"Dari mana kau tahu?!" ujar Arya. ”Memangnya kau pernah mengintip perempuan di sini mandi...?!"Bayu terus menimpali. ”Bintang, tadi waktu kita menunggu lama kau bilang mungkin Dewi itu sedang kencing di sungai. Mungkin benar. Selesai kencing celananya ketinggalan di sungai! Hik... hik... hik!"Bintang usap matanya yang basah karena tertawa terus-terusan kemudian melirik pada Dewi Awan Putih. Lalu berbisik pada teman-temannya. ”Lihat Dewi Awan Putih. Dia tidak berani memandang ke depan. Mukanya bersemu merah. Berarti dia sudah melihat dan tahu kalau Dewi gembrot itu tidak pakai celana!""Sssstttt. Coba kalian lihat Jin Tangan Seribu," bisik Bayu pula. Bintang dan Arya berpaling.Saat itu Jin Tangan Seribu sudah tak kedengaran lagi suara racauannya. Tenggorokannya seperti tercekik. Beberapa kali dia batuk-batuk. Sedang dua matanya yang memberojol keluar tampak bertambah besar dan seperti mau melompat. Memandang lurus-lurus ke arah Ratu Dewi yang duduk di kursi batu hanya empat langkah
Bintang, Bayu dan Arya tertawa cekikikan.”Jin itu rupanya terpesona melihat pemandangan ajaib yang dibuat Ratu Dewi!" kata Bintang."Jin Tangan Seribu!" Ratu Dewi tiba-tiba berkata karena menunggu tidak sabaran. ”Sebentar lagi matahari akan sampai di titik tertingginya. Aku tidak punya waktu banyak menunggu. Kau akan mulai dengan upacara permohonan ini atau bagaimana?!"Mendapat teguran itu Jin Tangan Seribu memohon maaf berulang kali. ”Maafkan saya Hai! Ratu Dewi. Saya sudah siap.”"Kalau begitu segera mulai!" ujar Ratu Dewi seraya menggeser duduknya. Celakanya gerakan ini membuat keadaannya tambah tersingkap. Dua mata Jin Tangan Seribu jadi tambah mendelik."Kek! Mulailah! Kau tunggu apa lagi?!" Dewi Awan Putih mulai jengkel dan tidak sabaran. Dia khawatir Ratu Dewi jadi marah dan meninggalkan tempat itu kembali ke langit.Jin Tangan Seribu berkomat kamit. Suaranya terdengar seperti tercekik dan sebentar-sebe
"Maafkan saya Hai! Ratu Dewi..." kata Jin Tangan Seribu sambil membungkuk. Ketika Ratu Dewi mencapai ketinggian sepuluh tombak di udara Jin Tangan Seribu segera berdiri."Kek! Apa yang terjadi dengan dirimu?! Sekarang kau mau kemana?!" tanya Dewi Awan Putih lalu cepat berdiri.“Tak ada yang bisa aku lakukan lagi, Hai! cucuku. Aku akan pergi ke air terjun. Bersepi diri di sana barang beberapa lama.”"Saat ini mungkin kau sudah ingat lanjutan mantera itu. Bagaimana kalau kau mengulangi agar tiga orang itu bisa mencapai besar seperti kita?"Jin Tangan Seribu menggeleng. “Tidak mungkin untuk saat ini Hai! Dewi Awan Putih. Selama Ratu Dewi tidak hadir menyaksikan hal itu tidak mungkin dilakukan”"Kalau begitu panggil Dewi itu kembali. Ulangi lagi besok sebelum tengah hari!" teriak Bintang."Aku khawatir!" berkata Bayu.”Kalau Jin Tangan Seribu membaca mantera yang salah atau terbalik-balik, kita bukannya tamba
"Menurutmu, apakah kita benar-benar bisa mencari dan menemui makhluk bernama Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab Itu?" tanya Bintang."Betul," ucap Arya. "Laut seluas ini, kita harus mencari satu pulau yang kita tidak tahu dimana letaknya, tak tahu apa namanya. Hanya ada petunjuk samar!""Turut cerita Jin Muka Seribu adalah makhluk Jahat luar biasa. Kalau dia seperti itu, gurunya tentu lebih jahat lagi. Dan Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab ini adalah guru Jin Muka Seribu! Kita semua pasti celaka!""Coba kalian timbang-timbang," kata Arya menyambung ucapan Bayu tadi. "Dewi Awan Putih tahu cerita itu dari kakeknya si Jin Tangan Seribu. Menurutku Jin Tangan Seribu tidak begitu suka pada kita bertiga. Jangan-jangan dia sengaja mengarang cerita untuk mencelakai kita semua!"Apa yang dikatakan teman-temannya itu mungkin betul adanya. Dia berpaling memandang ke arah Maithatarun. Lalu kembali terdengar si Arya berkata. "Maithatarun, selagi belum terlambat ada baiknya kau
"Jangan-jangan mereka mati semual" pikir Maithatarun. Dengan cepat dia tanggalkan ikat pinggangnya. Begitu ikatan lepas tiga sosok tubuh itu jatuh bergulingan ke atas pangkuannya. Masih tetap tidak ada satupun yang bergerak. Pucatlah wajah Maithatarun.“Celaka!" membatin Maithatarun. Satu persatu dimbilnya ketiga sosok cebol itu. Diperiksa dan didekatkannya ke telinganya. Dia masih bisa mendengar detak-degup jantung walaupun perlahan."Hai..." Maithatarun pegang Arya dan Bayu di tangan kiri. Tangan kanan mencekal sosok Bintang. Ketiga orang itu dipegangnya kaki ke atas kepala ke bawah. Perlahan-lahan air laut mengucur keluar dari mulut mereka. Masih belum puas Maithatarun tempelkan perut ketiga orang itu ke dadanya. Begitu dia menekan, Bintang, Bayu dan Arya sama keluarkan suara seperti orang muntah. Air kambali mengucur keluar. Lalu ketiganya terdengar batuk-batuk. Penuh perasaan lega Maithatarun baringkan ketiga orang itu di atas pasir.Bintang yan
Maithatarun memandang ke arah yang ditunjuk Bintang. Memang benar. Tidak seperti di tempat lain dimana semua pohon jati berduri tumbuh sangat rapat, di sebelah sana ada dua pohon, diikuti pohon-pohon lain di deretan sebelah belakang, tumbuh lebih jarang satu sama lain. Segera saja Maithatarun melangkah cepat menuju tempat itu."Duukk... duukkk... duuukkkk!"Langkah-langkah kaki batu Maithatarun menghujam di pasir pantai. Mengeluarkan suara keras dan menggetarkan seantero tempat."Kita memang bisa lewat di sini! Kelihatannya ini jalan setapak yang sengaja dibuat orang." Berkata Maithatarun begitu sampai di antara dua pohon jati besar yang tumbuh renggang. Demikian juga deretan pohon-pohon di sebelah belakang,"Berarti pulau ini ada penghuninya!" kata Bintang pula. "Betul, yaitu Jin Patilandak..." jawab Maithatarun. "Apakah makhluk bernama Jin Patilandak ini Jahat atau baik?" tanya Bayu."Tak dapat kupastikan. Yang jelas dia adalah setengah manusia s
Perlahan-lahan sambil memandang berkeliling, penuh waspada Maithatarun bangkit berdiri."Bintang, bagaimana...? Kita terus memasuki deretan patung-patung kayu ini atau kembali ke pantai?' bertanya Maithatarun."Kita kembali saja ke pantai!" menjawab Arya."Sudah kepalang tanggung! Kita terus saja!" jawab Bintang.'Ya, aku setuju. Kita jalan terus! Maithatarun, kalau cuma patung kayu kau pasti sanggup menghancurkan jika mereka kembali menyerang!" kata Bayu pula.Maithatarun tetapkan hati. Dia kembali melangkah. "Duuukkkk... duukkkk!"-o0o-SEBELUM melanjutkan apa yang terjadi dengan Maithatarun, Bintang dan Bayu serta Arya di pulau itu, kita kembali dulu pada satu peristiwa besar di masa beberapa puluh tahun silam dan terjadi di Negeri Kota Jin.Bunda Dewi menatap rawan dengan sepasang matanya yang bening tapi suram ke arah timur. Lalu dia berpaling pada Ratu Dewi yang bertubuh gemuk luar biasa dan duduk di kursi b
Bersamaan dengan itu menggelegar suara keras menggaung panjang dan lama."Seperti suara tangisan bayi. Tapi juga menyerupai lolongan srigala..." Bunda Dewi usap tengkuknya yang jadi dingin sementara matanya mengikuti benda yang melayang di udara.Demikian cepatnya benda ini melesat hingga sebelum sang Dewi sempat berkedip benda itu telah lenyap dari pandangan matanya. "Benda apa itu gerangan. Aku mencium bau amisnya darah. Jangan-jangan...”Belum sempat Bunda Dewi menyelesaikan ucapan hatinya tiba-tiba di atasnya melayang satu benda putih. Benda ini dengan cepat bergerak turun dan ternyata adalah sebuah awan berwarna putih. Dari atas awan itu melompat turun seorang gadis cantik mengenakan pakaian terbuat dari sejenis kain sutera halus berwarna putih. Tubuh dan pakaiannya menebar bau harum semerbak, nyaris menutup keharuman bau tubuh dan pakaian biru Bunda Dewi."Hai Dewi Awan Putih, kau muncul tepat pada saatnya. Apakah kau datang membawa berita yan