"Bagaimana, Pak? Bagaimana tanggapan Ibu, Pak?" tanya Lusi saat Pak Bara sudah sampai rumahnya. Dia benar-benar penasaran dan ingin tahu sekali bagaimana reaksi dari Bu Sinta. Sebenarnya Lusi ingin sekali bertemu langsung dengan Bu Sinta dan membicarakan masalah harta gono-gini beserta perceraian dengan Raka. Tetapi masalahnya Lusi pasti akan emosi mengingat bagaimana perlakuan Ibu mertuanya kepada Alia. Apalagi sekarang Alia masih trauma dan kepikiran tentang perlakuan neneknya yang menarik tangan Alia dengan paksa, sampai anak itu meringis kesakitan. Jadi dia memilih untuk mengutus Pak Bara menemui Bu Sinta. Ini bentuk dari sopan santunnya kepada Bu Sinta agar tidak terjadi pertengkaran hebat di antara dirinya dan sang mertua. Pak Bara terlihat menghela napas panjang. Dia menatap Lusi dengan iba. Kasihan sekali anak sahabatnya ini, harus mendapat nasib yang buruk. Suami selingkuh, hartanya hampir saja dirampas oleh Raka. Lalu mendapat mertua yang seperti itu, benar-benar membuat L
"Itu, sebenarnya aku--" "Tadi Kak Maura bilang kalau Tante Mila itu sebenarnya tidak berniat jahat sama Ibu," ucap Alia tiba-tiba saja memotong pembicaraan Maura. Gadis itu langsung menoleh kepada Alia sembari membulatkan mata. Dia tidak menyangka kalau gadis ini bisa mengadu dengan cepat seperti ini. Harusnya Maura tahu kalau Alia itu sudah kelas 5 SD, jadi tentu saja hal mudah bagi Alia untuk mengadukan segala sesuatu yang dilihat dan yang didengarkannya. "Apa?!" "Bukan maksud Kakak seperti itu, Alia. Kakak itu ...." "Sudah cukup, Maura! Kamu bener-bener keterlaluan, ya. Aku membawamu ke sini dengan niat baik, menyekolahkanmu sampai selesai. Tapi kenapa kamu malah seperti ini? Apa kebaikanku kurang, Maura?" "Bukan seperti itu, Mbak. Sebenarnya, aku ...." "Apa? Kamu mau menjelaskan apa lagi? Kamu itu memang benar-benar sangat keterlaluan, ya? Sudah jelas Mila itu salah, harusnya kamu itu tidak membelanya. Memang seperti kedua orang tuamu yang malah membela Mila habis-habisan.
"Tentu, Pak. Aku siap bertemu dengan Ibu. Bagaimanapun juga masalah saat ini harus selesai." "Tapi, bagaimana kalau misalkan Ibu mertuamu itu menyerang?" "Itu risikonya, Pak. Mau bagaimanapun pasti Ibu akan melakukan sesuatu, kalau tidak kepadaku, ya pasti kepada Alia. Jadi, daripada Alia yang tersakiti, sebaiknya aku saja yang langsung berhadapan langsung dengannya." "Bagaimana kalau kamu pasang CCTV?" "Maksudnya?" "Kamu bisa memakai kamera kecil di bajumu, agar semua aktivitas kamu dan mertuamu bisa terekam. Jika Bu Sinta melakukan sesuatu, akan ada bukti untuk menuntutnya. Bagaimana?" Lusi terdiam sejenak. Tampaknya karena sudah berpengalaman Pak Bara itu tahu apa yang harus dilakukan agar bisa memenangkan kasus dalam pengadilan, termasuk tentang masalah ini."Bapak benar juga. Sebaiknya aku memasang CCTV kecil di bagian bajuku." "Baguslah kalau begitu." "Aku setuju, tapi Bapak tolong sediakan kameranya, ya dan hubungi juga Ibu kalau besok aku akan bertemu dengannya." "Loh
Setelah pembicaraan itu Maura hanya bisa dia memandang lurus ke depan dengan tatapan kosong. Dia masih tidak menyangka dengan semua yang dilakukan oleh Mila kepada Lusi. Pantas saja Lusi benar-benar marah, bahkan tidak mau membahas tentang kakaknya. Ternyata Mila sudah keterlaluan. Bahkan orang tuanya sendiri tidak dianggap. Gadis itu meneteskan air mata, rasanya sesak sekali mendapati hal seperti ini. Padahal dia sudah berjuang dan mati-matian datang ke sini untuk membebaskan Mila, memohon kepada Lusi untuk kebahagiaan kakaknya. Tetapi ternyata yang dibelanya malah berbuat hal yang begitu memalukan. Maura sampai merasa bersalah kepada Lusi, karena sudah melakukan hal yang tidak baik. Hampir saja meracuni pikiran Alia agar tidak membenci Mila. Memang kebencian itu salah, tetapi jika memang orang yang dibenci itu berbuat tidak baik, bahkan keterlaluan, maka wajar saja Alia membenci Mila. Namun, Maura berjanji. Dia tidak akan mengulangi hal serupa. Gadis itu memilih untuk fokus pada
Bu Sinta merutuk dalam hati. Ternyata menantunya sekarang ini terlalu pintar. Padahal dia pikir Lusi itu terlalu polos sampai bisa ditipu dengan banyak cara. Selama ini juga Bu Sinta selalu berpura-pura bersedih jika meminta sesuatu. Dia akan lakukan segala cara demi mendapatkan uang dari Lusi waktu itu. Sekarang juga sang wanita paruh baya mempunyai sebuah rencana gila. Dia berharap Lusi mau mengabulkan semua keinginannya, bukan harta saja tetapi kebebasan Raka dan juga tetap bersama dengan anaknya. Namun belum juga dimulai dramanya, Lusi sudah memberi skak kepada Bu Sinta, membuat wanita paruh baya itu jadi serba salah. Hanya saja dia juga tidak mungkin langsung menyerah, mengakui semua dugaan yang diberikan oleh Lusi. Apa pun yang terjadi dia harus tetap berusaha untuk meyakinkan Lusi kalau dia benar-benar bersungguh-sungguh meminta kebebasan Raka. "Kenapa kamu ngomong gitu sama ibu, sih? Ibu tuh serius datang bertemu kamu, tidak untuk bermusuhan atau mengambil Alia. Ibu kan sud
Tubuh Bu Sinta mulai berkeringat dingin, tangannya juga terasa dingin. Dia benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Beberapa mata memandangnya. Mungkin menanti apa yang akan dilakukan oleh wanita paruh baya itu. Dia juga melirik Lusi yang telah menatapnya dengan tantangan. Penampilan Lusi itu benar-benar sudah berbeda. Dia tidak bisa main-main dengan Lusi lagi. Sang menantu benar-benar tegas. "Kenapa Ibu diam saja? Ayo! Katanya mau bunuh diri? Mumpung lagi banyak orang di sini. Jadi, mereka bisa menyaksikan kesungguhan Ibu," ucap Lusi menantang, karena dia tahu bagaimana tabiat Ibu mertuanya yang sebenarnya. Mertuanya itu tidak akan mau terluka sedikitpun, walaupun itu hanya untuk menyelamatkan Alia. Selama ini juga Lusi memaklumi semua perbuatan Ibu mertuanya, karena dia mengingat kalau itu adalah ibunya suaminya sendiri. Tetapi ternyata saat dikasih hati, Bu Sinta ini tidak tahu diri dan Lusi baru menyadarinya sekarang, kalau semua yang dia lakukan itu adalah kesia-siaan. Hart
"Jadi, kamu pikir kalau kamu tidak menghamili Mila, kamu bisa kembali kepadaku?" tanya Lusi yang membuat Raka terdiam. Pria itu bahkan kehilangan kata-kata mendengar apa yang dikatakan oleh istrinya barusan. Padahal sebelumnya dia yakin Lusi akan memaafkannya jika Mila tidak hamil. Karena keretakan rumah tangga ini disebabkan Mila hamil dan Lusi tidak mau sampai Raka meninggalkan Mila yang menyebabkan anak wanita itu tidak punya seorang ayah. "Kenapa kamu tidak bisa memaafkanku?" "Tidak, aku tidak akan pernah memaafkanmu. Walaupun Mila tidak hamil, perselingkuhan tetaplah perselingkuhan. Mau itu ada anak atau tidak, mau hamil atau tidak, aku tetap akan berpisah denganmu, Mas." "Kenapa kamu jadi seperti ini?" "Kenapa? Coba pakai otakmu, Mas! Aku seperti ini karena kamu sendiri, kan? Kamu yang memulainya. Kamu yang menyulut api kebencian di hatiku, lalu kamu bertanya kenapa aku seperti ini? Coba pikirlah pakai pikiran yang jernih, Mas! Aku tidak akan pernah mengulangi kesalahan ya
Setelah berhasil menjatuhkan talak, Lusi langsung pulang ke rumah, keluar dari kantor polisi dengan senyuman bahagia. Ini sangat melegakan untuknya. Bisa terbebas dari benalu dan hubungan toxic yang membuatnya menderita selama ini. Dia berusaha untuk berbakti dan menjadi istri yang baik bagi Raka, melakukan apa pun dan menurut serta patuh kepada pria itu. Namun yang dia dapat hanyalah kesakitan dan pengkhianatan. Ini adalah awal yang tepat. Jika orang lain mengatakan dan bertanya apakah tidak kasihan kepada anaknya karena harus jadi korban broken home? Hanya saja Lusi memilih untuk bercerai. Dia akan memulai semuanya dengan baru, berharap kalau kehidupannya kali ini akan berbahagia tanpa harus merasa terbebani atau menjalankan kewajiban yang membuatnya mau tidak mau tunduk. Sementara itu Raka hanya berdiam di pojokan sel. Dia terus melamun, sesekali air matanya jatuh mengingat kalau sekarang dia sudah kehilangan Lusi, berstatus janda. Tetapi dia tidak jadi duda, karena Raka masih pu
Sesudah zuhur berkumandang, Lusi pun segera bersiap. David memang dari tadi sedang menunggu wanita itu, mencoba untuk mengikutinya. Dia akan mengajak Lusi untuk sama-sama berangkat kerja. Sementara itu Adiba saat ini bekerja di rumah. Dia bisa mengerjakan projectnya dan tidak perlu ke kantor. Jadi, gadis itu bisa menjaga Alia. Lusi sudah semangat untuk pergi bekerja. Ini hari pertama dan harus menjadi momen yang paling berharga. David yang melihat wanita itu keluar pun berusaha untuk mengejarnya. "Hai, mau berangkat kerja, ya?" tanya David, tiba-tiba saja membuat Lusi terkesiap. Dia langsung menoleh kepada pria itu."Oh, hai. Kamu juga mau berangkat kerja?""Iya." "Shif siang?" tanya Lusi, memastikan."Iya," jawab David sembari tersenyum. Lusi hanya tersenyum kikuk, merasa perkataan Adiba tempo hari ada benarnya. Mungkin saja pria ini punya maksud buruk, karena semuanya itu serba mendadak. Tetapi melihat bagaimana pria ini tidak melakukan hal yang di luar batas membuat Lusi mas
Di kamar yang sudah disediakan oleh Mila, Imel hanya termenung menatap lurus. Dia sama sekali tidak merasa antusias untuk melihat kamar yang akan ditempatinya. Meskipun ukurannya sama seperti kontrakan yang sebelumnya dia tinggali, tetapi kali ini pikirannya benar-benar kacau. Apa yang harus dia lakukan mendengar berita-berita itu? Apakah Imel harus menelepon orang yang memasang iklan memberitahukan alamat Mila yang sebenarnya? Gadis itu akan mendapatkan uang yang banyak, bisa membuka usaha atau membeli kios untuknya. Terlepas dari status sebagai buruh. Tetapi, bagaimana kalau Mila tahu dan malah balas dendam kepadanya? Gadis itu tidak tahu bagaimana sifat Mila yang sebenarnya, jadi harus hati-hati dengan segala perlakuan Mila. Ini benar-benar membingungkan juga syok. Dia tidak tahu harus melakukan apa sekarang.Tiba-tiba saja suara Mila terdengar menyerukan nama Imel. Gadis itu langsung terkesiap dan memilih untuk menghampiri bosnya."Iya, Bu. Bagaimana?""Kamu sudah beres-beresnya
Setelah membereskan barang-barang di kontrakan yang dahulu, Imel berpamitan dan langsung pergi menggunakan angkot. Sebelumnya dia memang ingin menggunakan taksi, tetapi tarifnya pasti mahal. Tidak masalah kalau menggunakan angkot. Lagi pula barang bawaannya hanya sedikit.Saat di dalam angkutan umum, dia mendengar pembicaraan kalau ada iklan yang memberikan hadiah besar bagi yang bisa menemukan dan memberi informasi tentang Mila. "Oh, aku tahu! Ini yang dulu sempat viral kan gara-gara dia selingkuh dan digrebek sama istrinya? Benar-benar enggak tahu diri, ya!" "Kayaknya ini orang juga membuat masalah sampai dicari sama yang pasang iklan," timpal seseorang membuat Imel langsung menoleh. Dia kaget sebab yang disebutkan oleh penumpang angkot lainnya itu Mila. Imel terperanjat sebab dikatakan kalau Mila ini adalah orang yang dulu sempat digerebek karena perselingkuhan, ini sama persis yang seperti yang dikatakan oleh Maura tempo hari, saat mereka masih ada di rumah sakit.Kalau benar b
Entah sudah berapa lama Mila berada di kamar. Dia sampai ketiduran, mungkin karena kelelahan dan juga efek obat yang sebelumnya sempat diminum sebelum pulang dari rumah sakit.Wanita itu terbangun dan melihat sudah pukul 10.00, tapi tidak ada tanda-tanda Imel dan Maura pun sepertinya tidak ada. Karena rumah ini begitu hening. Sang wanita merasa tak enak hati. Dia memilih untuk keluar dari kamar dan mencari siapa yang sudah datang terlebih dahulu, antara Maura dan Imel. Entah kenapa dia merasa tidak mau sendirian mungkin karena dia sedang mengandung dan banyak kekhawatiran yang mungkin saja tiba-tiba muncul di pikiran itu, akan membuatnya semakin stres jika terus sendirian. Mila butuh seseorang untuk menemani. Wanita itu sampai memanggil-manggil nama Maura dan Imel, tetapi tidak ada sahutan. Rasa cemas tiba-tiba saja datang. Dia memilih untuk menelepon Imel, karena rasa gengsi kalau harus menghubungi Maura. Yang ada adiknya malah besar kepala dan mungkin akan meminta hal yang lebih b
Sementara itu, saat ini Lusi sedang mengantar Alia. Dia benar-benar bisa meluangkan waktu untuk anaknya. Sebenarnya Alia sudah menolak dan mengatakan kalau dia bisa berangkat sendiri, lagi pula sudah hafal jalan sekolah, tapi Lusi beralasan kalau dia ingin menghabiskan waktu bersama Alia sebelum berangkat kerja.Setelah Alia masuk, barulah Lusi kembali pulang. David yang sedari tadi uring-uringan karena tidak menemukan keberadaan Lusi di sekitar rumah Adiba pun mulai bingung. Harusnya dia meminta nomor ponsel wanita itu, tetapi karena kemarin terlalu senang dan waktunya buru-buru membuat mereka sampai tidak saling bertukar nomor ponsel. Saat melihat Lusi yang berjalan melewati rumahnya, senyuman di bibir David pun merekah. Dia akhirnya bisa melihat wanitanya itu. David akan pergi ke kantor bertepatan dengan Lusi pergi, sementara berkas-berkas penting yang harus dia tanda tangani dikirimkan secara online. Sekarang zaman sudah serba mudah, jadi tidak perlu direpotkan dengan semua itu.
Hari pertama kerja Maura benar-benar merasa lelah. Dia diberikan training untuk menyusun barang di bagian makanan. Wanita itu tidak tahu kalau pekerjaan seperti ini ternyata berat. Padahal sewaktu masih sekolah dia melihat semua itu gampang, tinggal menyusun saja tanpa perlu lelah atau capek. Ternyata semua di luar dugaan, harus menghitung barang, mencatat persediaan stok dan juga menyusunnya sesuai dengan lama atau akhir expired. Ini benar-benar membuat Maura kesal sendiri. Kalau tahu begini sebaiknya dia meminta dijadikan kasir saja. Tinggal berdiri menscan belanjaan lalu menghitung uang. Kalau begini, kapan dia istirahatnya? Di bagian sini sudah habis, lalu dia harus kembali melihat dan merestock di bagian makanan lainnya. Ini membuatnya benar-benar kesal.Karyawan lama yang melihat kedatangan Maura juga merasa heran. Anak ini melakukan pekerjaan seperti tidak ikhlas. Wajahnya ketus dan menyusun barang sembarangan. Sampai akhirnya HRD supermarket Winda pun menghampiri. "Kalau ka
Suara ponsel Winda berdering. Dia melihat ada nomor satpam yang menjaga supermarketnya. Wanita itu langsung meminta izin kepada Raka untuk mengangkat, takut terjadi apa-apa di tempat usahanya. "Iya, Pak. Ada apa?""Maaf, Bu Winda. Saya mengganggu waktunya, ini ada anak muda bersama Maura. Katanya dia mau kerja di sini itu atas rekomendasi Bu Winda. Apa benar?" Seketika Winda langsung terdiam. Dia menoleh kepada Raka yang sedang bersantai. Seharian kemarin mereka jalan-jalan dan Winda akhirnya bisa melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri. Raka mau tidak mau harus memberikan nafkah batin kepada Winda. Dia takut kalau Winda mundur untuk mencari Alia. Entah itu karena terpaksa atau tidak, yang penting Raka sudah berusaha untuk membahagiakan Winda. Di manapun laki-laki akan diuntungkan jika berhubungan dengan wanita yang begitu mencintai, tetapi Raka merasa tertekan kalau harus berpura-pura memberikan kasih sayangnya kepada Winda. Untuk sekarang Raka tidak bisa melakukan lebih dari
Saat membuka pintu, Mila pikir ada Maura. Dia sampai memanggil-manggil adiknya itu, tetapi sayangnya tak ada siapa-siapa. "Ke mana anak itu?" ucap Mila. Dia menyuruh Imel untuk mencari ke sekitar rumah. Padahal gadis itu tidak tahu letak rumah ini dan bagaimana ruangannya, jadi sang gadis hanya melakukan apa yang disuruh majikannya. Entah itu mau ketemu atau tidak, yang penting sudah melaksanakan tugas."Saya lihat sampai belakang tidak ada, Bu. Tidak ada siapa-siapa," ujar gadis itu membuat Mila menghela napas panjang."Ke mana lagi sih anak itu?" gumam Mila, tetapi wanita-wanita berpikir sejenak. Mungkin Maura sudah kabur dari rumah ini. Dia tidak mengatakan apa-apa dan langsung berdiri untuk mengecek kamar Maura, ternyata masih ada barang-barangnya. "Ke mana sih dia? Kalau mau pergi harusnya pergi saja dan bawa semua barang-barang itu." Sementara Imel memilih untuk menunggu di ruang keluarga. Dia tidak berani mengikuti langkah majikannya, takut malah salah dan dimarahi. "Suda
Tepat pukul 08.00 pagi, akhirnya Mila bisa keluar dari rumah sakit itu. Dia menyuruh Imel untuk ikut ke rumahnya. Selama di perjalanan menggunakan taksi, Mila pun memilih untuk memberikan tugas penting kepada Imel. Karena dia yakin, kalau sendirian di rumah itu pasti tidak aman. Jika nanti Raka bertanya apa yang sebenarnya terjadi sampai ada orang baru di rumah, dia akan jujur mengatakan semuanya."Imel, saya memberikan tugas baru untukmu," ucap Mila tiba-tiba saja, membuat gadis itu menoleh. "Iya, Bu. Bagaimana?""Aku akan memberikan gaji dua kali lipat dibanding kamu kerja di toko saya, tapi tugasmu hanyalah menjadi asisten saya di rumah. Tugasmu memastikan kalau makanan saya baik dan semua yang berkaitan dengan saya, bagaimana?" tanya Mila membuat Imel terdiam.Gadis itu bukannya menjawab, tapi malah mengingat perkataan Maura tempo hari yang mengatakan kalau jika dirinya sampai mengurus Mila, maka harus sabar. Mengingat bagaimana perlakuan Mila di rumah sakit, membuat gadis itu