Aku pulang dengan naik ojek. Sesampainya depan rumah, aku lekas membayarnya dan setengah berlari masuk ke rumah. .“Assalamualaikum, Clara,” sapaku dengan sedikit berteriak.Kepala Clara menyembul dari dalam kamar, dia mengucek kedua matanya lalu mengerjap. “Sudah pulang, Mas,” jawabnya tanpa senyuman.Aku langsung menggandeng bahunya dan mengajak Clara duduk bersama setelah menilik Amira yang tengah tidur pulas.“Clara, kamu tahu isi tas di sini,” tunjukkin dengan menepuk-nepuk tas yang masih menggelantung di pundak.“Apa itu, Mas.““Uang 80 juta, Dik.““Yang benar, Mas?“ tanyanya sembari menarik tas selempangku, aku mengangguk dan memberikan kepadanya.Mata Clara mendelik tanpa berkedip menatap ke dalam tas, lalu menumpahkan semua isinya. “Duit semua ini, Mas?“ tanyanya dengan tangan mengorak-arik.Aku mengangguk lagi, melihat dia kegirangan membuatku ikut bahagia di dalam sini.“Baiklah, Mas. Nanti aku langsung kabari Omku untuk menjemput uang ini.““Iya, Dik. Alhamdulillah. Utan
Mungkin saja, Sherly hanyalah jodoh sementara untukku, kami tidak berjodoh sampai akhir hayat. Aku sekarang sudah menemukan siapa jodohku yang sebenarnya. Clara.Mungkin aku harus mendatangi Sherly, memberi support dan jangan menyerah meskipun mandul. Aku akan kasih saran ke dia nanti saat menikah. Tak perlu menunggu lama, lekas saja mengadopsi anak, karena rasa kebahagiaan itu datang berulangkali saat melihat anak tertawa, melihat tumbuh kembangnya. Bahkan kebahagiaan itu berkali lipat dari pada saat mendapatkan uang.Kamu harus merasakan itu, Sherly.“Mas! Masih lama?“ teriak Clara dari luar.Aku pun menarik lamunanku, dan segera bangkit. Lalu mengguyur badan ini dan menyabuninya secara rata.Tidak sampai 5 menit aku selesai mandi.Aroma Indomie menusuk penciumanku, perut pun mendadak terasa perih minta diisi. Aku pun lekas memakai pakaian lalu keluar, dan berjalan ke meja makan yang sudah terisi semangkok Indomie rebus dengan asap yang mesih mengepul.Aku segera menyesap kuahnya s
Dadaku bergemuruh dan napasku naik turun, ada yang sesak di sini. tanganku seketika mengepal. Inginku layangkan di pipinya.“Clara!“ desisku dengan menekan suara.Clara mendongak menatapku. “Siapa?““Hah?““Kamu sedang berkirim pesan dengan siapa?“ tanyaku mendekat. Andaikan aku sedang tidak menggendong Amira. Sudah kurebut ponsel di tangannya sedari tadi.“Apa sih, Mas. Biasa saja kali ngomongnya, kayak di hutan saja, teriak-teriak,” sungutnya dengan pasang muka ditekuk sembari tangannya menyembunyikan ponselnya di balik badannya.Hilang sudah kesabaranku, aku segera menaruh Amira ke ranjang. Tidak kupedulikan lagi mau nangis atau terbangun. Aku harus tahu isi ponsel itu yang membuat Clara tertawa seorang diri.“Sini kasih lihat!“ Aku segera melayangkan tubuh agar lebih dekat dan bisa mengambil ponsel itu. “Mas, aku ini cuma pengagum BTS, tidak ada cowok lain selain Mas Pram,” jawab Clara menghindar.“BTS?“ Aku sungguh tidak paham apa singkatan apa itu.Aku menarik tubuhku, menguru
“Assalamualaikum, Pak.“ Sapaku ke atasanku yang sudah datang lebih awal dan tengah sibuk membereskan barang.“Walaikum salam, cepat pakai celemek yang ada di dalam, segera bantu bapak setelah ini. Besok kalau datang usahakan lebih pagi, ya!“ suruhnya tanpa menatapku dan masih melanjutkan pekerjaannya.Aku mengangguk, menuruti instruksinya. Aku melangkah masuk ke meja yang terletak di dalam toko, segera aku menyimpan tas ini ke gantungan dinding di antara tempelan beberapa kertas yang sudah terisi coret-coretan.Aku pun meraih celemek yang menggantung, hanya itu yang terlihat. Celemek itu sepertinya sudah bekas pakai, karena terlihat banyak tepung menempel.“Ngapain aja sih di dalam? Ngambil celemek saja sampai satu jam!“ teriak pemilik toko itu. Aku meneguk ludahnya mendengar suaranya. Baru pertama kali aku sudah tidak dibuat nyaman olehnya, bagaimana caranya aku bisa menjalani tiga tahun penuh? Padahal aku yakin aku menaruh tas ini paling tidak sampai 10 menit, tapi langsung diprote
POV Sherly.Aku mematut diri di cermin dengan disaksikan oleh Tante Yanti. Melennggokkan badan ke kanan-kiri. Aku melihat Tante melalui pantulan cermin, nampak daritadi senyumannya tidak luntur sama sekali. Gaun berwarna putih tulang terpasang di badanku, aksen mutiara melengkapi keindahan detail gaun. Kedua lengan gaun sangat pas dengan ukuran lenganku, dari pinggang ke bawah sangat lebar dan memanjang. Aku disuruh untuk berjalan melewati altar yang sudah tersedia di dalam gedung butik khusus gaun wedding. Aku baru pertama kali melangkah di gedung ini, sepertinya gedung ini tidak terlihat sebelum mengenal Tante. Apa karena kemewahan gedung ini membuatku tutup mata. Para karyawan di sini pada memujiku, katanya aku sangat cantik dan cocok memakai gaun yang dikenakan sekarang. Kami memilih gaun yang ready stok, karena untuk memesan dan membuat kusus sesuai desain sendiri itu tidak ada waktu. Karena waktu sudah sangat mepet, jadi kami disuruh memilih gaun yang sudah tersedia di sini.
Aku melangkah kecil ke parkiran, hotel yang dituju adalah hotel bintang empat se-Jakarta. Di mana hotel itu yang dipilih Tante untuk pernikahan kami nantinya. Rencana pernikahan yang sederhana ternyata hanya sebatas wacana. Aku tidak tahu lagi, seperti apa pernikahanku nanti, tapi pastinya sangat mewah. “Setelah ke hotel kita langsung ke butik satunya ya, kalau di sana tidak terbatas waktunya, paling mepet 2 Minggu sebelum hari H.““Mau ngapain, Tante?““Milih kain, setelah itu nanti jemput Mbak Lastri dan pak Yanto ya, Tante tunggu di sana buat ukur badan,” suruhnya.Aku mengangguk lagi.Mobil yang aku kendarai sudah sampai di depan lobby hotel, para penjaga pun mengambil alih meminta kunci mobil untuk memarkirkan. Sementara aku dan Tante diajak langsung masuk ke resepsionis. Tante menunjukkan layar ponselnya yang langsung disambut pelayan hotel dengan sangat ramah. Pelayan itu langsung mengajak kami di sebuah ruangan. Kami duduk di sofa dengan meja kaca dan Pelayan itu mulai membu
“Sherly, kalau ijabnya sekalian di gedung ini gak papa kan?“ tanyanya menoleh ke arahku. Aku bengong sejenak.“Soalnya rumah Tante ataupun ruko yang kamu tinggali sepertinya tidak muat untuk 300-an, Sherly.““Iya, enggak papa, Tante. Enaknya saja bagaimana,” jawabku kemudian, memang benar apa yang diucapkan Tante. Kayaknya lucu juga ya nikah di dalam Ruko.“Baiklah.““Mbak, nanti saya minta yang sebelah sini digelar karpet saja ya, saya pengen akad nanti lesehan saja. Hanya ada meja kecil buat pengantin. Jadi setelah acara akad selesai, baru dekorasinya diubah setelahnya, jadi dua konsep gitu, bisa?“ tanya Tante ke Mbaknya.“Bisa banget, Ibu. Kebetulan paket yang ibu pilih adalah termasuk VVIP, jadi kita yang menyesuaikan keinginan pelanggan sepuasnya. Owh ya satu lagi ... kami menyediakan perawatan selama satu Minggu sebelum pernikahan untuk pengantin kedua mempelai. Juga ada fasilitas menginap di hotel selama 10 hari, 1 Minggu sebelum hari H dan 3 harinya setelah hari H. Jadi ada 4
“Baik. Saya ijin undur diri dulu ya, Bu, Kakak. Terima kasih sudah memilih kami untuk acara hari besar nanti.“Kami manggut-manggut, tersenyum ke arahnya. Menatap siluet tubuhnya yang meliuk-liuk, melewati ballroom yang sebentar lagi akan menjadi saksi pernikahanku yang kedua nanti.“Kamu ada rekomendasi, Sherly untuk photographernya?“ tanya Tante menoleh ke arahku.“Belum ada, Tante. Nanti Sherly nyari ke IG.““Baik. Kalau MUA Tante sudah pesankan. Di Khadijah Az-zahra yang dari Jawa timur itu. Kebetulan hari H nanti kosong jadi bisa.“Aku sedikit familiar mendengar MUA itu disebutkan, tapi di mana? Lantas aku segera membuka ponsel untuk menjawab penasaranku ini, lalu mengetik pencarian nama MUA yang disebutkan Tante barusan. Jangan sampai salah MUA. Bisa jadi kan Tante salah milih, ya kan. Kalau sampai iya, aku akan membawa MUA sendiri sebagai cadangan kalau kecewa hasilnya nanti.Pencarianku ketemu, lagi aku dibuat takjub oleh Tante. Aku terus mengusap layar melihat akun MUA, melih