“Hei, bangun. Ada yang mau ketemu.”Tapi, Orion sepertinya tidak mendengar sebab ia sama sekali tidak bergerak dari posisinya yang tengah berbaring menyamping dengan kepala beralaskan tangan, alih-alih bantal yang tersedia, di lantai sel tahanan yang dilapisi tikar tipis. Punggungnya menghadap ke pintu tempat si polisi yang bertugas menjaganya barusan memanggil.“Hei, bangun. Bangun! Ada yang mau ketemu. Sudah jam sepuluh dan kamu masih tidur? Jadi orang kaya memang menyenangkan, bisa bangun kapan pun. Beda dengan kami yang harus bangun pagi di jam yang sama untuk bekerja agar bisa dapat uang. Kalian orang kaya, tidak kerja pun uang tetap mengalir,” ujar si polisi yang sudah bersungut-sungut seperti biasanya.Orion masih bergeming. Tidak ada pergerakan sedikit pun yang bisa dilihat dari tubuhnya yang membelakang, baik menggeliat atau mengubah pose tidurnya yang sudah bertahan sejak si polisi bangun jam enam pagi tadi. Reaksi yang nihil itu pun menyulut rasa jengkel dari si petugas kea
Citra menggelengkan kepalanya, menolak percaya jika Bik Yuli telah tega mengkhianatinya. Tidak! Ia tidak mungkin kembali ke rumah keluarga Indrayana hanya untuk membiarkan dirinya dijebak oleh orang yang paling tidak diharapkan oleh Citra untuk membohonginya. Tapi, wanita tua yang berdiri di depannya terang-terangan mengaku. Dan Citra tahu betul kalau Bik Yuli saat ini tidak sedang bercanda.“Apa? Kenapa Bibik melakukan itu? Bibik kan tahu kalau Ayah ingin membalasku karena sudah membongkar perselingkuhan kami,” ujar Citra yang masih terkejut dengan perubahan pendirian Bik Yuli yang begitu tiba-tiba sekaligus merugikannya. Hatinya terasa sangat sakit, sampai-sampai ia berpikir untuk tidak akan memercayai orang lain lagi setelah ini.“Maafkan Bibik, Non, tapi jujur saja, Bibik tidak percaya dengan ucapan Non Citra kalau bukan Non yang membunuh Nyonya. Bibik lihat sendiri Non masuk ke kamar Nyonya dan tidak keluar sampai mungkin sekitar lima menit karena Bibik sempat menunggu di tangga.
“Apa?”Dokter Lavin tiba-tiba kehilangan fokus sebab terlalu terpana dengan ucapan yang keluar dari ponsel yang menempel di telinganya. Sesaat ia tidak menyadari apa yang tengah terjadi dan masalah apa yang baru saja diproduksinya. Barulah ketika Dokter Lavin menemukan kepala Citra yang muncul dari balik tembok beberapa meter di depan mobilnya, kesadarannya mendadak timbul.“Aku sudah berhasil keluar dari rumah Erian. Cepat pergi dari situ sebelum dia memerintahkan penjaga rumahnya menangkapmu! Aku tunggu di sini. Oh ya, buka pintu belakangmu di sebelah kanan lebih dulu dan berkendaralah di tengah jalan. Cepat!” Citra kedengaran bertitah dengan suara tegas dari seberang.Tuut!Walaupun sama sekali tidak paham tujuan Citra sampai memberinya perintah seaneh itu, Dokter Lavin menurutinya juga. Ia segera melempar ponselnya ke dashboard, berbalik ke belakang untuk membuka pintu yang dimaksud mantan kekasihnya, kemudian melajukan mobilnya di tengah jalan dengan kecepatan gila-gilaan, sampai
Orion menyeringai meremehkan, sama sekali tidak percaya satu huruf pun yang melompat dari mulut Ulfa. Mana mungkin Citra bisa berbuat seceroboh itu, terutama ketika artikel tentang dirinya yang berselingkuh dengan ayah mertuanya sendiri tengah merebak luas dan menjadi santapan lezat bagi para penikmat gosip. Mempertontonkan kemesraan dengan pria lain selain suaminya kepada khalayak? Yang benar saja!“Kalau kamu kemari hanya mau mengatakan omong kosong yang tidak masuk akal, maka kamu buang-buang waktu saja. Lebih baik kamu pulang sekarang karena aku sudah muak ketemu denganmu. Lebih bagus kalau kamu tidak usah datang lagi sekalian,” ujar Orion sambil berdiri dari kursi, bersiap meninggalkan ruang besuk.Melihat Ulfa yang diam saja dan tidak melakukan apa-apa untuk mencegahnya pergi, misalnya menangkap pergelangan tangannya agar tidak beranjak, membuat Orion berpikir jika wanita itu akhirnya paham kalau perbuatannya sia-sia dan tidak akan berdampak pada Orion seperti yang diinginkannya
“Kamu! Apa yang kamu lakukan di sini?”Citra bertanya dengan nada tidak suka yang terdengar jelas. Walaupun ia sedikit banyak tahu alasan Ulfa menampakkan dirinya di kantor polisi, Citra tidak ingin terlalu cepat mengambil kesimpulan. Bisa saja wanita itu ada urusan lain di tempat itu, urusan yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan Orion. Meskipun, harus ia akui, kemungkinan itu teramat kecil.Ulfa memilih tidak bereaksi terhadap pertanyaan Citra, ia justru mengalihkan tatapannya dari wanita yang masih mengenakan seragam rumah sakit itu pada pria tampan berjas dokter yang berdiri di sebelahnya. “Wah, wah. Dokter Lavin, kita ketemu lagi. Kali ini,“ Ulfa sengaja terang-terangan melirik ke arah Citra, “dengan orang yang di luar dugaan.”“Tidak usah mengelak seperti itu,” ujar Citra sambil maju selangkah. “Katakan saja apa tujuanmu kemari. Jangan bilang kamu ke sini untuk menemui suamiku. Dasar tidak tahu malu! Aku yakin Orion pasti sudah bilang padamu untuk memutuskan hubungan. Pal
Tangan Nadi yang berada di gagang pintu tiba-tiba turun dan terlepas sehingga pintu utama kantor polisi yang sedianya ia bukakan untuk Citra tertutup kembali. Dokter Lavin dan Citra tidak kalah terperanjatnya. Mereka sampai berhenti melangkah dan mendadak kaki keduanya seperti terpancang ke bumi. Citra bahkan sampai lupa bernapas dan otaknya tidak dapat berfungsi sejenak.Setelah beberapa saat dalam kondisi seperti itu, Citra akhirnya sanggup menghirup udara kembali dengan normal. Dalam gerakan lambat yang masih dipengaruhi oleh perasaan tercengangnya, ia menoleh pada Ulfa yang berdiri di halaman parkir tidak jauh dari mereka dengan senyum mengembang. “Apa? Kamu- kamu hamil anak Orion?”“Iya, betul sekali,” jawab Ulfa riang, jelas-jelas terhibur dengan reaksi yang Citra pertontonkan. Itulah tujuan sebenarnya memberitahukan informasi soal kehamilannya, ingin melihat langsung ekspresi shock istri sah selingkuhannya itu dan menikmatinya. “Tidak usah memberi selamat, Citra. Aku juga tidak
“Aku- aku memang-”Perkataan Dokter Lavin yang memang tiba-tiba tergagap tanpa alasan yang jelas itu mendadak terputus saat ekor matanya mendeteksi pergerakan dari tempat tidur kecil Citra. Ia pun segera mengalihkan tatapannya dari wajah Orion dan membalikkan tubuh sepenuhnya untuk mengamati wanita yang masih memejamkan matanya itu, lebih tepatnya memerhatikan jari-jari tangannya yang tadi dirasanya bergerak.Benar saja, beberapa detik setelahnya, Dokter Lavin betul-betul melihat jari tangan Citra bergerak, disusul oleh kelopak mata wanita itu yang perlahan membuka. Usai Citra mengerjapkan matanya berkali-kali dengan pandangan lurus ke arah langit-langit, Dokter Lavin bertanya dengan suara lembut dan teramat hati-hati dari sampingnya. “Kamu sudah sadar, Citra? Bagaimana perasaanmu? Ada yang sakit? Perutmu tidak apa-apa?”Citra menoleh ke kanan perlahan untuk merespons pertanyaan Dokter Lavin, tapi, ketika wujud Orion yang berdiri di samping mantan kekasihnya itu merangsek masuk ke rua
Perjalanan itu terasa canggung. Dokter Lavin dan Citra masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. Mereka hanya bertegur sapa formal saat menaiki mobil, itu pun karena alasan etika. Citra akan merasa tidak sopan jika tidak berbicara apapun pada orang yang telah berbaik hati memberinya tumpangan, bahkan tempat tinggal. Sedangkan Dokter Lavin melakukan aksi irit bicara sebab agak bersalah karena sudah menguping dengan sengaja di ruang kesehatan tadi.Sebenarnya, Citra sedikit enggan untuk pergi ke tempat yang Dokter Lavin sarankan sekarang. Usai permintaannya yang berani untuk bercerai dari Orion tadi, ia membutuhkan kesendirian, aman dari mata siapapun, untuk memikirkan lebih lanjut tentang bagaimana kehidupannya setelah ia benar-benar berpisah dari suaminya dan keluarga Indrayana.Tapi, melihat wajah Dokter Lavin yang terlihat sungguh-sungguh tulus ingin membantunya menyembunyikan diri dari Erian ketika pria itu menemuinya di ruang kesehatan, Citra jadi tidak bisa menolak. Biarlah,