Namun pria itu tidak memedulikan keadaannya saat ini, karena pikirannya sedang dibuat sangat tidak menentu atas hilangnya seseorang yang sangat penting baginya. Walau keluh kecil sekalipun tidak terlontar, tetapi nyala api obor berhasil menampilkan sirat wajah penuh kekhawatiran dan kesedihan.
Dia adalah An Se, seorang pria keturunan keluarga bangsawan dari daratan Tiongkok yang tak sengaja terdampar di Pulau Jawa bersama dengan beberapa kerabat dan para pengikutnya dua belas tahun yang lalu. Hal itu dikarenakan adanya suatu tragedi yang terjadi pada keluarganya, dan mengharuskan mereka semua melarikan diri sejauh mungkin dari negerinya. Seluruh Keluarga An dibantai secara keji oleh sekelompok orang suruhan yang menjalankan tugas dari orang yang menginginkan Keluarga An binasa hanya demi suatu persaingan bisnis perdagangan. Beruntungnya, An Se dan kakaknya, An Mei, berhasil diselamatkan. Mereka pergi hanya dengan sekelompok kecil pengikut setia hingga sampai di Tanah Jawa ini, tepatnya di wilayah Kerajaan Pangkuran. Rupanya, nasib baik berpihak kepada mereka. Pada suatu hari di sebuah perayaan persembahan laut, seorang pangeran tak sengaja melihat An Mei dan langsung jatuh hati padanya. Sang pangeran segera menyunting gadis cantik berkulit seputih giok salju, bermata kelopak bunga persik dengan bentuk wajah serupa biji kwaci. Hingga pada suatu hari, lahirlah An Zi yang merupakan anak titipan dari An Mei sang kakak kandung dari An Se. Mereka harus berpisah tempat tinggal karena ada suatu hal yang membuat kakak beradik tersebut tidak bisa tinggal bersama. An Zi harus dirawat dan dijaga oleh sang paman di sebuah lembah terpencil yang bernama Lembah Pakisan. Namun, sudah beberapa kali An Zi melarikan diri keluar dari pengawasan para pelindungnya seperti hari ini. Mengapa An Zi harus selalu diawasi? "Ke mana perginya anak itu sebenarnya?" tanya An Se sang pria muda berhanfu putih dengan rambut hitam, lurus dan panjang hingga batas pinggang bertanya dalam hati sembari mengingat-ingat sesuatu. "Bagaimana bisa dia menerobos keluar dari array pelindung yang masih kuat terpasang itu?" An Se memerhatikan dengan saksama suasana tempat mereka mencari An Zi. Kegelapan malam telah membuat pandangan mata tidak bisa dengan leluasa melihat keadaan sekitarnya. Terlebih lagi, mereka semua tidak bisa dengan bebas keluar masuk lembah seperti orang desa kebanyakan. Salah seorang dari para pencari datang melaporkan. Sangat jelas dari wajahnya, jikalau dia sudah kelelahan akibat terus diperintahkan mencari An Zi. "Tuan Besar! Kami tidak menemukan tuan muda di mana pun," ucap pria itu dengan tubuh menggigil. "Benar sekali, Tuan Besar. Bagaimana ini? Kami sudah hampir setengah hari mencarinya, akan tetapi Tuan Muda An Zi belum juga kami ketemukan." Seorang wanita juga berkata dengan wajah cemas dan tampak lelah. Yang ditanya tidak segera menjawab, melainkan tampak sedang memikirkan sesuatu. Para pelayan yang bersama-sama mencari keberadaan An Zi sekarang memilih berkumpul untuk beristirahat. "Kalian semua tenanglah dan jangan dulu mengganggu tuan kita. Biarkan tuan berpikir dan memutuskannya," sahut Paman An Lan kepada orang-orang yang bertanya. Orang-orang pun segera terdiam dan tidak berani lagi untuk bertanya. Mereka jelas tidak rela jika An Zi dibiarkan saja tanpa diketahui rimbanya, akan tetapi tubuh tidak pernah bisa berbohong walaupun seseorang berusaha untuk tetap berdiri tegak. Tak bisa dipungkiri, kalau mereka pun sudah merasa lelah yang teramat sangat dan tak sanggup lagi jika terus berjalan jauh. 'Hari sudah semakin gelap dan mereka sudah kelelahan. Rasa-rasanya aku sangat tidak tega untuk bersikeras memaksa mereka mencari keponakanku itu.' An Se bergumam dalam hati sambil masih tegak berdiri di bawah naungan payung yang dipegangi oleh seorang pria setengah tua. 'Tetapi aku juga tidak bisa tenang tanpa An Zi terlihat di depan mataku.' 'Bagaimana jika dia kelaparan dan kedinginan?' gumam An Se dalam hati sambil membayangkan keponakan satu-satunya itu tengah meringkuk di suatu tempat dalam keadaan menyedihkan. 'Bagaimana kalau sakit perut dan demamnya kambuh dan siapa yang menolongnya?' An Se tidak bisa untuk tak menitikkan air mata. Hatinya terasa sangat pedih dan tidak rela jika semua hal mengerikan itu terjadi. Pria muda itu berteriak dalam hati. 'Alangkah nakalnya bocah itu! Berani sekali membuat pamannya ini ketakutan dan tidak bisa tenang walau dalam sekejap mata saja!' "Paman Lan, An Zi masih belum juga diketemukan tetapi keadaan kita tidak memungkinkan kita mencari lebih jauh dari tempat ini. Bagaimana menurut Paman?" An Se bertanya sambil menatap puluhan nyala api obor yang menyebar ke segala arah dan sesekali tampak berlarian ke sana dan ke mari. "Apakah tidak sebaiknya kita hentikan dulu pencarian ini?""Jika melihat keadaan kita sekarang ini, memang sudah tidak mungkin untuk mencarinya lebih jauh lagi. Akan sangat berbahaya sekali jika keberadaan kita tercium oleh para penduduk desa itu, Tuan." Paman Lan berucap sambil mengikuti arah pandangan tuannya. "Maafkan paman, Tuan Besar! Bukannya paman tidak mencemaskan keadaan tuan muda, tetapi kita semua juga mengetahuinya." Paman Lan takut jika ucapannya tadi akan menyinggung sang majikan. An Se hanya bisa menarik napas sesaat, untuk kemudian mengembuskannya secara perlahan guna melepaskan keresahan hatinya. "Paman memang benar. Kalau begitu, mintalah mereka semua untuk pulang kembali ke lembah. Biar kita lanjutkan pencarian esok hari." "Siap, laksanakan perintah!" Paman An Lan yang merupakan salah seorang tetua dari Keluarga An segera memanggil salah seorang dari para pengikut An Se agar memberitahukan kepada semua orang, bahwa pencarian dihentikan untuk sementara waktu. An Se mendesahkan napas berat sambil berbalik badan dan ber
Angin berderu dengan dahsyatnya, datang dari dua sosok pria yang saling berlawanan tanpa adanya suatu gerakan tubuh sama sekali. Pepohonan dan semak belukar ikut bergolak hebat, hingga daun-daun serta ranting-ranting banyak yang patah akibat serangan badai angin kekuatan gaib tersebut. Semua benda ringan beterbangan, berbenturan dan terus berputar-putar tanpa henti.Tentu saja, perang kekuatan gaib tingkat tinggi itu juga membuat para hewan di Hutan Sawo Alas juga menjadi sangat terkejut dan panik. Mereka pun lari tunggang langgang bagaikan sedang dikejar oleh sepasukan hantu jahat yang siap menerkam dan melumat hingga hancur menjadi debu dan abu."Anak muda ini memiliki darah yang sangat istimewa, akan tetapi juga seperti sudah tercemar oleh darah dari mahluk kegelapan." Pria berjubah ungu tuan terus mengerahkan kekuatannya untuk menekan kekuatan anak muda di hadapannya yang ternyata masih belum bisa sepenuhnya menggunakan kekuatan tenaga dalam bawaan lahirnya. "Sepertinya, anak mud
"Dan ini juga yang terakhir kalinya kukatakan, kalau Jatayu ini tetap tidak akan menyerahkan Langit kepada siapa pun!" Jatayu tetap pada pendiriannya."Kamu begitu bersikeras, Jatayu. Maka aku pun tidak punya pilihan lain lagi." Pria berjubah ungu tua meluruskan tangan kanannya ke bawah hingga sejajar dengan paha. Telapak tangan lelaki tersebut tiba-tiba saja mengeluarkan segumpal cahaya ungu terang yang berpijaran. "Majulah, Jatayu! Kuharap kamu tidak mengataiku sebagai orang dewasa yang telah berbuat curang, karena telah melawan dan menindas anak kecil sepertimu!""Apa? Orang itu mengatakan aku anak kecil?" Jatayu bertanya dalam hati dan merasa sangat tidak suka atas perkataan pria tersebut. "Sepertinya, dia terlalu meremehkan aku!"Jatayu pun segera menyiapkan kekuatannya dengan melakukan hal yang serupa dengan pria berjubah ungu. Tetapi yang keluar dari telapak tangan dan tubuh Jatayu bukanlah cahaya, melainkan asap hitam beracun yang teramat pekat dan segera menyebar ke segala ar
Pada saat yang sama, Langit yang masih berada dalam lingkup array pelindung ternyata mulai tersadar dari tidurnya akibat Mantra Penidur. Anak muda buronan orang-orang misterius tak dikenal itu merasa bingung dengan keadaan sekitarnya. Pepohonan di area ini tidak terlalu lebat walau terasa asing dan terlihat lebih terang jika dibandingkan dengan tempat semula. Gelap, sepi dan dingin, terasa begitu menakutkan bagi Langit yang selama ini selalu terlindungi di tempat yang nyaman dan aman. "Di mana aku?" Langit tidak melihat siapa pun di sekitar tempat itu. Dirinya hanya sendiri dan tubuhnya masih lemah. "Gelap sekali dan aku ... aku sendirian?' 'Mengapa aku jadi sendirian?' Langit menoleh ke arah kanan dan kiri dengan tubuh sedikit menggigil. 'Tak ada siapa pun. ' Ketakutan tiba-tiba saja langsung menghinggapi pikirannya. Langit berkeluh, seraya memangil seseorang. "Paman, tolong aku!' Meski usianya saat ini beranjak remaja, tetapi dia masih memiliki sifat manja selayaknya seor
Bagaimana mungkin anak seusia dia mengerti akan adanya masalah serius di dalam lingkup keluarganya. Anak itu bahkan dengan sengaja dijauhkan dari lingkungan keluarga yang konon masih dalam keadaan sulit untuk memecahkan masalah mereka.An Se hanya bisa mengulum seulas senyum kecil nan lembutnya. Pria muda tampan berwajah oriental dengan sepasang mata sipit itu pun berkata, "An Zi, percayalah pada paman! Kamu masih ada orang yang seharusnya kamu panggil ayah dan ibu.""Dan untuk nama Langit, itu juga memang nama lahirmu." An Se merasa sedikit bingung untuk menjelaskan perihal sesuatu yang belum saatnya diketahui oleh anak sekecil An Zi. "Kelak kamu akan mengetahuinya setelah engkau dewasa. Sekarang, kamu hanya bisa patuh kepada pamanmu ini saja."Langit hanya bisa bersedih jika teringat pembicaraan apa pun dengan sang paman mengenai orang tuanya. "Mengapa paman dan orang-orang dewasa suka sekali bermain rahasia denganku? Mereka semua bahkan tidak mau berbagi dengan seorang An Zi!"Keti
Naga ungu menghentikan penyerangan, lalu terbang berbalik arah dan menghadap kembali di depan Jatayu sang naga hitam. Mereka sama-sama berdiri mengambang di udara, berhadapan seperti sepasang bintang di antara celah-celah awan tanpa saling menyerang. "Aku adalah Zi Wu, salah satu ras naga ungu yang berhasil selamat dari kejadian itu." Naga ungu yang mengaku bernama Zi Wu sepertinya ingin mengatakan hal yang sebenarnya tentang masa lalu Klan Naga Ungu yang sudah dimusnahkan. "Dan tentang anak itu, sebenarnya kau juga sudah mengetahuinya, bukan?" "Zi Wu?" Jatayu bergumam dalam hati seraya mengingat-ingat akan nama tersebut. "Sepertinya, ayah tidak pernah mengatakan apa pun tentang orang ini. Apakah ayah dan ibu mengenalnya?" "Mengapa harus kupikirkan? Yang terpenting sekarang adalah mengalahkannya dan segera kembali." Jatayu tidak ingin membuang waktu dengan sia-sia. "Oh, jadi Anda adalah Paman Zi Wu dan maksud Paman sekarang adalah ingin mengenang kembali masa lalu klan kalian
Secara tanpa sadar, Langit menengadahkan wajahnya dan menemukan kilatan-kilatan cahaya indah yang bisa ia lihat dari celah-celah dedaunan pohon-pohon hutan nan menjulang tinggi. "Apa itu?" "Benar-benar malam yang menakutkan sekali, tapi yang di sana itu juga sangat indah," pikir Langit sambil menatap kelebatan-kelebatan cahaya ungu terang di langit. Cukup lama anak itu mengawasi pergerakan yang sangat memukau di atas Hutan Sawo Alas, hingga akhirnya terjadilah sesuatu. Segumpal besar pijaran cahaya ungu disertai kepulan asap hitam meluncur turun dari langit, menukik tajam dan jatuh dengan dibarengi oleh suara dentuman dahsyat benda keras menimpa bumi. Tak ayal lagi, bumi pada sekitar hutan terasa pun bergetar dengan hebat. Langit sediri merasakan tubuhnya bagaikan dihempas oleh gelombang angin berkekuatan tinggi hingga terdorong mundur dari tempatnya, tetapi masih dalam lingkup array pelindung. BUM! Meledak! "Aaaaaaaaaa!" Langit merasa ngeri hingga tanpa sadar berteriak k
"Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya. Anak ini tidak akan kubiarkan jatuh ke tangan Klan Naga Hitam, dan aku juga tidak ingin membunuhmu!" Zi Wu berkata sambil berjalan mendekati Jatayu. "Kalau kamu tidak ingin menyesal, kuharap kamu ikuti nasihatku." "Tinggalkan Klan Naga Hitam dan kembalilah ke klan asalmu!" Zi Wu menyambung ucapannya dengan suara lirih namun tegas. "Lembah Curam mungkin memang tempat di mana kamu dilahirkan, tetapi ras dan darahmu bukanlah bagian dari Klan Naga hitam!" 'Dia bahkan mengetahui kalau aku berasal dari Lembah Curam. Apakah benar dia memang mengetahui siapa aku dan ada rahasia apakah di masa lalu yang berkaitan denganku?' Jatayu berkata dalam hati dan sepertinya dia mulai terpancing pada ucapan Zi Wu mengenai dirinya. 'Aku tidak boleh percaya dengan begitu saja pada ucapan orang yang aku tidak tahu asal-usulnya ini.' "Jatayu, kusarankan padamu untuk segera tinggalkan tempat gelap itu dan kembalil
"Baiklah, Tuan Bai Yi. Semoga kita bisa menjadi sahabat di masa depan." Jatayu berkata seraya menggigit sepotong bakwan yang disusul dengan beberapa buah cabai hijau. "Tentu. Mengapa tidak?" Yin Long menyahut sambil mulai menyantap makanan yang dipesannya dan sudah mulai sedikit dingin. "Silakan dinikmati hidangannya. Anggap saja sebagai tanda perkenalan dari musafir tak beratap ini." Jatayu hanya tersenyum. "Baiklah. Terima kasih, Tuan Bai!" Sebenarnya, Jatayu dengan sengaja mendatangi Yin Long karena ia juga merasakan bau napas naga yang cukup asing baginya. Dia hanya ingin memastikan dari jarak dekat, apakah kecurigaannya ini benar-benar nyata. "Aromanya tidak seperti aura milik Paman Zi Wu yang masih sedikit berbau naga kegelapan. Bau napas naga orang ini justru sangat murni dan tidak mudah ditebak. Siapa dia sebenarnya?" Jatayu berkata-kata dalam hati sembari memerhatikan Yin Long dengan mata menyipit.
"Tuan tidak perlu melakukan hal yang sia-sia. Dia itu seorang anak muda pemalas yang hanya mengandalkan hidupnya dari mengemis. Jika hari ini Anda menolongnya, mungkin besok dia juga tetap akan mengulangi mengemis dan mengemis lagi!" seru Ki Sarta dengan wajah tidak mengenakkan. Yin Long ingin menyahut, tetapi orang lain merebut ucapannya."Benar sekali. Dia itu tidak pernah ada kapoknya. Kemarin dia baru saja diusir, tetapi hari ini juga datang lagi. Pelanggan kami banyak yang lari karena merasa jijik melihatnya!" Seorang wanita menimpali. "Gara-gara kedatangannya, kedai kami terancam tidak laku."Yin Long menggelengkan kepala, merasa miris dengan sikap semua orang."Bukankah kedai ini masih tetap cukup ramai?" Jatayu yang bicara kali ini. "Memang masih ramai, tetapi tidak seperti sebelum pengemis itu datang. Para orang-orang kaya yang tadinya menjadi pelanggan di sini, semuanya pergi hanya karena melihat dia duduk di sana." Salah seor
Pengemis berambut gimbal telah selesai mengumpulkan koin-koinnya dengan perasaan sedih. Ia menggenggam erat-erat, seperti sangat takut kehilangan uangnya. Pengemis itu lalu duduk bersimpuh di atas tanah dengan pakaian yang semakin kotor oleh debu.Pengemis berambut gimbal mendongak ke atas, memperlihatkan wajahnya yang dipenuhi luka bernanah. Tangannya terulur seraya menawarkan tiga keping uang koin yang kotor oleh debu.Melihat rupa buruk pengemis berambut gimbal, Ki Sarta dan orang-orang di kedai merasa sangat jijik dan beberapa dari mereka bahkan sampai muntah, selera makan pun hilang seketika. Yin Long menghela napas seraya memejamkan mata. Ia merasa sangat prihatin dengan kondisi si pengemis, tetapi juga kesal terhadap lelaki gendut yang sedang mencak-mencak di sana.Sebagai seorang tabib, hatinya meronta dan ingin sekali menolong pengemis berambut gimbal dari luka-luka di wajah dan tubuhnya. 'Sepertinya orang itu sangat
Tak ingin terus larut dalam ingatan masa lalunya, Yin Long mengedarkan pandangan matanya. Ia melihat seorang lelaki berpakaian compang-camping tengah duduk di luar kedai sambil menggenggam mangkuk tanah liat yang sudah retak. Lelaki itu terlihat seperti seorang gembel dengan rambut gimbal berantakan, wajah dan berkulit dekil. Pakaiannya terbuat dari kain berbahan kasar yang akan terasa panas serta gatal, penuh dengan tambalan di sana-sini."Sejak kapan dia ada di sini?" Yin Long menyipitkan mata dan bertanya dalam hati. Dia teringat, saat pertama memasuki pintu utama pagar pembatas kedai terbuka ini, tidak ada seorang pengemis pun di sana.'Mungkin dia baru saja datang setelah aku masuk ke mari,' pikir Yin Long sambil memainkan beberapa ketukan jari di atas meja guna menghindari rasa jenuh. Tentu saja, kehadiran Yin Long yang memiliki paras wajah tampan nan cantik, kulit putih cerah dan warna mata abu-abu, berhasil membuat banyak orang
Di tempat lain, Yin Long melihat ke atas dan matahari kian naik tinggi. Barang-barang yang dibutuhkan sudah didapatkan. Tentu saja ini adalah saatnya dia harus segera kembali ke lembah sebelum hari semakin siang.Pemuda itu bergegas pergi meninggalkan pasar dengan hati riang sembari melihat-lihat keadaan hidup sehari-hari para penduduk Desa Sindangan yang tidak lebih baik dari pada kehidupan di dalam lembah.'Jika dibandingkan dengan para penghuni lembah, keadaan warga di desa ini jauh lebih menyedihkan,' gumam Yin Long ketika melihat pemandangan yang membuat hatinya merasa kasihan. Pada saat Yin Long tengah asyik melihat-lihat keadaan di sepanjang perjalanan, tiba-tiba saja perutnya mengeluarkan bunyi aneh.'Aku ini mahluk jenis naga dan berasal dari langit, tapi mengapa aku masih saja merasa lapar seperti manusia bumi pada umumnya?' Yin Long terkadang mengeluhkan hal ini. Ia menggeleng kecil sambil mengusap perutnya. 'Sudahlah. Meskipun aku berasal dari alam langit, tapi aku juga
Saat teringat akan semua kehangatan di Perguruan Bukit Salju Berawan, Yin Long kembali bersedih, tetapi ia tak menyesali keputusannya datang ke bumi. Ia bertekad akan kembali secepatnya setelah Caihong Xue berhasil bangkit dan memiliki lagi kekuatan mutlaknya. 'Baiklah.' Akhirnya, Yin Long menerima tawaran itu dan mencicipinya. Begitu kue itu menyentuh lidahnya, rasa manis alami dari pisang berpadu dengan lembutnya adonan tepung dan aroma santan yang kaya."Hmm ... kue nagasari ini benar-benar enak dan sedikit mirip dengan kue mawar buatanku," pikir Yin Long sambil mengunyah pelan dan menikmati sensasi manis, asam, asin, rasa yang dingin, lembut serta kenyal yang berputar di lidahnya.Dalam hati, Yin Long langsung memberi nilai sepuluh untuk kue ini. Yin Long menatap gadis itu dan tersenyum. "Kuenya sangat lezat. Aku akan membeli semuanya untuk oleh-oleh.""Semuanya?" Gadis itu berseru tanpa sadar hingga matanya membesar. Ia t
Yin Long dengan teliti memilih berbagai bahan obat dan rempah-rempah yang ia butuhkan. Meskipun ia sudah sangat mengenal jenis-jenis tanaman obat, ia tetap tidak segan bertanya jika menemukan sesuatu yang asing baginya.Setiap kali penjual menawarkan sesuatu yang mungkin berguna, ia memperhatikan dengan saksama, memastikan bahwa bahan-bahan yang ia pilih benar-benar berkualitas.Setelah menyelesaikan semua pembayaran, Yin Long melangkah keluar dari kios dan berjalan menyusuri pasar yang masih ramai meski siang sudah mulai merambat ke sore. Sambil berjalan, ia mengintip isi keranjangnya, memastikan semua yang dibutuhkan telah terbeli."Sebagian besar sudah kudapatkan, meskipun masih ada yang kurang. Tak masalah, aku bisa mencarinya di hutan di lereng gunung," pikirnya sambil melirik rempah-rempah yang tersusun rapi dalam keranjang anyaman bambu di tangannya. Sejenak ia tersenyum kecil. 'Orang-orang di bumi ternyata cukup ramah. Mereka banyak membantuku menemukan bahan-bahan yang aku
Matahari baru saja naik sepenggalah ketika sosok seorang pemuda berambut panjang, mengenakan hanfu putih bersih, melangkah dengan tenang di jalan berbatu yang membelah Desa Sindangan.Suasana pagi menjelang siang begitu indah, hangat sinar surya membias di permukaan pakaiannya, memberi kesan seolah dia adalah sosok dewa yang baru saja keluar dari dalam lukisan. Mata abu-abu mudanya memindai sekitar dengan pandangan tenang namun cermat.Desa Sindangan adalah permukiman kecil yang terletak paling dekat dengan Lembah Pakisan, sebuah tempat yang dikenal hanya sebagai lekukan tanah berbatu bagi penduduk Kademangan Blewah. Tak seorang pun menyadari bahwa di balik kabut tipis yang menyelimutinya, lembah itu menyimpan pemukiman tersembunyi yang tak terjangkau oleh mata awam.Hari ini, Yin Lon, sang jenderal naga perak yang sengaja turun ke dunia manusia, meminta izin kepada An Se untuk meninggalkan lembah. Ia memiliki misi sederhana, yaitu mencari bahan dasar ramu
"Orang itu ...." Hei Fu Long menyeka air matanya. "Orang yang mungkin saja telah mengatakan sesuatu kepada Ah Xian. Terutama mereka!" "Mereka?" Hei Xin Long mengerutkan alis."Ya. Mereka ... anak-anak yang menggunakan tentang warna rambut dan iris mata anak kita. Panggil mereka semua dan beri hukuman atas kelancangan mulut mereka!" Hei Fu Long menatap Hei Xin Long, seakan menuntut pria itu agar segera bertindak."Fu'er, tenanglah!" Hei Xin Long menepuk-nepuk punggung Hei Fu Long. "Apakah kamu lupa?" "Aku tidak lupa." Hei Fu Long menggeleng. "Aku tahu, Xin Ge. Semenjak kita mulai berencana mengambil anak itu, seharusnya aku memang sudah bersiap untuk menghadapi hal ini. Cepat atau lambat, dia akan mengetahui siapa dirinya.""Itu kamu sudah menyadarinya. Jadi kurasa, kamu sudah tidak perlu lagi bertanda berlebihan, bahkan sampai membuat kekacauan sebesar ini," ujar Hei Xin Long. "Cepat atau lambat kita memang harus kehilangannya. Jika tid