Share

Siapa Perempuan Itu?

Kalisa tersenyum saat melihat Aksena masuk ke dalam kamar. Dia sudah menunggu kepulangannya sejak tadi. Meskipun hatinya perih karena dia tahu Aksena baru saja pulang mengunjungi kekasihnya, tapi Kalisa berusaha bersikap seakan-akan dia tidak mengetahui apapun.

"Baru pulang, Sen?" tanya Kalisa seraya turun dari tempat tidur dan mendekati Aksena yang sedang melepas jas kantornya.

"Kamu lihat kan aku baru pulang? Pakai nanya lagi," jawab Aksena ketus.

Kalisa berusaha untuk mengabaikan ucapan Aksena. Dia meraih jas milik Aksena dengan maksud ingin menggantungnya di gantungan baju. Namun, Aksena dengan kasar merebutnya kembali.

"Nggak usah! Aku bisa sendiri. Lis, aku sudah bilang sama kamu, nggak perlu kamu bersikap layaknya seorang istri karena aku nggak akan pernah nganggap kamu istriku. Ngerti?" Setelah memgucapkan kata-kata kasar itu Aksena berjalan menuju kamar mandi dan menutup pintunya dengan keras.

Kalisa mengepalkan tangan dengan keras menahan luapan kekesalan dalam dada. Matanya tertuju pada jas Aksena yang kini tergeletak di sofa. Dia raih jas itu lalu menciumnya. Bau parfum milik Aksena telah bercampur dengan bau parfum wanita. Sudah bisa ditebak apa yang telah Aksena lakukan dengan perempuan itu.

Membayangkannya saja membuat darah Kalisa mendidih. Dia meremas jas di tangannya lalu membantingnya di atas sofa. Ini tidak bisa dibiarkan. Kalisa berjalan menuju keluar kamar dan berjalan menuju dapur. Di sana, dia melihat Bi Imah sedang menyeduh kopi untuk Aksena.

"Bi, biar aku yang bawa ke kamar," ujar Kalisa sambil meraih nampan berisi cangkir kopi dan tanpa menunggu persetujuan Bi Imah, Kalisa membawanya ke kamar. Dia letakkan kopi itu di meja yang ada di balkon kamar. Kebiasaan Aksena memang meminum kopi sebelum tidur. Memang aneh, sedangkan kopi mitosnya bisa membuat seseorang terjaga. Tapi tidak dengan Aksena.

"Sen, kopinya udah siap," ucapnya saat melihat Aksena keluar dari kamar mandi. Jantung Kalisa berdegup kencang melihat pemandangan indah yang terpampang di depan mata. Aksena yang hanya memakai lilitan handuk dari pinggang hingga ke lutut memperlihatkan otot-otot perutnya yang kokoh.

Kalisa menelan saliva dengan susah payah. Wanita mana yang tidak menginginkan untuk disentuh oleh tangan Aksena. Kalisa pun tergila-gila dengan sosok pria tampan itu. Namun, dia harus berusaha keras untuk mendapatkan sentuhan Aksena tentu saja.

"Kamu nggak perlu repot-repot bikinin kopi," ujar Aksena dingin, tanpa beranjak ke balkon untuk menyeruput kopi. Dia malah memakai pakaian tidur dan naik ke atas kasur. Dia tutupi tubuhnya dengan selimut sambil memunggungi Kalisa.

"Jadi nggak akan diminum?" tanya Kalisa sambil menahan sesak di dada.

"Lagi nggak selera minum kopi."

Kalisa menghela napas dalam-dalam. Hatinya terasa perih akan sikap dingin Aksena meskipun ini bukan kali pertama dia mendapat perlakuan yang tidak mengenakakkan dari suaminya itu.

Kalisa menatap punggung Aksena yang terbungkus selimut. Ingin rasanya dia menyentuh punggung kokoh itu tapi dia tahu apa yang akan dia terima nantinya. Dia hanya bisa menghela napas beberapa kali berusaha menepis rasa perih di dadanya.

***

Kalisa tahu sejak dulu Rangga memang menyukainya. Rangga rela berbuat apapun asal Kalisa yang memintanya. Bahkan saat Kalisa memintanya untuk menyelidiki kekasih Aksena, Rangga menyanggupi dan kini Kalisa sudah mengantongi informasi tentang perempuan itu.

Namanya Sandra. Dia bukan dari kalangan elite. Bahkan keluarganya pun keluarga biasa-biasa saja. Sandra adalah mantan pelayan bar dan pertemuannya dengan Aksena terjadi saat Aksena berkunjung ke bar tempatnya bekerja.

Kalisa tidak habis pikir, seorang Aksena bisa jatuh hati dengan perempuan malam seperti itu. Firasat Kalisa mengatakan kalau perempuan bernama Sandra hanya menginginkan uang Aksena saja. Sandra hanya memanfaatkan Aksena.

Apalagi yang diinginkan perempuan seperti itu saat berkenalan dengan seorang billionaire seperti Aksena. Kalisa tidak bisa membiarkan perempuan seperti itu mengalahkannya. Kalisa lebih segala-galanya dari perempuan itu.

Kalisa segera bertolak ke rumah Sandra. Dia harus bertemu dengan perempuan itu dan memintanya untuk meninggalkan Aksena sesegera mungkin. Tidak salah bukan dirinya melakukan hal itu karena dirinya adalah istri syah dari Aksena.

Kalisa mengetuk pintu bercat putih itu beberapa kali hingga Sandra muncul dari balik pintu. Wajah perempuan itu tampak kebingungan dengan kehadiran Kalisa yang tidak dia kenal.

"Boleh masuk?" tanya Kalisa dingin. Namun dia berusaha untuk tetap menjaga sikapnya tetap tenang. Sekilas, dalam hati dia memuji kecantikan perempuan yang berdiri di hadapannya tapi segera dia buang pikiran itu.

"Silahkan," ucap Sandra dengan suara lembut.

Kalisa masuk ke dalam ruang tamu yang tidak terlalu luas namun perabotnya terlihat cukup mewah. Sudah pasti semua ini dia dapatkan dari Aksena.

"Aku Kalisa. Aku istrinya Aksena."

Wajah Sandra tak mampu menyembunyikan keterkejutan yang nyata. Dalam hati Kalisa merasa puas karena mampu mengintimidasi perempuan itu.

"Aku minta sama kamu untuk menjauhi suamku untuk selamanya. Biarkan kami menjalani rumah tangga kami dengan tenang." Kalisa menatap Sandra dengan tatapan tajam.

"Maaf, Mbak Kalisa. Aku dan Mas Sena sudah tiga tahun bersama dan Mas Sena sudah mengatakan padaku kalau pernikahan kalian hanya sebatas hubungan bisnis keluarga. Mas Sena hanya mencintaiku." Sekilas Kalisa melihat senyum miring terulas di sudut bibir Sandra. Bangga sekali dia mengatakan Aksena hanya mencintainya.

Kalisa pun tersenyum sinis. Ingin rasanya dia menjambak rambut Sandra atau menghajarnya hingga babak belur. Tapi Kalisa mati-matian menahan diri untuk tidak melaksanakan apa yang ada di dalam benaknya itu.

"Aku nggak peduli apa yang Aksena katakan sama kamu. Aksena itu suamiku dan aku nggak akan pernah membiarkan siapapun merusak itu. Wajar kan, seorang istri mempertahankan rumah tangga yang baru saja dibangun?"

"Rumah tangga apa, Mbak? Rumah tangga pura-pura?" Sandra tertawa renyah, membuat dada Kalisa bergemuruh menahan marah. Perempuan itu sedang mengejeknya.

"Nggak ada yang pura-pura. Pernikahanku dan Aksena itu syah di mata hukum. Jadi apa posisi kamu kalau bukan perebut suami orang namanya?"

Kembali Sandra tertawa renyah dengan tatapan mata yang terlihat menyepelekan Kalisa. "Terus kamu mau apa, Mbak Kalisa yang terhormat, kalau aku nggak mau meninggalkan Mas Sena?" tantangnya,

"Diam kamu!" sentak Kalisa. Darahnya sudah benar-benar mendidih sekarang. Perempuan ini sepertinya sangat keras kepala. "Kamu benar-benar perempuan yang tak tahu malu!" makinya geram.

"Aku tahu latar belakangmu, Mbak Kalisa. Mas Sena sudah menceritakannya. Tapi, aku dan Mas Sena saling cinta dan mau sekaya dan secantik apapun Mbak Kalisa, tidak akan pernah bisa membuat Mas Sena berpaling dariku," ucap Sandra penuh penekanan.

Kalisa mengepalkan kedua telapak tangan dengan erat. Sementara perempuan di hadapannya itu kini tersenyum puas melihatnya tak lagi mampu berkata-kata.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status