Setelah dirawat di ICU beberapa hari, akhirnya kondisi Sanjaya semakin membaik. Zahera menjaga dan merawat suaminya dengan telaten seakan tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Sanjaya merasa seperti di atas angin karena yakin istrinya masih mempercayai dirinya penuh seperti biasanya.
"Aku gak sabar pengen pulang. Kangen tidur sama kamu, kangen sama Abi. Abi nanyain aku gak, Ma?" ucap Sanjaya dengan manja setelah alat bantunya semua dilepas dan bisa berbicara dengan lancar lagi. Kondisi Sanjaya memang sudah sangat baik. Siang ini setelah dokter visit dan melihat tidak ada kondisi yang menurun, bisa dipastikan Sanjaya bisa dialihkan ke ruang rawat biasa sebelum kemudian boleh benar-benar pulang. "Abi selalu nanyain kamu, Mas. Nanti kalau sudah dipindah ke ruang rawat inap biasa baru bisa video call sama Abi. Semoga saja dokternya cepat datang dan beneran bisa dipindah siang ini." Sebenarnya pagi ini bukanlah waktu untuk membesuk pasien ICU. Namun karena kemungkinan besar Sanjaya akan dipindahkan ke ruang rawat inap biasa siang ini, maka perawat di ruang ICU memanggil Zahera untuk diajarkan cara membersihkan pasien.Karena selama di ruang ICU ini, kebutuhan bersih-bersih pasien di-handle oleh perawat rumah sakit. Sedangkan setelah di ruang rawat inap biasa nanti, keluarga pasien sendirilah yang akan mengurus keperluan bersih-bersih pasiennya. "Maaf ya, Ma. Aku jadi ngerepotin kamu terus," cicit Sanjaya mengambil simpati istrinya. Sanjaya memang selalu bersikap manis dan berkata lemah lembut kepada Zahera. Tatapan penuh cinta selalu dirasakan sepenuhnya oleh Zahera. Namun kejadian beberapa waktu yang lalu masih membekas di hati dan pikirannya."Aku masih istrimu kan, Mas? Jadi kamu gak perlu merasa merepotkan," tandas Zahera dingin. Padahal biasanya dia akan tersipu malu saking merasa dicintai sang suami sampai tidak tega membuatnya kerepotan. Tapi sejak hari itu, Zahera dihantui perasaan takut suaminya tidak setulus itu padanya. "Kamu masih marah perkara ada yang ngaku-ngaku sebagai istriku, Ma?" "Mas pikir aja sendiri!" Zahera segera keluar dari ruang ICU karena sudah selesai dengan urusannya di ruangan tersebut. Sanjaya menghela napas berat karena dari nada suara dan panggilan dari sang istri sudah jelas jika dia masih marah padanya. Biasanya, Zahera hanya akan memanggil suaminya dengan sebutan mas saat sedang ada cekcok seperti sekarang. Jika tidak ada masalah apa-apa, Zahera lebih suka memanggil suaminya dengan panggilan papa sekalian mengajarkan sang anak untuk memanggil Sanjaya dengan sebutan papa juga. Setelah keluar dari ruang ICU, Zahera membuka ponselnya dan mendapati sebuah pesan dari temannya yang bekerja di perusahaan suaminya. Meski bukan perusahaan besar, tapi posisi Sanjaya adalah CEO sekaligus Founder dari perusahaan yang bergerak di bidang jasa tersebut. Sanjaya memiliki sebuah perusahaan yang sudah dirintisnya sejak kuliah dahulu. Dan bisa dikatakan, Zahera lah yang menemani Sanjaya berproses hingga sekarang menempati posisi tertinggi di kerajaan bisnisnya. Laura : [Apa kamu yakin, bisa percaya sama apa pun yang akan aku ceritakan?] Zahera membaca pesan tersebut dengan menghela napas. Dulu Laura memang sering memperingatkan Zahera jika suaminya tidak sebaik yang terlihat di rumah. Namun selama ini Zahera menutup mata dan telinganya karena terlalu percaya pada Sanjaya. Dan kini, sepertinya Laura yang ragu akan bercerita karena malas sekali jika pengakuannya diragukan oleh Zahera lagi. Laura sepertinya percaya dengan pepatah yang mengatakan jika, menasehati orang yang terlalu dalam mencintai seseorang akan berakhir sia-sia. Zahera melakukan panggilan suara kepada Laura supaya mereka lebih enak untuk mengobrol. Dengan sedikit paksaan, Zahera akhirnya mendengar cerita Laura juga tentang kebusukan suaminya. "Terserah kamu mau percaya sama aku apa gak, Za. Tapi kenyataannya begitu. Mas Jaya selalu mencari anak gadis polos untuk dinikahi secara siri setiap kali ada project di luar kota yang perlu dikerjakan dalam jangka sekian bulan. Meski ujungnya mereka ditinggal sembarangan kayak sampah dan kembali ke rumahmu tanpa rasa bersalah. Tapi apa yang dilakukan suamimu itu sudah sangat diluar nalar. Sorry to say, tapi suamimu sangat menjijikkan. Dia memang sangat baik sama kamu dan anakmu, tapi percayalah, suamimu tidak sebaik itu, Zahera. Buka mata dan telinga kamu. Cari tahu sampai kamu tidak seperti istri yang bodoh selalu percaya dengan suamimu itu. " Zahera meremas dadanya yang terasa sesak. Informasi yang didapatkan dari Laura kurang lebih sama dengan yang didengarnya dari beberapa orang yang sebelumnya dihubungi oleh Zahera juga. Hatinya patah. Dan yang lebih membuat mentalnya down adalah, kenyataan bahwa selama ini hanya dirinya saja yang terlalu percaya diri dengan kesetiaan sang suami sampai tidak pernah mendengarkan pesan atau nasehat dari orang-orang di sekitarnya. Bukan salahnya juga jika memuja sang suami dengan sangat percaya diri. Karena selama ini, Sanjaya selalu terlihat sempurna saat bersamanya. Dia selalu meratukan Zahera dan menyayangi Abimanyu dengan sepenuh hati. Dia tidak pernah menyakiti anak istrinya sekalipun. Apapun yang mereka minta dan inginkan, selalu diberikan tanpa menunggu lama. "Aku harus percaya sama siapa, Mas! Kenapa yang kamu perlihatkan dengan apa yang aku dengar dari orang-orang di sekitarmu berbanding terbalik? Apa kamu punya kepribadian ganda? Apa aku yang gak peka? Atau mereka hanya berbohong dan berniat menghancurkan pernikahan kita? Aku bingung, Mas! Aku gak tau siapa yang harus aku percaya saat ini."Zahera menangis dan meremas sendiri rambut panjangnya untuk melampiaskan rasa frustasinya. Dia sungguh dilema hingga krisis kepercayaan. Bahkan pada dirinya sendiri. Zahera merasa mulai meragukan insting dan nalurinya. Dengan tangan bergetar, Zahera kembali mengambil ponselnya dan menghubungi nomor seseorang. Zahera memutuskan untuk menyelidiki suaminya lebih jauh lagi sebelum memilih untuk lebih percaya pada siapa mengenai hal ini."Dik, kakak boleh minta bantuan?" Zahera menelepon Alvino. Adiknya yang sedang kuliah di luar negeri karena mendapatkan beasiswa penuh berkat otaknya yang encer. Alvino adalah anak Ilmu Teknologi yang sangat cerdas dan berbakat. Dia mampu membuat berbagai aplikasi yang unik dan bermanfaat, meski terkadang sering juga idenya out of the box. "Tumben minta bantuan sama aku, Kak. Bukannya kakak selalu bisa selesaikan masalah kakak sendiri tanpa bantuan siapa-siapa? Ajaib banget kakak sampai minta bantuan aku," sindir Alvino dengan tidak sopannya. Meski kadang-kadang mereka terlihat tidak akur, sebenarnya mereka saling menyayangi. "Kasih kakak aplikasi buat sadap HP, Dik. Sekalian alat buat tracker posisi dan sadap suara yang bisa ditaruh dimana-mana tanpa ketahuan. Kakak mau sadap Mas Jaya setelah keluar dari rumah sakit," cicit Zahera tanpa mendengarkan sindiran sang adik. "Kakak sehat? Gak salah minum obat kan?"Meski awalnya Alvino sempat tidak percaya dengan permintaan sang kakak, tapi akhirnya permintaan tersebut dipenuhi juga. Aplikasi untuk menyadap HP sudah dikirimkan kepada sang kakak begitu panggilan mereka berakhir. Tentu saja Alvino juga menjelaskan cara memasang perangkat lunak tersebut di HP sang suami tanpa meninggalkan jejak dan menimbulkan kecurigaan, supaya tidak diketahui keberadaannya sama sekali. Zahera mengikuti semua arahan dan segera mengaplikasikan instruksi yang diajarkan sang adik pada ponsel sang suami. Zahera bergerak cepat karena setelah keluar dari ruang ICU, ponsel Sanjaya pasti akan diberikan kepada yang punya kembali, demi menjunjung tinggi menghormati privasi pasangan. Selama ini baik Zahera maupun Sanjaya memang tidak pernah saling menuntut untuk mengecek isi ponsel satu sama lain. Mereka benar-benar pasangan yang bisa membangun kepercayaan 100%. Sehingga mereka tidak merasa butuh untuk memantau isi ponsel pasangannya. "Maaf, Mas. Aku terpaksa harus melak
Zahera sudah menyimpan bukti screenshot talak yang dijatuhkan suaminya pada seorang wanita lain yang bernama Siska. Dia yakin foto itu akan berguna suatu saat nanti. "Aaarrrrggghhh…" Zahera kacau. Marah, sedih, kecewa dan rasa tidak percaya bercampur menjadi satu. Butuh waktu satu jam lamanya sebelum kemudian Zahera kembali ke ruangan suaminya dirawat dan berpura-pura tidak mengetahui sesuatu. Meski hatinya ingin sekali segera melabrak suaminya yang sudah berkhianat, tapi otaknya masih berusaha keras untuk tidak bersikap gegabah. Zahera sudah membaca berbagai hal tentang perceraian. Jika saat ini dia meminta cerai kepada sang suami, bisa saja dia akan kehilangan hak asuh atas Abimanyu karena dianggap tidak mampu menghidupi sendiri putranya yang kebutuhan khusus tersebut. Belum lagi kedekatan Abimanyu dengan Sanjaya yang tidak diragukan lagi. Zahera tidak mau membuat anaknya syok apalagi kehilangan anak tersebut. Zahera tidak mau ambil resiko. Dia sama sekali tidak akan mau jika h
Selesai dari bandara mengantar kepergian Sanjaya, Zahera tidak langsung pulang menuju rumahnya. Dia membelokkan arah mobilnya menuju sebuah restoran dimana dia sudah membuat janji dengan seseorang. "Pak Anwar?" sapanya setelah sampai di meja yang dijanjikan."Bu Zahera ya?" "Betul, Pak. Maaf sudah menunggu saya lama ya?" ujar Zahera lagi sambil mengedarkan pandangan pada ketiga anak muda yang duduk semeja dengan Pak Anwar."Nggak kok, Bu. Kami baru sampai juga," balas Pak Anwar dengan ramahnya. "Oh ya, kenalkan ini Azam, Risti sama Gusti, tim yang akan membantu penyelidikan kita," sambungnya lagi memperkenalkan anak buahnya yang selama ini membantu Pak Anwar dalam melakukan pekerjaannya. Zahera pun berkenalan dengan ketiganya secara bergantian. Pak Anwar mengenalkan anggota timnya beserta keahlian masing-masing. Azam dan Risti yang biasanya akan terjun ke lapangan untuk mengikuti target dan melakukan penyamaran sesuai misi yang dijalankan. Sedangkan Gusti yang memiliki ketrampilan
"Mamaaa…" Suara lantang Abimanyu, membuat Zahera tersenyum. Sejak pulang dari restoran dan mengobrol banyak dengan Zio, Zahera kembali dibuat patah hati dengan kenyataan masa lalu sang suami. Tabiat buruk Sanjaya ternyata memang sudah terjadi sejak mereka belum menikah. Dan salah satu korbannya adalah Zia, adik perempuan pengacara Zio yang saat ini sudah menetap di luar negeri bersama keluarga barunya. Bahkan tadi, Zahera juga sempat mengobrol dan diceritakan langsung oleh Zia melalui sambungan telepon. Sebenarnya Zahera tidak mau membawa cerita masa lalu suaminya ke masa yang sekarang. Hanya saja, jika kelakuan buruk di masa lalu masih dilakukan berulang di masa sekarang, Zahera jadi menyangsikan apakah suaminya bisa berubah di masa mendatang ataukah tidak."Abi gimana sekolahnya, Nak?" Zahera menekuk kakinya dan berlutut supaya badannya sejajar dengan tinggi Abimanyu. Mengesampingkan kegundahan hatinya saat ini demi terlihat baik-baik saja di depan anaknya. "Seyu, Ma! Abi walna
"Ma, sebenarnya kamu itu kenapa? Ini pertama kalinya kamu bertingkah ceroboh kayak tadi lho, Ma. Tolong kalau ada apa-apa, kamu bilang sama aku, Sayang. Aku gak mau kalau di belakang aku, ternyata kamu punya masalah dan hadapi masalah itu sendirian. Kamu punya aku, Ma. Aku pasti bantu apapun masalah kamu," bujuk Sanjaya sambil menyuapi Zahera makan malam. Tanpa tahu jika masalah Zahera ada pada dirinya sendiri.Sejak mendengar dari Abimanyu istrinya menangis tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi, Sanjaya memilih langsung bertolak ke Jakarta dengan penerbangan seadanya. Sehingga malam ini, Sanjaya sudah kembali berada di kediamannya dan merawat istrinya yang sakit. "Maaf," balas Zahera singkat seperti sebelumnya.Sanjaya membuang napas dengan kasar. Dia tidak marah pada kecintaannya. Tidak pernah bisa marah. Sanjaya hanya merasa gagal membujuk Zahera untuk berterus terang dan bercerita seperti biasanya. Sanjaya khawatir pada istrinya.Selama ini Zahera tidak pernah menyembunyikan apa
"Ini beneran Mbak Zahera?" "Iya, Alena. Kamu udah lupa sama wajahku? Aku udah kelihatan tua banget ya? Sampai kamu pangling gak percaya begitu aku bilangin." "Bukan tua sih, Mbak. Tapi lebih tepatnya mungkin keliatan makin seksi ya? Padat, berisi," puji Alena yang justru membuat Zahera mendengus. "Mana ada kelihatan seksi cuma dari wajah doang. Bilang aja aku sekarang gendutan," gerutu Zahera yang kemudian mengundang tawa Alena. Sejak melihat foto Alena bersama Sanjaya yang dikirimkan Pak Anwar, Zahera minta dicarikan cara untuk bisa menghubungi gadis itu secara pribadi. Zahera mengenal Alena. Alena pernah magang di tempatnya bekerja dulu saat Alena masih kuliah dan Zahera belum menikah. Sudah lama sekali. Mungkin bisa 10 tahun yang lalu, dan Zahera masih sangat hafal dengan wajah cantik Alena. Mungkin karena dulu mereka juga sudah dekat cukup lama. Sehingga tidak akan sulit bagi Zahera untuk bisa mengenali wajah Alena yang bertambah dewasa. Alena sendiri sebenarnya masih mengen
"Kak, kamu jangan berbuat yang aneh-aneh deh. Kalau cuma mau gugat cerai Mas Jaya, sudah langsung gugat aja. Jangan cari penyakit dengan bikin banyak drama di antara kalian." Belum lama setelah Zahera memutus sambungan panggilan videonya dengan Alena, ponselnya sudah berdering lagi dengan adik laki-lakinya yang menjadi si pemanggil. Tanpa basa basi apapun, Alvino langsung memberikan peringatan keras kepada Zahera. "Kamu ngomong apa sih, Dik?" sentaknya secara spontan.Zahera sedikit terkejut tapi segera ditutupi dengan cara mengomeli adiknya seperti biasa. Ingin bertanya kenapa sang adik bisa bertanya demikian seolah tahu apa yang sedang dilakukannya, tapi kemudian kembali diurungkan karena Zahera merasa sudah tahu jawabannya. "Kamu retas ponselnya, Kakak?" tuduhnya dengan yakin.Alvino memang ahli di bidang itu. Selain kuliah, di luar negeri dia juga punya pekerjaan sampingan sebagai peretas kerah putih. Yang tentu saja tidak banyak yang tahu, kecuali Zahera. Dia tahu akan bakat t
"Kalau gitu libatkan aku pada misi kakak," pinta Alvino saat dirinya tidak berhasil menghalangi niat Zahera untuk membalas dendam pada Sanjaya. Zahera mengiyakan saja meski belum tahu akan melibatkan adiknya pada peran apa. Setidaknya sang adik tidak lagi merongrong ataupun menghalangi niatnya menghancurkan Sanjaya dan merebut hartanya. Zahera sudah memulangkan Azam, Risti dan Gusti dari Balikpapan. Jasa Pak Anwar dan kawan-kawan sementara dihentikan. Selain demi hemat biaya, juga karena Zahera sudah punya rencana lain yang akan dijalankan berdua dengan Alena. Atau boleh juga disebut bertiga dengan bantuan Alvino. "Kak, kamu yakin Alena bisa dipercaya?" "Bukannya kamu bisa selidiki sendiri seperti apa si Alena itu?" "Bisa. Tapi tidak dengan isi hatinya, Kak. Mungkin dia memang orang baik seperti yang kakak bilang. Tapi tidak menutup kemungkinan kalau ujungnya dia bakalan beneran baper sama Mas Jaya. Terus berkhianat pada kita. Kita tau lah gimana hebatnya pesona Mas Jaya bikin c
'Ini maksudnya apa?' batin Zahera. Pertanyaan tersirat dari Evander Lim kepada Zahera tentu saja membuatnya sangat syok. Apalagi dengan tatapan dalam dari ketiga putra yang dimaksudkan oleh pria paruh baya tersebut. Zahera hanya bisa menoleh ke kanan kiri menyembunyikan kebingungannya. Sedangkan Abimanyu dan Alvino yang diam saja justru terlihat lebih tenang dan tidak sebingung Zahera saat ini. Pertama kalinya Liam tahu jika Zahera adalah kakaknya Alvino, dia sempat terkejut juga. Tapi itu tidak membuatnya mundur untuk mendekati Zahera dan anaknya. Tiga bulan ke belakang Alvino maupun Abimanyu sudah menjadi saksi bagaimana Leon, Lim dan Liam sama-sama berusaha mendekati Zahera dengan berbagai cara. Zahera memang terlihat menanggapi ketiganya dengan sama baiknya. Sayangnya tidak lantas membuat Zahera berpikir terlalu jauh tentang tujuan dari pendekatan ketiganya. "Za, ketiga putra Tante suka sama kamu sudah dari lama. Kamu gak sadar ya?" ujar Liana dengan nada menggoda. Zahera ha
Sejak pulang dari pengadilan agama, Sanjaya tidak banyak bicara meskipun Alea dan Mama Anita terus mengajaknya berbicara. Sanjaya masih syok dengan apa yang didengarnya dari Alena. Dia baru sadar jika selama ini Alena tidak benar-benar tertarik dan ada rasa dengannya. Dan Sanjaya dibuat sangat sakit hati. 'Padahal aku sungguh sayang sama dia,' batin Sanjaya masih tidak menerima takdirnya. Sanjaya sama sekali tidak menyangka jika Alena bersandiwara hanya untuk membantu Zahera memiskinkan dirinya. Benar-benar miskin karena semua aset yang dimilikinya dulu, kini sudah beralih nama menjadi milik Zahera, Abimanyu dan juga Alena. Satu-satunya yang masih dimiliki Sanjaya hanyalah pekerjaannya sebagai CEO di perusahaan yang sudah beralih nama menjadi milik Zahera dan nantinya akan diwariskan kepada putra semata wayang mereka. 'Aku tidak masalah jika harus memberikan hartaku untuk mereka karena aku memang menyayanginya. Tapi kenapa harus ditinggalkan oleh mereka semua?' Sanjaya sudah bera
"Langsung ke rumah saja, Liam. Kita bicara di rumah!" perintah Evander Lim pada putra bungsunya setelah mengetahui sesuatu yang lain dari Liana — istrinya. Awalnya Evander Lim hanya tengah memberitahu kepada istrinya mengenai kedua putranya yang menyukai wanita yang sama. Tapi begitu tahu siapa wanita yang dimaksud, Liana semakin heboh karena jelas dia juga mengenal Zahera, bahkan sempat ingin menjodohkannya kepada Leon dan tanggapan Leon juga cukup positif. Evander Lim dan Liana tidak pernah menyembunyikan masalah sekecil apapun. Mereka lebih suka saling terbuka dan menyelesaikan semua permasalahan bersama tanpa ada yang ditutup-tutupi. "Ini kenapa ketiga putraku malah kecantol satu janda yang sama?" gumam Evander Lim sambil menepuk dahinya. Kemudian dia keluar dari dalam ruangan kerja putranya untuk pulang karena pertemuan dan diskusi tentu berubah haluan ke rumah yang juga dihadirkan putra lainnya dan juga sang istri. Evander Lim dan Liam sampai hampir bersamaan. Sebenarnya Li
"Papa?" Belum sempat Zahera bertanya maksud dari Evander Lim mengatakan putranya yang lain itu siapa, suara sahutan dari belakangnya seakan menjawab kebingungannya dengan kebingungan yang lain. 'Papa? Mas Liam panggil Paman Lim dengan sebutan papa? Maksudnya, Mas Liam dan Dokter Lui itu saudaraan?' batin Zahera menatap bergantian antara Liam dan Evander Lim seakan tidak percaya dengan apa yang didengar. Padahal jika Zahera jeli dan memperhatikan detail garis wajah Evander Lim dengan Liam maupun Lui sama-sama memiliki garis wajah yang cukup mirip. Sama-sama berwajah oriental utamanya keturunan dari Negeri Gingseng. Liam menyampirkan blazer milik Zahera tanpa peduli papanya sudah menatap curiga pada mereka. Liam akan pura-pura tidak tahu jika kedua orang di depannya sudah saling kenal. Zahera sendiri sempat tersentak dengan perlakuan manis Liam meski sudah beberapa kali mendapatkannya sejak mereka kenal. Tapi disaksikan oleh Paman Lim seperti ini tentu saja membuat Zahera merasa ca
Jika di luar, Liam dan Zahera sedang bersenang-senang menikmati wahana flyboard, maka Robin di perusahaan menjadi tumbal untuk mengerjakan pekerjaan yang menggunung. Pertemuan dengan klien hari ini jelas harus dibatalkan semuanya. Karena Robin yang bekerja sendirian tidak mungkin meninggalkan perusahaan untuk sebuah pertemuan. "Ah sialan! Punya bos gak ada akhlak memang. Ini maksudnya aku dilatih buat jadi CEO apa gimana?" Robin tidak berhenti mengumpat sejak membaca pesan dari Liam jika dirinya dengan Zahera tidak akan ke kantor hari ini. Meskipun Liam menjanjikan libur untuk besok kepada Robin, tapi tetap saja bekerja sendirian untuk pekerjaan tiga orang sungguh sesuatu sekali. Meskipun begitu, sebenarnya Robin tidak sungguh-sungguh membenci sepupunya. Dia hanya merasa kesal karena dikerjain oleh Liam dan Zahera. Ya walaupun Robin sangat yakin jika biang keroknya tetap saja Liam. Zahera tidak mungkin dengan sengaja meninggalkan pekerjaan jika bukan karena terpaksa. Di tengah ke
"Mabal yuk?" "Mabal?" Zahera sempat loading saat Liam tiba-tiba mengajaknya mabal. Paham jika Zahera tidak mengerti bahasa gaul yang sedang dikatakannya, Liam pun segera menjelaskan jika dirinya ingin mengajak Zahera bolos kerja hari ini. Zahera sampai tertawa mendengarnya. Baru ini dia melihat seorang bos mengajak karyawannya untuk sengaja membolos dari pekerjaannya. Dia mengira Liam hanya bercanda, tapi nyatanya Liam bersungguh-sungguh saat kembali mengatakannya. "Bukanlah hari ini cukup berat? Aku bisa ajak kamu ke suatu tempat yang bagus, yang bisa bikin kamu teriak-teriak memacu adrenalin dan yang jelas happy setelah pulang dari sana. Mau?" Zahera menoleh dalam diam. Menatap lekat pada Liam yang dari wajah hingga tatapan matanya tidak ada gurauan dengan ajakannya. Semua diucapkan dengan nada serius juga ekspresi yang diperlihatkan. Zahera bingung menjawabnya. Meskipun sebenarnya Zahera bukan tipe yang suka mangkir dari tanggung jawab, tapi saat ini sejujurnya dia memang but
Sanjaya tidak mengindahkan peringatan dari Alena. Dia tetap berjalan maju dan membuat Alena melakukan hal sebaliknya. Sanjaya bahkan berani memojokkan Alena, karena merasa diabaikan setelah tahu Alena sudah berada di Jakarta. "Apa maksudnya kamu bicara begitu, Lena?" hardik Sanjaya.Untuk pertama kalinya Alena melihat Sanjaya yang bersikap kasar padanya. Alena menyembunyikan rasa takut dengan memperlihatkan galeri ponselnya yang berisi video dewasa yang pernah dikirim Alea padanya. Tindakannya itu cukup membuat Sanjaya mengalihkan pandangan dengan memberikan tatapan nyalang pada Alea. Sanjaya sangat marah dengan kelancangan Alea yang sudah membuat Alena menjauhinya. Padahal tanpa video itu pun sebenarnya Alena pasti menjauhinya karena misinya selama ini sudah selesai. Tapi kini Alena punya pengalihan amarah Sanjaya dengan memfokuskan Sanjaya pada Alea. "Ini gak seperti yang kamu pikir, Alena. Alea menjebakku dengan memberikan obat ke minumanku saat itu. Kamu harus percaya sama aku
Sidang putusan perceraian Zahera dan Sanjaya sudah selesai dibacakan. Mulai hari ini, sepasang suami istri yang sudah menikah sekitar sepuluh tahun lamanya itu akhirnya kembali menjadi orang asing seperti sebelumnya. Alena mendadak mendapatkan panggilan alam dan ijin ke toilet terlebih dahulu kepada Alvino. Alena menjadi orang pertama yang keluar dari ruang sidang. Sempat terkejut saat mendapati Liam ada di luar duduk seakan sedang menunggu seseorang. "Alena?" "Liam?" "Bukannya di dalam sedang ada sidang perceraian-" Liam memotong ucapannya dan tidak melanjutkan. Alena seakan paham dengan tatapan curiga dari Liam. Segera menjelaskan meski tidak sepenuhnya diterangkan sejelas-jelasnya."Aku temannya Mbak Zahera yang baru selesai sidang barusan," ujar Alena. "Eh, aku ke toilet dulu ya, udah di ujung soalnya," sambungnya tidak ingin dicecar pertanyaan lebih banyak lagi dari ini. Liam mengangguk mempersilakan. Alena terburu-buru bukan hanya karena sudah tidak tahan untuk membuang ha
"Za, kamu sudah siap?" Zio bertanya dengan memandang Zahera sangat dalam. Zahera yang masih berada di antara alam pikiran dan kenyataan hanya terdiam. Indera pendengarannya merekam pertanyaan dari sang pengacara dengan jelas. Tapi proses menyampaikan hingga ke dalam otaknya begitu lambat. "Za, hakimnya sudah siap," tegur Zio lagi membuat Zahera menarik diri ke alam nyata. "Iya, Mas. Aku juga sudah siap," ujar Zahera akhirnya bisa mengulas senyum tipis. "Tuhan tahu mana yang baik buat kita semua, Kak," ujar Alvino mengelus ringan bahu Zahera yang berbalut blazer berwarna hijau tosca. "Semua akan baik-baik saja, Mbak. Semangat!" ucap Alena ikut memberi Zahera semangat. Zahera kembali tersenyum. Kini senyumnya sedikit terlihat lebih tulus dan manis daripada yang tadi. "Aku tahu. Ini semua akan segera berlalu, dan aku selalu bersemangat. Kalian tahu itu dengan sangat kan?" Semua yang mendengar mengangguk dengan senyum terbaik untuk memberikan energi positif kepada Zahera sebelum m