Share

Terjebak Dalam Malam Panas

Jam menunjukkan pukul satu dini hari, tapi Aksena belum juga pulang. Kalisa duduk di tepian ranjang dengan gelisah. Bukan hanya gelisah, tapi juga dadanya terasa panas menahan cemburu yang teramat sangat. Pasalnya dia tahu sedang berada di mana Aksena saat ini?

Namun, setengah jam kemudian pintu kamar terbuka dan Aksena melangkah masuk dengan tubuh sempoyongan. Kalisa buru-buru menghampiri dan memapah Aksena yang hampir saja terjatuh.

"Kamu mabuk, Sen?"

"Bukan urusan kamu!" Aksena berusaha menepis lengan Kalisa tapi dia terlalu mabuk untuk berdiri sendiri.

"Berbaring dulu, Sen."

"Jangan sentuh aku!" Aksena mendorong tubuh Kalisa tapi tenaganya tidak terlalu kuat karena di bawah pengaruh alkohol. Alhasil keduanya justru ambruk ke atas kasur.

Posisi Aksena berada di atas tubuh Kalisa dengan mata yang masih menatap tajam pada istrinya itu.

"Ngapain kamu menemui Sandra? Kamu ngancam dia?"

"Sudah seharusnya dia sadar diri dan menjauh karena kamu sudan jadi suami aku, Sen." Kalisa membela diri. Dia merasa apa yang dilakukannya sudan tepat. Seberapa dalam cinta Aksena pada Sandra, tidak akan bisa menutupi kenyataan kalau Aksena adalah suaminya sekarang.

"Kamu memang nggak tahu diri, ya, Lis. Aku sudah bilang ribuan kali kalau aku nggak nganggap kamu sebagai istriku. Setahun saja aku menuruti kemauan orang tua kita dan setelah itu aku akan ceraikan kamu setelah aku resmi menjadi pemilik Mahadewa Group."

Kalisa tersenyum sinis. Dia mencoba untuk menenangkan diri menghadapi kemarahan Aksena yang meluap-luap. Karena sebentar lagi obat itu akan bekerja dan Aksena akan berada dalam pelukannya malam ini.

"Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan, Sen."

"Kamu!" Aksena menunjuk tepat di depan wajah Kalisa dengan rahang mengeras. Namun, tiba-tiba saja dia merasakan kepalanya pening. Hawa panas menjalar ke seluruh tubuhnya dan seakan-akan ada sesuatu yang menggelitik area kepribadiannya hingga otaknya kini berpikir untuk menerkam sosok cantik di hadapannya.

"Kalisa, aku benci sama kamu," ucap Aksena tak sejalan dengan sorot matanya yang penuh hasrat. Kalisa mengulas senyum lembut dan mengelus dada Aksena.

"Kalisa!" geram Aksena sambil sekuat tenaga menahan sentuhan tangan Kalisa di kulitnya. Namun, hasrat yang membumbung tinggi dalam dirinya seakan-akan tidak mampu dia bendung. Sosok Kalisa dengan tubuh moleknya membuat Aksena gelap mata.

Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya, yang jelas sentuhan Kalisa terasa bagai sengatan listrik yang mampu membangkitkan gairahnya sebagai laki-laki.

"Kalisa!" geram Aksena kembali, suaranya parau, bergetar antara kemarahan dan godaan yang tak terelakkan. Dia tetap mencoba menahan sentuhan tangan Kalisa yang lembut namun penuh tenaga di lengannya. Kulitnya terasa panas di bawah sentuhan itu, seakan-akan ada aliran listrik yang mengalir dari ujung jari Kalisa, menyebar cepat ke seluruh tubuhnya, membangkitkan sesuatu yang tak terduga dari dalam dirinya.

Namun, hasrat yang membara di dadanya terlalu kuat untuk diabaikan. Seperti ombak yang tak bisa dihentikan, ia terus menghantam benteng pertahanan terakhir dari akal seharnya.

Kalisa, dengan senyuman yang penuh misteri, tidak sedikit pun terlihat terkejut oleh reaksi Aksena. Dia melangkah lebih dekat, membuat jarak di antara mereka semakin tipis, nyaris tak ada ruang untuk bernapas.

Aksena memalingkan wajahnya, mencoba menghindari tatapan mata Kalisa yang tajam dan penuh godaan. Tetapi, aroma tubuhnya yang begitu dekat, sensual dan memabukkan, membuatnya tak bisa berpikir jernih. Napasnya tersengal, mencoba mencari kendali yang terus-menerus terlepas dari genggamannya.

“Ini salah ...,” gumam Aksena, namun kata-katanya terdengar lemah bahkan di telinganya sendiri. Rasanya seakan dia mencoba meyakinkan dirinya sendiri lebih dari sekadar memperingatkan Kalisa. Kalisa menyadari hal itu dan tersenyum, senyumnya seperti hembusan angin hangat di musim semi, menggoda dan memikat.

Tubuh Aksena menegang, otaknya terus berjuang untuk mencari alasan, untuk menemukan kekuatan agar bisa mengusir Kalisa dari pikirannya. Namun, semakin dia berusaha menolak, semakin dalam dia tenggelam dalam pesona Kalisa. Dia merasa tersesat, hilang dalam pusaran emosi yang seolah-olah tak memiliki akhir.

“Aku tidak mencintai kamu. Aku tak bisa ....” Suaranya memudar, nyaris tak terdengar.

“Lepaskan semuanya,” bisik Kalisa lebih dekat, bibirnya nyaris menyentuh leher Aksena. Sentuhan bibirnya yang ringan membuat tubuh Aksena tersentak, seakan-akan ada kekuatan yang lebih besar dari dirinya sendiri yang merespons. “Biarkan kita tenggelam bersama dalam apa yang kita rasakan. Kamu berhak mencobai tubuhku karena aku sudah resmi menjadi milik kamu."

Aksena menggenggam tangan Kalisa dengan kuat, tetapi bukan untuk menahannya menjauh. Sebaliknya, dia merasakan dorongan yang tak bisa dia tolak untuk menariknya lebih dekat. Konflik di dalam dirinya semakin kuat—antara keinginan untuk tetap setia pada kekasihnya, Sandra dan keinginan untuk melepaskan semua itu demi momen kebersamaan dengan Kalisa, momen yang diwarnai oleh gairah yang tak tertahankan. Akesan berusaha mencerna semuanya.

Kenapa dia bisa begitu bergairah menyaksikan kemolekan tubuh Kalisa yang kini dia lihat tanpa adanya penghalang. Sungguh, baru kali ini dia melihat Kalisa sepolos ini. Selama ini dia tidak peduli padanya, bahkan mungkin jika akal sehatnya bekerja, dia tidak bernafsu untuk menghabiskan momen panas sedetikpun dengan Kalisa.

Tapi malam ini, apa yang sedang terjadi.

“Kalisa, aku ....” Kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya, tidak bisa dia ucapkan. Dia menatap dalam mata Kalisa yang memancarkan kehangatan dan janji yang manis, namun penuh bahaya.

Kalisa tahu bahwa Aksena sedang berada di ujung jurang. Dia menyadari betapa sulitnya bagi Aksena untuk melawan perasaan yang telah tertanam begitu dalam malam ini. “Kamu tidak perlu mengatakan apa-apa, Sen,” ujarnya lembut, sambil menempatkan tangannya di dada Aksena, merasakan detak jantungnya yang tak beraturan. “Biarkan aku yang menuntunmu. Biarkan kita menikmati malam ini, hanya untuk kita.”

Sentuhan tangan Kalisa semakin membuat hati Aksena bergolak. Logika dan moral yang selama ini menjadi panduannya terasa hancur berkeping-keping, seiring dengan semakin dekatnya Kalisa. Napasnya semakin berat, dan semua pertahanan terakhir yang dia coba bangun hancur tanpa sisa.

Dengan satu tarikan napas panjang, Aksena akhirnya menyerah pada apa yang telah lama dia tolak. Dia menarik Kalisa ke dalam pelukannya, dan dalam sekejap, mereka berdua tenggelam dalam hasrat yang telah lama terpendam, melupakan dunia di luar mereka, dan terhanyut dalam momen yang penuh dengan gairah dan keinginan yang tak terucapkan.

Malam itu Kalisa mendapatkan apa yang selama ini dia inginkan. Sebagai istri Aksena, sebagai wanita yang dibuat melambung ke angkasa oleh Aksena.

Aksena telah sepenuhnya menjadi miliknya, meskipun Aksena mungkin tidak menyadari apa yang telah dilakukannya karena berada di bawah pengaruh alkohol, tapi Kalisa berhasil menikmati saat-saat indah yang penuh hasrat malam ini.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status