuatnya mundur untuk mendekati Zahera dan anaknya. Tiga bulan ke belakang Alvino maupun Abimanyu sudah menjadi saksi bagaimana Leon, Lim dan Liam sama-sama berusaha mendekati Zahera dengan berbagai cara. Zahera memang terlihat menanggapi ketiganya dengan sama baiknya. Sayangnya tidak lantas membuat Zahera berpikir terlalu jauh tentang tujuan dari pendekatan ketiganya. "Za, ketiga putra Tante suka sama kamu sudah dari lama. Kamu gak sadar ya?" ujar Liana dengan nada menggoda. Zahera ha
Sejak pulang dari pengadilan agama, Sanjaya tidak banyak bicara meskipun Alea dan Mama Anita terus mengajaknya berbicara. Sanjaya masih syok dengan apa yang didengarnya dari Alena. Dia baru sadar jika selama ini Alena tidak benar-benar tertarik dan ada rasa dengannya. Dan Sanjaya dibuat sangat sakit hati. 'Padahal aku sungguh sayang sama dia,' batin Sanjaya masih tidak menerima takdirnya. Sanjaya sama sekali tidak menyangka jika Alena bersandiwara hanya untuk membantu Zahera memiskinkan dirinya. Benar-benar miskin karena semua aset yang dimilikinya dulu, kini sudah beralih nama menjadi milik Zahera, Abimanyu dan juga Alena. Satu-satunya yang masih dimiliki Sanjaya hanyalah pekerjaannya sebagai CEO di perusahaan yang sudah beralih nama menjadi milik Zahera dan nantinya akan diwariskan kepada putra semata wayang mereka. 'Aku tidak masalah jika harus memberikan hartaku untuk mereka karena aku memang menyayanginya. Tapi kenapa harus ditinggalkan oleh mereka semua?' Sanjaya sudah bera
"Langsung ke rumah saja, Liam. Kita bicara di rumah!" perintah Evander Lim pada putra bungsunya setelah mengetahui sesuatu yang lain dari Liana — istrinya. Awalnya Evander Lim hanya tengah memberitahu kepada istrinya mengenai kedua putranya yang menyukai wanita yang sama. Tapi begitu tahu siapa wanita yang dimaksud, Liana semakin heboh karena jelas dia juga mengenal Zahera, bahkan sempat ingin menjodohkannya kepada Leon dan tanggapan Leon juga cukup positif. Evander Lim dan Liana tidak pernah menyembunyikan masalah sekecil apapun. Mereka lebih suka saling terbuka dan menyelesaikan semua permasalahan bersama tanpa ada yang ditutup-tutupi. "Ini kenapa ketiga putraku malah kecantol satu janda yang sama?" gumam Evander Lim sambil menepuk dahinya. Kemudian dia keluar dari dalam ruangan kerja putranya untuk pulang karena pertemuan dan diskusi tentu berubah haluan ke rumah yang juga dihadirkan putra lainnya dan juga sang istri. Evander Lim dan Liam sampai hampir bersamaan. Sebenarnya Li
"Papa?" Belum sempat Zahera bertanya maksud dari Evander Lim mengatakan putranya yang lain itu siapa, suara sahutan dari belakangnya seakan menjawab kebingungannya dengan kebingungan yang lain. 'Papa? Mas Liam panggil Paman Lim dengan sebutan papa? Maksudnya, Mas Liam dan Dokter Lui itu saudaraan?' batin Zahera menatap bergantian antara Liam dan Evander Lim seakan tidak percaya dengan apa yang didengar. Padahal jika Zahera jeli dan memperhatikan detail garis wajah Evander Lim dengan Liam maupun Lui sama-sama memiliki garis wajah yang cukup mirip. Sama-sama berwajah oriental utamanya keturunan dari Negeri Gingseng. Liam menyampirkan blazer milik Zahera tanpa peduli papanya sudah menatap curiga pada mereka. Liam akan pura-pura tidak tahu jika kedua orang di depannya sudah saling kenal. Zahera sendiri sempat tersentak dengan perlakuan manis Liam meski sudah beberapa kali mendapatkannya sejak mereka kenal. Tapi disaksikan oleh Paman Lim seperti ini tentu saja membuat Zahera merasa ca
Jika di luar, Liam dan Zahera sedang bersenang-senang menikmati wahana flyboard, maka Robin di perusahaan menjadi tumbal untuk mengerjakan pekerjaan yang menggunung. Pertemuan dengan klien hari ini jelas harus dibatalkan semuanya. Karena Robin yang bekerja sendirian tidak mungkin meninggalkan perusahaan untuk sebuah pertemuan. "Ah sialan! Punya bos gak ada akhlak memang. Ini maksudnya aku dilatih buat jadi CEO apa gimana?" Robin tidak berhenti mengumpat sejak membaca pesan dari Liam jika dirinya dengan Zahera tidak akan ke kantor hari ini. Meskipun Liam menjanjikan libur untuk besok kepada Robin, tapi tetap saja bekerja sendirian untuk pekerjaan tiga orang sungguh sesuatu sekali. Meskipun begitu, sebenarnya Robin tidak sungguh-sungguh membenci sepupunya. Dia hanya merasa kesal karena dikerjain oleh Liam dan Zahera. Ya walaupun Robin sangat yakin jika biang keroknya tetap saja Liam. Zahera tidak mungkin dengan sengaja meninggalkan pekerjaan jika bukan karena terpaksa. Di tengah ke
"Mabal yuk?" "Mabal?" Zahera sempat loading saat Liam tiba-tiba mengajaknya mabal. Paham jika Zahera tidak mengerti bahasa gaul yang sedang dikatakannya, Liam pun segera menjelaskan jika dirinya ingin mengajak Zahera bolos kerja hari ini. Zahera sampai tertawa mendengarnya. Baru ini dia melihat seorang bos mengajak karyawannya untuk sengaja membolos dari pekerjaannya. Dia mengira Liam hanya bercanda, tapi nyatanya Liam bersungguh-sungguh saat kembali mengatakannya. "Bukanlah hari ini cukup berat? Aku bisa ajak kamu ke suatu tempat yang bagus, yang bisa bikin kamu teriak-teriak memacu adrenalin dan yang jelas happy setelah pulang dari sana. Mau?" Zahera menoleh dalam diam. Menatap lekat pada Liam yang dari wajah hingga tatapan matanya tidak ada gurauan dengan ajakannya. Semua diucapkan dengan nada serius juga ekspresi yang diperlihatkan. Zahera bingung menjawabnya. Meskipun sebenarnya Zahera bukan tipe yang suka mangkir dari tanggung jawab, tapi saat ini sejujurnya dia memang but
Sanjaya tidak mengindahkan peringatan dari Alena. Dia tetap berjalan maju dan membuat Alena melakukan hal sebaliknya. Sanjaya bahkan berani memojokkan Alena, karena merasa diabaikan setelah tahu Alena sudah berada di Jakarta. "Apa maksudnya kamu bicara begitu, Lena?" hardik Sanjaya.Untuk pertama kalinya Alena melihat Sanjaya yang bersikap kasar padanya. Alena menyembunyikan rasa takut dengan memperlihatkan galeri ponselnya yang berisi video dewasa yang pernah dikirim Alea padanya. Tindakannya itu cukup membuat Sanjaya mengalihkan pandangan dengan memberikan tatapan nyalang pada Alea. Sanjaya sangat marah dengan kelancangan Alea yang sudah membuat Alena menjauhinya. Padahal tanpa video itu pun sebenarnya Alena pasti menjauhinya karena misinya selama ini sudah selesai. Tapi kini Alena punya pengalihan amarah Sanjaya dengan memfokuskan Sanjaya pada Alea. "Ini gak seperti yang kamu pikir, Alena. Alea menjebakku dengan memberikan obat ke minumanku saat itu. Kamu harus percaya sama aku
Sidang putusan perceraian Zahera dan Sanjaya sudah selesai dibacakan. Mulai hari ini, sepasang suami istri yang sudah menikah sekitar sepuluh tahun lamanya itu akhirnya kembali menjadi orang asing seperti sebelumnya. Alena mendadak mendapatkan panggilan alam dan ijin ke toilet terlebih dahulu kepada Alvino. Alena menjadi orang pertama yang keluar dari ruang sidang. Sempat terkejut saat mendapati Liam ada di luar duduk seakan sedang menunggu seseorang. "Alena?" "Liam?" "Bukannya di dalam sedang ada sidang perceraian-" Liam memotong ucapannya dan tidak melanjutkan. Alena seakan paham dengan tatapan curiga dari Liam. Segera menjelaskan meski tidak sepenuhnya diterangkan sejelas-jelasnya."Aku temannya Mbak Zahera yang baru selesai sidang barusan," ujar Alena. "Eh, aku ke toilet dulu ya, udah di ujung soalnya," sambungnya tidak ingin dicecar pertanyaan lebih banyak lagi dari ini. Liam mengangguk mempersilakan. Alena terburu-buru bukan hanya karena sudah tidak tahan untuk membuang ha
"Za, kamu sudah siap?" Zio bertanya dengan memandang Zahera sangat dalam. Zahera yang masih berada di antara alam pikiran dan kenyataan hanya terdiam. Indera pendengarannya merekam pertanyaan dari sang pengacara dengan jelas. Tapi proses menyampaikan hingga ke dalam otaknya begitu lambat. "Za, hakimnya sudah siap," tegur Zio lagi membuat Zahera menarik diri ke alam nyata. "Iya, Mas. Aku juga sudah siap," ujar Zahera akhirnya bisa mengulas senyum tipis. "Tuhan tahu mana yang baik buat kita semua, Kak," ujar Alvino mengelus ringan bahu Zahera yang berbalut blazer berwarna hijau tosca. "Semua akan baik-baik saja, Mbak. Semangat!" ucap Alena ikut memberi Zahera semangat. Zahera kembali tersenyum. Kini senyumnya sedikit terlihat lebih tulus dan manis daripada yang tadi. "Aku tahu. Ini semua akan segera berlalu, dan aku selalu bersemangat. Kalian tahu itu dengan sangat kan?" Semua yang mendengar mengangguk dengan senyum terbaik untuk memberikan energi positif kepada Zahera sebelum m