Dari dalam gua Ruhcinta tersentak bangun dan cepat melompat ke luar. Sesaat pemandangannya tertutup oleh tebaran kerikil dan debu yang masih menggantung di depan mulut gua. Begitu keadaan agak terang terlihatlah sosok Ruhsantini berdiri dengan wajah pucat, tubuh bergetar dan dua tangan ditekapkan ke mulut. Tak jauh dari Ruhsantini berdiri pula satu sosok hitam yang segera dikenali Ruhcinta bukan lain adalah makhluk muka tanah liat si Jin Budiman.
Ruhcinta segera dekati Ruhsantini dan rangkul tubuh perempuan itu.
"Ada apa ... Apa yang terjadi? Bagaimana kau bisa lolos? Kemana perginya jaring api biru yang melibatmu?!"
"Aku tidak tahu pasti ..." jawab Ruhsantini dengan wajah masih pucat dan suara agak bergetar.
"Aku tersentak bangun ketika ada suara meletup. Kulihat asap aneh mengepul seolah keluar dari tubuhku. Lalu jaring di sekujur badanku mengeluarkan cahaya biru! Aku melihat satu sosok hitam di dekatku. Belum sempat aku mengenali siapa dia adanya
Di susunan batu kedua saat itu tampak tiga orang duduk bersila. Mereka duduk membentuk satu barisan lurus, menghadap ke lamping bukit yang terbuka dan gelap. Tak satupun bersuara. Tak ada yang bergerak. Mereka duduk diam sambil sesekali saling pandang namun masing-masing memasang telinga. Di langit bulan sabit muncul begitu awan hitam yang sejak tadi menghalanginya bergerak menjauh.Keadaan diTebing Batu Terjal untuk beberapa lamanya menjadi agak terang. Namun begitu awan muncul kembali menutupi, suasana serta merta menjadi pekat menghitam kembali. Orang yang duduk di ujung kiri- adalah seorang lelaki berusia agak lanjut, bernama Paduliu. Di samping kanan Paduliu duduklah nenek berambut putih riap-riapan yang bukan lain adalah Ramahila, sang juru nikah. Lalu di ujung kanan, di sebelah Ramahila duduk sosok berjubah hitam yang memiliki wajah seekor burung gagak dan sudah diterka siapa adanya yaitu Jin Santet Laknat.Ramahila mengerling pada Paduliu lalu menatap Jin Sante
Ksatria Pengembara jadi merinding. Menatap pada si nenek Ada rasa kasihan tapi juga ada rasa ngeri dalam hatinya."Nek, apakah tidak ada orang pandai, atau mungkin para Dewi dan para Dewa yang dapat melepaskan dirimu dari dosa warisan atau kutuk yang kau alami?"Jin Santet Laknat mamandang pada sang juru nikah Ramahila. Nenek berambut riap-riapan ini anggukan kepala. Jin Santet Laknat lalu bersuara menjawab pertanyaan Bintang tadi."Kutuk yang jatuh pada diriku sulit untuk ditelusuri pangkal sebabnya. Selain itu tidak ada satu makhluk pun baik di bumi maupun di atas langit sana yang mampu membebaskan diriku dari dosa warisan kutuk celaka ini. Kutuk telah merubah hatiku, merubah jalan pikiranku. Lebih lanjut merubah diriku menjadi seorang buruk rupa dan jahat hati. Aku melakukan kekejian apa saja menurut sukaku. Apa lagi jika ada yang mendorong. Lebih celaka ketika aku jatuh ke tangan Jin Muka Seribu dan sempat menjadi budak suruhannya ""Kalau begitu, mun
Jin Santet Laknat seka deraian air mata yang jatuh ke pipinya. Pada saat itulah Ksatria Pengembara keluarkan seruan tertahan. Matanya membeliak besar, memandang si nenek tak berkesip. Kakinya kembali bergerak tersurut."Apa yang terjadi? Mengapa bisa begini? Jangan jangan dia pergunakan ilmu hitam untuk merubah dirinya. Tapi ... Astaga, bukankah dia "Di hadapan Bintang, Ramahila dan Paduliu, sosok Jin Santet Laknat perlahan-lahan mengalami perubahan. Mula-mula pakaiannya. Jubah hitamnya berubah menjadi sehelai baju panjang berwarna putih. Lalu perubahan terjadi pada rambutnya. Rambutnya yang pendek acak-acakan dan sebagian telah berwarna kelabu berganti dengan rambut hitam panjang, berkilat bagus dan tergerai lepas sampai ke pinggang. Sosoknya yang seperti pohon lapuk penuh keriput kini berganti menjadi sosok yang bagus mulus, langsing semampai. Dan yang membuat Ksatria Pengembara jadi tercekat besar adalah ketika menyaksikan perubahan pada wajah si nenek.
"Kalau hatimu begitu teguh dan tak bisa dirubah Hai pemuda asing, aku ataupun Jin Santet Laknat tak dapat memaksa. Berarti pertemuan kita berakhir di tempat ini. Malang nasibmu Hai kerabatku Jin Santet Laknat. Entah sampai kapan kau akan tetap berada daiam keadaan ujudmu sekarang ini. Sebentar lagi masing-masing kita akan segera meninggalkan Tebing Batu Terjal ini. Namun sebelum berpisah, agar hati sama bersih, tiada perasaan yang jadi ganjalan, tak ada rasa sakit hati apalagi dendam kesumat, ada baiknya kita sama sama meneguk air suci yang di sebut embun murni”Kata-kata Ramahila itu membuat hati dan perasaan Jin santer laknat jadi terenyuh. Dia berusaha menabahkan diri agar tidak mengucurkan air mata.“Kerabatku Paduliu, harap kau segera mengeluarkan empat piala perak yang kau bawa." Mendengar ucapan Ramahila, lelaki bernama Paduliu segera keluarkan empat buah-piala kecil terbuat dari perak dari dalam sebuah kantong jerami yang sejak tadi terletak di atas
"Budimu sungguh luhur! Lihatlah, gadis bernama Ruhrembulan itu telah menunjukkan ujudnya di hadapanmu. Pertanda sentuhan kasih sayang darimu telah mampu mengembalikan dirinya ke bentuk sebenamya "Bintang berpaling. Apa yang dikatakan Ramahila memang betul. Saat itu sosok Jin Santet Laknat telah berubah kembali menjadi sosok Ruhrembulan yang berwajah cantik jelita. Mau tak mau hati Ksatria Pengembara jadi tergerak."Berdirilah anak muda. Kita berangkat sekarang juga menuju Bukit Batu Kawin." 'Ramahila berkata. Dipegangnya lengan Bintang. Bintang bangkit berdiri. Lalu melangkah mengikuti si nenek juru nikah. Di belakangnya menyusul Ruhrembulan dan Paduliu.* * *BUKIT Batu Kawin. Sunyi senyap diselimuti kegelapan. Hawa dingin mencucuk sampai ke tulang sungsum. Empat sosok duduk di hadapan sebuah batu besar setinggi lutut, menyerupai ranjang ketiduran. Di ujung sebelah kiri ada dua buah gundu
"Sebelumnya .dia berjanji akan datang ke gua dimana kita berada. Tapi dia tak pernah muncul. Hai, aku ingat sesuatu. Ketika aku mencuri dengar pembicaraan Bintang dengan Jin Santet Laknat tentang rencana pertemuan mereka, nenek itu selain menyebut Tebing Batu Terjal dia juga menyebut nama satu bukit. Kalau aku tidak salah ingat bukit bernama Bukit Batu Kawin. Menurut si nenek Tebing Batu Terjal ini terletak di selatan Bukit Batu Kawin. Aku kira... ""Cukup!" kata Ruhsantini tiba-tiba seraya menarik tangan Ruhcinta."Untung kau ingat dan menyebut nama bukit itu! Letaknya tak jauh dari sini. Kita menuju ke sana sekarang juga!""Hai, menurutmu apakah Bintang dan Jin Santet Laknat pergi ke bukit itu!""Aku khawatir, mereka bukan cuma pergi ke sana! Tapi jangan-jangan telah melakukan satu upacara!" Paras Ruhcinta dalam gelap mendadak berubah."Upacara apa?" tanya si Ruhcinta pula.Lalu dia menjawab sendiri dengan berkata. "Kalau memang mereka mel
MAITHATARUN yang nyawanya telah diselamatkan oleh Dewi Awan Putih dari tangan maut Patandai alias Jin Bara Neraka yang adalah saudara kandungnya sendiri. Sang Dewi yang menunggangi awan putih raksasa ternyata membawa Maithatarun ke satu tempat tak jauh dari telaga dimana Si Jin Budiman dan Jin Terjungkir Langit berada."Dewi Awan Putih, aku berterima kasih kau lagi lagi telah menyelamatkan diriku dari bahaya maut!" berkata Maithatarun begitu dirinya yang masih terbungkus jala api biru diturunkan ke tanah."Tak perlu berterima kasih padaku..Karena nasib baik sebenarnya yang telah menolong dirimu!" jawab Dewi Awan Putih sambil tegak membelakangi Maithatarun."Aneh sekali sikapnya 'kali ini," kata Maithatarun dalam hati. "Suaranya ketus dan dia bicara tidak mau melihat padaku ""Kau tahu!" Dewi Awan Putih kembali membuka mulut sambil tetap berdiri membelakangi Maithatarun. "Aku menolongmu karena aku butuh satu keterangan penting
"Kami sudah mendengar. Sebelumnya dalam satu pertemuan dia juga telah mengatakan hal itu! Tapi siapa yang percaya! Seperti katamu tadi kehidupan para Dewi kini jauh dari suci! Entah siapa yang menghamili, Bintang yang difitnah! Keterlaluan!" Yang bicara adalah Bayu."Pemuda konyol bermulut seenaknya! Jika kalian tidak percaya silahkan datang ke Puri Kebahagiaan! Kalian saksikan sendiri apa yang terjadi dengan Bunda Dewi. Dia terbaring menderita malu besar dan sengsara berat!""Jika Bunda Dewi memang hamil tanpa adanya keributan, berarti dia sendiri ikut senang melakukan perbuatan itu! Mengapa kini persoalannya dibesar- besarkan? Bukankah kau menambah malu kaummu sendiri?" "Jika terbukti Bunda Dewi berlaku seperti itu dia pasti mendapat hukuman. Tapi sahabatmu Bintang tidak akan lolos dari tangan kami!"Sambil pegang bahu Maithatarun. Si Arya memandang pada Dewi Awan Putih dan berkata. "Dewi Awan Putih, kau memang wajib menyelidiki persoalan ini sampai tuntas. Me