PLAK!!Terkejut. Panas. Dan tentunya sakit. Zahera memegang sekilas pipinya yang kebas setelah ditampar dengan sangat keras di depan banyak orang."Jangan pukul mama, Oma!" Bekas tamparan Mama Anita di pipi mulus Zahera bukan saja menyakiti kulit wajahnya. Tapi lebih dari itu, Abimanyu yang mengepalkan tangan ikut merasakan panasnya pipi sang ibu yang memerah. Mama Anita sendiri terlihat sedikit menyesal karena telah melakukan tindakan impulsif hanya karena terpancing sindiran Zahera yang sayangnya sebuah kenyataan. Tapi tentu saja tidak ada kata maaf yang keluar selain tatapan tajam yang membuat bibirnya kelu. Zahera memang mengatakan di depan umum, terutama di depan teman-teman mertuanya jika Sanjaya sedang menjemput wanita lain di Bandara. Tapi itu bukan bualan semata karena pada kenyataannya seperti itu. Dan lagi, semua itu juga karena Mama Anita terlebih dahulu yang memancingnya. "Sudah, Abi. Biarkan saja. Kita makan di tempat lain ya?" bujuk Zahera tidak mau semakin lama ber
Mama Anita harus puas mendapat sindiran dari teman-temannya sendiri setelah tanpa diduga bertemu dengan Sanjaya dan Alena yang baru tiba di restoran saat Mama Anita dan temannya akan keluar karena sudah selesai mengobrol dan makan bersama. Kedekatan Sanjaya dan Alena, apalagi masuk dengan tangan yang bertaut, tentu saja menjadi perhatian mereka yang melihatnya. Meskipun pertemanan Mama Anita dengan perkumpulannya sangat dekat, tapi jika sudah mengangkat isu perselingkuhan atau poligami, tetap saja mereka akan lebih pro kepada pihak istri pertama. Sebagai sesama kaum hawa yang tidak rela dimadu, jelas mereka akan mencela pria tidak setia yang mudah tergoda dengan wanita lain. "Padahal Zahera udah paket komplit gitu lho. Kok bisa ya kecantol sama yang lain? Ya walaupun yang ini lebih muda dari Zahera, tapi Zahera juga masih cantik," bisik Jeng Wulan pada Jeng Rita. Keduanya sama-sama teman Mama Anita. "Iya, aku juga heran. Kalau jadi cerai, biarin deh nanti aku tawarin anak sulung a
Zahera memijat dahinya yang berdenyut. Baru saja dirinya mendapatkan balasan pesan dari Sanjaya mengenai permintaan supaya pria itu tidak perlu datang ke mediasi perceraian yang akan berlangsung dalam beberapa waktu kedepan. Namun sayangnya, pria itu justru menolak dan masih berharap bisa berdamai tanpa ada perpisahan. Berdasarkan saran dari pengacaranya — Zio, proses perceraian bisa dipercepat jika proses mediasi gagal. Untuk itulah Zahera meminta Sanjaya untuk mangkir dari panggilan mediasi. Meski kemudian berakhir dengan sebuah penolakan. "Susah banget sih cuma mau cerai aja," geram Zahera setelah membaca pesan dari Sanjaya. Padahal sudah jelas jika sikap pria itu tidak pernah menunjukkan jika dirinya punya niat untuk perbaiki hubungan. Bahkan dengan terang-terangan menunjukkan perhatiannya pada wanita lain yang pernah diakui di depan Zahera sebagai cintanya yang lain. "Sudahlah. Aku memang harus sabar dan melalui setiap prosesnya sebagai pengingat di masa mendatang untuk tidak
"Mas maaf ya yang tadi. Soalnya kesal aku tuh sama Mas Jaya. Susah banget cuma buat terima gugatan cerai aku. Mana tadi di mediasi tetap aja minta rujuk." Zio bukan tidak tahu jika Zahera mau berdekatan dengannya sedikit berlebihan saat di depan Kantor Pengadilan Agama tadi atas dasar apa. Jelas itu sebuah trik lama untuk membuat pasangannya panas. Apalagi setelah mereka berdua saja, Zahera mengakuinya dengan terang-terangan. "Iya aku tau." "Mas Zio sudah tahu?" Zio menganggukkan kepala. Kemudian memperlihatkan isi pesan di ponselnya. "Mediator bilang pihak tergugat minta waktu mediasi sekali lagi." "Serius? Ya tuhan! Mas Jaya bener-bener deh pengen prosesnya dilamain," seru Zahera melimpahkan kekesalan pada sang pengacara. "Kamu bisa gak dateng kalau mau. Biar aku yang wakilin," tawar Zio tapi Zahera menolak.Sebenarnya Zio sudah menawarkan hal itu sejak mediasi sebelumnya, tapi Zahera merasa tidak puas jika tidak berhadapan langsung dengan Sanjaya. Ada rasa takut jika situasi
Zahera dibuat tersedak saat mendengar dua pilihan yang disarankan Alena dengan wajah datar. Punggungnya seketika ditegakkan supaya bisa menghirup oksigen jauh lebih banyak dari sebelumnya. Entahlah, mungkin mendadak dada Zahera terasa sesak mendengar dua opsi yang sama-sama tidak nyaman di telinganya. "Jelas aku gak mungkin buat menunda perceraian, Lena. Terlalu beresiko. Kalau aku memilih buat kembali sama Mas Jaya, sama saja aku kembali menyerahkan diri padanya. Meskipun hanya sementara, tapi aku harus berpikir jauh."Alena memperhatikan penjelasan perempuan yang selalu digadang-gadang seperti kakak kandungnya sendiri. Alena memang masih terlalu muda untuk memikirkan sesuatu dengan jangka panjang. Berbeda dengan Zahera yang berpikirnya selalu jauh ke depan. Ibarat Alena akan memikirkan langkah satu dua langkah di depannya. Maka Zahera akan berpikir sepuluh hingga dua puluh langkah lebih jauh. "Sederhananya gini, kalau aku memilih untuk menunda perceraian, otomatis aku harus men
Zahera sudah menaikkan garis sudut bibir menahan tawanya, saat mendengar seseorang yang bahkan namanya saja belum diketahuinya, mendoakan untuk dipercepat proses perceraiannya. Jika bukan Zahera sendiri yang mengajukan gugatan cerai, mungkin Zahera akan marah bahkan mengumpat saat mendengar pernikahannya seakan disumpahi untuk segera berakhir. Tapi karena pada kenyataannya perpisahan itu yang sedang Zahera inginkan, maka doa itu pun diaminkannya di dalam hati. "Hush, Mah! Gak sopan ngomong kayak gitu," tegur seorang pemuda yang hampir luput dari pengawasan Zahera. Kembali memperhatikan sosok yang tadi sempat diingatnya karena pernah bertemu saat di Balikpapan sebagai orang yang tidak sengaja ditabrak suaminya. 'Ini Mas Liam kan ya? Mau nyapa tapi gak berani. Dia aja kayak gak kenal gitu gayanya. Daripada malu sendiri, mending ikutan cuek anggap saja gak pernah kenal,' batin Zahera tanpa memutus tatapan pada pemuda yang juga menatap padanya. Liam sendiri juga mengumpat dalam hati
"Kita pulang sama siapa, Ma?" tanya Abimanyu saat diajak masuk ke dalam mobil Liam.Zahera sudah membuka pintu penumpang sebelah kemudi untuk sang anak saat pertanyaan itu dilontarkan. Sambil menatap sosok yang ditanyakan, Zahera pun menjawab dengan singkat. "Teman." Kemudian Zahera membantu Abimanyu duduk di bangku depan, baru setelahnya Zahera sendiri duduk di bangku tengah. Sengaja supaya tidak bersisian lagi duduk dengan Liam, tapi juga tidak membiarkan Liam duduk di depan sendiri dan merasa seperti dijadikan sebagai seorang sopir. Seperti sindirannya beberapa saat yang lalu. Hal yang tidak disangka Zahera adalah uluran tangan Liam yang mengajak Abimanyu berkenalan dengan ramah. Padahal saat berdua dengannya tadi, pria itu sama sekali tidak memperlihatkan ekspresi bersahabat. Terlalu datar dan dingin. "Om yang dulu pernah nabrak bagian belakang mobil mama, waktu mobil mama berhenti mendadak kan?" tanya Abimanyu sambil menyambut uluran tangan Liam. "Daya ingatmu jauh lebih bag
Zahera terbangun dengan rasa ringan di badannya. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya terbuka lebar. Mulutnya masih sempat menguap dengan ditutupi punggung tangan kirinya. Sampai kemudian tingkat kesadarannya kembali penuh. "Jam berapa ini?" desisnya melirik ke sebelah dinding di bagian kanannya. Dahi mengernyit melihat jarum jam pendek menunjuk ke angka tiga. Ingatan akan terakhir sebelum terlelap juga muncul begitu saja. Zahera ingat terakhir tadi masih berada di bangku mobil milik Liam. Dan sekarang tiba-tiba sudah berada di kamar tidurnya dengan nyaman. "Kapan aku pindah ke kamarnya? Apa aku sempat jalan sambil tidur saking ngantuknya?" monolognya lagi merasa ragu. Tapi Zahera juga tidak punya tebakan lain dibandingkan dengan itu. Meski sebenarnya itu adalah tebakan paling tidak logis yang pernah dipikirkannya. "Ah, tidur apa pingsan sih? Bisa lama banget. Aku sampai melewatkan makan siang anakku," sesal Zahera segera membangunkan badannya. Menurunkan kaki satu p