Malam begitu pekat dan dingin. Audrey duduk bersandar pada jendela yang terbuka, wajahnya yang telah basah oleh air mata terangkat menatap nanar langit tanpa bintang.Gorden kamar bergerak lembut menyapu ujung lututnya yang menekuk. Suara rintihannya yang tengah menangis melukis kesunyian malam.Lama Audrey duduk disana, bergumul dengan kesedihan yang kembali terpahat, menorehkan luka baru yang jauh lebih menyakitkan.Semakin lama Audrey menangis, dia semakin tidak tahu bagaimana harus memeperbaiki apa yang telah terjadi.Hatinya kacau tidak tergambarkan.Sedetikpun Audrey tidak pernah menyangka jika malam ini dia akan mengetahui segalanya, kebenaran yang selama ini sering kali Audrey pertanyakan, tentang apa sebenarnya salah Aurelie Harper hingga diperlakukan begitu semena-mena.Terjawab sudah, ternyata benar, Aurelie Harper memiliki dosa yang yang begitu besar kepada Dante.Dan kini, Audrey menyesal telah mengetahui kebenarannya.Semakin Audrey tahu, semakin Audrey sadar bahwa saki
Dante terbaring sendirian ditengah ranjangnya, melalui kesepiannya dengan hati yang gelisah.Sedetikpun dia tidak dapat tidur.Pertengkarannya di ruangan kerja dengan Aurelie Harper terus terbayang dipelupuk mata, menyisakan perasaan yang mengganjal didalam dada. Sama seperti kejadian beberapa hari yang lalu saat Dante mencekiknya, selalu ada rasa bersalah yang muncul setiap kali gadis itu berjalan memunggunginya dengan gemetar. Setiap kali melihat air matanya, hati Dante terusik.Selama lima tahun lamanya Dante mengenal Aurelie, tidak pernah ada keraguan sedikitpun untuk membencinya. Tapi mengapa sejak Salma membaawanya kembali, Dante menjadi ragu?Apa layak Dante merasa kasihan pada Aurelie Harper?Dengan mata kepalanya sendiri, Dante melihat Aurelie mengayunkan pisau untuk melukai isterinya yang terkapar, melukai perutnya hingga Serena kehilangan bayi dan rahimnya.Aurelie telah membunuh anak Dante, dan kini Serena terbaring koma masih berada dalam keadaan kritis.Apa pantas Dant
Deg! Napas Audrey tertahan didada mendengar namanya dipanggil begitu jelas oleh Jach. Darimana Jach tahu namanya? Tangan Audrey gemetar menggenggam handpone, ketakutan tersirat begitu jelas dimatanya sampai membuat lidahnya membeku tidak mampu berbicara sepatah katapun. “Kata sandinya Audrey, jangan lupa hurup A diganti dengan angka 4,” ucap Jach memecah keheningan yang menegangkan. Audrey menelan salivanya dengan kesulitan, beberapa kali dia berusaha mengatur napasnya untuk kembali mendapatkan ketenangan setelah mengetahui bahwa ternyata ini hanya sebuah kebetulan saja. “Be-begitu rupanya,” jawab Audrey memaksakan diri untuk tersenyum. Melihat reaksinya yang sangat terkejut sekaligus ketakutan, Jach semakin yakin bahwa memang gadis yang kini berdiri dihadapannya bukanlah Aurelie Harper, namun Audrey kembarannya Aurelie. Jach tidak tahu, apakah fakta besar ini harus dia sampaikan kepada kliennya, atau justru Jach harus menyimpannya sendiri dan berpura-pura tidak tahu.
Lima menit telah berlalu, Audrey masih belum menunjukan tanda-tanda dia akan segera keluar menyudahi urusan menelpon seseorang.Dengan sabar Jach menunggu tanpa kekhawatiran, handpone yang digunakan Audrey secara khusus digunakan hanya saat ada di kediaman Dante, beda lagi dengan handpone pribadinya yang dia simpan di saku pakaian lain.Jach tidak mungkin melakukan suatu kebaikan yang membahayakan dirinya sendiri.Diliriknya jam yang terpasang di pergelangan tangan, kini sudah hampir menunjukan pukul satu malam.Tok toko tok!Suara ketukan dipintu terdengar. Spontan Jach bangkit dan melihat ke belakang pintu, melihat handle pintu yang diturunkan, seseorang diluar sana hendak membuka pintu, namun beruntung saja pintu itu berada dalam keadaan terkunci sehingga seseorang tidak bisa masuk begitu saja ke dalam kamar.Namun, siapa yang datang bertamu dilarut malam seperti ini? Sepertinya hanya Dante yang mampu melakukannya.Dengan langkah tanpa suara Jach mendekati pintu, pria itu membungku
“Kau darimana saja?” tanya Moses menyambut kedatangan Jach yang satu jam terlambat dari biasanya.Jach menahan langkahnya di depan pintu kamar. Jach sudah bisa merasakan perhatian tidak biasa Moses sejak semua orang harus mengawal Aurelie Harper pergi keluar rumah, rekan kerjanya itu tengah menyelidikinya.“Aku ada di taman belakang,” jawab Jach."Kau jangan berbohong, di kamera cctv kau tidak ada disana," ucap Moses.Dengan begitu tenangnya Jach menjawab, "Lalu apa masalahnya aku tidak ada ditaman belakang?"Moses mendekat dan berdiri dihadapan Jach. “Kau jangan macam-macam Jach. Jangan hanya karena tuan Dante memberimu banyak kepercayaan, kau bisa bersikap seenaknya dan membuat masalah.”“Aku hanya menikmati waktu bebas tugasku dengan bersantai. Sebaiknya kau mengontrol pikiranmu agar jangan berpikiran macam-macam.” Jach segera sebelum masuk ke dalam kamarnya.Moses berdecak pinggang tampak kesal dengan respon Jach yang besar kepala.***Aurelie Harper menggeliat bangun ditengah mal
Audrey tidak nyaman, dia tidak dapat bernapas dengan lega, Dante masih berdiri di dekat lemari pendingin, pria itu mengawasinya tanpa berbicara sepatah katapun. Audrey khawatir, apa yang sebenarnya sudah menahan pria kejam itu tetap berdiri di sana dan memperhatikan? Apa Audrey telah membuat kesalahan lagi karena masak tanpa permisi? Sangat ditakutkan jika pria itu marah, syukur-syukur hanya sebatas kata-kata kejam yang Dante lontarkan, bagaimana jika Dante membuang makanan Audrey dan berprilaku kasar seperti biasa?Audrey ingin memintanya pergi, namun dia tidak memiliki keberanian untuk memulai percakapan, dan Audrey sadar diri dia tidak memiliki hak untuk mengatur keberadaan Dante di rumahnya sendiri.Dentingan suara di oven terdengar, Audrey menarik loyang roti gandum buatannya, menyajikannya di piring.Dante melipat tangannya didada. “Sejak kapan seorang Aurelie Harper rela menghabiskan jam tidurnya hanya untuk membuat sebuah roti yang dia dibenci?” tanya Dante memecah kehenin
Jach tercekat kaget mendengarkan permintaan baru kliennya yang menyeleweng dari apa yang disepakati sebelumnya. Dulu, kliennya meminta Jach hanya untuk menjaga Aurelie Harper agar tetap aman dari beberapa orang yang membencinya. Namun, bagaimana bisa kini tiba-tiba permintaannya berbalik seratus delapan puluh derajat, dari melindungi jadi harus melenyapkan.Apa yang mendasari kliennya itu ingin melenyapakn Aurelie Harper? Memangnya rahasia besar apa yang ada ditangan Aurelie hingga dia harus dibungkam.Sepertinya ada sebuah rahasia besar yang hanya diketahui oleh Aurelie Harper dan klienya.Beruntung saja, Jach tidak sempat memberitahu kliennya jika perempuan yang kini ada di rumah Dante adalah Audrey, kembaran Aurelie.Setidaknya, untuk beberaapa waktu kedepan Audrey akan berada dalam keadaan aman, namun tetap saja gadis itu akan mengalami banyak kerugian karena semua masalah menyasar padanya.Andai klien Jach pada akhirnya ingin membunuh Aurelie Harper. Orang yang sebenarnya mati t
Audrey memutuskan duduk di atas hamparan rumput hijau yang terawat, merasakan lebih jelas kehangatan mentari pagi di permukaan kulit setelah. Audrey menengok ke belakang, memandang lekat rumah besar nan mewah yang hampir dua minggu ini telah mengurungnya.Dibalik keagungannya terpandang mata, ada banyak hal mengerikan yang tersimpan.Sudah tidak terhitung lagi, berapa kali Audrey menangis di rumah mewah itu.Sejak tinggal di rumah itu, Audrey akhirnya mengetahui tentang seberapa kerasnya dunia dan sejauh mana manusia bisa berbuat jahat. Ternyata, hidup dalam kemiskinan jauh lebih baik daripada terjebak dalam kesesatan dendam. Pandangan Audrey teralihkan pada Jach yang berdiri dibelakangnya berjarak lebih dari dua meter. Melihat ke sekitar tidak ada siapapun, bahkan jika berbicara lebih keraspun tidak akan ada yang mendengar. Audrey harus mengambil kesempatan ini untuk berbicara dengan Jach.“Jach, mendekatlah sedikit,” panggil Audrey.Dengan patuh Jach mendekat satu langkah, mengha
Aurelie dibawa pergi menuju lantai tiga, tempat dimana kini Arman sedang menjalani perawatannya yang semakin intensif.Melalui lift berdinding kaca, Aurelie dapa melihat setiap lantai yang dilaluinya, dan begitu pintu lift terbuka, langkahnya yang semula tanpa beban mendadak menjadi berubah.Suasana hati Aurelie terganggu, aroma khas obat-obatan yang berada disekelilinnya mengingatkan dia pada keadaan rumah sakit jiwa yang dulu pernah mengurungnya.Aroma obat-obatan membuatnya ingin sekali pergi mencari ruangan sunyi dan mengurung diri sendirian, dimana tidak ada satu orangpun yang datang mengganggu dan dia bebas dengan khayalan-khayalan liarnya yang mampu membuatnya tertawa, lepas dari berbagai kekecewaannya pada dunia yang tidak sesuai dengan ekspektasinya.“Ikuti saya,” ajak pengawalnya mengajak Aurelie pergi melewati beberapa belokan menuju sebuah lorong panjang yang sunyi.“Audrey!” panggil Dom begitu melihat Aurelie, senyuman lega Dom berubah kaku setelah sadar bahwa Audrey yan
Dibawa oleh orang asing semalam hingga akhirnya terkurung di sebuah rumah. Aurelie langsung menghabiskan waktunya untuk tidur hingga pagi tanpa kewaspadaan apapun. Aurelie sudah terlalu sering singgah ditempat baru, bertemu orang-orang yang tidak dia kenal dan mendapatkan berbagai perlakuan dari yang terbaik hingga yang terburuk.Ini bukan hal baru untuknya, bahkan meski orang asing yang telah membawanya saat ini adalah orang jahat, Aurelie tidak merasakan ketakutan apapun karena orang tuanya sendiri lebih jahat dari orang jahat.Ketika Aurelie membuka matanya dipagi hari, sudah ada pakaian yang disediakan untuknya.Aurelie merangkak turun dari ranjangnnya, hal pertama yang dia lakukan setelah bangun adalah mencari-cari adalah rokok yang selalu terbiasa disediakan oleh seseorang untuknya.Bukan rokok biasa, itu adalah lintingan daun yang akan membuatnya tenang.Tidak kunjung menemukan apa yang dicari, ketenagan Aurelie perlahan berubah. Dalam keadaan berantakan Aurelie keluar dari k
“Kenapa? Ambilah,” tegur Sheryl karena Audrey tidak kunjung menerimanya.Audrey menggeleng malu, tidak berani mengambil barang orang lain sembarangan. Pernah sekali, saat Arman membersihkan atap rumah seseorang, seorang anak seusia Audrey memberikan sebuah boneka kepadanya karena Audrey menemaninya bermain.Namun saat Audrey dan Arman akan pulang, orang tua anak itu menuduh Audrey mencuri. Alhasil, untuk pertama kalinya Arman memukulinya dan berpikir bahwa Audrey memang telah mencuri.Setiap kali ada masalah, Arman tidak akan pernah ada dipihaknya, Audrey takut dia melakukan kesalahan yang sama dan akan mempermalukan Arman lagi.“Saya tidak punya uang Nyonya,” jawab Audrey dengan gelengan beratnya, meski hatinya begitu ingin namun tangannya tahu diri untuk tidak sembarangan menerima sesuatu yang tidak pantas untuk orang sepertinya.“Sebentar lagi natal, ini hadiah untuk ketekunanmu sekolah, tidak perlu membayar apapun. Ambilah, jangan takut,” jawab Sheryl meyakinkan.“Besok saya ula
FlashbackMusim dingin sedang belangsung. Biasanya, ketika badai salju turun, orang-orang akan beraktivitas lebih banyak didalam rumah. Pasar yang masih beroperasi menyediakan pelayanan pesan antar bahan makanan dan Arman menjadi salah satu orang yang bekerja mengantar bahan-bahan makanan itu ke rumah-rumah.Tidak ada waktu untuk Arman memikirkan hari libur, hari-harinya dia lalui dengan bekerja apapun, lalu minum-minum di bar sampai mabuk lalu pergi tidur.Saat Arman turun dari mobil menyelesaikan pekerjaannya, dilihatnya Audrey yang masih duduk disebuah dibangku, memeluk sekantung besar bahan-bahan makanan.Kilatan tidak bersahabat terlihat dimata Arman. Audrey sangat bebal, berkali-kali Arman selalu memintanya jangan datang ke pasar dan menunggu di rumah, seakan tidak peduli dengan perintah ayahnya, anak itu tetap datang dengan alasan takut didatangi oleh penagih hutang.Arman tidak suka, karena setiap kali Audrey mengekorinya didepan umum, orang-orang tidak pernah berhenti membica
“Kau benar, kau dan aku sama-sama bersalah. Karena itu, mari kita bercerai.”Mata Serena membulat sempurna, sebuah pernyataan cerai yang terucap dari mulut Dante bak petir yang menyambar disiang bolong, benar-benar membuat Serena sangat terkejut.Serena sama sekali tidak pernah menduga, dengan mudahnya Dante bisa menyatakan cerai hanya karena satu kesalahan yang telah diperbuat. Bukankah Dante mencintainya? Harusnya sebesar apapun masalah mereka, Dante masih bisa memaafkannya dan menerimanya kembali.Tapi mengapa, Dante langsung memutuskan untuk bercerai dibandingkan memberinya kesempatan kedua.Pupil mata Serena bergetar tidak kuasa menahan tangisan. Wanita masih tidak percaya, lelaki yang baru menikahinya tidak lebih dari dua tahun ini, kini dengan lantai meminta bercerai. “Cerai? Mudah sekali kau menyatakan cerai padaku Dante,” ucap Serena.Bahu Dante menegang kaku mendengar jawaban tidak terduga Serena yang begitu egois, tidak tahu diri, tidak tahu malu seakan kesalahan yang tela
Sopir yang dipanggil segera keluar, Aurelie yang semula duduk perlahan beranjak dengan sorot mata waspada dan napas memburu menahan gejolak amarah. Aurelie tahu apa yang akan terjadi setelah ini, dan dia sangat membencinya karena tidak bisa berlari pergi.“Bawa Aurelie, dia sedang sakit,” perintah Salma begitu sopirnya sudah datang menghampiri.“Ayo, Nona,” ajak sopir itu mengulurkan tangannya menawarkan bantuan.“Aku tidak mau,” geram Aurelie.“Anda harus pulang.” Sopir itu menarik tangan Aurelie dengan paksa dan tidak mempedulikan teriakannya yang menolak dibawa pergi.Karena takut menjadi perhatian pengendara lain, Salma akhirnya ikut menarik tangan Aurelie dan memaksanya pergi meninggalkan emperan halte.“Jika kau tidak menjadi anak yang penurut, kau akan dimasukan ke dalam bangsal rumah sakit jiwa lagi Aurelie,” peringat Salma mengancam.“Aku tidak mau!” teriak Aurelie mulai beringas, menggigit tangan Salma yang mencengkramnya.“Arrght!” ringis Salma menggunjing tangannya agar gi
Aurelie menjatuhkan tubuhnya di emperan halte bus, mendengar derasnya suara hujan yang membasahi bumi dan angin kencang yang membuat kulitnya meremang kedinginan. Hari ini Aurelie sudah tiga kali naik pesawat, tubuhnya yang mulai lelah berbanding balik dengan isi pikirannya yang masih bergejolak liar membutuhkan obat penenang.Suara helaan napas terdengar dari bibirnya, dengan mata terpejam dia kembali terbayang-bayang wajah Audrey yang baru pertama kali dilihat.Pertemuan singkat itu mengingatkan Aurelie kembali pada mimpinya masa kecilnya selama ini terus muncul disetiap tidurnya.Ada sebuah ketenangan aneh yang Aurelie rasakan saat menyentuh Audrey, begitu persis seperti obat yang meredakan dirinya dari gejolak kegilaan.Apakah mereka akan kembali bertemu? Apakah Aurelie juga akan bertemu dengan seseorang Audrey sebut 'ayah'.Aurelie membuka matanya lagi. “Aku punya ayah dan saudara,” ucapnya seperti sedang bertanya.Aurelie mulai menggigit kukunya dengan keras, tenggelam dalam ke
Malam begitu gelap dan pekat, hujan turun begitu deras, butirannya yang berjatuhan terlihat seperti ribuan cahaya kala tersorot lampu jalanan.Dante duduk sendirian didalam mobilnya sendirian, berkali-kali memukuli kemudi kesulitan untuk menggambarkan hatinya yang saat ini sedang hancur berkeping-keping.Ingin Dante berteriak sekencang mungkin, ingin dia menangis, dan ingin tertawa menertawakan segala kebodohan yang telah dilakukannya selama ini.Sakit yang begitu keras dia terima membuatnya linglung kehilangan akal.Dante sudah tidak mengerti lagi, apa yang kini harus dia lakukan, apa yang dia mau dan kemana arah tujuannya setelah dunianya hancur luluh lantah oleh pengkhianatan.Gemuruh suara petir terdengar menyambar dikegelapan. Dante keluar dari mobilnya dan membiarkan seluruh tubuhnya terbasahi oleh air hujan. Dante berjalan sendirian tanpa arah, membawa semua kebenaran yang masih sulit untuk dia terima bahwa ini semua memang nyata adanya.Tidak ada tempat untuknya pulang, tidak
“Dante!” teriak Serena menangis histeris memanggil Dante yang lebih memilih pergi membawa Raiden dibandingkan disampingnya, menjaganya dari Aurelie yang masih berada disisi ranjang dengan gerak-gerik yang menakutkan.Serena menutup lehernya yang kini mulai mengelurkan darah hingga bercucuran menodai pakaian, wanita itu tersedu-sedu menangis kesakitan menatap tajam Aurelie yang sedang mencari-cari sebotol minuman didalam tasnya.“Ini caramu balas dendam padaku Aurelie! Apa sekarang kau puas?” tangis Serena meratap, masih bisa bersikap seperti seorang korban yang telah terdzolimi. Tangan Aurelie berhenti bergerak, gadis perlahan mengangkat wajahnya dan membalas tatapan Serena.“Aku tidak akan pernah memaafkanmu Aurelie, jika Dante meninggalkanku gara-gara ulahmu! Akan aku buat kau membusuk dipenjara karena telah membunuh ibuku dan menyakitiku!”Pupil mata Aurelie melebar bersama senyuman cerahnya seakan menikmati ancaman Serena. Aurelie menjatuhkan tasnya segera di lantai, menyisakan