Share

KPKDS-5

Penulis: Fatmah Azzahra
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-11 21:59:03

Selepas Namira pergi, Nami pun mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Dia berusaha menghubungi Devina, tetapi ternyata yang mengangkat justru bocah berusia 7 tahun yang memiliki wajah begitu tampan.

"Moshi-moshi!" sapa Danryuu dari seberang dengan suara imutnya.

Nami terkekeh geli melihat Danryuu dan wajahnya yang lucu. “Moshi-moshi!" sahut Nami balik, tersenyum manis. "Mama Ryu di mana?" tanya Nami kembali.

"Sebentar aku panggil, Nami-chan!" Nampak layar handphone bergoyang ke sana kemari, seiring langkah si bocah yang berlari mencari ibunya. "Mama ... Nami-chan nyari Mama!”

Suara menggema Danryuu terdengar melalui sambungan telepon Nami, membuat wanita itu terkekeh geli.

"Danryuu ... sudah Mama bilang, jangan panggil Nami-chan? Dia seusia Mama, Sayang. Panggil bibi, ya?" Suara Devina yang gemas menyahuti anaknya terdengar frustrasi mengingatkan sang anak untuk memanggil Nami dengan sebutan Bibi.

Kekehan Nami semakin tak terhenti. Apalagi saat mengingat bocah tampan itu pernah mengklaim dirinya sebagai calon istri di masa depan.

"Bukan, Mama! Nami-chan itu calon istri aku di masa depan. Bukan bibi aku!" Suara bocah itu terdengar begitu kesal. Tak lama, layar ponsel Nami menampilkan wajah Devina. Seiring dengan itu, terdengar suara tapak kaki berlari menjauh.

"Gak bapak, gak anak, sama aja!" komentar Devina atas tingkah anaknya. "Ada apa Nami? Senang di Indonesia?"

"Senang," sahut Nami semringah. Nami bisa melihat Devina sedang berkutat dengan aktivitas di dapur, dengan ponsel yang ditaruh di meja.

"Senang yang mana? Senang sama negaranya atau sama yang mengajak?" ledek Devina, membuat semburat merah menghiasi pipi Nami. Devina langsung terkikik geli saat melihatnya. Apalagi dia yang jadi saksi sejarah panjang dari usaha Nami guna mendapatkan cinta sang pujaan hati.

"Isshhh ...! Jangan menggodaku, Vina-chan?!" rajuk Nami sembari mengerucutkan bibirnya.

Devina malah tertawa terbahak-bahak. Dia senang menggoda sang sahabat.

Delikan kemudian diberikan oleh Nami. "Aku tidak jadi curhat kalau begitu?!" rajuknya, membuat Devina menghentikan tawanya.

"Maaf ... ya sudah, kamu mau curhat apa?"

"Jika aku masuk Islam, bagaimana menurutmu?" tanya Nami gundah.

Sontak Devina terdiam. Kemudian dia mematikan kompor, agar bisa bicara dengan Nami secara serius. Ibu muda itu, kemudian duduk di di kursi. Sehingga nampak terlihat jelas dari balik layar.

"Apa yang membuatmu bingung?" tanya Devina dengan raut wajah serius.

Nami menghela napas panjang. "Ayah," sahut Nami.

Nampak beban berat menggelayuti wajahnya. Devina yang mengerti akan kegundahan sang sahabat, langsung tersenyum tipis.

"Bicara saja dengan, Paman. Aku yakin, Paman mau mengerti," ucapnya berusaha menenangkan Nami.

"Paman adalah orang paling idealis yang pernah aku kenal. Jadi aku yakin, jika beliau mungkin akan setuju dengan keinginanmu. Semangat, ya!"

Devina mengepalkan tangannya, menularkan semangat pada Nami yang tadi begitu murung.

Namu mengakhiri panggilannya dengan Devina saat suami sahabatnya itu pulang dan tak tahu malu langsung menyerang Devina, tanpa memandang Nami yang masih melihat gambar mereka

"Makanya anaknya seperti itu, kalau ayahnya saja seperti apa?" komentar Nami kesal, usai sambungan teleponnya tertutup.

"Anak siapa?" Sontak Nami menoleh ke arah Juun yang berdiri di depannya. Gadis itu sama sekali tidak menyadari jika pujaan hatinya sudah berdiri di depannya, entah sejak kapan.

"Kamu di sini?" tanya Nami heran. Dia tidak menyadari Juun datang, mungkin karena terlalu asik berbincang dengan Devina. Juun menganggukkan kepalanya, membuat Nami kembali bertanya. "Sejak kapan?"

"Sejak kamu bilang soal anak. Anak siapa, Nami-chan?" tanya Juun sembari duduk di kursinya kembali.

Nami meletakkan ponselnya kembali ke atas meja. "Oh ... Danryuu..."

"Kenapa dengan anak itu? Masih mengklaim kamu sebagai calon istri masa depannya?" tanya Juun sembari terkekeh.

"Iya, lucu ya?" Gadis itu kembali terkekeh mengingat tingkah bocah itu.

"Kamu suka dia?" tanya Juun sarat akan cemburu.

Rasa cemburu Juun semakin meningkat, apalagi saat mengingat jika dulu Nami sempat menyukai Ryu, ayah dari Danryuu.

Nami memiringkan kepalanya, menatap bingung pada Juun. "Eh, maksudnya?”

"Kamu suka dengan Danryuu?" Juun memperjelas ucapannya.

"Suka.'' Dirinya menyukai bocah tampan itu. Apalagi Danryuu adalah putra sahabatnya, sehingga dia menyayangi bocah itu seperti adiknya sendiri.

Jawaban dari Nami makin membuat Juun kesal. Harus dia akui, bocah itu memang tampan, persis seperti ayahnya. Namun, Juun tetap tidak menerima jika saingannya adalah bocah kecil berusia 7 tahun.

"Oh, gitu ... ya sudah, kamu sama dia aja?!"

Laki-laki itupun, sontak berdiri lalu mulai berjalan meninggalkan Nami yang memasang wajah cengo.

Saat tersadar Juun tengah merajuk, segera saja Nami berlari mengejar Juun yang berjalan ke arah pohon mangga yang nampak berbuah lebat. "Juun!" Nami berusaha mengejar langkah kaki Juun yang panjang. "Aku menyukainya, tapi hanya sebatas bibi dengan keponakan. Mau bagaimana pun, dia putra sahabatku yang juga sahabatmu. Tolong jangan cemburu padaku!"

Nami menarik lengan kiri Juun, lalu menarik lelaki itu hingga berbalik ke arahnya.

Juun hanya mengulum senyumnya. Dia senang saat Nami menjelaskan padanya tentang perasaannya. Namun, sedetik kemudian dia kembali memasang raut wajah datar saat sang gadis menatap wajahnya.

"Aku tidak percaya," sahut Juun, berusaha mengetes perasaan gadis yang dia cintai.

Nami tergagap, takut jika Juun semakin salah paham padanya. "Beneran kok, aku berani bersumpah!" ucap Nami yakin. Tangannya bahkan menggoyangkan lengan Juun yang dia pegang. "Tolong percaya padaku!"

Gadis itu sangat berharap lelaki yang dia cintai mempercayai ucapannya. Mata gadis itu bahkan berkaca-kaca, saat melihat Juun malah memalingkan wajahnya.

"Juun," panggil Nami lirih. Tak lama, nampak air mata mulai berjatuhan. Gadis itu bahkan mulai terisak, saat Juun tidak merespon permintaannya sedikitpun.

Isakan Nami pun membuat Juun langsung menoleh ke arah kekasih, yang telah tertunduk sembari terisak. Lelaki itu sontak gelagapan melihat gadisnya menangis. Niat hati ingin menggoda, malah gadisnya menangis dibuatnya.

"Nami-chan, jangan nangis, Sayang. Aku hanya bercanda. Aku percaya kok kalau kamu hanya menyukaiku dan anak Ryu cuma kamu anggap sebagai keponakan saja. Maafkan aku ya?" ucap Juun membujuk Nami tanpa memegang bahu gadis itu. Dirinya teringat pesan sang Ummi, jika tidak boleh bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Sehingga dirinya menahan diri dari memeluk gadis itu, guna menenangkannya. Raut wajah Juun begitu merasa bersalah. "Maaf…."

Nami yang mendengarnya pun berdiri dan sontak memeluk Juun dengan erat. Gadis itu berusaha menyalurkan rasa campur aduk yang menggebu di dalam dada melalui pelukannya.

Sementara itu, tangan Juun saling mengepal erat di sisi tubuhnya. Pria itu tak membalas sama sekali pelukan yang diberikan Nami, hingga tiba-tiba saja terdengar suara seseorang yang memanggil namanya dan membuat pelukan Nami terlepas.

"Ian!"

Panggilan Abi Rahmat dengan suara tegas nan penuh amarah itu membuat keduanya berjengit kaget. Ditambah lagi, di samping Abi Rahmat, ada ibu, adik, paman-bibi, juga Namira yang berjajar dengan wajah terkejut. Nampak pula, raut wajah kecewa yang ditampilkan Ummi Fatimah, membuat Juun semakin merasa bersalah dibuatnya.

Juun paham, abinya murka melihat putra kebanggaannya berpelukan dengan lawan jenis yang bukan mahram.

Abi Rahmat mengerti, jika Juun tidak menyambut pelukan tersebut yang dimulai lebih dulu oleh si gadis. Namun, bagaimana pun, Abi Rahmat tak mempunyai kuasa untuk menegurnya. Gadis itu, meski saat ini bermalam di rumahnya, tetapi masih bukan siapa-siapa. Keduanya nampak gugup saat ditatap dengan begitu tajam oleh Abi Rahmat, membuat keduanya sontak menundukkan kepalanya.

"Kalian berdua, ikut, Abi?!"

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Rini Rachmawati
waduh gawat tu abinya juun marah besar
goodnovel comment avatar
Elis Martini
padahal kawinin aja atuhlah Abi dari pada di tegasin gak bisa mah
goodnovel comment avatar
Chassie Sukma
mau dikasih wejangan tuh kayaknya juun dan Nami
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-6

    Wajah Abi Rahmat tampak memerah, menahan geram akan ulah putra kesayangannya, yang sudah berani melanggar perintah agama.Apalagi dirinya dan sang istri, sudah sangat memberikan penjelasan sedetail mungkin tentang hukum halal dan haram kepada putra putrinya. Bahkan Juun sempat bersekolah di pondok pesantren selama 4 tahun lamanya, jenjang Diniyah dan Tsanawiyah. Saat Aliyah saja dirinya bersekolah di luar negeri, yakni Tokyo - Jepang karena mendapatkan beasiswa pertukaran pelajar dari bupati setempat."Tolong jelaskan pada Abi, apa maksud dari perbuatan kalian barusan?" Tanya Abi Rahmat, memulai pembicaraan, menatap tajam kearah Juun, yang menundukkan kepalanya, malu kepada keluarganya karena dirinya telah mencoreng nama baik keluarga. Meskipun tidak sampai berbuat yang tidak-tidak, namun tetap saja, berhasil membuat malu dirinya sekeluarga yang di kenal taat dalam agama."Maaf, Abi," ucap Juun lirih, menyesali perbuatannya yang mudah terbawa suasana."Kenapa kamu melakukannya?" Tanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-13
  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-7

    POV JuunAku tidak menyangka hal ini akan terjadi.Gadis yang ku cintai, terpaksa pergi meninggalkan ku.Semua ini karena kesalahanku yang suka terbawa suasana, jika sudah bersamanya.Gadis supel nan periang, yang selalu mewarnai hari-hari ku selama 7 tahun ini, akhirnya terpaksa kembali ke negaranya dengan sejuta luka dan tangis, akan ketidakberdayaan ku. Pemuda culun nan bodoh.Meskipun awalnya, aku tidak memiliki rasa sedikitpun dengannya, namun melihat keceriaan dan kebaikan yang selalu dia tawarkan, di kala gundah ku, akhirnya membuatku mencintainya, meskipun aku tau, jika untuk bersamanya, akan banyak rintangan yang menghadang.Apalagi, aku tau, jika kedua orang tua ku, tidak mungkin memberikan restu, jika keadaan kami masih senantiasa berbeda seperti ini."Ian!" Panggil Ummi sembari menyentuh pundak ku. Membuatku tersentak dari lamunan."Iya, Ummi," sahutku lembut, seraya tersenyum pada beliau. Karena mau bagaimana marahnya aku, tetap aku tidak mampu menyakiti surgaku ini. Karen

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-15
  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-8

    POV JuunBaru satu hari Nami pulang ke negaranya, aku sudah merasa seperti satu tahun lamanya.Kangen...Aku rindu padanya.Membuatku jadi teringat obrolan dengan sahabatku Ryu di waktu dulu. Saat dirinya ditinggalkan oleh Devina pergi begitu saja, tanpa jawaban, setelah dirinya melamar.Yang tentu saja sempat ku ledek, ketika melihat wajah frustasi dari sahabatku kala itu. Padahal dia sempat berkata, jika Devina sebelum kepergiannya waktu itu, sempat berkata jujur, jika dirinya juga mencintai sahabatku itu.Flashback on"Hei, kamu baik-baik saja?" Tanyaku pada Ryu yang ku lihat asyik meneguk minuman beralko**l di club, tanpa merespon ucapanku sedikit pun, bahkan dirinya juga tidak merespon saat ada seorang wanita berpakaian sek** menggodanya."Pergi kamu, dasar jal***! Aku benci wanita jal***!" Makinya kesal, mendorong tubuh wanita itu yang duduk di atas pangkuannya.Alunan musik terdengar begitu memekakkan telinga. Membuat telingaku menjadi pengang, apalagi saat melihat di sekitar, o

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-15
  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-9

    Setelah selesai membantu Ummi dan Aisyah yang berkemas, karena sebentar lagi mau pulang ke pesantren, aku pun bergegas menemui Namira, karena penasaran ingin tahu apa yang mau dia bicarakan. "Adek mau ngomong apa?" Tanyaku pada Namira, yang duduk di kursi. Membuat gadis itu menoleh ke arahku sebentar, kemudian menundukkan wajahnya kembali."Hmmm ... Itu bang, Mira mau nanya? Tapi Abang jangan marah ya?" Ucap Namira malu-malu. Bahkan dirinya menggoyangkan bahunya, membuat keningku berkerut heran. Tetapi enggan bertanya."Tanya saja?!" Sahutku cepat-cepat ingin menghentikan diskusi ini."Hmmm ... Mira ingin tahu, temen Abang yang di bawa itu siapa?" Tanyanya, sedikit menatapku kemudian menundukkan wajahnya kembali."Ya, temanku. Kenapa?" Tanyaku bingung, tidak mengerti arah pembicaraan."Iya ... Aku tau! Maksudnya itu, temen dalam arti apa bang? Orang spesial kah dia? Gitu???" Sahutnya dengan bibir mengerucut. Namun tidak terlihat dari balik niqab yang gadis itu kenakan. Merasa sedikit k

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-15
  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-10

    Bandar Udara Narita, pukul 08.00 waktu setempat.Dengan langkah gontai, Nami berjalan dari arah gerbang arrived, menuju ke lobi, dimana terlihat sang sahabat bersama putranya Danryuu, datang menjemput.Setelah sebelumnya, Nami menghubungi Devina, guna menjemputnya. nampak pula di belakangnya, Reiko serta Wisnu beserta putra mereka, Inoue yang kini berusia 5 tahun."Vina-chan!" sapa Nami dengan gurat sendu. yang di balas Devina dengan merentangkan tangannya. Nami pun bergegas masuk kedalam pelukan sang sahabat, yang kini menangis tersedu-sedu."Sudah! Tidak apa-apa. Kamu kuat!" ucap Devina, menenangkan."Nami-chan kenapa menangis?" celetuk Danryuu, menarik ujung jaket yang Nami kenakan.Sontak Nami dan Devina saling melepaskan pelukan mereka. sembari mengusap air mata, Nami sedikit membungkukkan badannya, menatap kearah Danryuu, yang mengulurkan tangannya, meminta di genggam.Nami menurut, menggenggam tangan Danryuu, sembari mengulas senyum tipis."Jangan nangis, Nami-chan! jika kamu be

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-19
  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-11

    "Pagi, dokter Okahara!" Sapa suster Mitsui, adik dari dokter Reiko, dengan ceria. Saat dirinya berpapasan dengan Nami di parkiran rumah sakit.Nami yang baru keluar dari dalam mobilnya, sontak menoleh kebelakang, "Pagi, Mitsui-chan!" Balas Nami, tak lupa tersenyum manis pula padanya."Dokter hari ini tugas pagi?" Tanya Mitsui kembali, matanya berbinar-binar, seraya mendekap buku jurnal keperawatan di dada, sementara tas ransel berwarna hitam, tercangklong di punggungnya."Huum! Iya!" Jawab Nami lugas, berpaling sebentar, menutup pintu mobil, tak lupa menguncinya. Setelahnya memasukkan kunci ke dalam tas tangannya. "Apa yang sedang kamu cari?" Tanya Nami, bingung, saat melihat Mitsui nampak celingak-celinguk, seolah mencari keberadaan seseorang atau sesuatu."Dimana, Kakak?" Tanya Mitsui, heran."Siapa? Ryu?" Tanya Nami balik, bingung akan pertanyaan yang di berikan oleh Mitsui."Bukan ... Juun-kun! Dimana dia? Bukankah, kalian selalu berdua?" Tanya Mitsui dengan mata berbinar.Nami pun

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-25
  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-12

    Hari-hari Nami lalui kini dengan penuh semangat. Berusaha menguatkan dirinya sendiri, jika nanti pada saatnya dirinya akan bersama-sama kembali dengan orang yang dia cintai.Rutinitasnya sebagai seorang dokter residen, kini semakin penuh dengan kesibukan. Apalagi jika dokter senior, seperti dokter Reiko meminta bantuan para dokter residen yang bertugas dalam hal menangani pasien gawat darurat. Seperti halnya hari ini, dimana seorang pasien terkena luka tembak yang berasal dari peluru nyasar di dadanya, harus mereka tangani secepat mungkin. Dimana Nami juga harus ikut terlibat didalamnya, hanya karena sang pasien menarik jas dokter yang dirinya kenakan. Terpaksa Nami ikut membantu menanganinya."Aku tidak mau orang lain yang menangani ku! aku mau istriku yang melakukannya?!" teriak sang pasien dengan wajah pucat, kekurangan darah, memaksa Nami memeriksanya. Membuat Reiko jengah. Karena pekerjaannya terpaksa tertunda oleh rengekan si pasien yang diperkirakan berusia 30 tahun. "Kenapa kam

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-03
  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-13

    "Wah ... siapa ini?" tegur seseorang, menghentikan langkah kaki ketiganya. Merekapun lantas menoleh ke belakang. Nampak lah sepasang suami istri di sana."Hai, brother!" tegur Juun pada sosok yang menegurnya —Ryu—. Dirinya berjalan mendekati lelaki itu yang nampak merangkul pinggang sang istri, dengan erat, takut kabur.Ryu gegas melepaskan rangkulannya, kemudian memeluk Juun dengan erat. "Apa kabar?" tanyanya, setelah pelukan mereka terlepas."Baik. Kalian?" Juun balas bertanya, seraya sedikit tersenyum sopan pada Devina, yang balas tersenyum tipis."Sangat baik. Apalagi, tidak lama lagi, anak kedua kami akan lahir. Kamu sendiri, kapan menyusul dengan Nami-chan?" celetuk Ryu, sedikit mengejek sang sahabat.Juun dan Nami, sontak merona. Keduanya nampak salah tingkah. "Doakan saja kami segera menyusul, karena setiap makhluk akan mendapatkan jodohnya di waktu yang tepat," pungkas Juun dengan tenang."Hmmm ... aku mengerti. Baiklah, kami pergi dulu, ya! Karena jadwal konsultasi Vina hari

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-25

Bab terbaru

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-34

    Juun akhirnya menjelaskan semuanya tanpa satupun yang tertinggal. Sementara Abi Rahmat, hanya bungkam seribu bahasa, enggan menginterupsi sedikitpun. Hanya hela napas berat bersama gumam istighfar yang senantiasa lolos dari bibirnya sebagai respon atas semua berita buruk ini. Juun akhirnya ikut terdiam setelah sekian lama berucap. Ia ikut menghela napas pendek, pasrah akan keputusan sang ayah. Abi Rahmat berjalan perlahan ke arah tembok kawat yang ada di rooftop hingga angin senja meniup rambut pendeknya yang sudah dipenuhi uban. Matanya menatap lurus ke arah matahari tenggelam di antara gedung-gedung yang berseberangan dengan rumah sakit. "Apa yang akan kamu lakukan sekarang, Ian?" tanya Abi Rahmat tanpa menoleh pada sang putra yang kini ikut berdiri di samping kirinya, Juun ikut mengarahkan pandangan kemana ayahnya memandang. "Aku mencintainya, Abi. Tapi, jika Abi tidak berkenan? Aku —""Apa kamu akan berhenti berjuang?!" tegur Abi

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-33

    Ummi Fatimah pun terpaksa menceritakan semua yang terjadi pada suaminya, di ma a lelaki itu hanya bisa bungkam seribu bahasa. Sesekali terdengar ucapan istighfar lolos dari celah bibirnya yang kini mulai tertutupi dengan kumis. "Bagaimana menurut, Akang?" tanya Ummi Fatimah cemas. "Panggil Ian kemari. Tapi, sebelum itu..., Akang mau melihat keadaan Nami. Neng mau ikut?" ajak Abi Rahmat seraya mengulurkan tangan kanannya disertai tatapan lurus menghujam mata. "Iya, Kang. Neng ikut!" tukas Ummi Fatimah bersemangat sambil menerima uluran tangan. Keduanya lantas berjalan bersisian ke arah luar guna mencari ruangan Nami dirawat. "Oh ya, Akang mengerti, ya, isi pembicaraan orang-orang?" tanya Ummi Fatimah setelah suaminya bertanya pada salah seorang petugas keamanan mengenai ruang rawat Nami yang baru. "Sedikit-sedikit, Sayang. Akang diam-diam setiap malam belajar Bahasa Jepang, biar gak bingung saat diajak berinteraksi dengan calon besan

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-32

    Nami enggan menjawab, ia justru segera berjalan cepat ke arah jendela hingga membuat Ummi Fatimah semakin terkejut saat melihat Nami membuka kaca, lalu melompat ke bawah. "NAMI!" Ummi Fatimah berteriak kencang d bersama degup jantung berdetak kencang seraya berlari ke arah jendela. Wanita itu segera melongok ke bawah bersama seluruh perasaan takut mendera. Namun, akhirnya ia bisa bernapas lega saat melihat di bawah sana sang putra tengah memeluk Nami yang lemas dalam dekapan. Ummi Fatimah bahkan tanpa sadar mengucap syukur karena Nami selamat. Sementara itu, Juun segera menggendong Nami ala bridal, lalu meletakkannya di atas brankar yang segera didorong oleh para perawat menuju ruang perawatan. Salah seorang dokter, rekan sejawatnya bahkan segera menepuk pundak Juun seraya berujar dengan nada menguatkan, "Kamu harus kuat, Dokter Juun. Hanya kamu yang bisa menguatkan Dokter Nami saat ini. Lagipula kami semua men

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-31

    Nami bungkam seribu bahasa. Kepalanya bahkan tertunduk dalam, tidak berani mengatakan isi hatinya yang kini tidak berbentuk lagi akibat peristiwa buruk yang telah terjadi padanya. Ummi Fatimah pun berusaha mengerti. Ia ikut bungkam, membiarkan Nami berkutat dalam lamunan. Hanya jemarinya yang menggenggam sebagai bentuk jika dirinya perduli pada sang calon menantu. Nami perlahan mengangkat kepala, menatap wajah teduh Ummi Fatimah yang kini melepaskan niqab miliknya. Sementara Juun dan Abi Rahmat pergi keluar guna bicara empat mata. "Ummi, apakah saya boleh mengatakan sesuatu?" ujarnya meminta dengan sopan, meskipun suaranya terdengar serak."Katakan saja, Nak! Apa yang ingin kamu bicarakan?" ujar Ummi Fatimah, mengijinkan. Nami terdiam, kesedihannya terasa mencekam. Ummi Fatimah mengangguk sambil tersenyum hangat. "Katakanlah, Nak."

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-30

    Juun terdiam. Matanya menatap tajam pada Nami yang balas menatapnya datar. "Omong kosong apa yang baru saja kamu ucapkan, Nami Chan?" tanyanya geram.Nami tersenyum sinis. Ia membalas tatapan itu tidak kalah dingin. "Ba yi sia lan itu, Juun. Apa dia sudah ma ti?"Juun menggebrak tepi brankar hingga membuat Nami terkejut setengah mati. Jantungnya terdengar berdetak kencang, namun gadis itu berusaha untuk tidak menjerit. Ia bahkan semakin menatap dingin pada sang kekasih."Aku rasa otakmu perlu dicuci hingga bersih agar berhenti mengatakan sebuah omong kosong." Suara Juun terdengar berdesis kuat. Ia tidak mampu lagi menahan emosinya hingga tanpa sadar mengatakan sesuatu yang buruk."Ya, tentu saja." Nami menyahut dengan santai, terlihat tidak merasa bersalah sedikitpun."Agar otakku tidak mengingat kembali jika ja nin sia lan itu masih bersarang di rahimku." Nami melanjutkan ucapannya.Juun menggeram. Ia bahkan melepaskan pegangan tangannya dengan sedikit kasar hingga Nami pun semakin te

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-29

    Baju Juun penuh dengan da rah yang tentu saja berasal dari Nami. Sementara gadis itu kini telah berada di dalam ruang operasi tempat mereka bekerja guna menyelamatkan nyawanya.Dirinya tidak diijinkan ikut serta karena semua teman-temannya khawatir lelaki itu tidak bisa bertindak profesional. Apalagi saat melihat wajah panik juga lolongan histeris yang ia berikan beberapa saat yang lalu.Juun duduk di atas kursi tunggu sembari mengacak-acak rambutnya hingga berantakan dengan kepala tertunduk dalam. Sementara Aisyah ikut duduk di samping kanannya, mengusap punggung sang kakak guna memberikan dukungan."Abang," panggil Aisyah lirih sembari membersit hidungnya yang mampet dari balik niqab yang ia kenakan."Hmmm," sahut Juun menggumam, enggan mengangkat kepala. "Abang yang tenang, ya," pinta Aisyah, kembali sesenggukan.Juun tersentak. Ia lantas dengan cepat menoleh pada sang adik dengan tatapan menuntut jawaban.Aisyah lan

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-28

    Nami tercekat. Air matanya tanpa sadar menetes saat melihat hasil test pack miliknya. Kedua tangannya bahkan bergetar hebat hingga benda tersebut jatuh ke atas lantai, tepat di samping kanan kakinya, seiring isakannya yang terdengar menyayat hati."Kenapa? Ini tidak mungkin ...," Kepalanya menggeleng kuat-kuat, masih berharap jika ini semua mimpi buruk belaka.Namun harapannya harus sirna saat ia memberanikan diri kembali menatap pada benda tersebut, hasilnya tetap menunjukkan garis dua, pertanda jika dirinya benar-benar hamil.Tangisnya pun kembali pecah. Ia lantas menggigit punggung tangannya saat mendengar pintu diketuk seseorang dari luar disusul suara yang ia kenal dengan baik. "Afwan, Oni Chan. Apa Oni Chan baik-baik saja?" tanya Aisyah khawatir.Aisyah bahkan belum menanggalkan mukena karena baru selesai salat isya. Keningnya berkerut saat tidak mendengar sahutan dari dalam. "Oni Chan!" panggilnya kencang sembari menggedor pintu. Perasaan takut tiba-tiba hadir."Oni Chan!" pangg

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-27

    Nami kembali memulai harinya seperti biasa, seolah-olah peristiwa buruk yang terjadi 2 bulan yang lalu hanya sebuah mimpi buruk semata. Gadis itu bahkan terlihat begitu ceria karena hubungannya dengan Juun menunjukkan kemajuan berarti.Mereka bahkan tidak segan saling menunjukkan perasaan masing-masing di tempat kerja."Bagaimana rasanya?" tanya Nami sambil menatap penuh harap Juun. Keduanya tengah duduk di bangku taman rumah sakit yang biasanya digunakan para pekerja magang untuk menyantap bekal makan siang."Enak." Juun menyahut cepat setelah berhasil menelan makanan yang ada di dalam mulut. Lelaki itu lantas tersenyum manis sambil merapikan poni Nami yang tertiup angin sehingga menutupi mata kirinya.Nami tersipu, ia tidak menyangka jika akan mendapatkan pujian dari mulut kekasihnya."Apapun yang kamu buat, rasanya sungguh enak di lidahku." Juun melanjutkan pujiannya hingga membuat wajah Nami semakin bersemu merah."Kamu malu?

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-26

    Akira terkejut mendengarnya. Ia bahkan tanpa sadar mengumpat di dalam hati. 'Sial ... sial! Bagaimana bisa Ketua Klan Shinryuu mengetahui hal ini, dan bagaimana bisa lelaki mengerikan itu mengenal Nami? Jangan-jangan dia ...!' Matanya terbelalak sambil menoleh cepat pada Nami yang kini berusaha mundur setelah jambakannya terlepas. Nami bahkan tidak perduli penampilannya berantakan dengan rambut kusut masai juga pipi basah bekas air mata. Sementara itu di seberang sana, Ryu yang tidak sabaran segera memberikan sebuah peringatan. "Aku akan menghitung dari 1 sampai 3. Jika kamu tidak melepaskan Okahara Nami. Maka malam ini adalah malam terakhir Klan Tiger bisa bernapas di muka bumi." Akira pun memucat, ia bahkan mulai kesulitan menelan ludahnya yang tiba-tiba berubah menjadi sebongkah batu. Dengan wajah kikuk bercampur takut, juga senyum dipaksakan, lelaki itupun menjawab. "Oh ... ba-baik, Ketua. Mohon tunggu sebentar!" Akira lantas mematikan sambungan telepon setelah mendengar sahuta

DMCA.com Protection Status