“Mawar kuning berbisa itu hanya tumbuh di lapisan langit ke tujuh. Di alam kehidupan para Dewi...”
Bintang terkejut. Dadanya bergetar dan mukanya berubah. “Kalau begitu ini adalah pekerjaan Dewi Awan Putih!”
“Terima kasih kau pandai menuduh. Tapi jangan sekali-kali berprasangka buruk tanpa bukti!” mengingatkan Si Jin Sinting.
“Saya berkata begitu karena Dewi Awan Putihlah satu-satunya Dewi yang saya temui sebelumnya... Saya harus menyelidiki hal ini! Saya harus mencari Dewi Awan Putih dan menanyainya!” Bintang kepalkan tangan kanannya penuh perasaan geram.
“Sudahlah, aku tidak mau ikut campur urusanmu. Aku mau pergi. Apa kau mau ikut?”
“Kau mau menyuruh saya memayungimu lagi, kau bernyanyi dan menari. Dan saya mengikuti ke mana kau pergi?”
Si Jin Sinting tertawa bergelak. “Terima kasih kau menyatakan ketidaksenanganmu. Tapi sekali ini aku mengajakmu untuk berbuat p
Bintang bersama Si Jin Sinting yang mendekam di balik sebuah batu memperhatikan bagaimana dua buah batu kelabu di depan batu yang ditumbuhi cendawan hitam tiba-tiba bergeser ke samping disertai suara berdesing halus. Di antara dua batu besar yang membuka itu kini kelihatan sebuah liang yang merupakan tangga turun setinggi tiga tombak. Jin Api Biru segera melompat ke dalam liang batu. Dua buah batu besar kembali keluarkan suara berdesing lalu merapat. Liang batu lenyap dari pemandangan. Si Jin Sinting melirik pada Bintang. Dia menunggu sesaat lalu tarik lengan pemuda itu dan melompat ke arah batu pembuka liang. Seperti yang dilakukan Jin Api Biru, Si Jin Sinting hunjamkan tumitnya tiga kali berturut-turut. Dua batu besar serta merta terkuak ke samping.“Cepat!” ujar Si Jin Sinting lalu menerobos masuk ke dalam liang batu.Bintang mengikuti dengan perasaan tegang. Ketika liang menutup kembali ternyata ruang di bawahnya tidak menjadi gelap. Si Jin Sinting samp
Si Jin Sinting tertawa mengekeh. “Aku memang tidak lagi memerlukan barang-barang busuk ini! Ambil saja kembali!” Dari atas sana Si Jin Sinting lalu lemparkan ke dalam lobang payung daun, tambur serta penabuhnya. Lalu sambil tertawa-tawa bersama Jin Api Biru dia tinggalkan tempat itu.“Sialan! Benar-benar sialan!” maki Bintang tidak habis-habisnya menyesali diri dalam kemarahan yang hampir tidak terbendung.“Tidak ada kesialan dalam hidup ini Hai anak muda. Yang ada ialah bahwa segala sesuatu yang terjadi atas diri kita sudah diatur oleh para Dewa penguasa alam...”Bintang hendak memaki tapi ketika sadar yang berucap itu adalah sosok yang melesak ke dinding batu dia segera palingkan kepala.“Kek, siapa kau adanya?! Bagaimana wajah dan bentuk tubuhmu sangat sama dengan manusia di atas sana yang tadi menyonggengkan pantatnya?” Bintang ajukan pertanyaan.“Terima kasih! Pertanyaanmu segera akan kujaw
BINTANG memandang berkeliling. Dua tangannya bergetar tanda dia kembali mengerahkan tenaga dalam menyiapkan pukulan. Maksudnya hendak menghantam salah satu sudut ruangan batu itu yang mungkin bisa dihancurkan agar dapat jalan keluar.“Anak muda, bagaimanapun hebatnya tenaga dalammu, apapun senjata yang kau miliki, jangan harap bisa menjebolkan dinding liang batu itu... ”Kata Pabudung alias Si Jin Sinting yang sebenarnya.Kesal dan geram Bintang melangkah mundar-mandir.“Anak muda... ”Tiba-tiba Jin Tangan Seribu berkata. Saat itu dia tengah memapah istrinya dan berusaha melangkah ke arah Bintang. ”Setahuku kau mempunyai ilmu mengerahkan hawa sakti yang bisa melihat ke arah kejauhan. Lekas kau pergunakan kepandaianmu itu untuk melihat siapa tahu ada jalan keluar. Aku yakin, pasti ada jalan rahasia jalan keluar dari tempat celaka ini...”Bintang gigit-gigit bibirnya. Dia berpaling pada Pabudung. Orang tua ini tertawa lebar
“Tuhan Maha Besar!” seru Ksatria Pengembara setengah berjingkrak. ”Kalian semua benar-benar hebat! Kami semua berterima kasih atas pertolongan kalian!” Bintang mengusap-usap Paelancip si landak betina dan Paeruncing si landak jantan lalu memeluk Jin Patilandak yang telah menganggapnya sebagai saudara dan tak lupa menjura hormat kepada Tringgiling Liang Batu.“Aku banyak mendengar, tapi baru kali ini melihat sendiri kalian semua Hai makhluk-makhluk gagah! Aku dan istri mengucapkan terima kasih atas usaha kalian menolong kami!” berkata Jin Tangan Seribu.“Kita harus bergerak cepat!” Tringgiling Liang Batu berkata. ”Sebelum menerobos masuk ke sini dari arah barat, kami melihat ada beberapa kelompok orang melakukan sesuatu. Kelihatannya mereka hendak meroboh atau menimbun tempat ini!”“Apa kataku!” Si Jin Sinting berkata. ”Jin Muka Seribu jahanam itu benar-benar makhluk Segala Keji! Lekas
“Asyik sekali!” tiba-tiba Si Jin Sinting berseru.“Terima kasih kalian berempat memberi kesempatan lolos pada kami dari timbunan batu itu. Juga terima kasih kalian mau susah-susah mengadakan penyambutan atas kedatangan kami! Hanya sayang mana majikan besar kalian penguasa Istana Surga Dunia yang katanya adalah Raja Diraja Segala Jin di Negeri Jin?! Apa masih enak ngorok atau belum cebok dan belum mandi?! Ha... ha... ha!”“Tua bangka tolol! Nyawa hanya tinggal sekejapan mata malah bicara ngelantur!” Yang membalas ucapan Si Jin Sinting adalah makhluk aneh yang sekujur tubuhnya mulai dari kepala sampai ke kaki dikobari api warna biru.“Hai para sobatku, hari ini mari kita berbagi pahala!” kata Si Jin Sinting. ”Manusia-manusia kaki tangan Jin Muka Seribu pantas dibasmi. Aku biarlah menghadapi kakakku sendiri Si Jin Sinting palsu bernama Pabodong itu. Kecuali jika dia mau menyadari dosa-dos
“Jahanam! Ilmu apa yang dimiliki pemuda asing ini!” maki Jin Api Biru dalam hati sementara sekujur tubuhnya terasa dingin. Dia lipat gandakan tenaga dalamnya. Lalu seperti tadi memukul dengan dua tangan sekaligus. Dua larik api biru laksana amukan gelombang menerpa ke depan. Kalau dalam serangan pertama sebelumnya Ksatria Pengembara melompat ke udara, kali ini dia tetap tegak di tempatnya, tak bergerak. Rahangnya menggembung. Hanya tinggal satu tombak dua gelombang api biru siap menghantamnya tiba-tiba Bintang pukulkan dua tangannya ke depan.Suara angin seperti tiupan seribu seruling membuncah udara. Bersamaan dengan itu dua gelombang hawa yang bukan olah-olah dinginnya menyambar. Semua orang yang ada di tempat itu menggigil kedinginan. Jin Api Biru kerahkan seluruh kekuatan. Dua gelombang apinya bergetar hebat. Dua kakinya goyah. Tiba-tiba dia keluarkan bentakan garang. Kaki kanannya dihantamkan ke batu hingga mengepulkan asap. Bersamaan dengan itu dia dorongkan
Suara raungan Pagandrung bukan saja membuat sang adik merinding ngeri, sekaligus tambah kewalahan menghadapi tiga duri landak serangan Jin Patilandak yang masih terus mengejarnya. Sambil jatuhkan diri Pagandring lepaskan pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam cukup tinggi. Namun hanya satu dari tiga duri landak beracun yang sanggup dibuat mental. Dua lainnya menancap di dada kiri dan bahu kanan. Pagandring menjerit keras. Mukanya pucat. Dia berusaha mencabut dua duri itu. Walau berhasil namun racun duri landak telah menjalar ke dalam darahnya. Dia merasakan nafasnya sesak. Lehernya terjulur seolah ada yang mencekik. Sesaat kemudian tubuhnya limbung lalu terkapar di tanah. Kakinya melejang-lejang beberapa kali lalu diam tak berkutik lagi tanda nyawanya lepas sudah!Sementara itu perkelahian antara dua kakak beradik kembar lainnya yakni Pabudung alias Si Jin Sinting asli dengan Pabodong atau Si Jin Sinting palsu berlangsung seru. Sebagai adik, Pabudung memang setingkat l
“Jangan kalian mempermainkan diriku. Jika tahu caranya harap segera saja mengatakan!” kata Bintang pula.“Hai, yang tahu bagaimana caranya mengembalikan dirimu seperti semula hanya Pagandrung dan Pagandring! Kau lihat sendiri, dua orang itu sudah menemui ajal!” Yang bicara adalah Si Jin Sinting. Kakek ini lalu tertawa mengekeh. Membuat Bintang jadi tambah bingung.“Salah satu dari kalian pasti tahu. Tapi kalian sengaja membuat aku bingung kalang kabut!”“Aku mau pergi...” Si Jin Sinting enak saja bicara.“Aku juga!” kata Jin Tangan Seribu sambil menggandeng istrinya.“Kami juga!” kata Tringgiling Liang Batu.“Sebelum diriku berubah seperti semula jangan ada yang berani pergi dari sini!” kata Bintang setengah mengancam.Tapi Si Jin Sinting malah tambah keras ketawanya. Dia lalu melangkah mendekati Ksatria Pengembara itu lalu berkata. ”Punya otak u