Dengan langkah pelan aku berjalan tepat di belakang punggung Mas Ferdi, saat kakiku berdiri tepat di belakang Mas Ferdi lelaki bernama Latif itu memberi kode."Apa?" tanya Mas Ferdi, setelah itu ia menoleh ke belakang dan kami langsung bersitatap.Ada sedikit keterkejutan di wajah lelaki itu. Namun, beberapa detik kemudian ia berhasil kembali menyembunyikan ketakutan itu."Oh jadi kalian saling mengenal ya?" tanyaku."Emm ... Bu Yuli, apa kabar? Apa Anda mengenal Pak Ferdi?" tanya Pak Latif.Aku menyeringai tipis melihat gelagatnya."Dia adalah mantan suami saya, tetapi melihat hal ini membuat saya memahami sesuatu." Aku tersenyum memperlihatkan deretan gigi."Maksud Anda?" tanya Pak Latif pura-pura tak mengerti.Entahlah, aku merasa jika dalang kebakaran restoran itu adalah Mas Ferdi, lalu lelaki itu meny*gok Pak Latif agar memperlambat penyelidikan kasus ini."Fikir saja sendiri." Aku tersenyum masam, lalu mengalihkan perhatian pada Andre yang sudah memilih tempat duduk."Apa lelaki
Mengurus tiga anak itu ternyata tidak semudah yang kubayangkan, ditambah Mas Ferdi sama sekali tak peduli dengan kebutuhan mereka, biaya hidup dan sekolah mereka, lelaki itu telah lupa daratan apalagi sebentar lagi Susan akan melahirkan."Pikirkan aja dulu, Yul," ujar ibu lagi."Bagaimana kalau Ibu tinggal di rumahku aja? Jadi 'kan enak Dara ada temennya.""Bukan Ibu ga mau tapi kasihan Lira, Ibu takut ninggalin anak gadis di rumah sendirian, Yul," jawab ibu."Ya sudahlah, Bu, untuk sementara waktu jalani aja seperti ini."Aku menundukkan kepala, tubuh ini merasa lelah karena seharian mengurus usaha, lalu sekarang aku dihadapkan dengan psikis anak-anak yang kekurangan kasih sayang orang tua."Yang sabar ya, secapek apapun dan senakal apapun anak-anakmu tetaplah bersikap baik terhadap mereka.""Ayo, Ma, Adek udah siap." Dara berlari dari dalam kamar sambil menggendong tas sekolahnya."Ayo, salaman sama Nenek dulu ya.""Adek pulang dulu ya, Nek." "Hati-hati, Sayang," tutur ibu sambil m
(POV FERDI)"Mas, perutku sakit," ujar Susan sambil merintih.Aku meliriknya yang memang sedang mengelus-elus perut menahan kesakitan, dan bulan ini usia kandungannya memang menginjak sembilan bulan"Ya udah kita ke klinik sekarang."Ia mengangguk setelah itu berdiri mengambil tas besar yang berisi alat-alat melahirkan dan bayi baru lahir, sementara aku ke luar rumah memanaskan mobil."Ayo Mas bantu."Istriku itu tertatih masuk ke dalam mobil, sementara aku berlari kencang mengitari mobil lalu masuk ke dalamnya dan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh.Hatiku sangat bahagia sekali, mengingat setelah sepuluh tahun lamanya aku menanti bayi lelaki lalu sekarang mimpi itu akan segera terwujud, terlebih baru kutahu jika bayi di dalam perut Susan ini kembar.Tak kubayangkan bagaimana ramainya rumahku dengan celoteh mereka suatu saat nanti.Tepat di hadapan klinik air ketuban Susan pecah, beruntung dokter Mutia ada di tempat sehingga kami tak perlu ke rumah sakit atau harus ditangani as
Aku menelan ludah, ingin menjerit meluapkan rasa kecewa, harusnya Susan diam saja tak usah bertanya macam-macam karena saat ini pikiranku benar-benar kacau."Aku juga maunya anak kita lelaki, Mas, tapi gimana lagi. Ya kalau kamu ga nerima dan mau ninggalin aku silakan aja sih aku ga masalah," ujarnya lagi sambil menyeka air mata."Sudahlah jangan bicara dulu, pikiranku sedang kacau saat ini, Susan. Kamu tenang saja aku ga akan ninggalin kamu selama kamu menjadi istri yang baik untukku."Susan tak lagi bicara, kulihat ia memejamkan matanya dengan terpaksa."Apa kamu ingat peristiwa puluhan tahun silam, Mas? Kamu ingat kita sudah membuang anak lelaki yang baru kulahirkan di panti asuhan."Jantungku berdebar kencang mendengar penuturan Susan, bagaimana aku bisa lupa dengan kejadian waktu itu yang mana kita melakukan hal tersebut saat masih sama-sama labil."Apa ini semua karma untukmu, Mas, karena kita sudah membuang bayi laki-laki, makanya sampai kapanpun kamu ga akan bisa punya anak le
"Akting Mama bagus deh pas tadi pura-pura baik di depan Ayah, aku suka banget." Desti cekikikan di mobil."Ayahmu emang pantes digituin, Kak." Jika tak malu rasanya ingin tertawa kencang di hadapan semua orang.Begitu percaya dirinya Mas Ferdi akan memiliki anak kembar lelaki, siapa sangka yang keluar dari rahim wanita itu malah bayi perempuan.Sukurin!"Sepertinya kita harus balik lagi, Kak, hape Mama ketinggalan.""Ya udah deh terserah Mama," ujarnya sambil kembali main ponsel."Tunggu di sini ya, Kak."Aku terpaksa keluar mobil dan berlari menuju teras rumah yang mana sedang ada Mas Ferdi di sana, saat aku mendekat raut wajah lelaki itu menatapku penuh amarah."Hapeku ketinggalan, bisa tolong ambilkan," ucapku dengan ketus.Sejatinya aku tak pernah rela memberikan kado-kado itu pada anaknya. Namun, karena ingin memiliki kepuasan menertawakannya terpaksa kulakukan, dan terbukti kado-kado itu membuat rasa sakit di hatiku menipis"Apa hubunganmu dengan Dokter Mutia?" tanya Mas Ferdi,
"Hei, Mas, hidupku selalu bahagia ya meskipun beberapa kali kamu sakiti, kamu tenang saja, dan yang harus bahagia itu kamu, bukan aku, karena kalau kamu stres tensi darahmu pasti naik lalu beresiko kena serangan stroke." Aku terkikik pelan"Dasar sombong! Karena kamu tidak pernah berubah maka aku tidak akan menghadiri acara perpisahan Desti, kamu saja sana yang hadiri, jadilah ayah dan ibu yang baik untuk anak itu."Telpon tiba-tiba dimatikan, dan disaat yang bersamaan Desti datang dengan mengenakan pakaian kebaya modern warna ungu Lilac."Ma, gimana udah ok?""Sangaat ok, cantik banget sih, Kak," pujiku dengan wajah gemas."Iya dong pasti cantik siapa dulu yang dandanin," sahut Lira yang keluar dari arah kamar.Lira lah yang mendandani Desti untuk acara perpisahan ini, dan hasilnya sangat memuaskan meski ia tak pernah belajar tentang makeup pada seseorang."Ayah mau datang ga, Ma?" tanya Desti lagi membuat dadaku sedikit berdenyut.Malang sekali nasibmu, Nak, andai kamu tahu apa yang
Tujuh tahun telah berlalu, tak terasa putri-putriku kini telah tumbuh besar, Desti yang kini berumur delapan belas tahun, anak keduaku berumur enam belas tahun dan si bungsu Dara berumur tiga belas tahun.Menjadi orang tua tunggal tentu tak mudah, apalagi mengurus tiga anak perempuan dengan karakter berbeda, terlebih di usia memasuki remaja yang cenderung ingin banyak tahu dan mencoba hal-hal baru.Sebagai orang tua kita harus bisa menjadi sahabat untuk mereka, berusaha membuat nyaman tanpa rasa terkekang apalagi tertekan.Terkadang aku mengevaluasi diri menuruti perkembangan zaman agar anak-anak tak sungkan berbagi cerita dengan ibunya, aku tidak ingin mereka tumbuh dan berkembang dengan dunia luar bersama teman-temannya.Aku ingin mereka tetap menjadi putri kecilku, yang akan tetap selalu kembali dan membutuhkan ibunya ini.Ketiga putriku tumbuh tanpa kekurangan apapun, mereka bisa membeli apapun yang diinginkan, liburan ke mana saja, mentraktir teman-temannya, dan kasih sayang yang
"Ada apaan, Mas?" tanyaku dengan tatapan aneh."Yul, bisa kita bicara sebentar?"Aroma alkohol tercium ketika Mas Ferdi bicara, sepertinya pria ini habis menegak minuman keras.Aku memerintahkan anak-anak untuk masuk ke dalam rumah."Iya, duduk aja."Kami pun duduk berdampingan di bangku teras, sebelum memulai kata Mas Ferdi terlihat membakar rokoknya, menghisap benda itu dan mengembuskannya ke udara."Aku lagi perlu uang, Yul, kamu bisa pinjemin aku ga?"Mataku membulat mendengar hal itu, apa aku tak salah dengar? Seorang Ferdi yang begitu angkuh dan keras kepala meminjam uang padaku."Ayolah, Yul, bantu aku, lima juta aja, aku janji dua Minggu lagi langsung dibayar," pintanya lagi dengan memelas.Aku menghela napas, sungguh miris dengan penderitaan sekaligus rasa tidak tahu malunya, datang-datang bukan memberi uang untuk ketiga putrinya malah meminjam uang ."Uang buat apa sih, Mas? Emang kamu ga malu minjam uang sama orang yang banting tulang hidupin anak kamu?" tanyaku dengan tata
Setelah ditelusuri lebih dalam aku menemukan sebuah situs web khusus para pria hidung belang, di sana mereka bisa membahas para organ intim wanita yang pernah mereka cicipi berikut dengan Poto b*gilnya.Yang membuat otakku panas ialah poto Desti juga ada di sana, beberapa pria berkomentar tentang bentuk tubuh anakku, bahkan diantara mereka dengan terang-terangan mengincar tubuh putriku itu."Bagaimana ini, Lira?"Gadis itu langsung meluncur ke restoran begitu mengetahui Poto sy*r Desti tersebar."Apa Poto itu diambil ketika Desti diculik kemarin ya?" tanya Lira."Aku tak mau tahu Poto itu diambil kapan, yang kumau poto-poto anakku terhapus, apa kamu bisa membantuku?"Digulung emosi aku sampai membentak adik sendiri, beruntung Lira tak membalas gertakanku, ia hanya melirikku sekilas lalu kembali fokus pada laptopnya.Sebagai seorang ibu tentu hatiku sakit melihat poto-poto Desti tersebar luas apalagi dengan busana tidak pantas, selama ini aku selalu menjaganya, memastikan jika ia baik-
Aku pun meninggalkannya di luar rumah karena masih banyak yang harus kupersiapkan di dalam.Benar saja rambut Dara belum disisir, sedangkan Dita teriak-teriak mencari seragamnya, dan Desti gadis itu sedang makan sambil melamun, insiden penculikan itu benar-benar telah merenggut keceriaannya."Dara, cepat sisir rambutmu ya, Kak Haikal sudah datang itu.""Ya, Ma, bentar ini balesin chat Amina dulu." Aku geleng-geleng kepala, seperti biasa ponsel telah menyibukkan anak-anakku."Dita! Coba cari seragam olahraganya di keranjang, siapa tahu belum di setrika sama Mbak Ani!" teriakku dengan suara memekik."Duuh Mbak Ani gimana sih, kok seragam aku belum disetrika, mau dipake sekarang, Ma, gimana dong?!" teriak Dita yang menyalahkan asisten rumah tangga kami.Aku terpaksa naik ke lantai atas padahal ingin sekali bicara dengan Desti."Sini Mama setrikain, kamu cepetan keringin dulu itu rambutnya." "Gitu dong dari tadi."Aku berdecak kesal, setiap pagi pasti ada saja yang diributkan, kukira se
"Aku sudah bicara dengan Haikal, dia bersedia jadi supir anak-anakmu, Yul," ujar AndreSedikit tak percaya dengan apa yang diucapkannya, karena kulihat Haikal adalah lelaki gagah dan masih muda, bahkan terakhir kudengar ia memiliki pekerjaan."Masa sih dia mau, Dre, bukankah dia memiliki pekerjaan?" tanyaku."Ya dia mau, karena dia tak hanya mendapatkan gaji darimu tapi dariku juga, lalu dia bisa melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda sambil bekerja," jawab Andre."Memangnya anak itu putus kuliah?""Ya, semenjak keadaan ekonomi kakakku melemah, Haikal memilih berhenti kuliah dan membantu orang tuanya mencari nafkah.""Oh begitu, tapi kamu tak perlu ikut-ikutan menggajinya, Dre, aku sanggup kok memberikan gaji yang besar untuknya."Aku merasa tak enak saja pada Andre, sudah mobil ia yang carikan bahkan ia ikut andil dalam pembelian mobil ini, Andre terlalu banyak membantu kehidupanku, sementara aku tidak bisa melakukan apa-apa untuknya."Ga apa-apa, Yul, itung-itung aku bantu dia s
(POV Susan)"Ya makanya dicoba dulu, dan ingat jika dia ke sini kamu harus memelas dan memohon, juga jangan coba-coba memancing amarahnya."Ia berdecak sambil memalingkan wajah, aku tahu ia paling anti kalah dengan mantan istrinya itu, tapi bagaimana lagi saat ini posisi kami memang lemah, tak memiliki jabatan dan juga uang, sementara Mbak Yuli memiliki segalanya, dengan uangnya itu ia bisa membeli nyawa dan hidup seseorang."Aku pulang dulu, Mas, semoga saja Mbak Yuli mau membebaskanmu."Tak ada kata yang terucap darinya sebelum kepergianku.Di depan rumah bercat abu tua ini aku berdiri, rumah minimalis dua lantai itu sudah banyak mengalami perubahan, Mbak Yuli sudah banyak merenovasi bagian-bagian tertentu hingga terlihat nyaman.Mengesampingkan rasa malu aku mengetuk pintu, semoga saja wanita itu masih ada di rumahnya pagi ini.Pintu rumah terbuka nampaklah Mbak Yuli dengan setelan kerjanya, mata kami sempat bersitatap dalam diam beberapa detik."Susan?"Aku mengukir senyum tipis d
(POV SUSAN)"Apa, Dokter? Perempuan lagi?" Dokter Lia itu tersenyum sambil menganggukkan kepala."Iya, Bu, semuanya normal ya, Ibu harus banyak gerak biar persalinannya lancar nanti."Aku tak percaya setelah beberapa kali melakukan USG ternyata benar bayi yang kukandung berjenis kelamin perempuan lagi.Entah bagaimana reaksi Mas Ferdi nanti jika tahu anak yang ia harapkan laki-laki ternyata lahir perempuan lagi."Mau laki-laki atau perempuan yang penting sehat dan selamat, Bu," ujar Dokter Lia.Ia tak mengerti saja bagaimana keadaan rumah tanggaku, aku sangat takut Mas Ferdi tak tahan lalu pergi meninggalkan kami seperti dulu ia meninggalkan Mbak Yuli.Dulu saat si kembar masih kecil aku tak terlalu risau ditinggalkannya, karena aku merasa bisa mandiri, tetapi sekarang aku bergantung seratus persen padanya setelah mengandung anak ini dan tak lagi bekerja di club malam."Apa kamu bilang?! Perempuan lagi, bener ga itu hasilnya jangan-jangan salah lagi kayak yang udah-udah."Benar saja
(PoV Ferdi) Yuli sudah melapor maka lambat laun aku akan dipanggil polisi, sekarang keadaannya sudah berbeda, aku tak bisa menggunakan uang untuk membebaskan diri dari tuduhan seperti beberapa tahun silam.Aku mengacak rambut, kenapa hidup dengan Susan banyak sekali masalah, bahkan di usia pernikahan yang ketujuh masih juga belum mendapatkan kedamaian.*"Yang datang semalam siapa?" tanya Susan saat merapikan baju di kamar."Anak buah Vincen, mereka menghajarku semalam, mereka juga bilang kalau Vincen mecat aku."Susan menghentikan aktivitasnya, dengan mulut menganga ia menatapku."Kok menghajar kamu bukannya hutangmu sudah lunas? Terus sekarang kita gimana kalau kamu dipecat?"Susan memang mengetahui semua rencanaku pada Desti, dan dia mendukungnya, katanya yang penting hutang kami lunas dan beban kami hilang.Tak mudah untuk melakukan hal itu, aku harus melakukan penyelidikan terlebih dahulu agar mudah menyerahkan Desti pada Vincen."Yuli berhasil membawa kabur Desti sebelum anak i
(POV FERDI)Tengah malam pintu rumahku ada yang mengetuk beberapa kali, Susan terus saja menepuk pundakku menyuruh membuka pintu."Apaan sih ah, kamu aja sana yang buka!" Aku menepis kasar tangannya."Ya ampun, Mas! Aku tuh lagi hamil besar mau istirahat, aku capek ngurusin kedua anak kamu dari pagi, bisa ga sih ngertiin aku!" bentaknya.Sudah tujuh tahun kami membina rumah tangga ini, bukan semakin harmonis malah semakin sering cekcok setiap hari Setiap hari selalu saja ada hal yang membuat kami ribut, entah itu anak-anak, masalah keuangan dan yang lainnya.Sampai saat ini aku masih berharap anak yang ada di rahim Susan itu perempuan, aku melarang Susan bertanya soal jenis kelamin anak itu ketika di USG, aku takut saja jika bayi dalam perutnya itu perempuan lagi."Ya udah iya aku yang buka!" tegasku sambil menyibak selimut.Aku berjalan menghidupkan lampu menuju pintu, saat pintu terbuka nampaklah lima orang lelaki bertubuh tinggi besar, aku tahu dia anak buah Vincen.Vincen adalah
Pemuda bernama Haikal itu bersalaman denganku dan ibu, lalu kami masuk ke dalam.Setelah ganti baju aku menceritakan kejadian sebenarnya pada ibu, termasuk keterlibatan Mas Ferdi dengan penculikan Desti.Jelas saja ibu dan Lira murka mendengar lelaki itu dalang dari masalah ini."Dasar laki berotak batu," ujar Lira."Ini ga bisa dibiarkan, Yul, si Ferdi itu harus dipenjara," ujar ibu."Iya sebaiknya kamu segera melapor ke polisi, Yul," ujar Andre "Baiklah, aku ambil hape dulu ya."Menelpon seorang penyidik yang menangani kasus penculikan Desti, mereka menyuruhku datang ke kantor siang ini dengan Desti untuk memberi keterangan."Gimana? Udah di telpon?" tanya Andre."Sudah, aku sama Desti disuruh ke kantor nantisiang.""Baiklah, aku pulang dulu ya, nanti siang aku kemari lagi nemenin kalian.""Terima kasih ya." Lagi-lagi hanya sebuah senyuman yang kuberikan untuk membalas jasanya.Jika Andre bukan orang kaya sudah pasti aku memberikan sejumlah uang besar padanya, tetapi tentu saja And
"Bagaimana ini?" tanyaku dengan napas terengah-engah menatap Andre "Mana pistolmu, Yul?"Aku langsung memberikan benda itu padanya dan entah apa yang ingin ia lakukan, lalu kaca mobil di sampingnya terbuka setengah, seorang lelaki langsung menodongkan pedang ke leher Andre."Serahkan harta berharga kalian!" tegas laki-laki yang mengenakan penutup kepala tersebut.Perlahan Andre mulai menodongkan pistol ke orang tersebut, dapat kulihat mata lelaki itu membeliak."Jangan halangi jalanku kalau tidak kepalamu akan pecah saat ini juga," ancam Andre.Lalu di belakang mobilku terdengar seorang berteriak lantang."Mundur! Mereka membawa pistol!"Hingga akhirnya segerombolan orang itu kembali mundur dan masuk kembali ke semak-semak, aku bernapas lega ternyata tidak ada pertumpahan darah lagi.Orang-orang itu ketakutan melihat senjata api di tangan Andre dan sepupunya di mobil belakang, jika pun melawan mereka sudah pasti kalah.Mobil kembali melaju membelah jalanan malam tanpa arah tujuan."M