SIANG ITU suasana di Gunung Gulgulan yang menjadi tempat berdirinya Kuil Mega Merah tampak sepi-sepi saja, mataharipun tampak bersinar tak cukup terang hari itu, karena sebagian langit tampak sudah tertutup gerombolan awan hitam yang berarak secara perlahan kearah barat.
Duer!
Guntur menggelegar dengan keras di puncak Gunung Gulgulan, seakan ingin menghancurkan Gunung Gulgulan. Sementara itu didalam Kuil Mega Merah, tampak sosok seorang laki-laki yang tengah memandang kearah halaman kuil, tatapannya tampak kosong seperti tengah melamunkan sesuatu. Hingga akhirnya rintik-rintik hujan menyadarkan lamunannya. Seketika lelaki muda ini memperhatikan keadaan langit yang sudah mulai gelap seluruhnya hingga menurunkan hujan yang sangat deras ditempat itu.
“Kakang... Ayo makan! masakannya sudah siap nih!” sebuah suara menyadarkan lelaki muda itu yang segera berbalik badan. Tampak beberapa langkah dihadapannya, terd
“Aria rela kakang... Aria rela menerima hal itu” ucap Aria lagi sehingga membuat Bintang semakin menatapnya penuh arti.“Aria jatuh cinta sama kakang. Aria.. sayang sama kakang” sambung Aria mengungkapkan isi hatinya, walaupun sebenarnya Aria bukanlah tipe perempuan yang berani mengungkapkan perasaan, tapi Aria tak ingin menyimpan perasaannya lebih lama, karena bila sampai Bintang pergi meninggalkannya tanpa sempat Aria mengungkapkannya, itu akan menjadi penyesalan seumur hidup bagi Aria Amante, karena itulah dengan membuang jauh-jauh rasa malunya, Aria mengungkapkan isi hatinya kepada Bintang.“Kau gadis yang cantik juga baik Aria. Kakang yakin diluar sana banyak laki-laki yang bersedia menjadikan Aria sebagai istrinya. Kakang juga yakin suatu saat nanti, Aria akan menemukan laki-laki yang jauh lebih daripada kakang”Mendengar ucapan Bintang, Aria Amante terlihat menatap Bintang dengan tajam dan berkata ; “Tidak kakang.
“Aria ingin tidur dipeluk sama kakang” ucap Aria akhirnya dengan wajah tertunduk.Glek! Bintang harus menelan ludah mendengar kata-kata Aria barusan. Dengan lembut Bintang tempatkan kedua telapak tangannya di pipi Aria, dan mengangkat wajahnya. Wajahnya terlihat bersemu merah. Mata keduanya saling menatap, dan entah bagaimana. Wajah keduanya mulai semakin mendekat… dekat dan dekat… sehingga Bintang rasakan nafas Aria yang harum menyentuh wajahnya. Tangan kanan Bintang pindah kearah dagu Aria yang lembut. Sedikit Bintang tarik dagunya sehingga bibirnya terbuka, sengal nafasnya bisa Bintang rasakan. Ini mungkin rasanya seorang perempuan yang pertama kali akan melakukan ciuman. Matanya terkatup, manis dan cantik sekali Aria dalam pandangan Bintang, seolah menggoda Bintang untuk berbuat lebih jauh.Bintangpun mendekatkan bibirnya dengan bibirnya, Bintang pagut lembut… Aria tidak membalas juga tidak menolak. Kembali Bintang pagut bibirnya, m
Prajurit istana dasar samudra itu segera kembali ke pos jaganya dipintu gerbang.Tak lama, 2 orang penunggang kuda tampak memasuki halaman, dimana Bintang dan yang lainnya sudah menunggu. Kedua sosok penunggang kuda ini tampak berperawakan gagah dan perkasa, memiliki tubuh kekar dan berisi dan kumis yang melintang besar diwajah keduanya. Selain berperawakan yang cukup mirip, Kedua-duanya juga tampak mengenakan pakaian yang juga hampir sama-sama mirip, keduanya tampak mengenakan rompi tanpa lengan juga tanpa kancing dibagian tengah, sehingga memperlihatkan tubuhnya yang penuh otot dan kekar, mengenakan ikat kepala berwarna merah yang berkuncup dibelakang kepalanya. Kedua sosok yang berpenampilan dan berperawakan sangat mirip ini hanya berbeda di warna pakaian saja, jika yang satu mengenakan rompi dan celana jingkrang berwarna putih, yang satunya lagi tampak mengenakan rompi dan celana cingkrang berwarna coklat tua. Tidak terlihat senjata yang dibawa oleh keduanya.
Bintang menyadari kalau gulungan surat ditangannya telah diberi kekuatan tenaga dalam energi petir yang sangat kuat. Tapi Bintang memperlihatkan kelasnya dengan membalik telapak tangannya yang tadi menggenggam gulungan surat itu dengan telentang, kini membaliknya telungkup.Hal ini membuat Sabdo Telu dan Sabdo Limo terlihat saling pandang dengan wajah berubah. Dengan membalik genggaman tangannya menghadap kebawah, tentunya gulungan surat yang sangat berat itu akan semakin berat dan Bintang ingin menunjukkan kepada keduanya kalau hal itu bukan apa-apa baginya dan terbukti wajah Sabdo Telu dan Sabdo Limo semakin berubah melihat hal itu.“Benar-benar seorang ketua dunia persilatan” ucap Sabdo Limo pelan. Sabdo Telu hanya tampak menganggukkan kepalanya, membenarkan ucapan Sabdo Limo.Daghh!Bintang menghempaskan tangannya yang menggenggam gulungan surat, sehingga kekuatan yang ada digulungan surat tersebut menghilang. Lalu Bintang segera membuka g
Malam datang. Keadaan di Bukit Bayangan terlihat ramai malam itu diruang makan. Keluarga besar Bintang tengah membuat perjamuan makan yang cukup besar, hal ini memang dilakukan bila Bintang sedang berada di Bukit Bayangan.Istri-istri Bintang yang ada di Bukit Bayangan terlihat sangat berbahagia menikmati perjamuan makan mereka. Tapi yang paling berbahagia tentunya adalah Bintang karena melihat keakraban dan kebahagiaan istri-istrinya, Bintang sangat bersyukur memiliki istri-istri yang sangat mengerti dengan keadaannya saat ini, walaupun Bintang tau semua istri-istrinya sangat mendambakan hadirnya seorang anak hasil cinta mereka. Tapi apa daya, saat ini Bintang belum bisa memenuhi hal itu.Setelah perjamuan selesai, Bintangpun menceritakan tentang kedatangan kedua utusan dari Pulau Batu Raja yang menyampaikan sebuah surat undangan dan satu demi satu istri-istri Bintang membaca gulungan surat undangan tersebut, dan terlihat wajah-waja
Dua orang lelaki tampak memasuki bangunan tempat kediaman Bintang dan keluarga, dengan diiringi tuan Danzo keduanya diantar ke aula pertemuan. Di aula pertemuan sudah menunggu Bintang dan keluarganya.“Kakang Guriwa! kakang Jagat lanang!” seorang gadis cantik jelita tampak bangkit dari tempat duduknya menyapa keduanya.“Gusti putri” ucap kedua lelaki yang baru saja masuk tersebut. Ternyata keduanya adalah Guriwa dan Jagat lanang. Murid Eyang Mandalaksana dari gunung bromo. Sementara itu gadis cantik yang tadi menyapa keduanya, tak lain adalah Roro Putri Srikandi.“Kakang Guriwa, bagaimana kabar Eyang Lanang dan Eyang Putri?” tanya Roro.“Eyang guru baik-baik saja gusti putri” jawab Guriwa.“Gusti prabu” keduanya juga menjura hormat kepada Bintang yang segera dibalas oleh Bintang.“Mari.. silahkan duduk”Guriwa dan Jagat lanang sudah tampak duduk dit
Lima ekor kuda keluar dari gerbang Bukit Bayangan, tiga laki-laki dan 2 perempuan. Tiga laki-laki itu tak lain adalah Guriwa dan Jagat lanang, satu lagi adalah sosok Bintang, sedangkan 2 perempuan cantik yang ikut bersama mereka adalah sosok Roro Putri Srikandi dan Roro Ajeng. Rupanya Roro Ajengpun ikut dalam perjalanan kali ini. Selain rindu dengan Eyang Lanang dan Eyang Putri, Roro Ajeng berkeinginan untuk mampir ke Pulau Bintan bila Bintang jadi ke Pulau Batu Raja. Sudah lama juga Ajeng tidak bertemu dengan kakangnya, Gusti Prabu Anggoro Putro.Perjalanan menuju gunung bromo cukup jauh, tapi hal itu tidak menjadi halangan bagi kelimanya, karena memang kelimanya sudah terbiasa berkelana jauh. Bila tiba waktunya beristirahat untuk makan, kelimanya dapat makan dimana saja mereka berhenti, dihutan, diwarung ataupun dilembah. Begitu pula bila malam datang, dimanapun kelimanya berada, dan ingin bermalam, terkadang itu dihutan, di gunung maupun
GUNUNG BROMO adalah sebuah gunung merapi aktif yang berdiri kokoh, dari kejauhan sudah terlihat betapa perkasa dan kokohnya gunung bromo dipandangan mata, keperkasaan gunung bromo sudah menjadi gunjingan banyak orang. Hal ini dikarenakan sepasang suami istri maha sakti yang tinggal di gunung bromo. Eyang Mandalaksana atau yang lebih dikenal sebagai PERTAPA GUNUNG BROMO & Eyang Putri yang juga dikenal sebagai DEWI SELENDANG NAGA.Setelah menempuh perjalanan beberapa hari, Bintang dan rombongan akhirnya tiba dikaki gunung bromo dan tanpa banyak basa basi, kelimanya segera memacu kuda mereka menaiki puncak gunung bromo. Di sepanjang jalan menuju puncak gunung bromo, kelimanya banyak berpapasan dengan murid-murid Eyang Mandalaksana yang tersebar disepanjang kaki bukit gunung bromo, ada yang sedang berlatih ilmu kanuragan maupun sedang mencari kayu bakar. Bintang, Roro dan Ajeng sendiri t