Dengan terpaksa akhirnya Raka mengikuti kemauan Lusi dan Devan. Dia benar-benar kesal, ingin sekali memaki-maki dua orang ini. Namun lagi-lagi dirinya tidak berkutik. Penjara akan menantinya jika Raka melakukan sesuatu yang tidak baik terhadap Lusi maupun Devan. Akhirnya dia pun memilih untuk mengikuti semua alur yang sedang direncanakan oleh Lusi beserta Devan. Tetapi pria itu tidak akan tinggal diam. Dia pastikan menyusun rencana rapi untuk menghancurkan Devan, agar pria itu tidak bisa mendekati Lusi lagi. Devan pun memperkenalkan Raka kepada karyawan lain sebagai orang baru di sana. Raka akan ditraining oleh Devan langsung. Biasanya jika ada karyawan baru di restoran Devan, ada orang khusus yang akan melatih karyawan itu. Tetapi pengecualian untuk Raka. Dia akan membalaskan semua rasa sakit Lusi kepada Raka, dengan cara membuat pria itu benar-benar kelelahan dan tidak betah di sini. Namun demikian, Devan juga akan membuat Raka tidak punya pilihan lain selain menjalani semua yang
Karyawan itu diam sejenak, tapi wajahnya tampak kaget mendengar tawaran dari Raka. Sang pria meneliti penampilan Raka dari atas sampai bawah, lalu dia pun pergi sembari tersenyum miring. "Jangan bilang kamu suruhannya Pak Devan untuk memata-mataiku dan sengaja mengajak kerjasama agar aku hancur, ya, kan?" tanya pria itu menuntut, membuat Raka terkesiap. Wajah dari pria ini tampak muda, bahkan mungkin lebih mudah dari Raka. Tetapi, entah apa yang terjadi sampai orang di hadapannya ini begitu benci kepada Devan, sampai mengatakan hal yang seperti tadi."Aku baru saja masuk, mana mungkin aku tiba-tiba saja menjadi orang suruhan Devan. Apakah kamu tidak lihat bagaimana reaksi Devan kepadaku tadi? Dia itu benar-benar memuakkan. Aku juga benci kepadanya. Kalau kamu tahu, aku dan dia itu musuh. Tapi dia memanfaatkan kelemahanku untuk menyiksaku di tempat ini," aku Raka, terlihat sekali kalau dia itu mengeluarkan uneg-uneg yang sedari tadi mengganjal di hati.Sang pria sekarang berubah eksp
Seharian ini Lusi sangat sibuk bekerja. Beberapa klien yang memang sebelumnya sudah bekerja sama, datang membahas perihal kepemimpinan yang sudah berganti dengan wanita itu. Lusi menjamin kalau dia tidak akan mengubah apa pun yang sudah ditetapkan jika memang itu baik. Tetapi adapun perubahan kalau memang peraturan yang ditetapkan oleh Raka sebelumnya tidak menguntungkan. Tentu saja Lusia akan mencabut dan mengganti dengan peraturan baru yang lebih baik untuk kedua belah pihak. Syukurlah di antara mereka juga setuju dengan Lusi, karena memang semua yang menjadi clientnya tidak suka dengan tabiat Raka yang sudah ketahuan. Berselingkuh, bahkan ada di antara mereka mengatakan untuk menguatkan Lusi agar wanita itu tetap berdiri tegak demi anaknya yang tercinta. Lusi benar-benar berterima kasih karena semua pihak mendukungnya. Awalnya wanita itu takut kalau ada orang-orang yang masih berpihak kepada Raka, tetapi untunglah semua clientnya itu berada di pihak Lusi. Ini benar-benar sebuah k
Raka menghela napas kasar. Dia benar-benar lelah, karena seharian harus bolak-balik menulis pesanan dan juga mengantar makanan kepada para pelanggan yang ada di restoran Devan. Beberapa kali pria itu mengeluh dan memperlihatkan wajah kesalnya. Semua itu tidak lepas dari tatapan Devan. Sang pria tidak langsung menegur Raka, tapi membiarkan pria itu sampai benar-benar merasa kelelahan. Ingin tahu saja, sejauh mana Raka bisa bertahan menjadi seorang pegawai. Karena sebelumnya mantan suami Lusi itu bekerja sebagai bos, jadi pasti ini termasuk syok kultur untuk sang pria. Sementara itu Arya yang memang sebelumnya kaget karena tawaran Raka, sedikit demi sedikit mulai meneliti interaksi antara Raka dengan pegawai lain dan juga pelanggan yang ada di sini. Pria itu juga tidak lepas memandang Devan, meneliti bagaimana bosnya melihat kinerja Raka. Sepertinya, apa yang dikatakan Raka itu benar. Tampaknya ada yang berbeda dari Raka dan Devan, sampai keduanya kentara sekali perubahan sikap dan s
"Memang, apa yang ingin kamu lakukan kepada Devan?" tanya Raka, ingin tahu terlebih dahulu. Karena sepertinya pria yang ada di hadapannya ini dendam sekali kepada Devan. Sebenarnya, ini akan menguntungkan baginya. Tetapi Raka juga harus hati-hati. Kalau misalkan dia salah langkah, mungkin ini akan menjadi bumerang untuknya. Arya terkekeh. "Nanti kamu juga tahu. Ya sudah, sebaiknya bekerja kembali. Aku tidak mau sampai banyak karyawan menggunjingkan kita dan menjadi masalah ke depannya." Setelah itu, Raka dengan terpaksa melanjutkan pekerjaannya yang sudah membuat tubuh pria itu terasa lelah. Ini benar-benar memuakkan untuk. Dia ingin sekali berkeluh kesah kepada Bu Sinta, tapi pasti pada akhirnya wanita paruh baya itu akan menyalahkannya atau mungkin malah memberikan ide gila yang akan membahayakan Raka. Jadi, memang mau tidak mau untuk sekarang Raka mengikuti alur yang dilakukan oleh Lusi dan Devan. Sementara itu, saat ini Devan sudah berada di kantor penerbitan Lusi. Beberapa o
"Iya, Mas. Aku juga tidak tahu bagaimana kabarnya Mila. Aku juga tidak berniat mencari tahu. Lagi pula aku yakin, dia pasti masih dipenjara.""Kamu yakin?" tanya Devan. Lusi menautkan kedua alis sembari menoleh, karena tidak mengerti dengan pertanyaan yang diajukan oleh pria itu. Devan mungkin berpikir kalau dirinya ini sedang berbohong atau mungkin salah kira. "Kenapa kamu bertanya seperti itu, Mas? Bukankah kamu tahu sendiri, kalau Mila itu dipenjara." "Maksudku bukan seperti itu. Aku hanya mengingatkan, agar kamu itu tidak terlalu fokus kepada Raka. Sebab, aku yakin Mila itu pasti mencari celah agar menghancurkanmu," ucap Devan membuat Lusi termenung. Dia berpikir kalau perkataan pria ini benar. Bisa saja saat ini Mila sedang merencanakan sesuatu. Lusi tidak tahu kalau Mila sudah keluar dari penjara, karena setelah Mila keluar, wanita hamil itu benar-benar hanya menghabiskan waktu di kampung. Kembali pun langsung menemui Bu Sinta. Dia ingin mendapatkan Raka terlebih dahulu, b
Suara ketukan di kaca mobil membuat Maura terkesiap. Ternyata itu Devan. Pria itu tersenyum, memberi isyarat agar Maura segera keluar. Sang gadis pun berusaha untuk memperlihatkan senyuman terbaik. Hal kecil seperti ini saja sudah membuat Maura sangat senang. Andai saja dia lebih dulu bertemu dengan Devan, mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini. Pasti pria itu juga akan menolongnya, sama seperti Lusi menolong Maura saat ini. Gadis itu pun langsung keluar dan mengikuti langkah Devan untuk masuk. Di sana terlihat Lusi sedang duduk sembari melihat ke arah lain. Tatapannya itu seperti sedang menghakimi. Lebih tepatnya tampak sedang serius menatap ke arah lain. Maura yang penasaran pun mengikuti arah pandang Lusi. Betapa terkejutnya gadis itu melihat Raka yang saat ini sedang menjadi pelayan, menulis pesanan dan juga mengambil makanan yang ada di belakang. Gadis itu terperangah kaget, sampai tidak bisa mengerjapkan mata. Benarkah yang ada di sana itu Raka? Seorang pria yang katany
"Bagaimana menurutmu? Apakah aku sudah pantas memberikan pelajaran kepada Raka?" tanya Devan kepada Lusi. Wanita itu menyipitkan mata sembari berpikir, lalu tak lama kemudian dia pun menganggukkan kepala."Iya, itu lebih baik, Mas. Daripada kamu memerintahnya macam-macam, ini akan lebih menyakitkan untuk Mas Raka jika melakukan hal seperti tadi." Lusi pun membuat Devan tersenyum. Sementara Maura yang ada di sana hanya bisa berdiam diri sembari melihat kedua orang itu. Dia kembali mengepalkan kedua tangan di bawah meja, benar-benar muak dengan semua yang ada di depannya. Bisakah dia berkomentar sedikit saja? Tapi rasanya itu tidak mungkin.Sang gadis hanya bisa memilih untuk berdiam diri melihat ke sekitar, lalu matanya tertuju kepada seorang pria yang sudah dari tadi melihat Devan dari kejauhan. Gadis itu menyipitkan mata. Dia sama sekali tidak kenal dengan siapa pria itu, tetapi tampaknya masih muda. Mungkin sekitar 20 tahunan. Hanya saja sorot matanya itu menandakan kalau dia san
Kali ini Raka cukup lama sekali diam dibandingkan dengan pertanyaan sebelumnya. Winda sudah mulai takut kalau apa yang ditanyakan itu membuat Raka murka. Dia tidak mau ada pertengkaran di hari bulan madunya, berharap kalau Raka bisa mengabulkan semua permintaannya. Termasuk pertanyaan yang diucapkan oleh Winda barusan. Sebab selama berhari-hari bulan madu dengan Raka, pria itu lebih banyak diam dan melamun. Ini membuat sang wanita merasa kalau bulan madunya ini hanya berjalan apa adanya. Tidak ada yang lebih baik kecuali mereka menghabiskan waktu bersama. Itupun Raka berkali-kali terus saja memikirkan Alia. Tetapi Winda hanya bisa mengerti dan bersabar, berharap kalau Raka punya inisiatif sendiri untuk memberikan kejutan di hari bulan madu.Namun, sampai detik ini pun tak ada yang lebih spesial kecuali pertanyaan ini dan berharap pria itu mau menjawab semuanya."Kamu diam artinya kamu tidak mau punya anak dariku," ucap Winda dengan nada kecewa. Raka tahu pasti, Winda menginginkan ha
Raka kembali menatap Winda dalam diam. Apakah wanita itu benar-benar ingin tahu apa yang sedang dipikirkan oleh dirinya? Lalu, untuk apa? Begitu pikir Raka. Tetapi kalau tidak dijawab juga Winda pasti akan terus bertanya dan itu akan diulang-ulang sampai wanita ini mendapatkan jawabannya entah kapan. Tetapi rasanya Raka akan kelas kalau terus ditanya hal yang serupa. "Apakah kamu sangat penasaran dengan jawabanku?" tanya Raka, tiba-tiba saja membuat Winda terkesiap. "Bukan begitu, Mas. Maksudku, kita kan sudah jadi suami istri. Memang aku sudah berjanji untuk tidak saling ikut campur antara aku dan urusan Mila. Tetapi apakah aku salah hanya bertanya? Aku tidak akan menyalahi semua keputusanmu. Aku hanya ingin bertanya. Anggaplah ini rasa penasaranku, karena kalau tidak dilakukan mungkin aku akan terus-terusan kepikiran dan hanya ingin tahu jawaban apa yang akan kamu berikan jika pertanyaan serupa kembali diucapkan," ungkap Winda, sesuai dengan pemikiran Raka sebelumnya. Pria itu me
Raka kaget mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Winda. Bahkan pria itu sampai tidak berkedip, seolah apa yang dikatakan oleh Winda barusan itu sebuah bom yang hampir meledak. "Maksudnya hamil?""Ya, Mas. Aku mau tanya, kalau misalkan aku hamil kamu akan gimana?""Gimana apanya, Winda? Aku tidak paham dengan maksudmu." "Aku tahu kamu menikahi Mila karena dia sedang mengandung anakmu, kan? Tetapi kalau misalkan aku juga mengandung anakmu, bagaimana, Mas? Atau Seandainya Mila tidak mengandung anakmu, apakah kamu juga akan tetap bersamanya?" tanya Winda. Sebenarnya dia butuh validasi dari Raka. Apakah benar yang dikatakan Bu Sinta dan Maura tentang hubungan Mila dan Raka yang diikat hanya karena ada anak di antara mereka. Raka menatap Winda dalam, tapi wanita itu tidak bisa mengartikan semuanya. Lalu sang pria menoleh lurus ke depan. Ada sesuatu yang mengganjal di hati dan pikiran. Apakah dia harus mengatakan yang sebenarnya kepada Winda atau memilih untuk diam? Rasanya sudah se
Tempat pukul 12.00 siang akhirnya Maura istirahat. Ternyata di sana tidak disediakan makan siang dan membeli sendiri. Kalau tahu begini, harusnya wanita itu membawa saja makanan di rumah Mila. Tetapi sayangnya semua sudah terlambat. Dia pun akhirnya memilih untuk makan apa saja yang tersedia di sekitar supermarket, yang penting bisa mengenyangkan.Namun, lagi-lagi ada suasana yang tidak mengenakan sang wanita. Di mana para pegawai yang begitu antipati dan menjauh kepada Maura. Awalnya dia merasa kesal, tetapi lama-lama tidak mempermasalahkan. Lagipula dia sudah kenal dengan Winda. Kalau memang ada yang macam-macam, tinggal lapor saja kepada wanita itu.Maura memilih untuk membeli siomay saja, lebih murah tapi mengenyangkan. Dia pun duduk agak jauh dari teman-temannya, karena memang di sini yang baru hanya Maura saja, jadi dia tidak punya teman yang satu angkatan dan memilih untuk diam. Tidak ada inisiatif sama sekali untuk berbaur atau memperkenalkan diri.Lagi pula di sini niatnya u
Mila menyantap makanan yang dibeli lewat online. Imel pun sama, tetapi gadis itu tampak sekali berbeda dari biasanya. Seperti ada yang dipikirkan dan semua gerak-gerik dari Imel membuat Mila merasa tidak nyaman. Wanita hamil itu pun menghentikan makannya dan berusaha berbicara baik-baik kepada Imel. "Kamu kenapa sih, Mel? Kok diam saja?" tanya Mila tiba-tiba, membuat Imel terkesiap. Dia sedikit bingung, tapi ada juga rasa takut. Namun demikian sang gadis tetap menjawab pertanyaan dari majikannya, takut malah salah paham. "Enggak kok, Bu. Saya cuma berpikir aja, bisa nggak ya melaksanakan tugas dari Ibu? Mengatur semuanya," ungkap gadis itu sebab sebelumnya setelah Imel selesai membereskan isi kamar dia dan Mila sama-sama menyusun jobdesk apa saja yang akan Imel laksanakan di rumah ini, termasuk menyiapkan makanan untuk Mila. Itulah yang paling berat dilakukan oleh sang gadis. Bagaimana kalau Ibu hamil ini rewel dan dia harus mencari makanan susah? Bukankah itu adalah tugasnya seo
Di tempat lain, saat ini Raka dan Winda sedang bersiap-siap untuk pulang. Tetapi hanya packing saja, karena kepulangannya nanti malam Raka akan langsung pulang ke rumah Mila. Sementara Winda ke rumahnya sendiri. "Mas, hari ini kita mau ke mana dulu?" tanya Winda, memastikan karena dia ingin menghabiskan waktu yang sebentar ini. Sebab setelah 7 hari baru dia bisa bertemu dengan Raka lagi."Apa kamu sudah menemukan jejak Alia?" tanya Raka tiba-tiba saja membuat harapan Winda langsung putus. Dia lagi-lagi harus bisa sadar kalau dirinya hanya dimanfaatkan untuk mencari Alia. Tetapi wanita itu akan tetap bersabar dan menjalani semua ini dengan ikhlas. Sesuatu yang dijalani dengan tulus pasti akan berbuah manis. "Belum, Mas. Aku sudah coba tanya sama temen-temen di berbagai kota yang memang ada penyetok barang-barang di supermarket aku, katanya sih belum pernah lihat. Tapi kita coba aja lihat ya, Mas. Moga-moga saja minggu depan atau mungkin besok lusa ada kabar baik," ungkap Winda. Dia
Sesudah zuhur berkumandang, Lusi pun segera bersiap. David memang dari tadi sedang menunggu wanita itu, mencoba untuk mengikutinya. Dia akan mengajak Lusi untuk sama-sama berangkat kerja. Sementara itu Adiba saat ini bekerja di rumah. Dia bisa mengerjakan projectnya dan tidak perlu ke kantor. Jadi, gadis itu bisa menjaga Alia. Lusi sudah semangat untuk pergi bekerja. Ini hari pertama dan harus menjadi momen yang paling berharga. David yang melihat wanita itu keluar pun berusaha untuk mengejarnya. "Hai, mau berangkat kerja, ya?" tanya David, tiba-tiba saja membuat Lusi terkesiap. Dia langsung menoleh kepada pria itu."Oh, hai. Kamu juga mau berangkat kerja?""Iya." "Shif siang?" tanya Lusi, memastikan."Iya," jawab David sembari tersenyum. Lusi hanya tersenyum kikuk, merasa perkataan Adiba tempo hari ada benarnya. Mungkin saja pria ini punya maksud buruk, karena semuanya itu serba mendadak. Tetapi melihat bagaimana pria ini tidak melakukan hal yang di luar batas membuat Lusi mas
Di kamar yang sudah disediakan oleh Mila, Imel hanya termenung menatap lurus. Dia sama sekali tidak merasa antusias untuk melihat kamar yang akan ditempatinya. Meskipun ukurannya sama seperti kontrakan yang sebelumnya dia tinggali, tetapi kali ini pikirannya benar-benar kacau. Apa yang harus dia lakukan mendengar berita-berita itu? Apakah Imel harus menelepon orang yang memasang iklan memberitahukan alamat Mila yang sebenarnya? Gadis itu akan mendapatkan uang yang banyak, bisa membuka usaha atau membeli kios untuknya. Terlepas dari status sebagai buruh. Tetapi, bagaimana kalau Mila tahu dan malah balas dendam kepadanya? Gadis itu tidak tahu bagaimana sifat Mila yang sebenarnya, jadi harus hati-hati dengan segala perlakuan Mila. Ini benar-benar membingungkan juga syok. Dia tidak tahu harus melakukan apa sekarang.Tiba-tiba saja suara Mila terdengar menyerukan nama Imel. Gadis itu langsung terkesiap dan memilih untuk menghampiri bosnya."Iya, Bu. Bagaimana?""Kamu sudah beres-beresnya
Setelah membereskan barang-barang di kontrakan yang dahulu, Imel berpamitan dan langsung pergi menggunakan angkot. Sebelumnya dia memang ingin menggunakan taksi, tetapi tarifnya pasti mahal. Tidak masalah kalau menggunakan angkot. Lagi pula barang bawaannya hanya sedikit.Saat di dalam angkutan umum, dia mendengar pembicaraan kalau ada iklan yang memberikan hadiah besar bagi yang bisa menemukan dan memberi informasi tentang Mila. "Oh, aku tahu! Ini yang dulu sempat viral kan gara-gara dia selingkuh dan digrebek sama istrinya? Benar-benar enggak tahu diri, ya!" "Kayaknya ini orang juga membuat masalah sampai dicari sama yang pasang iklan," timpal seseorang membuat Imel langsung menoleh. Dia kaget sebab yang disebutkan oleh penumpang angkot lainnya itu Mila. Imel terperanjat sebab dikatakan kalau Mila ini adalah orang yang dulu sempat digerebek karena perselingkuhan, ini sama persis yang seperti yang dikatakan oleh Maura tempo hari, saat mereka masih ada di rumah sakit.Kalau benar b