"Hai! Apa yang terjadi! Matikah dia?! Aku tak bermaksud membunuhnya! Maithatarun! Aku tidak ber- maksud membunuhmu!" teriak Ruhjelita. Diguncangnya tubuh lelaki itu. Dia seperti hendak menangis. Lalu kepalanya diletakkan di dada Maithatarun. Telinganya ditempelkan di arah jantung.
"Masih ada suara detakan. Dia masih hidup” Ruhjelita sesaat menjadi lega. Dia tanggalkan serangkaian bunga-bunga yang melingkar di pinggangnya. Lalu dia pergunakan bunga-bunga itu untuk membersihkan darah di muka Maithatarun. Ketika dia mencampakkan bunga-bunga itu ke lantai ruangan dan mengarahkan pandangannya ke bawah pusar Maithatarun terkejutlah gadis itu.
"Tiga tahi lalat di bawah pusarnya. Lenyap! Hilang kemana?!" Setengah tak percaya Ruhjelita dekatkan matanya ke tubuh Maithatarun. Lenyap! Benar- benar tak ada lagi!"
Perlahan-lahan Ruhjelita angkat tangan kanannya. Telapak tangan dikembangkan. Gadis ini keluarkan seruan tertahan. Telapak tangannya yang sebelumnya putih ber
”Jauh sekali perjalananmu sampai ke sini. Dan agaknya barusan kau menunggangi kuda hitam berkaki enam. Tidak aku sangka kau punya hubungan dengan pemilik kuda ini. Hai! mata-mataku. Kau mengkhianati diriku! Kau tahu Maithatarun adalah salah seorang yang masuk dalam daftar kematian yang telah kutentukan!"Tangan kanan Jin Muka Seribu menjambak rambut basah Ruhtinti. Demikian kerasnya jambakan itu hingga banyak rambut yang tercabut. Ruhtinti terpekik kesakitan."Hai! Jin Muka Seribu. Tidak ada niat mengkhianatimu. Sewaktu terjadi bencana di Telaga La- situhitam saya sempat jatuh pingsan. Ketika siuman ternyata saya dan empat gadismu telah diselamatkan oleh Maithatarun. Kalau lelaki itu tidak menolong niscaya kami semua bakal menemui kematian. Kami tidak tahu di mana kau berada. Karena Maithatarun menjadi tuan penolong maka kami hanya bisa menyerahkan diri padanya.”"Bagus betul perbuatanmu Ruhtinti!" kata Jin Muka Seribu dengan suara keras menghardik.
Di satu ruangan Jin Muka Seribu hentikan langkahnya. Telinganya menangkap suara berdesir di atas kepalanya. Ketika dia mendongak, wajahnya yang saat itu masih berujud muka empat raksasa berkerenyit. Empat buah matanya membersitkan sinar hijau. Di atasnya, langit-langit ruangan membuka lalu muncul sebuah tonggak batu yang perlahan-lahan bergerak turun. Lalu dia melihat bola-bola batu itu. Tampang Jin Muka Seribu depan belakang kiri dan kanan mendadak sontak jadi beringas. Dia melangkah mundur. Tepat pada saat punggungnya menyentuh dinding, batu empat persegi panjang mencapai lantai ruangan dan berhenti. Maithatarun yang berada di atas batu itu terkejut ketika mengetahui dia tidak seorang diri ditempat itu. Ruhjelita yang dicarinya tetapi makhluk bermuka empat itu yang ditemuinya."Manusia memiliki empat muka. Satu di depan satu di belakang, satu di kiri dan satu di kanan. Dia pasti Jin Muka Seribu yang punya niat hendak membunuhku!" ujar Maithatarun dalam hati."Sebelum
Dalam keadaan tak mampu menggerakkan kaki kanan, Maithatarun pergunakan kaki kiri untuk menangkis serangan batu runcing yang mengarah ke kepalanya.'Traaakkkk!"Batu runcing hancur berantakan begitu beradu dengan bola batu yang membungkus kaki kiri Maithatarun.Walau selamat namun seperti yang terjadi dengan kaki kanannya, kembali Maithatarun merasakan kaki itu menjadi berat dan kaku hingga tak bisa digerakkan. Kini Maithatarun benar-benar jadi tidak berdaya. Ketika Jin Muka Seribu melangkah mendekatinya, dia tidak mampu berdiri! Dengan cepat dia kerahkan tenaga dalam ke tangan kiri kanan, menjaga segala kemungkinan, mempersiapkan pukulan Kutuk Api Dari Langit. Akan tetapi, Jin Muka Seribu bertindak lebih cepat. Dari dua matanya di sebelah depan melesat dua larik sinar hijau berbentuk segitiga panjang! Inilah serangan maut yang disebut Jin Hijau Penjungkir Roh!. Konon ilmu kesaktian ini dulunya dimiliki oleh seorang dedengkot Jin di Neger
"Untuk memberi pelajaran padamu, ilmu kepandaian yang sudah kumiliki rasa-rasanya bisa membuatmu kapok seumur jaman!" Jin Muka Seribu sentakkan kepalanya hingga rambutnya yang gondrong acak- acakan tersibak dan kini empat wajahnya yang seram kelihatan jelas."Kutuk dan hukum para Dewa dan para Dewi akan jatuh atas dirimu! Sekarang menyingkir dari hadapanku!" Ruhrinjani melangkah ke pintu lorong yang menuju mulut goa. Tapi Jin Muka Seribu segera menghadang."Kau boleh pergi. Tapi tinggalkan laki-laki itu disini"“Heh. Begitu?" Ruhrinjani tersenyum lalu tertawa perlahan. ”Baik, kupenuhi permintaanmu Hai! Jin Muka Seribu. Maithatarun akan kutinggalkan di dalam goa ini. Aku akan pergi. Tapi sebelum pergi aku minta nyawamu lebih dulu!""Makhluk jejadian jahanam!" teriak Jin Muka Seribu. Dua larik sinar hijau berbentuk segi tiga yang ujungnya runcing menyambar ke arah sosok Ruhrinjani.Ruhrinjani berseru keras! Tubuh Maithatarun yang berada d
KEMBALI ke puncak bukit berumput biru. Bintang, Bayu dan Arya menunggu dengan hati berdebar. Mereka memandang ke langit tinggi di mana mereka melihat ada satu titik merah bergerak turun dari langit di arah timur."Aku ingin sekali cepat-cepat melihat bagaimana rupanya Ratu Dewi yang mau menolong kita itu..." bisik Bayu."Pasti sangat cantik dan paling cantik di antara semua Dewi yang pernah kita lihat. Kita sudah menyaksikan cantiknya Dewi Awan Putih, sudah melihat wajah Bunda Dewi. Ratu Dewi yang jadi pimpinan segala Dewi pasti cantiknya selangit tembus!" kata Arya pula.Titik merah yang turun dari langit makin lama semakin besar. Jin Tangan Seribu menatap dengan mata dibesarkan dan tak pernah berkesip. Ketika titik itu membentuk besarnya telur ayam, Jin Tangan Seribu pergunakan dua tangannya mengusap mukanya. Saat itu juga mukanya yang tadi rata berubah menjadi satu wajah amat mengerikan. Rambutnya yang sebelumnya putih kini menjadi merah darah, tegak kaku. Dari sela-sela rambut ke
"Dari mana kau tahu?!" ujar Arya. ”Memangnya kau pernah mengintip perempuan di sini mandi...?!"Bayu terus menimpali. ”Bintang, tadi waktu kita menunggu lama kau bilang mungkin Dewi itu sedang kencing di sungai. Mungkin benar. Selesai kencing celananya ketinggalan di sungai! Hik... hik... hik!"Bintang usap matanya yang basah karena tertawa terus-terusan kemudian melirik pada Dewi Awan Putih. Lalu berbisik pada teman-temannya. ”Lihat Dewi Awan Putih. Dia tidak berani memandang ke depan. Mukanya bersemu merah. Berarti dia sudah melihat dan tahu kalau Dewi gembrot itu tidak pakai celana!""Sssstttt. Coba kalian lihat Jin Tangan Seribu," bisik Bayu pula. Bintang dan Arya berpaling.Saat itu Jin Tangan Seribu sudah tak kedengaran lagi suara racauannya. Tenggorokannya seperti tercekik. Beberapa kali dia batuk-batuk. Sedang dua matanya yang memberojol keluar tampak bertambah besar dan seperti mau melompat. Memandang lurus-lurus ke arah Ratu Dewi yang duduk di kursi batu hanya empat langkah
Bintang, Bayu dan Arya tertawa cekikikan.”Jin itu rupanya terpesona melihat pemandangan ajaib yang dibuat Ratu Dewi!" kata Bintang."Jin Tangan Seribu!" Ratu Dewi tiba-tiba berkata karena menunggu tidak sabaran. ”Sebentar lagi matahari akan sampai di titik tertingginya. Aku tidak punya waktu banyak menunggu. Kau akan mulai dengan upacara permohonan ini atau bagaimana?!"Mendapat teguran itu Jin Tangan Seribu memohon maaf berulang kali. ”Maafkan saya Hai! Ratu Dewi. Saya sudah siap.”"Kalau begitu segera mulai!" ujar Ratu Dewi seraya menggeser duduknya. Celakanya gerakan ini membuat keadaannya tambah tersingkap. Dua mata Jin Tangan Seribu jadi tambah mendelik."Kek! Mulailah! Kau tunggu apa lagi?!" Dewi Awan Putih mulai jengkel dan tidak sabaran. Dia khawatir Ratu Dewi jadi marah dan meninggalkan tempat itu kembali ke langit.Jin Tangan Seribu berkomat kamit. Suaranya terdengar seperti tercekik dan sebentar-sebe
"Maafkan saya Hai! Ratu Dewi..." kata Jin Tangan Seribu sambil membungkuk. Ketika Ratu Dewi mencapai ketinggian sepuluh tombak di udara Jin Tangan Seribu segera berdiri."Kek! Apa yang terjadi dengan dirimu?! Sekarang kau mau kemana?!" tanya Dewi Awan Putih lalu cepat berdiri.“Tak ada yang bisa aku lakukan lagi, Hai! cucuku. Aku akan pergi ke air terjun. Bersepi diri di sana barang beberapa lama.”"Saat ini mungkin kau sudah ingat lanjutan mantera itu. Bagaimana kalau kau mengulangi agar tiga orang itu bisa mencapai besar seperti kita?"Jin Tangan Seribu menggeleng. “Tidak mungkin untuk saat ini Hai! Dewi Awan Putih. Selama Ratu Dewi tidak hadir menyaksikan hal itu tidak mungkin dilakukan”"Kalau begitu panggil Dewi itu kembali. Ulangi lagi besok sebelum tengah hari!" teriak Bintang."Aku khawatir!" berkata Bayu.”Kalau Jin Tangan Seribu membaca mantera yang salah atau terbalik-balik, kita bukannya tamba