"Oh, gitu? Kalau misalkan Ibu ingin mengambil Alia, kembalikan semua uang yang aku berikan kepada Ibu."Wanita paruh baya itu tiba-tiba saja pucat. Ada kekagetan yang begitu kentara di sana. Dia tahu apa yang dimaksud Lusi. Hanya saja wanita paruh baya itu tidak menyangka kalau menantunya ini bisa berkata seperti itu. Sang Ibu memang sering meminta uang dalam jumlah banyak, karena dia pikir Lusi itu terlalu baik sampai bisa diperas sedemikian rupa.Ibu mertua juga sengaja menyetujui permintaan Raka untuk menikahi Lusi, sebab tahu kalau Lusi itu orang kaya raya dan juga terlalu baik. Jadi bisa dimanfaatkan. Tetapi ternyata dia tidak mengira kalau Lusi bisa berubah drastis seperti ini karena pengkhianatan anaknya. Jika dia disuruh membayar semua uang yang diberikan oleh Lusi, tentu saja itu terlalu banyak. Mungkin sang Ibu juga harus menggadaikan sertifikat rumah untuk membayar utangnya, itu pun tidak cukup. "Kenapa diam saja, Bu? Ayo berbicara! Aku akan izinkan Ibu mengasuh Alia, tap
"Aku tidak mau sampai kembali lagi kepada Mas Raka, Bu. Bagaimanapun Mas Raka itu sudah membuat aku sakit hati. Rasanya tidak mungkin kalau harus menjalin rumah tangga lagi dengan Mas Raka. Terlebih Mila sedang hamil." Bu Murni mengusap pundak Lusi. Dia merasa kasihan kepada wanita ini. Sudah yatim piatu, disakiti suaminya, hartanya juga hampir saja dirampas. Untung saja Lusi dengan cepat mengambil alih semua yang dimilikinya selama ini. "Iya, Ibu tahu. Maka dari itu kamu harus mencari cara bagaimana agar Alia itu tidak jatuh kepada Ibu mertuamu. Sepertinya Ibu mertuamu itu tidak benar-benar menyayangi Alia. Dia hanya ingin menjadikan Alia sebagai alat agar kamu bisa kembali kepada Raka," papar Bu Murni.Lusi pun setuju dengan wanita paruh baya itu. Sekarang dia benar-benar harus serius menghadapi semua ini, mumpung Raka dan Mila masih dipenjara. Jadi, wanita itu bisa menyusun strategi yang lainnya. "Sebaiknya kita bicara di dalam saja," ucap Pak Bara, tiba-tiba saja bergabung dala
"Memang tidak akan semudah yang dikira, Nak Lusi. Tetapi kalau kamu tidak bertindak, maka kemungkinan Alia dibawa oleh Ibu mertuamu itu akan semakin besar," ucap Pak Bara memberikan keterangan. "Betul apa yang dikatakan oleh Pak Bara. Kalau kamu diam saja, maka tidak menutup kemungkinan Ibu mertuamu itu akan datang dan kembali mengambil Alia. Kalau misalkan tidak ada yang menjaganya, bagaimana? Lebih parahnya lagi dia mungkin saja datang ke sekolah untuk mengambil Alia," tambah Bu Murni yang membuat Lusi takut. Dia benar-benar tidak berpikir jauh ke arah sana, karena terfokuskan pada Mila, Raka dan juga Maura. Sekarang wanita itu kembali memijat pelipisnya yang berdenyut. Kalau sudah seperti ini, dia benar-benar butuh bantuan orang banyak. Tetapi yang ada hanya Bu Murni dan Pak Bara saja. "Jadi, sebaiknya kita ke pengadilan?" "Benar, kamu bisa mengajukan gugatan perceraian dari sekarang. Apakah surat nikah kamu dan Raka masih ada?" Lusi pun langsung menganggukkan kepala. Tanpa be
"Memang ada apa, Lusi? Kenapa kamu terlihat marah?""Sebelum aku ke sini pun, aku memang sudah marah kepadamu, Mas. Merasa jijik karena kamu sudah berani-berani melakukan hal kotor seperti itu bersama Mila. Sudahlah! Dengarkan aku, tolong bilang kepada ibumu jangan ganggu Alia." Raka terlihat mengernyit dan alis bertautan. Dia tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh Lusi."Apa maksudmu? Memangnya kenapa dengan Ibu?" Wanita itu mendengkus kasar. Dia memalingkan wajah sejenak, lalu kembali menatap suaminya dengan nyalang. "Ibumu datang kepadaku dan memaksa Alia untuk ikut dengannya. Alia sampai trauma dan terus-terusan menangis karena ketakutan kepada neneknya sendiri. Apa kamu tahu apa yang dilakukan ibumu?" Kontan Raka menggelengkan kepala. "Dia bilang akan menahan Alia sampai aku benar-benar bisa membebaskanmu dan tidak bisa bercerai denganmu." Tubuh pria itu menegang. Dia kaget mendengar perkataan dari istrinya. Ada ketidakpercayaan dari wajah itu, tetapi memang kenyataanny
"Aku tidak bisa membebasan kamu, Mas," ucap Lusi dengan tegas. "Kenapa?" "Ini memang harusnya menjadi tempatmu, Mas." "Kenapa kamu seperti ini? Kamu itu adalah orang penyabar dan baik hati." "Itu dulu saat aku belum disakiti olehmu, Mas," timpal Lusi dengan nada penuh penekanan. Raka tampak sedih. Dia benar-benar menyesal. Kalau Lusi akan berubah drastis seperti ini, Raka tidak akan pernah terlintas sedikit pun untuk berkhianat kepada wanitanya. Dia menginginkan Lusi yang dulu, seorang wanita yang benar-benar sabar dan baik hati. Tidak tega dan jahat seperti ini."Aku tahu kamu sakit hati kepadaku, Lus. Tetapi kamu tidak boleh dendam dan membuat hatimu menjadi buruk. Kamu adalah orang yang baik hati. Aku tidak mau sampai mengubahmu menjadi seseorang yang jahat seperti ini," ungkap Raka dengan setulus hati.Dia hanya menginginkan Lusi kembali. Jika pun Raka harus mendekam di penjara ini dan tidak punya pilihan lain, harusnya Lusi itu tetap menjadi wanita yang terpuji. Seperti dulu
Raka terlihat berjalan gontai hendak memasuk kembali ke sel tahanannya. Raka benar-benar menangis. Kalau tidak malu, pria itu pasti akan berguling-guling dan menjerit memanggil Lusi. Dia hanya menginginkan wanitanya kembali, tetapi lagi-lagi semua sesal itu tidak ada gunanya. Lusi saat ini sudah sangat membenci Raka. Beribu harapan pun hanya bisa menggantung saja, tanpa pernah tercapai sekalipun. Baru juga beberapa langkah keluar dari tempat besuk, tiba-tiba saja penjaga napi kembali memanggil. Katanya ada seseorang yang ingin bertemu Raka. Pria itu terkesiap, wajahnya tampak kaget. Dia pikir itu adalah Lusi, dengan cepat pria itu pun kembali datang untuk bertemu wanitanya. Namun senyuman itu seketika luntur saat tahu siapa yang menemuinya. Itu adalah ibunya. Seseorang yang membuat Raka lagi-lagi harus menderita. Dari dulu ibunya itu memang materialistis. Bahkan sebelum Raka mengenal Lusi, ibunya selalu menuntut harta apa pun yang dimiliki oleh Raka. Setiap gajian, Raka selalu memb
"Jadi, maksud Ibu aku harus membayar semua pengeluaran yang Ibu berikan kepadaku untuk membebaskanku dari sini, begitu?" "Benar sekali, Raka. Ibu tidak mau sampai rugi. Apalagi barang-barang itu mahal. Ada yang belasan juta dan puluhan juta. Jadi mana mungkin Ibu begitu saja mengeluarkan uang-uang itu, apalagi semuanya minta dari Lusi. Belum tentu setelah ini Lusi bisa memberikan semuanya kepada ibu, kan?" Raka terperangah. Dia tersenyum miris sembari menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa Ibu perhitungan sekali kepadak? Bukakan kalau aku kembali lagi kepada Lusi, Ibu juga akan mendapatkan semuanya, kan? Lalu kenapa harus mengganti apa yang dikeluarkan sekarang?" Tentu saja Raka mempertanyakan semua itu. Bukankah memang sewajarnya jika seorang ibu memberikan pengorbanan yang begitu banyak kepada anaknya? Termasuk materi. Tetapi kenapa ibunya Raka malah seperti ini? Seolah-olah wanita paruh baya itu sedang memberikan hutang piutang kepada Raka. Benar-benar membuat Raka merasa miris.
"Kenapa diam saja? Benar kan perkataan ibu? Kamu sih apa-apa tidak pernah bilang sama ibu. Lagian Kamu itu kenapa sih sampai seperti ini, Raka? Memang Lusi itu kurangnya apa?" tanya ibunya sembari mamangku dagu. Dia ingin tahu saja apa yang dipikirkan oleh Raka. Padahal jelas dari segi manapun Lusi itu lebih baik daripada Mila. Hanya saja mungkin Mila itu terlalu berani untuk memakai pakaian yang terbuka, berbeda sekali dengan Lusi. Tetapi ibunya juga yakin kalau Lusi itu lebih cantik jika berpakaian terbuka juga di depan Raka.Raka mengguyar rambutnya dengan kasar. Dia juga benar-benar frustrasi memikirkan alasan dirinya berselingkuh. Awalnya pria itu hanya iba saja kepada Mila, karena tahu kehidupan Mila yang memprihatinkan. Tetapi semakin ke sini dia merasa nyaman berinteraksi dengan Mila. Apalagi wanita itu terlalu berani mendekatinya yang tidak lain agresif, sampai dia akhirnya tergoda.Imannya waktu itu benar-benar lemah. Raka tidak memikirkan efek apa yang akan didapatkannya j
Sesudah zuhur berkumandang, Lusi pun segera bersiap. David memang dari tadi sedang menunggu wanita itu, mencoba untuk mengikutinya. Dia akan mengajak Lusi untuk sama-sama berangkat kerja. Sementara itu Adiba saat ini bekerja di rumah. Dia bisa mengerjakan projectnya dan tidak perlu ke kantor. Jadi, gadis itu bisa menjaga Alia. Lusi sudah semangat untuk pergi bekerja. Ini hari pertama dan harus menjadi momen yang paling berharga. David yang melihat wanita itu keluar pun berusaha untuk mengejarnya. "Hai, mau berangkat kerja, ya?" tanya David, tiba-tiba saja membuat Lusi terkesiap. Dia langsung menoleh kepada pria itu."Oh, hai. Kamu juga mau berangkat kerja?""Iya." "Shif siang?" tanya Lusi, memastikan."Iya," jawab David sembari tersenyum. Lusi hanya tersenyum kikuk, merasa perkataan Adiba tempo hari ada benarnya. Mungkin saja pria ini punya maksud buruk, karena semuanya itu serba mendadak. Tetapi melihat bagaimana pria ini tidak melakukan hal yang di luar batas membuat Lusi mas
Di kamar yang sudah disediakan oleh Mila, Imel hanya termenung menatap lurus. Dia sama sekali tidak merasa antusias untuk melihat kamar yang akan ditempatinya. Meskipun ukurannya sama seperti kontrakan yang sebelumnya dia tinggali, tetapi kali ini pikirannya benar-benar kacau. Apa yang harus dia lakukan mendengar berita-berita itu? Apakah Imel harus menelepon orang yang memasang iklan memberitahukan alamat Mila yang sebenarnya? Gadis itu akan mendapatkan uang yang banyak, bisa membuka usaha atau membeli kios untuknya. Terlepas dari status sebagai buruh. Tetapi, bagaimana kalau Mila tahu dan malah balas dendam kepadanya? Gadis itu tidak tahu bagaimana sifat Mila yang sebenarnya, jadi harus hati-hati dengan segala perlakuan Mila. Ini benar-benar membingungkan juga syok. Dia tidak tahu harus melakukan apa sekarang.Tiba-tiba saja suara Mila terdengar menyerukan nama Imel. Gadis itu langsung terkesiap dan memilih untuk menghampiri bosnya."Iya, Bu. Bagaimana?""Kamu sudah beres-beresnya
Setelah membereskan barang-barang di kontrakan yang dahulu, Imel berpamitan dan langsung pergi menggunakan angkot. Sebelumnya dia memang ingin menggunakan taksi, tetapi tarifnya pasti mahal. Tidak masalah kalau menggunakan angkot. Lagi pula barang bawaannya hanya sedikit.Saat di dalam angkutan umum, dia mendengar pembicaraan kalau ada iklan yang memberikan hadiah besar bagi yang bisa menemukan dan memberi informasi tentang Mila. "Oh, aku tahu! Ini yang dulu sempat viral kan gara-gara dia selingkuh dan digrebek sama istrinya? Benar-benar enggak tahu diri, ya!" "Kayaknya ini orang juga membuat masalah sampai dicari sama yang pasang iklan," timpal seseorang membuat Imel langsung menoleh. Dia kaget sebab yang disebutkan oleh penumpang angkot lainnya itu Mila. Imel terperanjat sebab dikatakan kalau Mila ini adalah orang yang dulu sempat digerebek karena perselingkuhan, ini sama persis yang seperti yang dikatakan oleh Maura tempo hari, saat mereka masih ada di rumah sakit.Kalau benar b
Entah sudah berapa lama Mila berada di kamar. Dia sampai ketiduran, mungkin karena kelelahan dan juga efek obat yang sebelumnya sempat diminum sebelum pulang dari rumah sakit.Wanita itu terbangun dan melihat sudah pukul 10.00, tapi tidak ada tanda-tanda Imel dan Maura pun sepertinya tidak ada. Karena rumah ini begitu hening. Sang wanita merasa tak enak hati. Dia memilih untuk keluar dari kamar dan mencari siapa yang sudah datang terlebih dahulu, antara Maura dan Imel. Entah kenapa dia merasa tidak mau sendirian mungkin karena dia sedang mengandung dan banyak kekhawatiran yang mungkin saja tiba-tiba muncul di pikiran itu, akan membuatnya semakin stres jika terus sendirian. Mila butuh seseorang untuk menemani. Wanita itu sampai memanggil-manggil nama Maura dan Imel, tetapi tidak ada sahutan. Rasa cemas tiba-tiba saja datang. Dia memilih untuk menelepon Imel, karena rasa gengsi kalau harus menghubungi Maura. Yang ada adiknya malah besar kepala dan mungkin akan meminta hal yang lebih b
Sementara itu, saat ini Lusi sedang mengantar Alia. Dia benar-benar bisa meluangkan waktu untuk anaknya. Sebenarnya Alia sudah menolak dan mengatakan kalau dia bisa berangkat sendiri, lagi pula sudah hafal jalan sekolah, tapi Lusi beralasan kalau dia ingin menghabiskan waktu bersama Alia sebelum berangkat kerja.Setelah Alia masuk, barulah Lusi kembali pulang. David yang sedari tadi uring-uringan karena tidak menemukan keberadaan Lusi di sekitar rumah Adiba pun mulai bingung. Harusnya dia meminta nomor ponsel wanita itu, tetapi karena kemarin terlalu senang dan waktunya buru-buru membuat mereka sampai tidak saling bertukar nomor ponsel. Saat melihat Lusi yang berjalan melewati rumahnya, senyuman di bibir David pun merekah. Dia akhirnya bisa melihat wanitanya itu. David akan pergi ke kantor bertepatan dengan Lusi pergi, sementara berkas-berkas penting yang harus dia tanda tangani dikirimkan secara online. Sekarang zaman sudah serba mudah, jadi tidak perlu direpotkan dengan semua itu.
Hari pertama kerja Maura benar-benar merasa lelah. Dia diberikan training untuk menyusun barang di bagian makanan. Wanita itu tidak tahu kalau pekerjaan seperti ini ternyata berat. Padahal sewaktu masih sekolah dia melihat semua itu gampang, tinggal menyusun saja tanpa perlu lelah atau capek. Ternyata semua di luar dugaan, harus menghitung barang, mencatat persediaan stok dan juga menyusunnya sesuai dengan lama atau akhir expired. Ini benar-benar membuat Maura kesal sendiri. Kalau tahu begini sebaiknya dia meminta dijadikan kasir saja. Tinggal berdiri menscan belanjaan lalu menghitung uang. Kalau begini, kapan dia istirahatnya? Di bagian sini sudah habis, lalu dia harus kembali melihat dan merestock di bagian makanan lainnya. Ini membuatnya benar-benar kesal.Karyawan lama yang melihat kedatangan Maura juga merasa heran. Anak ini melakukan pekerjaan seperti tidak ikhlas. Wajahnya ketus dan menyusun barang sembarangan. Sampai akhirnya HRD supermarket Winda pun menghampiri. "Kalau ka
Suara ponsel Winda berdering. Dia melihat ada nomor satpam yang menjaga supermarketnya. Wanita itu langsung meminta izin kepada Raka untuk mengangkat, takut terjadi apa-apa di tempat usahanya. "Iya, Pak. Ada apa?""Maaf, Bu Winda. Saya mengganggu waktunya, ini ada anak muda bersama Maura. Katanya dia mau kerja di sini itu atas rekomendasi Bu Winda. Apa benar?" Seketika Winda langsung terdiam. Dia menoleh kepada Raka yang sedang bersantai. Seharian kemarin mereka jalan-jalan dan Winda akhirnya bisa melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri. Raka mau tidak mau harus memberikan nafkah batin kepada Winda. Dia takut kalau Winda mundur untuk mencari Alia. Entah itu karena terpaksa atau tidak, yang penting Raka sudah berusaha untuk membahagiakan Winda. Di manapun laki-laki akan diuntungkan jika berhubungan dengan wanita yang begitu mencintai, tetapi Raka merasa tertekan kalau harus berpura-pura memberikan kasih sayangnya kepada Winda. Untuk sekarang Raka tidak bisa melakukan lebih dari
Saat membuka pintu, Mila pikir ada Maura. Dia sampai memanggil-manggil adiknya itu, tetapi sayangnya tak ada siapa-siapa. "Ke mana anak itu?" ucap Mila. Dia menyuruh Imel untuk mencari ke sekitar rumah. Padahal gadis itu tidak tahu letak rumah ini dan bagaimana ruangannya, jadi sang gadis hanya melakukan apa yang disuruh majikannya. Entah itu mau ketemu atau tidak, yang penting sudah melaksanakan tugas."Saya lihat sampai belakang tidak ada, Bu. Tidak ada siapa-siapa," ujar gadis itu membuat Mila menghela napas panjang."Ke mana lagi sih anak itu?" gumam Mila, tetapi wanita-wanita berpikir sejenak. Mungkin Maura sudah kabur dari rumah ini. Dia tidak mengatakan apa-apa dan langsung berdiri untuk mengecek kamar Maura, ternyata masih ada barang-barangnya. "Ke mana sih dia? Kalau mau pergi harusnya pergi saja dan bawa semua barang-barang itu." Sementara Imel memilih untuk menunggu di ruang keluarga. Dia tidak berani mengikuti langkah majikannya, takut malah salah dan dimarahi. "Suda
Tepat pukul 08.00 pagi, akhirnya Mila bisa keluar dari rumah sakit itu. Dia menyuruh Imel untuk ikut ke rumahnya. Selama di perjalanan menggunakan taksi, Mila pun memilih untuk memberikan tugas penting kepada Imel. Karena dia yakin, kalau sendirian di rumah itu pasti tidak aman. Jika nanti Raka bertanya apa yang sebenarnya terjadi sampai ada orang baru di rumah, dia akan jujur mengatakan semuanya."Imel, saya memberikan tugas baru untukmu," ucap Mila tiba-tiba saja, membuat gadis itu menoleh. "Iya, Bu. Bagaimana?""Aku akan memberikan gaji dua kali lipat dibanding kamu kerja di toko saya, tapi tugasmu hanyalah menjadi asisten saya di rumah. Tugasmu memastikan kalau makanan saya baik dan semua yang berkaitan dengan saya, bagaimana?" tanya Mila membuat Imel terdiam.Gadis itu bukannya menjawab, tapi malah mengingat perkataan Maura tempo hari yang mengatakan kalau jika dirinya sampai mengurus Mila, maka harus sabar. Mengingat bagaimana perlakuan Mila di rumah sakit, membuat gadis itu