"Ma, tadi di rumah sakit ada yang ngaku-ngaku jadi istrinya Mas Jaya," adu Zahera pada Mama Anita di sebuah sambungan telepon.
Zahera yang merasa bosan menunggu jam besuk di luar ruang ICU akhirnya memilih melakukan panggilan suara ke nomor ibu mertuanya. Selain untuk mengadukan kelakuan anaknya yang membuat Zahera curiga, tentu saja sekalian Zahera ingin mengontrol kondisi Abimanyu yang dititipkannya sementara kepada Mama Anita. "Ah, masa sih, Za? Kan kamu juga tau sendiri gimana bucinnya Sanjaya sama kamu selama ini. Kayaknya itu cuma orang iseng atau fansnya Sanjaya aja deh. Mama masih percaya kalau Sanjaya pasti setia sama kamu, Za. Gak ada satu pun alasan yang bisa membuka peluang Sanjaya buat berpaling dari kamu. Kamu itu punya semua kriteria istri idaman. Gila aja kalau dia sampai berani selingkuh dari kamu. Mama sendiri nanti yang akan potong anunya itu!" balas Mama Anita dengan geram.Zahera sedikit tertawa mendengar jawaban panjang ibu mertuanya. Meski terdengar mengerikan sekaligus menenangkan, tapi tetap saja Zahera merasa masih ada yang mengganjal di hatinya. Untuk pertama kalinya setelah sembilan tahun menikah, Zahera menaruh kecurigaan yang besar kepada Sanjaya. "Semoga saja apa yang mama bilang benar," desis Zahera pelan. "Udah, jangan banyak pikiran. Nanti Sanjaya sudah sembuh, malah kamu yang gantian sakit gara-gara stres dan overthinking. Abimanyu udah bangun nih," ujar Mama Anita sampai kemudian disahuti oleh suara si kecil Abimanyu."Hayo, Mama. Ma, Abi angen ama mama nih…" sahut Abimanyu dengan suara cadelnya, membuat kedua bola mata Zahera berkaca-kaca karena rindu. Ini adalah kali pertama Zahera pergi tanpa anak istimewanya. Anak usia 7 tahun yang tingkahnya masih seperti bayi 3 tahun itu, tidak pernah lepas dari pemantauannya. Abimanyu juga yang menjadi alasan Zahera berhenti dari pekerjaannya 8 tahun yang lalu. Zahera berniat untuk mendedikasikan sisa waktunya untuk mengurus anak dan suami, hingga merelakan karirnya yang saat itu sedang bagus-bagusnya menjadi seorang sekretaris. "Halo, Abi sayang! Mama juga kangen banget nih sama Abi…"Zahera pun melupakan sejenak kecurigaannya pada Sanjaya. Dia ingin melepas rindu kepada sang putra yang terpaksa ditinggalkan sementara karena situasinya yang tidak memungkinkan untuk diajak ikut ke Surabaya. Sejak mendengar Sanjaya masuk ICU, Zahera langsung menitipkan Abi ke Mama Anita dan kemudian menyetir sendiri mobilnya dari Jakarta ke Surabaya. Rasa khawatir pada sang suami membuat keberaniannya bisa mengalahkan akal dan pikirannya. Jika bukan karena cinta, mana mau Zahera melakukan perjalanan jarak jauh antara Jakarta ke Surabaya yang lebih dari 10 jam lamanya itu. Menyetir sendiri pula, nonstop lebih dari 10 jam! Sungguh besar pengaruh kekuatan cinta yang dimilikinya. Zahera sampai berjanji dalam hatinya jika pengorbanannya ini dibalas dengan kecurangan, dia akan memastikan suaminya mendapatkan balasan yang setimpal. ***Tepat pukul 16.00 WIB, pintu ruang ICU dibuka. Para penunggu pasien ICU mulai masuk satu persatu dan menemui keluarga masing-masing. Zahera melakukan hal yang sama. Berjalan perlahan menuju ranjang yang diyakini milik suaminya. Ada seorang tenaga medis yang sedang mengecek kondisi Sanjaya. Zahera sedikit ragu saat akan mendekat karena takut mengganggu. Namun ternyata tenaga medis itu justru begitu ramah dan menyapa Zahera terlebih dahulu."Mau menjenguk Pak Sanjaya ya, Bu? Ibu siapanya?" Zahera kembali kesal karena mengingat kejadian tadi, setelah menjawab jika dirinya adalah istrinya Sanjaya, dokter jaga justru terlihat meragukan jawabannya dan mendapati kenyataan ada perempuan lain yang lebih dulu mengaku sebagai istri suaminya juga. "Saya masih istri sahnya Pak Sanjaya sih. Tapi gak tau ya kenapa semalam ada yang lebih dulu mengaku sebagai istrinya juga. Gak tau deh dia punya istri berapa!" Zahera berkata dengan ketus sambil menatap tajam penuh intimidasi pada suaminya yang ternyata sudah sadar. Meski dia tidak akan bisa menyahut ucapannya karena mulut dan hidungnya dipenuhi dengan alat bantu yang membuatnya sulit untuk berbicara. Menggerakkan kepalanya pun tidak bisa. Namun tatapan mata terkejut dari suaminya pun terlihat sangat jelas. "Ah iya, Bu. Perkenalkan saya Dokter Firman, yang kebetulan menjadi salah satu dokter penanggungjawab kondisi Pak Sanjaya." Untungnya kali ini Dokter Firman tidak memperkeruh keadaan dengan mendebat status Zahera sebagai istri Sanjaya. Dia justru menjelaskan secara detail kondisi sang suami dengan ramah dan membuat Zahera sedikit melunak karena sungkan atas keramahan sang dokter. Zahera juga sempat menanyakan beberapa hal mengenai kondisi suaminya dan tentu saja dijawab dengan baik oleh sang dokter. Setelah dirasa sudah cukup informasinya, Dokter Firman pun kembali ke meja kerja tim medis yang berada di tengah-tengah ruang ICU yang luas. Zahera yang masih kesal dengan suaminya sempat akan beranjak pergi juga, tapi tangannya lebih dulu ditahan Sanjaya. Zahera menoleh dan menatap kedua bola mata sang suami."Apa?" Pertanyaan Zahera hanya ditanggapi dengan kedipan mata. Seakan paham dengan apa yang diinginkan suaminya, Zahera segera merogoh tas selempangnya dan mengeluarkan buku catatan kecil miliknya dan sebuah pulpen dan bertanya lagi. "Ini?" Memang sedalam itu ikatan batin keduanya. Tanpa kata, Zahera sudah bisa membaca apa yang diinginkan sang suami hanya dengan memperhatikan tatapan matanya saja. Sanjaya kembali mengedipkan mata dan meraih barang itu dengan tangannya. Beruntung kedua tangan Sanjaya tidak ada yang diikat seperti pasien lain di ruang ICU tersebut. Beberapa pasien yang tidak kooperatif dengan pemasangan alat bantu medis, biasanya akan ditali kedua tangannya di atas ranjang supaya tidak banyak bergerak dan tetap di ranjang dengan berbagai alat bantu medis yang dibutuhkan.Zahera menunggu apa yang akan ditulis sang suami di buku catatannya. Sanjaya terlihat kesulitan karena posisi tubuhnya yang tidak bisa bergerak banyak. Apalagi bagian kepalanya juga tidak boleh diangkat sedikitpun.[Zahera, tolong jangan salah paham terhadap apapun yang belum aku ceritakan. Nanti aku pasti akan jelaskan semuanya setelah aku sembuh dan keluar dari rumah sakit. Tolong percaya sama aku! Jangan sampai kemakan fitnah orang lain yang bisa membuat keluarga kita berantakan. Aku sayang sama kamu. Sangat sayang. Kamu tahu itu kan, Ma?]Zahera membaca tulisan panjang dari suaminya itu di dalam hatinya. Meski dalam keterbatasan gerak dan membuat tulisannya cukup berantakan, untungnya Zahera masih bisa membaca tulisan itu dengan cukup jelas. "Kamu tahu kan, Mas? Selama ini aku selalu percaya sama kamu. Apapun yang orang lain bilang tentang kamu, entah temanku sampai sahabatku sendiri, aku masih memilih untuk percaya sama kamu. Aku harap kamu gak bikin aku kecewa sampai kapan pun," balas Zahera setelah menghela napas dalam-dalam.Setelah dirawat di ICU beberapa hari, akhirnya kondisi Sanjaya semakin membaik. Zahera menjaga dan merawat suaminya dengan telaten seakan tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Sanjaya merasa seperti di atas angin karena yakin istrinya masih mempercayai dirinya penuh seperti biasanya. "Aku gak sabar pengen pulang. Kangen tidur sama kamu, kangen sama Abi. Abi nanyain aku gak, Ma?" ucap Sanjaya dengan manja setelah alat bantunya semua dilepas dan bisa berbicara dengan lancar lagi. Kondisi Sanjaya memang sudah sangat baik. Siang ini setelah dokter visit dan melihat tidak ada kondisi yang menurun, bisa dipastikan Sanjaya bisa dialihkan ke ruang rawat biasa sebelum kemudian boleh benar-benar pulang. "Abi selalu nanyain kamu, Mas. Nanti kalau sudah dipindah ke ruang rawat inap biasa baru bisa video call sama Abi. Semoga saja dokternya cepat datang dan beneran bisa dipindah siang ini." Sebenarnya pagi ini bukanlah waktu untuk membesuk pasien ICU. Namun karena kemungkinan besar Sanjaya akan d
Meski awalnya Alvino sempat tidak percaya dengan permintaan sang kakak, tapi akhirnya permintaan tersebut dipenuhi juga. Aplikasi untuk menyadap HP sudah dikirimkan kepada sang kakak begitu panggilan mereka berakhir. Tentu saja Alvino juga menjelaskan cara memasang perangkat lunak tersebut di HP sang suami tanpa meninggalkan jejak dan menimbulkan kecurigaan, supaya tidak diketahui keberadaannya sama sekali. Zahera mengikuti semua arahan dan segera mengaplikasikan instruksi yang diajarkan sang adik pada ponsel sang suami. Zahera bergerak cepat karena setelah keluar dari ruang ICU, ponsel Sanjaya pasti akan diberikan kepada yang punya kembali, demi menjunjung tinggi menghormati privasi pasangan. Selama ini baik Zahera maupun Sanjaya memang tidak pernah saling menuntut untuk mengecek isi ponsel satu sama lain. Mereka benar-benar pasangan yang bisa membangun kepercayaan 100%. Sehingga mereka tidak merasa butuh untuk memantau isi ponsel pasangannya. "Maaf, Mas. Aku terpaksa harus melak
Zahera sudah menyimpan bukti screenshot talak yang dijatuhkan suaminya pada seorang wanita lain yang bernama Siska. Dia yakin foto itu akan berguna suatu saat nanti. "Aaarrrrggghhh…" Zahera kacau. Marah, sedih, kecewa dan rasa tidak percaya bercampur menjadi satu. Butuh waktu satu jam lamanya sebelum kemudian Zahera kembali ke ruangan suaminya dirawat dan berpura-pura tidak mengetahui sesuatu. Meski hatinya ingin sekali segera melabrak suaminya yang sudah berkhianat, tapi otaknya masih berusaha keras untuk tidak bersikap gegabah. Zahera sudah membaca berbagai hal tentang perceraian. Jika saat ini dia meminta cerai kepada sang suami, bisa saja dia akan kehilangan hak asuh atas Abimanyu karena dianggap tidak mampu menghidupi sendiri putranya yang kebutuhan khusus tersebut. Belum lagi kedekatan Abimanyu dengan Sanjaya yang tidak diragukan lagi. Zahera tidak mau membuat anaknya syok apalagi kehilangan anak tersebut. Zahera tidak mau ambil resiko. Dia sama sekali tidak akan mau jika h
Selesai dari bandara mengantar kepergian Sanjaya, Zahera tidak langsung pulang menuju rumahnya. Dia membelokkan arah mobilnya menuju sebuah restoran dimana dia sudah membuat janji dengan seseorang. "Pak Anwar?" sapanya setelah sampai di meja yang dijanjikan."Bu Zahera ya?" "Betul, Pak. Maaf sudah menunggu saya lama ya?" ujar Zahera lagi sambil mengedarkan pandangan pada ketiga anak muda yang duduk semeja dengan Pak Anwar."Nggak kok, Bu. Kami baru sampai juga," balas Pak Anwar dengan ramahnya. "Oh ya, kenalkan ini Azam, Risti sama Gusti, tim yang akan membantu penyelidikan kita," sambungnya lagi memperkenalkan anak buahnya yang selama ini membantu Pak Anwar dalam melakukan pekerjaannya. Zahera pun berkenalan dengan ketiganya secara bergantian. Pak Anwar mengenalkan anggota timnya beserta keahlian masing-masing. Azam dan Risti yang biasanya akan terjun ke lapangan untuk mengikuti target dan melakukan penyamaran sesuai misi yang dijalankan. Sedangkan Gusti yang memiliki ketrampilan
"Mamaaa…" Suara lantang Abimanyu, membuat Zahera tersenyum. Sejak pulang dari restoran dan mengobrol banyak dengan Zio, Zahera kembali dibuat patah hati dengan kenyataan masa lalu sang suami. Tabiat buruk Sanjaya ternyata memang sudah terjadi sejak mereka belum menikah. Dan salah satu korbannya adalah Zia, adik perempuan pengacara Zio yang saat ini sudah menetap di luar negeri bersama keluarga barunya. Bahkan tadi, Zahera juga sempat mengobrol dan diceritakan langsung oleh Zia melalui sambungan telepon. Sebenarnya Zahera tidak mau membawa cerita masa lalu suaminya ke masa yang sekarang. Hanya saja, jika kelakuan buruk di masa lalu masih dilakukan berulang di masa sekarang, Zahera jadi menyangsikan apakah suaminya bisa berubah di masa mendatang ataukah tidak."Abi gimana sekolahnya, Nak?" Zahera menekuk kakinya dan berlutut supaya badannya sejajar dengan tinggi Abimanyu. Mengesampingkan kegundahan hatinya saat ini demi terlihat baik-baik saja di depan anaknya. "Seyu, Ma! Abi walna
"Ma, sebenarnya kamu itu kenapa? Ini pertama kalinya kamu bertingkah ceroboh kayak tadi lho, Ma. Tolong kalau ada apa-apa, kamu bilang sama aku, Sayang. Aku gak mau kalau di belakang aku, ternyata kamu punya masalah dan hadapi masalah itu sendirian. Kamu punya aku, Ma. Aku pasti bantu apapun masalah kamu," bujuk Sanjaya sambil menyuapi Zahera makan malam. Tanpa tahu jika masalah Zahera ada pada dirinya sendiri.Sejak mendengar dari Abimanyu istrinya menangis tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi, Sanjaya memilih langsung bertolak ke Jakarta dengan penerbangan seadanya. Sehingga malam ini, Sanjaya sudah kembali berada di kediamannya dan merawat istrinya yang sakit. "Maaf," balas Zahera singkat seperti sebelumnya.Sanjaya membuang napas dengan kasar. Dia tidak marah pada kecintaannya. Tidak pernah bisa marah. Sanjaya hanya merasa gagal membujuk Zahera untuk berterus terang dan bercerita seperti biasanya. Sanjaya khawatir pada istrinya.Selama ini Zahera tidak pernah menyembunyikan apa
"Ini beneran Mbak Zahera?" "Iya, Alena. Kamu udah lupa sama wajahku? Aku udah kelihatan tua banget ya? Sampai kamu pangling gak percaya begitu aku bilangin." "Bukan tua sih, Mbak. Tapi lebih tepatnya mungkin keliatan makin seksi ya? Padat, berisi," puji Alena yang justru membuat Zahera mendengus. "Mana ada kelihatan seksi cuma dari wajah doang. Bilang aja aku sekarang gendutan," gerutu Zahera yang kemudian mengundang tawa Alena. Sejak melihat foto Alena bersama Sanjaya yang dikirimkan Pak Anwar, Zahera minta dicarikan cara untuk bisa menghubungi gadis itu secara pribadi. Zahera mengenal Alena. Alena pernah magang di tempatnya bekerja dulu saat Alena masih kuliah dan Zahera belum menikah. Sudah lama sekali. Mungkin bisa 10 tahun yang lalu, dan Zahera masih sangat hafal dengan wajah cantik Alena. Mungkin karena dulu mereka juga sudah dekat cukup lama. Sehingga tidak akan sulit bagi Zahera untuk bisa mengenali wajah Alena yang bertambah dewasa. Alena sendiri sebenarnya masih mengen
"Kak, kamu jangan berbuat yang aneh-aneh deh. Kalau cuma mau gugat cerai Mas Jaya, sudah langsung gugat aja. Jangan cari penyakit dengan bikin banyak drama di antara kalian." Belum lama setelah Zahera memutus sambungan panggilan videonya dengan Alena, ponselnya sudah berdering lagi dengan adik laki-lakinya yang menjadi si pemanggil. Tanpa basa basi apapun, Alvino langsung memberikan peringatan keras kepada Zahera. "Kamu ngomong apa sih, Dik?" sentaknya secara spontan.Zahera sedikit terkejut tapi segera ditutupi dengan cara mengomeli adiknya seperti biasa. Ingin bertanya kenapa sang adik bisa bertanya demikian seolah tahu apa yang sedang dilakukannya, tapi kemudian kembali diurungkan karena Zahera merasa sudah tahu jawabannya. "Kamu retas ponselnya, Kakak?" tuduhnya dengan yakin.Alvino memang ahli di bidang itu. Selain kuliah, di luar negeri dia juga punya pekerjaan sampingan sebagai peretas kerah putih. Yang tentu saja tidak banyak yang tahu, kecuali Zahera. Dia tahu akan bakat t
'Ini maksudnya apa?' batin Zahera. Pertanyaan tersirat dari Evander Lim kepada Zahera tentu saja membuatnya sangat syok. Apalagi dengan tatapan dalam dari ketiga putra yang dimaksudkan oleh pria paruh baya tersebut. Zahera hanya bisa menoleh ke kanan kiri menyembunyikan kebingungannya. Sedangkan Abimanyu dan Alvino yang diam saja justru terlihat lebih tenang dan tidak sebingung Zahera saat ini. Pertama kalinya Liam tahu jika Zahera adalah kakaknya Alvino, dia sempat terkejut juga. Tapi itu tidak membuatnya mundur untuk mendekati Zahera dan anaknya. Tiga bulan ke belakang Alvino maupun Abimanyu sudah menjadi saksi bagaimana Leon, Lim dan Liam sama-sama berusaha mendekati Zahera dengan berbagai cara. Zahera memang terlihat menanggapi ketiganya dengan sama baiknya. Sayangnya tidak lantas membuat Zahera berpikir terlalu jauh tentang tujuan dari pendekatan ketiganya. "Za, ketiga putra Tante suka sama kamu sudah dari lama. Kamu gak sadar ya?" ujar Liana dengan nada menggoda. Zahera ha
Sejak pulang dari pengadilan agama, Sanjaya tidak banyak bicara meskipun Alea dan Mama Anita terus mengajaknya berbicara. Sanjaya masih syok dengan apa yang didengarnya dari Alena. Dia baru sadar jika selama ini Alena tidak benar-benar tertarik dan ada rasa dengannya. Dan Sanjaya dibuat sangat sakit hati. 'Padahal aku sungguh sayang sama dia,' batin Sanjaya masih tidak menerima takdirnya. Sanjaya sama sekali tidak menyangka jika Alena bersandiwara hanya untuk membantu Zahera memiskinkan dirinya. Benar-benar miskin karena semua aset yang dimilikinya dulu, kini sudah beralih nama menjadi milik Zahera, Abimanyu dan juga Alena. Satu-satunya yang masih dimiliki Sanjaya hanyalah pekerjaannya sebagai CEO di perusahaan yang sudah beralih nama menjadi milik Zahera dan nantinya akan diwariskan kepada putra semata wayang mereka. 'Aku tidak masalah jika harus memberikan hartaku untuk mereka karena aku memang menyayanginya. Tapi kenapa harus ditinggalkan oleh mereka semua?' Sanjaya sudah bera
"Langsung ke rumah saja, Liam. Kita bicara di rumah!" perintah Evander Lim pada putra bungsunya setelah mengetahui sesuatu yang lain dari Liana — istrinya. Awalnya Evander Lim hanya tengah memberitahu kepada istrinya mengenai kedua putranya yang menyukai wanita yang sama. Tapi begitu tahu siapa wanita yang dimaksud, Liana semakin heboh karena jelas dia juga mengenal Zahera, bahkan sempat ingin menjodohkannya kepada Leon dan tanggapan Leon juga cukup positif. Evander Lim dan Liana tidak pernah menyembunyikan masalah sekecil apapun. Mereka lebih suka saling terbuka dan menyelesaikan semua permasalahan bersama tanpa ada yang ditutup-tutupi. "Ini kenapa ketiga putraku malah kecantol satu janda yang sama?" gumam Evander Lim sambil menepuk dahinya. Kemudian dia keluar dari dalam ruangan kerja putranya untuk pulang karena pertemuan dan diskusi tentu berubah haluan ke rumah yang juga dihadirkan putra lainnya dan juga sang istri. Evander Lim dan Liam sampai hampir bersamaan. Sebenarnya Li
"Papa?" Belum sempat Zahera bertanya maksud dari Evander Lim mengatakan putranya yang lain itu siapa, suara sahutan dari belakangnya seakan menjawab kebingungannya dengan kebingungan yang lain. 'Papa? Mas Liam panggil Paman Lim dengan sebutan papa? Maksudnya, Mas Liam dan Dokter Lui itu saudaraan?' batin Zahera menatap bergantian antara Liam dan Evander Lim seakan tidak percaya dengan apa yang didengar. Padahal jika Zahera jeli dan memperhatikan detail garis wajah Evander Lim dengan Liam maupun Lui sama-sama memiliki garis wajah yang cukup mirip. Sama-sama berwajah oriental utamanya keturunan dari Negeri Gingseng. Liam menyampirkan blazer milik Zahera tanpa peduli papanya sudah menatap curiga pada mereka. Liam akan pura-pura tidak tahu jika kedua orang di depannya sudah saling kenal. Zahera sendiri sempat tersentak dengan perlakuan manis Liam meski sudah beberapa kali mendapatkannya sejak mereka kenal. Tapi disaksikan oleh Paman Lim seperti ini tentu saja membuat Zahera merasa ca
Jika di luar, Liam dan Zahera sedang bersenang-senang menikmati wahana flyboard, maka Robin di perusahaan menjadi tumbal untuk mengerjakan pekerjaan yang menggunung. Pertemuan dengan klien hari ini jelas harus dibatalkan semuanya. Karena Robin yang bekerja sendirian tidak mungkin meninggalkan perusahaan untuk sebuah pertemuan. "Ah sialan! Punya bos gak ada akhlak memang. Ini maksudnya aku dilatih buat jadi CEO apa gimana?" Robin tidak berhenti mengumpat sejak membaca pesan dari Liam jika dirinya dengan Zahera tidak akan ke kantor hari ini. Meskipun Liam menjanjikan libur untuk besok kepada Robin, tapi tetap saja bekerja sendirian untuk pekerjaan tiga orang sungguh sesuatu sekali. Meskipun begitu, sebenarnya Robin tidak sungguh-sungguh membenci sepupunya. Dia hanya merasa kesal karena dikerjain oleh Liam dan Zahera. Ya walaupun Robin sangat yakin jika biang keroknya tetap saja Liam. Zahera tidak mungkin dengan sengaja meninggalkan pekerjaan jika bukan karena terpaksa. Di tengah ke
"Mabal yuk?" "Mabal?" Zahera sempat loading saat Liam tiba-tiba mengajaknya mabal. Paham jika Zahera tidak mengerti bahasa gaul yang sedang dikatakannya, Liam pun segera menjelaskan jika dirinya ingin mengajak Zahera bolos kerja hari ini. Zahera sampai tertawa mendengarnya. Baru ini dia melihat seorang bos mengajak karyawannya untuk sengaja membolos dari pekerjaannya. Dia mengira Liam hanya bercanda, tapi nyatanya Liam bersungguh-sungguh saat kembali mengatakannya. "Bukanlah hari ini cukup berat? Aku bisa ajak kamu ke suatu tempat yang bagus, yang bisa bikin kamu teriak-teriak memacu adrenalin dan yang jelas happy setelah pulang dari sana. Mau?" Zahera menoleh dalam diam. Menatap lekat pada Liam yang dari wajah hingga tatapan matanya tidak ada gurauan dengan ajakannya. Semua diucapkan dengan nada serius juga ekspresi yang diperlihatkan. Zahera bingung menjawabnya. Meskipun sebenarnya Zahera bukan tipe yang suka mangkir dari tanggung jawab, tapi saat ini sejujurnya dia memang but
Sanjaya tidak mengindahkan peringatan dari Alena. Dia tetap berjalan maju dan membuat Alena melakukan hal sebaliknya. Sanjaya bahkan berani memojokkan Alena, karena merasa diabaikan setelah tahu Alena sudah berada di Jakarta. "Apa maksudnya kamu bicara begitu, Lena?" hardik Sanjaya.Untuk pertama kalinya Alena melihat Sanjaya yang bersikap kasar padanya. Alena menyembunyikan rasa takut dengan memperlihatkan galeri ponselnya yang berisi video dewasa yang pernah dikirim Alea padanya. Tindakannya itu cukup membuat Sanjaya mengalihkan pandangan dengan memberikan tatapan nyalang pada Alea. Sanjaya sangat marah dengan kelancangan Alea yang sudah membuat Alena menjauhinya. Padahal tanpa video itu pun sebenarnya Alena pasti menjauhinya karena misinya selama ini sudah selesai. Tapi kini Alena punya pengalihan amarah Sanjaya dengan memfokuskan Sanjaya pada Alea. "Ini gak seperti yang kamu pikir, Alena. Alea menjebakku dengan memberikan obat ke minumanku saat itu. Kamu harus percaya sama aku
Sidang putusan perceraian Zahera dan Sanjaya sudah selesai dibacakan. Mulai hari ini, sepasang suami istri yang sudah menikah sekitar sepuluh tahun lamanya itu akhirnya kembali menjadi orang asing seperti sebelumnya. Alena mendadak mendapatkan panggilan alam dan ijin ke toilet terlebih dahulu kepada Alvino. Alena menjadi orang pertama yang keluar dari ruang sidang. Sempat terkejut saat mendapati Liam ada di luar duduk seakan sedang menunggu seseorang. "Alena?" "Liam?" "Bukannya di dalam sedang ada sidang perceraian-" Liam memotong ucapannya dan tidak melanjutkan. Alena seakan paham dengan tatapan curiga dari Liam. Segera menjelaskan meski tidak sepenuhnya diterangkan sejelas-jelasnya."Aku temannya Mbak Zahera yang baru selesai sidang barusan," ujar Alena. "Eh, aku ke toilet dulu ya, udah di ujung soalnya," sambungnya tidak ingin dicecar pertanyaan lebih banyak lagi dari ini. Liam mengangguk mempersilakan. Alena terburu-buru bukan hanya karena sudah tidak tahan untuk membuang ha
"Za, kamu sudah siap?" Zio bertanya dengan memandang Zahera sangat dalam. Zahera yang masih berada di antara alam pikiran dan kenyataan hanya terdiam. Indera pendengarannya merekam pertanyaan dari sang pengacara dengan jelas. Tapi proses menyampaikan hingga ke dalam otaknya begitu lambat. "Za, hakimnya sudah siap," tegur Zio lagi membuat Zahera menarik diri ke alam nyata. "Iya, Mas. Aku juga sudah siap," ujar Zahera akhirnya bisa mengulas senyum tipis. "Tuhan tahu mana yang baik buat kita semua, Kak," ujar Alvino mengelus ringan bahu Zahera yang berbalut blazer berwarna hijau tosca. "Semua akan baik-baik saja, Mbak. Semangat!" ucap Alena ikut memberi Zahera semangat. Zahera kembali tersenyum. Kini senyumnya sedikit terlihat lebih tulus dan manis daripada yang tadi. "Aku tahu. Ini semua akan segera berlalu, dan aku selalu bersemangat. Kalian tahu itu dengan sangat kan?" Semua yang mendengar mengangguk dengan senyum terbaik untuk memberikan energi positif kepada Zahera sebelum m