"Apa?!" Jin Muka Seribu memandang ke arah jalan masuk lorong. Dilihatnya tiga orang pengawal tengah menolong mendudukan seorang temannya yang celaka. Jin Muka Seribu cepat mendatangi.
Pengawal yang duduk bersandar ke dinding lorong itu bibirnya masih tetap membiru namun wajahnya yang tadi merah kini pucat pasi, begitu juga dua tangan dan kakinya, seolah darah dalam tubuhnya telah terkuras habis! Dua matanya terpejam.
Dalam amarahnya yang meluap Jin Muka Seribu mana perdulikan keadaan orang. Dia berjongkok lalu jambak rambut si pengawal.
"Jahanam! Buka matamu! Katakan siapa yang datang ke tempat ini! Siapa yang mencelakai kalian!" Bentakan dahsyat Jin Muka Seribu membuat pengawal yang cidera menggerakkan sedikit dua matanya. Tapi dia cuma bisa membuka mata sebentar lalu tertutup kembali.
"Siapa?!" teriak Jin Muka Seribu kembali. Tangannya yang menjambak bergerak, hampir saja hendak membenturkan kepala pengawal itu ke dinding batu.
Mata si pengawal m
"Jin Muka Seribu benar-benar mahluk jahat luar biasa. Ruhtinti bagaimanapun aku tetap mengkhawatir- kan keselamatan Ruhkinki. Kau mengatakan Jin Muka Seribu tidak akan membunuhnya karena dia punya pantangan membunuh perempuan. Tetapi jika Jin Muka Seribu sampai menyiksa dan membuatnya cacat seumur hidup, rasanya kesengsaraan itu lebih dahsyat dari kematian. Aku harus kembali untuk menolong gadis itu. ""Bintang! Jangan lakukan itu!" teriak Ruhtinti.Ksatria Pengembara gelengkan kepala. "Gadis itu telah melakukan sesuatu untuk menolong kita walau dia tahu bahaya besar menghadangnya. Kini dia justru telah ditimpa melapetaka. Kau lanjutkan perjalanan ke tempat Maithatarun menunggu. Sesuai petunjuk Ruhrinjani, istri Maithatarun yang merupakan mahluk roh dari alam gaib itu, pergunakan Sendok Pemasung Nasib itu untuk memutus jala api biru yang masih menjerat dirinya. Nanti aku akan bergabung lagi dengan kalian dan teman-teman. Setelah itu kita sama-sama mencari Jin Terjungki
"Ha... ha... ha! Kabar rupanya sangat cepat diterbangkan angin kemana-mana! Ruhtinti, sendok emas di pinggangmu itu dulu aku yang miliki. Kuberikan pada Maithatarun untuk diserahkan pada Jin Terjungkir Langit. Tapi jaman berubah dengan cepat. Orang- orang yang tadinya ada di sisi yang sama kini saling bertentangan. Adalah wajar kalau kini aku meminta kembali sendok emas itu! Serahkan secara baik-baik dan kau boleh pergi dengan aman!"Ruhtinti mendengus. "Apapun yang terjadi sendok ini tidak kuserahkan pada siapapun! Apalagi padamu!"Pawungu tertawa bergelak. "Katamu dulu aku orang baik. Sekarang berubah jahat! Sudah kepalang tanggung! Aku akan merampas sendok itu dari tanganmu. Setelah itu aku akan merampas kehormatanmu!""Mahluk keji kurang ajar!" teriak Ruhtinti marah sekali. Gadis ini langsung menggebrak dengan satu serangan ganas. Tapi bagaimanapun Pawungu adalah salah seorang tokoh utama di Negeri Jin yang bukan tandingan Ruhtinti. Setelah habis-habisan men
Sementara itu di kejauhan terdengar kumandang suara genta. Setelah Ruhtinti menemui Maithatarun, Ruhrinjani, Bayu, Betina Bercula dan Arya. Dengan mempergunakan sendok emas sakti jala api biru yang selama ini menyekap Maithatarun dapat diputuskan hingga Maithatarun berhasil dibebaskan.Sebaliknya perjalanan Bintang ke danau tempat Jin Terjungkir Langit dan Jin Selaksa Angin sebelumnya berada membawa kekecewaan. Sepasang kakek nenek itu ternyata tak ada lagi di tempat itu. Saat itu hari sudah malam. Ruhtinti dan kawan-kawannya belum juga muncul. Bintang memutuskan untuk langsung saja menuju Istana Surga Dunia.* * *MAHLUK bersisik yang dikenal dengan nama Tringgiling Liang Batu berteriak menyuruh Jin Patilandak menghentikan larinya. Sampai-saat itu kakek dan cucu ini masih terus mengusung sosok Ruhmundinglaya, nenek yang tengah sekarat dalam usaha mereka mencari Ruhcinta, Jin Penjunjung Roh dan Jin Lembah Paekatakhijau. Saat itu merek
"Muridku Ruhcinta! Mengapa kau berbuat tolol!" Ruhmasigi alias Jin Lembah Paekatakhijau yang adalah guru Ruhcinta ikut berseru. Ratusan katak yang bertempelan di kepala dan sekujur tubuhnya keluarkan jeritan keras.Satu-satunya orang yang punya kesempatan dan paling dekat dengan Ruhcinta saat itu adalah Si Jin Budiman. Namun keadaannya saat itu setengah lumpuh. Sosoknya jatuh berlutut di tanah akibat terkena hantaman telak yang dilepaskan Ruhcinta pada bagian dadanya. Pemandangannya berkunang-kunang dan darah kental meleleh keluar dari mulutnya!Pada saat tidak seorangpun lagi mampu dan berkesempatan menolong Ruhcinta, tiba-tiba dari arah kanan melesat satu bayangan putih. Terlambat sekejapan mata saja orang ini tidak akan sanggup menyambar pinggang Ruhcinta. Si gadis berteriak keras dan berusaha meronta lepaskan diri. Namun pinggangnya sudah dicekal erat. Sesaat kemudian tubuhnya diturunkan ke tanah, disandarkan ke sebuah batu besar. Satu dada menghimpit dadanya yang
"Ruhniknik!" kata Ruhmasigi pula. "Otak cucumu benar-benar sudah tidak waras akibat tergila-gila pada pemuda asing ini. Dia masih mau membela pemuda yang mempermainkan cintanya. Yang berpura-pura cinta lalu meninggalkannya. Kawin dengan gadis aneh bernama Ruhrembulan yang entah dari mana asal usulnya! Hik... hik. hik! Hai Ruhcinta semoga para dewa membuatmu sadar dan mengampuni kesalahanmu!""Ruhcinta," berkata Ruhniknik alias Jin Penjunjung Roh. "Kau bercinta dengan pemuda itu. Tapi kemudian kau ditinggalkannya. Dia kawin dengan gadis lain! Apa kau tidak sadar kalau kau telah dipermainkan, dijadikan pemuas nafsu. "Paras Ruhcinta menjadi semarah saga. Bintang sendiri terperangah. Dia berteriak keras."Kalian dua nenek sinting! Siapa yang bercinta dengan gadis ini! Memangnya perbuatan keji apa yang telah aku lakukan terhadapnya? Dan aku tidak pernah kawin dengan siapapun! Juga tidak dengan gadis bernama Ruhrembulan itu! Kalian rupan
Dari dalam Istana Surga Dunia terus saja terdengar dengung suara genta. Semakin tinggi sang surya, semakin banyak orang yang naik ke puncak bukit dimana bangunan istana besar itu terletak.Ruang besar di lantai dua tempat diadakannya pertemuan itu berbentuk segi enam. Masing-masing dinding diberi cat berlainan. Yakni hitam, biru, hijau, merah, putih dan kuning. Di depan dinding warna hitam terdapat sebuah mimbar yang dikelilingi oleh lebih dari selusin kursi besar yang juga berwarna hitam. Pada dinding hitam tepat di belakang mimbar terpampang gambar besar seekor singa berkepala dua.Di atap ruangan yang berbentuk kubah segi enam tergantung empat hiasan berupa singa berkepala dua terbuat dari perunggu. Jin Muka Seribu memberi nama ruang pertemuan besar ini sebagai Ruang Seribu Kehormatan.Ruang segi enam itu dipenuhi dengan ratusan kursi- kursi yang memiliki warna sesuai dengan warna dinding di belakangnya. Di sebelah depan setiap baris- an kursi sudah terhidang
"Cincin Berbatu Hijau..." desis Dewi Awan Putih. "Jika aku harus kehilangan pemuda yang kucintai itu, jika benar Bintang telah menjadi suami gadis bernama Ruhrembulan itu, apa lagi artinya hidup ini bagiku? Lebih baik tidak satupun diantara kami yang mendapatkannya. Lebih baik Cincin Berbatu Hijau ini aku serahkan pada Bintang. Kalau saja dia bersedia membawaku keluar dari Negeri ini, masuk ke alam manusia, aku akan terlepas dari semua derita cinta ini. Ya! Aku harus menyerahkan batu ini pada Bintang. Aku akan mencari kesempatan sebaik-baiknya. Makin cepat makin baik. Tapi aku tidak akan menyerahkan batu ini di depan gadis itu. Dia pasti akan menghalangi, merampas bahkan mungkin menghancurkan batu ini. Lebih baik aku mendahului masuk ke dalam Istana Surga Dunia."Dewi Awan Putih dekati awan tunggangannya dan berbisik. "Zeus, tunggu aku di sini sampai aku kembali. Jika terjadi sesuatu di dalam Istana Surga Dunia kau lekas menyerbu menjemputku!"Dewi Awan Putih segera ke
Kakinya kiri kanan dikembangkan di atas batu. "Kerahkan seluruh tenaga dalammu. Bagi dua ke kaki kiri dan kaki kanan. " berucap Ruhrembulan sementara sepasang matanya yang bagus seolah mengendalikan jalan pikiran Ksatria Pengembara, membuat Bintang kembali melakukan apa yang dikatakan. Ksatria Pengembara ini kerahkan tenaga dalamnya yang berpusat di pusar lalu dia alirkan ke kaki kiri dan kaki kanan. Ruhrembulan merasakan batu besar tempat mereka berdiri bergetar hebat dan bagian batu yang berada di bawah injakan kaki sang pemuda kelihatan bergerak ke bawah membentuk cekungan. Dalam kagumnya melihat kehebatan tenaga dalam Bintang, Ruhrembulan keluarkan satu teriakan keras. Dua tangannya dihantamkan ke arah Kedua kaki Ksatria Pengembara. Dua larik sinar putih berkiblat. Secara aneh dua larik sinar putih itu bergulung-gulung seperti selendang, menggelung dua kaki Bintang, mulai dari lutut turun ke bawah dan menembus batu besar. Bintang merasa sekujur kakinya dingin luar biasa, ketika