"Sekarang tenang dulu, ya. Ibu, udah sarapan sebelum ke sini?" "Sudah, tadi Ibu sudah sarapan karena Ibu pikir hari ini juga bisa menemui Raka lagi. Jadi, Ibu harus banyak tenaga," ujar Bu Sinta setelah dipersilakan duduk di daerah rumah Winda yang kebetulan disediakan kursi dan meja. Winda tampak kebingungan. Dia ingin menceritakan apa yang dikatakan Maura malam tadi, tapi takut kalau Bu Sinta akan marah besar. Bagaimanapun yang ada di dalam kandungan Mila itu adalah cucunya. Dia berpikir, mungkin wanita paruh baya ini tidak akan tega kalau misalkan menghilangkan calon cucunya. Namun kalau misalkan tidak diceritakan juga bingung mencari alasan dan solusi, apalagi untuk mendekati Raka agar mau kembali kepada Bu Sinta dan mendekat kepadanya juga susah. "Bu, kalau misalkan kita tunggu beberapa hari atau beberapa minggu sampai Mas Raka berpikir tentang kedatangan kita kemarin, bagaimana?""Beberapa minggu? Nggak, Win! Ibu, nggak mau menunggu selama itu. Bagaimana kalau misalkan Raka
"Pertama, katanya harus membuat Mila keguguran." Bu Sinta terkesiap. Mata wanita paruh baya itu membulat sempurna, membuat Winda benar-benar ketakutan jika terjadi sesuatu yang buruk kepada dirinya, karena sudah mengadukan hal yang dikatakan oleh Maura semalam.Lalu, tak lama kemudian tatapan mata Bu Sinta kembali normal dan bertanya apalagi yang dikatakan oleh Maura kepada Winda."Yang kedua, buat Mas Raka bertekuk lutut kepadaku dengan cara ilmu gaib," tambah Winda masih dengan berbicara hati-hati, takut Bu Sinta marah dengan apa yang dikatakan barusan.Wanita paruh baya itu diam sejenak. Reaksi yang diberikan oleh Bu Sinta membuat Winda bingung sendiri. Sebenarnya kenapa wanita paruh baya ini tidak marah-marah atau memberikan tanggapan apa-apa dan hanya diam?Beberapa saat, wanita itu jadi bingung juga, apa yang harus dia lakukan kepada Bu Sinta Jika sang wanita paruh baya hanya diam seperti ini."Jadi, gimana, Bu?" tanya Winda. Sebab sedari tadi Bu Sinta sama sekali tidak bersua
"Dasar wanita tidak berguna!" seru Bu Sinta, tiba-tiba saja sembari berdiri. Membuat Winda terkesiap, kaget."Loh, maksud Ibu apa?""Iya, kamu itu tidak berguna! Kenapa kamu itu selalu berpikiran jalan lurus dan jalan yang benar? Padahal kamu sendiri mengajar-ngejar anakku, kan? Kamu pikir itu udah benar? Harusnya kamu itu mengejar-ngejar pria lain, bukan malah berusaha untuk mendapatkan Raka yang sudah jelas-jelas tidak mau kepadamu," ungkap Bu Sinta, membuat Winda terperangah, kaget. Dia seperti melihat dua kepribadian yang berbeda dari Bu Sinta. Padahal kemarin terlihat sekali kalau wanita paruh baya itu sangat mendukungnya, tetapi kenapa tiba-tiba saja seperti ini? Benar-benar tidak dipahami oleh Winda. "Ibu, kenapa tiba-tiba marah kepadaku seperti ini?" "Ya bagaimana tidak marah? Kamu harusnya mendukung apa pun yang aku lakukan, ini juga demi kebaikan kalian. Kalau Raka terlepas dari Mila, itu artinya Raka akan kembali kepadamu. Bukan malah seperti ini. Kamu itu benar-benar ti
Raka jadi mulai gelisah. Kalau misalkan Maura sudah keluar setelah 1 minggu, sementara rencananya belum berhasil, maka dia akan benar-benar kehilangan kesempatan untuk menyatukan Raka dan Devan. Dia tidak mau sampai pria itu bersama Lusi. Kalau Raka tidak bisa bersama dengan Lusi kembali, maka siapa pun tak boleh. Termasuk Devan. "Aku sampai lupa, seharusnya kemarin itu ke rumah Lusi dan bertemu Alia. Ah! Semua ini gara-gara Mila yang mempermasalahkan pelanggan itu," ungkap Raka, saat dia sendiri di ruangan. Sementara Mila sedang mengecek stok barang. Pria itu harus segera bertemu dengan Alia dan memastikan rencananya. Sementara itu, saat ini Maura sedang membersihkan rumah. Belum juga selesai, sebab banyak sekali yang harus dikerjakan. Sang wanita merutuki kakaknya yang sengaja mempermainkannya. Dia benar-benar gila. "Kakak itu nggak punya otak! Ngapain juga harus menyiksaku seperti ini? Kalau memang sudah ada ART, sudah kerjakan saja oleh ART. Kenapa harus mengerjaiku dengan pe
"Gimana, ya, Bu? Sebenarnya aku mau-mau aja, tapi masalahnya pekerja rumah itu belum selesai." Bu Sinta berdecak pelan. Anak ini susah sekali untuk dirayu. Apakah harus dengan materi, Maura baru mau mengikuti semua permintaannya? Sementara dia juga tidak punya waktu lama, harus segera menghilangkan nyawa bayi yang ada di dalam kandungan Mila. Jangan sampai semakin besar dan sulit untuk dikeluarkan secara paksa. "Gini, deh. Sebentar aja, kok. Ibu janji akan mengabulkan satu permintaanmu, setelah kita makan." Mendengarnya Maura terdiam. Dia benar-benar bingung dengan kedatangan wanita paruh baya itu. Tetapi jika Bu Sinta menawarkan sesuatu kepadanya, tentu saja Maura tidak boleh melewatkan semua ini. Mungkin saja sang wanita bisa meminta HP baru, agar dia bisa update dan mengikuti trending topik sekarang. "Oke, kalau gitu aku siap-siap dulu, ya, Bu. Tapi mohon maaf, Ibu harus di sini dulu. Takut kalau misalkan Mbak Mila dan Mas Raka tiba-tiba datang, Ibu ada di dalam, aku akan dimar
Maura terperangah sembari mengerjapkan mata berkali-kali. Dia pikir itu salah dengar, makanya sang wanita bertanya kembali apakah Bu Sinta benar-benar mengatakan hal seperti tadi."Bentar, Bu. Ibu, seriusan mengatakan ucapan tadi?" tanya Maura memastikan yang langsung diangguki oleh Bu Sinta dengan serius. "Iya, Ibu serius mengatakan semua itu." Maura kembali terperangah, tidak menyangka kalau ibunya Raka sendiri yang memintanya untuk menggugurkan kandungan Mila. Padahal wanita itu memberikan ide tersebut kepada Winda. Bahkan Winda sendiri menolaknya secara mentah-mentah, karena tidak mau terseret dalam masalah besar. Tetapi siapa sangka? Bu Sinta malah datang pagi-pagi dan meminta hal seperti ini, benar-benar menakjubkan menurut Maura. Namun, sang wanita harus memastikan dulu. Ini ide dari siapa. Kalau memang itu adalah ide Bu Sinta sendiri, berarti Maura tidak perlu mengatakan apa-apa. Namun jika itu dari idenya, maka harus menginginkan komisi yang lebih besar dari seharusnya."
"Aku tidak bisa, Bu," ucap Maura membuat Bu Sinta terkesiap."Loh, kenapa tidak bisa? Bukankah kamu yang memberikan ide itu? Kenapa malah menolak, sih?!" seru Bu Sinta, tidak terima dengan keputusan Maura. Padahal, dia datang ke sini sampai mengajaknya makan di restoran mahal untuk mendapatkan hati Maura agar semua rencananya berhasil, tapi yang didapat manalah penolakan. Tentu saja Bu Sinta marah, sebab setengah dari isi dompetnya sudah terkuras habis karena makanan mewah ini."Ya, nggak bisa, Bu. Kalau aku yang melakukan itu semua, berarti sama saja aku pembunuh, dong. Aku nggak mau. Nanti kalau masuk penjara gimana?" terang Maura, memberikan keterangan. Dia sih nggak mau kalau sampai harus ikut-ikutan dalam masalah mereka. Maura hanya berlaku sebagai penghasut dan pengadu domba saja. Kalau misalkan mengeksekusi, wanita itu tidak mau. Dia juga berpikir kalau misalkan sampai terjadi dan diendus oleh Polisi, Maura akan dipenjara. Masalahnya, tidak ada yang akan peduli dengannya ata
Bu Sinta diam sejenak. Sepertinya dia tidak mempertimbangkan lebih jauh apa yang harus dilakukan setelah mengajak Maura untuk bekerja sama. Tentu wanita ini pasti akan meminta hal yang aneh-aneh atau lebih gila lagi menginginkan harta benda yang akan membuat Bu Sinta melarat. Tetapi, wanita paruh baya itu punya tekad kuat, yang penting anaknya kembali. Maka semua akan kembali juga seperti semula. Jadi, Bu Sinta harus mempertaruhkan segala yang dipunya untuk kelancaran rencananya ini. "Apa pun yang kamu mau. Selama Ibu bisa memenuhinya, Ibu akan memberikannya." Bu Sinta membuat Maura berdecak kagum. Wanita paruh baya ini benar-benar bukan sembarangan. Dia bahkan rela mempertaruhkan apa pun demi tercapainya tujuan. Orang seperti ini pasti akan menghalalkan segala cara dan tidak pernah ragu-ragu dalam mengambil risiko, jadi Maura harus hati-hati jika berhadapan dengan Bu Sinta kelak.Entah apalagi yang akan dilakukan Bu Sinta, yang pasti Maura tidak boleh sampai terikat apa pun dengan