Setelah kehilangan kesempatan untuk bertemu dengan Gemintang, Janu sempat terpuruk. Ia telah menggunakan segala cara untuk menemukan Gemintang, tetapi sayangnya, tak ada satupun petunjuk yang ia dapatkan. Bahkan ponsel yang selama ini terhubung dengan Gemintang tidak bisa membantunya. Lokasi terakhir yang ditunjukkan Gemintang berada di stasiun kota.Bersama Manggala, ia mencari tahu kepada petugas tiket di stasiun dan bertanya apakah ada penumpang bernama Gemintang Larasati yang telah melakukan check-in atau membeli tiket.“Kereta yang dinaiki Gemintang berhenti di Stasiun Putri. Tapi ketika anak buahku telepon ke sana, Gemintang tidak membeli tiket lagi. Ada dua kemungkinan: dia ada di kota sekitar stasiun itu, atau dia pergi ke suatu tempat dengan jalur lain,” kata Manggala yang baru saja kembali dari bagian tiket.“Mungkin dia sudah pergi jauh,” lirih Janu, suaranya penuh putus asa.“Jangan putus asa dulu, anak buahku sedang berusaha mencari banyak informasi,” Manggala berusaha men
Pagi harinya, Janu langsung berangkat ke kota S dengan jalur udara. Ia kemudian melanjutkan perjalanan dengan menyewa mobil dan driver.Setelah memastikan urusannya di hotel selesai, Janu melanjutkan perjalanan ke sebuah kelompok bermain bernama Kasih Ibu yang menjadi lokasi pertemuannya dengan klien. Ini adalah hari kedua dimana Janu dan timnya sudah mulai memasang beberapa interior yang telah mereka siapkan untuk daycare. Esok, Janu hanya tinggal memasang beberapa kursi custom dan meja belajar dan semua tugasnya berakhir.Hanya saja, melihat anak-anak kecil berlarian, membuatnya tersenyum, meskipun di sisi lain tawa ceria itu mengingatkannya pada Maura. Janu duduk di salah satu sudut ruang kelas yang masih kosong. Rencananya ruang kelas itu akan dijadikan kamar tidur anak untuk usia tiga sampai empat tahun, mengingat jumlah anak yang dititipkan ke daycare semakin banyak. Di tengah keramaian, tiba-tiba seorang gadis kecil mendekatinya. Tangan mungilnya menyentuh paha Janu beberap
"Kalau saya tidak salah namanya …"Tok tok tok.Tiba-tiba, suara ketukan pintu menginterupsi percakapan mereka. Miss Rani dan Janu menoleh ke arah sumber suara. Ternyata, manajer Janu sudah berdiri di pintu dengan sikap tenang."Maaf, Pak, Bu, bed yang dikirim sudah datang. Kami akan mulai installing bunk bed dahulu," kata manajer itu dengan sopan.Janu mengangguk. “Langsung bawa ke sini saja dan rakit yang ada dulu biar selesainya tidak terlalu siang,” katanya pada sang manajer,Pria muda itu pun mengiyakan perintah Janu dan mulai memanggil beberapa orang untuk segera masuk ke dalam ruangan itu. Janu lalu menoleh ke arah Miss Rani. “Untuk pemasangan akan menggunakan beberapa peralatan tukang, tolong Miss Rani kondisikan anak-anak dulu, takutnya anak-anak lepas pengawasan dan terluka.”Sebuah anggukan diberikan Miss Rani. "Baik, Pak, saat proses penginstalan kami akan berusaha mengalihkan perhatian anak-anak agar tidak ke ruangan ini.”Setelah itu, Janu menunduk ke arah Kinara yang m
Janu berdiri di koridor kelompok bermain Kasih Ibu, memandangi kelas tempat Kinara dan Keenan belajar.Seharusnya, hari ini adalah hari terakhir ia berada di kelompok bermain itu. Dia dan teamnya sudah selesai dengan urusan disini. Semua interior yang mereka pesan dari Infinite sudah terinstall dengan baik. Kepala sekolah pun puas dengan kinerja mereka. Sebenarnya dia bisa saja langsung pulang, tetapi dia ingin bertemu dengan kinara sekali lagi sebagai bentuk rasa terima kasih. Anak itu sudah membantu Janu mengobati rasa rindunya. Hari ini, dia hanya ingin memberikan hadiah dan bermain sebentar sebelum kembali ke hotel. Kini, dia menggenggam sebuah paper bag yang berisi dua buket makanan ringan dan beberapa hadiah kecil. Waktu istirahat telah tiba, dan anak-anak mulai keluar dari kelas menuju halaman. Namun, Kinara dan Keenan masih bermain di dalam."Papa!" seru Kinara begitu melihatnya di depan pintu kelas, senyum cerah menghiasi wajahnya. Dia hendak berlari mendekati Janu, nam
Gemintang berdiri kaku, bibirnya sedikit terbuka, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.Rasa sakit tiba-tiba menghantam kembali saat melihat pria yang selama ini ia coba singkirkan dari hidupnya.Sementara itu, di sisi lain, Keenan dan Kinara masih tersenyum senang, tak menyadari ketegangan di wajah ibunya.Janu… mengapa dia ada di sini?"Gemintang?" Janu memanggil lagi, memecah keheningan. Suara beratnya terdengar lembut dan sarat kerinduan.Dia hendak mendekat, tetapi urung ketika tatapan Gemintang langsung berubah nyalang.“Kinara, Keenan! Ayo pulang sekarang!” kata Gemintang. Nadanya tegas, hampir tidak memperhatikan Janu yang berdiri di dekat mereka.Senyum Kinara memudar, wajahnya bingung menatap ekspresi sang ibu yang tiba-tiba berubah marah."Tapi Ibu, Nara mau main sama Papa..." Suara gadis itu terdengar bergetar. Tangan kecilnya berusaha menggapai Janu lagi.Gemintang tidak menunggu lama. Dengan cepat, dia menghampiri Kinara dan menarik tangan anak itu. "Tidak ada 'Papa',
Hanya butuh semalam bagi Janu untuk mengetahui tempat usaha Gemintang. Pagi-pagi sekali, dia berdiri di depan G'lars Bakery and Resto, toko roti sekaligus restoran milik Gemintang.Beruntungnya, Miss Rani sempat bercerita sedikit kemarin.Dia tidak menyangka, jika G'lars yang dulu pernah ia dengar dan menggemparkan banyak orang adalah istrinya sendiri.Dengan langkah mantap, Janu masuk ke dalam toko. Aroma roti yang baru dipanggang memenuhi ruangan, namun bukan itu yang ia cari. Dia hanya ingin satu hal—bicara dengan Gemintang dan menyelesaikan semua hal yang belum tuntas di antara mereka.Seorang pegawai peremuan mengenakan name tag Aruna menyambutnya dengan senyum ramah. "Selamat pagi, Pak, toko kami belum sepenuhnya buka, tetapi jika Bapak ingin beli kue bisa saya bantu mau pesan menu atau kue apa?"Sebuah senyuman singkat diberikan Janu. "Saya tidak pesan kue, tetapi saya ingin bertemu dengan Gemintang hari ini. Apakah kamu bisa bantu saya?""Maaf, Pak, tapi Ibu Gemintang belum da
“A—apa maksudmu? Istri pertama Mas Janu?" Kafe yang sebelumnya terasa dingin, seketika menjadi panas saat Gemintang Larasati mendengar ucapan wanita asing di hadapannya. Karena membawa kata “utang”, Gemintang pikir sang suami melakukan kesalahan besar terhadap Rosaline yang tadi mencegatnya saat hendak menjemput sang putri dari sekolah. Akan tetapi, dugaan Gemintang salah besar!“Ya. Mungkin kamu tidak percaya, tetapi inilah yang terjadi. Aku dan Mas Janu adalah suami-istri,” balas Rosaline tenang sembari mengangkat tangan kirinya, menunjukkan sebuah cincin berlian melingkar di jari manisnya.Mata Gemintang membelalak. “Rosaline, mungkin kamu salah orang. Suamiku hanya seorang pekerja kantoran biasa. Kami hanya orang sederhana. Berbeda dengan kamu yang—”“Suami kita, bukan orang sembarangan. Dia adalah pemilik sekaligus CEO Ferinco Steel, perusahaan industri baja ringan yang cukup besar di Indonesia,” potong wanita asing di hadapan Gemintang.“Tidak mungkin!” ujar Gemintang dengan su
“Hai, Maura! Aku punya hadiah untukmu!” Alih-alih menjawab, Rosaline tiba-tiba memberi anak Gemintang dua buah coklat dalam bungkusan emas.“Thank you, Aunty.”“Ah, sama-sama, Sayang!” Rosaline mengusap pipi Maura. “Lucunya! Mata, hidung dan bibirnya sangat mirip dengan Mas Janu," puji wanita itu.Namun, Maura malah menjauh.Gemintang sadar anaknya tidak terlalu nyaman dengan orang asing. Jadi, dia menyuruh Maura untuk pergi sesaat ke playground yang tersedia di kafe."Mari kita lanjutkan pembicaraan tadi. Kenapa kamu membiarkan Mas Janu mendua?" ujar Gemintang kembali pada Rosaline.Jika tadi wanita itu menampilkan senyum yang ramah pada sang putri, kali ini Rosaline kembali menatap sinis Gemintang."Mas Janu tidak sebrengsek yang kamu kira, Gemintang," ucap Rosaline begitu tenang, "Dia pria yang baik. Dia menerima diriku ini apa adanya dan tidak pernah ingin menikahi wanita lain. Justru aku yang meminta dan memaksa Mas Janu menikahimu."Deg!Walau hatinya sedang kecewa, Gemintang s