Sementara itu di kejauhan terdengar kumandang suara genta. Setelah Ruhtinti menemui Maithatarun, Ruhrinjani, Bayu, Betina Bercula dan Arya. Dengan mempergunakan sendok emas sakti jala api biru yang selama ini menyekap Maithatarun dapat diputuskan hingga Maithatarun berhasil dibebaskan.
Sebaliknya perjalanan Bintang ke danau tempat Jin Terjungkir Langit dan Jin Selaksa Angin sebelumnya berada membawa kekecewaan. Sepasang kakek nenek itu ternyata tak ada lagi di tempat itu. Saat itu hari sudah malam. Ruhtinti dan kawan-kawannya belum juga muncul. Bintang memutuskan untuk langsung saja menuju Istana Surga Dunia.
* * *
MAHLUK bersisik yang dikenal dengan nama Tringgiling Liang Batu berteriak menyuruh Jin Patilandak menghentikan larinya. Sampai-saat itu kakek dan cucu ini masih terus mengusung sosok Ruhmundinglaya, nenek yang tengah sekarat dalam usaha mereka mencari Ruhcinta, Jin Penjunjung Roh dan Jin Lembah Paekatakhijau. Saat itu merek
"Muridku Ruhcinta! Mengapa kau berbuat tolol!" Ruhmasigi alias Jin Lembah Paekatakhijau yang adalah guru Ruhcinta ikut berseru. Ratusan katak yang bertempelan di kepala dan sekujur tubuhnya keluarkan jeritan keras.Satu-satunya orang yang punya kesempatan dan paling dekat dengan Ruhcinta saat itu adalah Si Jin Budiman. Namun keadaannya saat itu setengah lumpuh. Sosoknya jatuh berlutut di tanah akibat terkena hantaman telak yang dilepaskan Ruhcinta pada bagian dadanya. Pemandangannya berkunang-kunang dan darah kental meleleh keluar dari mulutnya!Pada saat tidak seorangpun lagi mampu dan berkesempatan menolong Ruhcinta, tiba-tiba dari arah kanan melesat satu bayangan putih. Terlambat sekejapan mata saja orang ini tidak akan sanggup menyambar pinggang Ruhcinta. Si gadis berteriak keras dan berusaha meronta lepaskan diri. Namun pinggangnya sudah dicekal erat. Sesaat kemudian tubuhnya diturunkan ke tanah, disandarkan ke sebuah batu besar. Satu dada menghimpit dadanya yang
"Ruhniknik!" kata Ruhmasigi pula. "Otak cucumu benar-benar sudah tidak waras akibat tergila-gila pada pemuda asing ini. Dia masih mau membela pemuda yang mempermainkan cintanya. Yang berpura-pura cinta lalu meninggalkannya. Kawin dengan gadis aneh bernama Ruhrembulan yang entah dari mana asal usulnya! Hik... hik. hik! Hai Ruhcinta semoga para dewa membuatmu sadar dan mengampuni kesalahanmu!""Ruhcinta," berkata Ruhniknik alias Jin Penjunjung Roh. "Kau bercinta dengan pemuda itu. Tapi kemudian kau ditinggalkannya. Dia kawin dengan gadis lain! Apa kau tidak sadar kalau kau telah dipermainkan, dijadikan pemuas nafsu. "Paras Ruhcinta menjadi semarah saga. Bintang sendiri terperangah. Dia berteriak keras."Kalian dua nenek sinting! Siapa yang bercinta dengan gadis ini! Memangnya perbuatan keji apa yang telah aku lakukan terhadapnya? Dan aku tidak pernah kawin dengan siapapun! Juga tidak dengan gadis bernama Ruhrembulan itu! Kalian rupan
Dari dalam Istana Surga Dunia terus saja terdengar dengung suara genta. Semakin tinggi sang surya, semakin banyak orang yang naik ke puncak bukit dimana bangunan istana besar itu terletak.Ruang besar di lantai dua tempat diadakannya pertemuan itu berbentuk segi enam. Masing-masing dinding diberi cat berlainan. Yakni hitam, biru, hijau, merah, putih dan kuning. Di depan dinding warna hitam terdapat sebuah mimbar yang dikelilingi oleh lebih dari selusin kursi besar yang juga berwarna hitam. Pada dinding hitam tepat di belakang mimbar terpampang gambar besar seekor singa berkepala dua.Di atap ruangan yang berbentuk kubah segi enam tergantung empat hiasan berupa singa berkepala dua terbuat dari perunggu. Jin Muka Seribu memberi nama ruang pertemuan besar ini sebagai Ruang Seribu Kehormatan.Ruang segi enam itu dipenuhi dengan ratusan kursi- kursi yang memiliki warna sesuai dengan warna dinding di belakangnya. Di sebelah depan setiap baris- an kursi sudah terhidang
"Cincin Berbatu Hijau..." desis Dewi Awan Putih. "Jika aku harus kehilangan pemuda yang kucintai itu, jika benar Bintang telah menjadi suami gadis bernama Ruhrembulan itu, apa lagi artinya hidup ini bagiku? Lebih baik tidak satupun diantara kami yang mendapatkannya. Lebih baik Cincin Berbatu Hijau ini aku serahkan pada Bintang. Kalau saja dia bersedia membawaku keluar dari Negeri ini, masuk ke alam manusia, aku akan terlepas dari semua derita cinta ini. Ya! Aku harus menyerahkan batu ini pada Bintang. Aku akan mencari kesempatan sebaik-baiknya. Makin cepat makin baik. Tapi aku tidak akan menyerahkan batu ini di depan gadis itu. Dia pasti akan menghalangi, merampas bahkan mungkin menghancurkan batu ini. Lebih baik aku mendahului masuk ke dalam Istana Surga Dunia."Dewi Awan Putih dekati awan tunggangannya dan berbisik. "Zeus, tunggu aku di sini sampai aku kembali. Jika terjadi sesuatu di dalam Istana Surga Dunia kau lekas menyerbu menjemputku!"Dewi Awan Putih segera ke
Kakinya kiri kanan dikembangkan di atas batu. "Kerahkan seluruh tenaga dalammu. Bagi dua ke kaki kiri dan kaki kanan. " berucap Ruhrembulan sementara sepasang matanya yang bagus seolah mengendalikan jalan pikiran Ksatria Pengembara, membuat Bintang kembali melakukan apa yang dikatakan. Ksatria Pengembara ini kerahkan tenaga dalamnya yang berpusat di pusar lalu dia alirkan ke kaki kiri dan kaki kanan. Ruhrembulan merasakan batu besar tempat mereka berdiri bergetar hebat dan bagian batu yang berada di bawah injakan kaki sang pemuda kelihatan bergerak ke bawah membentuk cekungan. Dalam kagumnya melihat kehebatan tenaga dalam Bintang, Ruhrembulan keluarkan satu teriakan keras. Dua tangannya dihantamkan ke arah Kedua kaki Ksatria Pengembara. Dua larik sinar putih berkiblat. Secara aneh dua larik sinar putih itu bergulung-gulung seperti selendang, menggelung dua kaki Bintang, mulai dari lutut turun ke bawah dan menembus batu besar. Bintang merasa sekujur kakinya dingin luar biasa, ketika
Pada deretan kursi hitam itu duduk pula seorang kakek berkepala botak. Kulit tubuhnya sampai ke kepala kelihatan gelap hangus sedang bibirnya membiru pertanda ada racun mengindap dalam aliran darahnya. Kakek ini buntung tangan kanannya. Sikapnya tenang-tenang saja mengisap sebatang pipa terbuat dari emas. Tapi begitu sepasang matanya melihat tampang Bintang, tenggorokannya keluarkan suara menggembor. Kakek ini bukan lain adalah Jin Berpipa Emas yang pernah diperintahkan Jin Muka Seribu untuk merampas Sendok Pemasung Nasib dari tangan Jin Selaksa Angin. Tapi gagal, malah ketika Bintang menolong si nenek, Jin Berpipa Emas mengalami malapetaka besar yakni terpaksa kehilangan tangan kanannya, amblas buntung dimakan Pedang Pilar Bumi! Kini sebagian racun pedang itu masih mendekam di dalam dirinya. Kakek ini memang luar biasa, orang lain tubuhnya pasti sudah gosong bahkan menemui ajal didera racun pedang sakti itu.Satu mahluk angker masih terdapat dalam kelompok para tamu yang dud
"Aku memang sedang menduga-duga," balas berbisik Jin Selaksa Angin. "Aku ingat akan ucapan guruku Jin Tanpa Bentuk Tanpa Ujud. Katanya akan terjadi satu Peristiwa besar di Negeri Jin ini. Selain itu aku harus mencari Tuhan atau Gusti Allah. Tapi yang jadi pokok pikiranku saat ini adalah Sendok Pemasung Nasib itu. Sebelumnya bukankah Ruhtinti diurus untuk mendapatkan benda itu melalui gadis bernama Ruhkinki di Istana Surga Dunia. Kita menunggunya sampai sore kemarin, dia tidak muncul. Kini aku tidak melihat dia di antara para tamu. Tapi aku curiga pada dua perempuan yang duduk berkerudung hitam di barisan kursi kuning di samping kiri kita. Salah satu dari mereka kurasa adalah Ruhtinti.""Kalau begitu biar aku melesat ke tempat perempuan itu," kata Jin Terjungkir Langit.Namun sebelum kakek ini bergerak tiba-tiba suara genta dalam Istana Surga Dunia berhenti. Bersamaan dengan itu mengumandang suara tiupan terompet keras dan panjang. Lalu seorang berjubah hitam yang duduk
DARI sebuah pintu di belakang mimbar pada dinding hitam, muncul dua orang berpakaian hitam menggotong sesosok tubuh lelaki yang hanya mengenakan sehelai celana pendek. Punggungnya hancur bersimbah darah. Di belakang dua penggotong melangkah dua orang berpakaian hitam membawa cambuk besar. Sosok yang digotong dilemparkan ke lantai. Orang ini tidak bergerak tidak bersuara.Di balik kerudung wajah Ruhkinki mendadak sontak berubah. Di sebelahnya Ruhtinti cepat memegang lengan gadis ini."Pakembangan... Itu Pakembangan.." bisik Ruhkinki. "Kuatkan hatimu Ruhkinki. Kita sudah menduga hal ini akan terjadi.""Tapi aku tak menduga akan sekejam ini. Aku harus menolong Pakembangan. Aku tak perduli sekalipun ikut mati bersamanya!""Jangan tolol!" sentak Ruhtinti sambil memegang lengan sahabatnya itu lebih erat.Di atas mimbar orang berjubah hitam berucap lantang. "Seorang manusia tolol bernama Pakembangan telah berlaku keji! Berbuat khianat pada Sang Junjungan