“Si—silakan, Pak Adam.” Suara Irene terdengar lemah menjawab Adam.
Adam pun menghampiri Irene yang sudah duduk di salah satu sofa yang disediakan, kemudian meletakkan beberapa berkas di hadapan gadis muda itu seraya berkata, “Background checked. Anda bermasalah di pekerjaan sebelumnya.” Deg! Jantung Irene seolah berhenti sesaat ketika Adam menyebut insiden yang terjadi padanya beberapa hari yang lalu. Terlebih lagi, ada foto dan data Irene di berkas yang baru saja diletakkan di depannya. Spontan ia membantah, “Tapi saya tidak bersalah! Saya—” “Saya tahu,” potong Adam sambil mengangkat telapak tangan ke arah Irene, memintanya untuk tenang. “Saya hanya menyebut kalau Anda bermasalah di pekerjaan sebelumnya.” Lagi, Adam melanjutkan, “Kalau tidak bersalah, berarti maksudnya Anda dijebak?” Dahi Irene mengkerut, heran karena sepertinya Adam sangat mengetahui apa yang terjadi padanya di perusahaan lama. “Bagaimana Anda tahu kalau saya bermasalah di perusahaan lama saya?” “Sepertinya Anda tidak sadar ke mana Anda mencari kerja? Anda akan bekerja di Bright Co.Ltd. Sebagai mantan sekretaris, seharusnya kamu tahu posisi saya.” Mendengar nama perusahaan itu, Irene pun memekik, “Bright Co.Ltd?!” Bright Co.Ltd adalah Induk perusahaan dari perusahaan lama di mana ia dipecat–D’Bright Distributor. Dan Adam Bright adalah pemilik sekaligus CEO di perusahaan itu. Saking terlalu larut dalam masalahnya, ia menyerahkan semua begitu saja pada Giana dan sang kakek, termasuk memasukkan CV dan surat lamaran untuk didaftarkan. “Aku bahkan tidak sadar saat menerima email dari Pak Leon. Bodoh sekali aku,” tegurnya pada diri sendiri dalam hati. Terdengar dengusan geli dari pria di depannya. Sudah jelas sepertinya Irene tidak akan diterima di sana. Namun, Adam berkata, “Well, selamat, kamu berhak mendapatkan imbalan satu milyar, melihat hasil tesmu.” Rahang Irene seperti terjatuh mendengar keputusan Adam tersebut. Pikirannya masih ragu menerima kabar gembira tersebut. “Bisa kamu pakai untuk membayar uang yang dituntut oleh perusahaan lamamu,” tambah pria yang hanya mengenakan kemeja santai itu. “Argh! Dia bahkan tahu soal itu?!” pekik Irene dalam hati. Namun yang terpenting saat ini adalah ia berhak mendapatkan imbalan yang disebutkan Adam barusan. Memberanikan diri, Irene pun bertanya, “Jadi, apa saya benar bisa mendapatkan uang satu milyar itu?” Adam tersenyum tipis, hampir tak terlihat. “Sure. Untuk menerima uang itu, silakan Anda baca perjanjian ini.” Tangan Irene meraih sebuah dokumen yang disodorkan padanya, kemudian membaca dengan cepat isi dari berkas itu. Netranya membelalak ketika ia membaca kewajiban dari pihak yang menerima uang imbalan. ‘Menikahi pihak pemberi uang imbalan?! Apa ini?! Dia sedang cari istri?!’ pekiknya tanpa suara. “Pak Adam. Sepertinya ini berkas yang salah. Di sini tertulis kalau kewajiban saya adalah menikahi Anda—” “Memberikan keturunan, tepatnya. Anda belum membaca sampai habis. Dan harus bayi laki-laki.” Adam meluruskan. Pandangan Irene terasa berputar-putar mendengar ucapan Adam yang menurutnya sama sekali tidak membantu meredakan kebingungannya. “Tu—tunggu dulu. Apa maksudnya ini, Pak? Jadi, kalau saya mau mendapatkan imbalan satu milyar itu—” “Menikah dan memberikan keturunan untuk saya,” imbuh Adam tak sabaran. Pria itu juga menambahkan, “Hak asuh juga akan jatuh ke tangan saya. Setelah semua selesai, Anda bisa memilih untuk tetap bekerja di perusahaan atau mengundurkan diri.” Dunia dan bayangan Irene seketika runtuh. ‘Ha?! Ini apa seperti pernikahan kontrak seperti yang ada di novel-novel itu?! Apa aku sudah gila kalau aku menerima semua syarat ini? Tapi aku sudah didesak untuk segera membayar uang itu.’ Irene pun mencoba peruntungannya dengan negosiasi. “Apa saya bisa meminta waktu untuk mempertimbangkan hal ini, Pak Adam? Saya tidak menyangka kalau akan ada syarat seperti ini.” Sayangnya, tanpa jeda Adam langsung menolak permintaannya itu. “Syarat ini hanya akan saya berikan Selama percakapan kita berlangsung. Di luar dari pertemuan hari ini, syarat itu tidak berlaku dan tidak akan ada imbalan 1 milyar.” Irene semakin panik. Ia mencoba berbincang dengan Adam sambil menimbang keputusannya untuk menerima atau menolak syarat tersebut. Dan tentu saja, melakukan dua hal berat dalam waktu bersamaan tidak akan bisa membuatnya tenang dalam mengambil keputusan. Mulai tidak sabar, Adam mencoba menyudahi percakapan mereka, “Kalau Anda keberatan, saya bisa mencari kandidat lain—” “Saya setuju!” seru Irene tanpa berpikir panjang lagi. Ia takut kehilangan kesempatan untuk menyelesaikan satu masalah jika tidak menyetujuinya saat ini. Adam yang sudah setengah berdiri dari tempat duduknya, kembali ke posisi semula dengan raut wajah penuh kemenangan. “Anda bisa menandatangani dokumen itu sekarang, kemudian saya akan meminta sekretaris untuk mentransfer uangnya.” Kini Adam terlihat memamerkan senyum lebarnya pada Irene. Namun, Irene tidak bermaksud begitu saja menerima syarat tersebut. “Pak Adam, sebelum saya menandatangani, apakah saya boleh menambahkan syarat dari saya?” tanya Irene memberanikan diri bersikap tak pantas. Gadis muda yang memang tak bisa diremehkan itu hanya tiba-tiba melihat adanya celah untuk bisa mendapatkan kembali harta warisan yang direbut paksa dari tangannya itu. Senyum di wajah Adam menghilang berganti lengkung tak setuju dengan kerutan di dahi. Pikirnya, ‘Perempuan ini berani sekali. Tapi hasil tesnya yang paling tinggi. 98% bisa melahirkan anak pertama laki-laki. Dibanding yang lainnya, dibawah 60%. Makan waktu lebih lama kalau mencari kandidat lain.’ Dengan berat Adam kemudian bertanya, “Saya dengarkan dulu apa syaratnya.” Wajah Irene terlihat sumringah. Baginya mendapat kesempatan Adam mau mendengarkannya lebih dari apa yang ia bayangkan. Ia sudah berpikir kalau dalam sekejap ia akan diusir dari sana tanpa mendapatkan sepeserpun imbalan. “Pernikahan adalah hal besar untuk perempuan. Apalagi sampai harus mengandung dan melahirkan anak, Pak Adam. Sejujurnya bahkan 1 milyar pun tidak bisa membayar semua keputusan berat itu.” Adam terlihat mengerutkan dahinya, merasa kesal karena ia seperti sedang diceramahi oleh seorang ahli agama. Namun, karena ia sudah berkata bahwa ia akan mendengarkan permintaan Irene, tak ada niat darinya untuk membantah. Kemudian Irene melanjutkan dengan memberitahu syarat yang ingin dimintanya dari Adam ganti pernikahan dan kehamilan yang akan ia jalani. “Tapi kalau Anda bisa membantu saya mengambil kembali harta warisan yang direbut paksa oleh teman saya, saya akan melakukan semuanya itu.” Kerutan di dahi Adam pun menghilang. Ia kemudian bertanya, “Apa saja warisannya?” “Sebuah rumah, sebidang tanah dan 1 unit mobil tipe city car.” Adam terkekeh singkat. “Relakan saja mobilmu. Saya bisa membelikan mobil lain kalau hanya city car. Sebutkan saja merek yang Anda inginkan.” Wajah Irene semakin berbinar mendengarnya. Ia sangat ingin memiliki mobil keluaran mitzubizi terbaru itu. Lagi, Adam melanjutkan, “Akan saya minta sekretaris saya mengganti isi perjanjiannya sesuai syarat yang Anda sebutkan.” Irene tak bisa lebih senang dari sekarang. Ia tidak menyangka keberaniannya berbuah manis. Segera Adam menelepon seseorang dan memerintahkan untuk mengganti beberapa klausul sesuai permintaan Irene. Ia bahkan menambahkan beberapa kewajiban terkait pemenuhan kebutuhan hidup Irene di Italia. Termasuk mobil yang diinginkan dan juga supir yang akan mengantarnya dari dan ke kantor. Tak lama kemudian, seorang pria muda berpakaian rapi memasuki ruangan itu dan memberikan dokumen perjanjian yang sudah diubah. “Ini permintaan Anda, Nona Irene. Dan ini tambahan dari Tuan Adam,” staf sekretaris itu menjelaskan sambil menunjukkan bagian yang sudah diubah sesuai kebutuhan. Irene cukup terkejut karena Adam bahkan menambahkan akan memenuhi semua kebutuhan hidup sehari-harinya. Setelah meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua ini akan resmi setelah tanda tangannya tersemat di atas dokumen itu, Irene pun melakukan bagiannya. Menandatangani perjanjian kontrak rahasia tersebut. “Sudah saya tanda tangani,” ujar Irene sambil menyerahkan dokumen itu kepada staf yang menunggu di sebelahnya. Adam turut mengangguk sambil menurunkan perintah, “Segera transfer uangnya.” Pria itu menunggu sampai sekretarisnya keluar dari ruangan, kemudian menatap Irene sambil berkata, “Mulai hari ini kamu tinggal di rumah saya.”Netra Irene membulat mendengar perkataan Adam. “Tu–tunggu sebentar Pak Adam, apa maksudnya dengan saya tinggal di rumah Bapak?” tanya Irene yang sepertinya tidak bisa mengikuti arah tujuan pikiran Adam. Dahi Adam berkerut kesal, tak suka jika ucapannya dipertanyakan. “Pernikahan dihitung mulai besok, akan lebih mudah mengontrolmu dari dekat.” “Besok?! Secepat itu, Pak?!” pekiknya terkejut. Ia tak berpikir kalau statusnya akan berubah hanya dalam hitungan hari. Adam menghela napas tak sabaran karena harus menjelaskan banyak hal pada Irene. “Saya tidak bisa membuang waktu. Toh ini hanya formalitas untuk menjaga norma, sebelum saya menyentuh Anda.” Secepat kilat Irene mencari alasan dan berusaha membuat pria kaku itu mengubah keputusannya. “Baiklah saya paham. Tapi, bukankah ini hal rahasia. Kalau saya ada di rumah Pak Adam, akan lebih mudah terbongkar.” “Tidak masalah. Kita hanya harus lebih berhati-hati.” Adam membalas singkat. “Tapi—” Adam segera mengangkat tangannya dengan
“Keturunan?! Sekarang?!” pekik Irene dalam hati saat memahami apa yang diinginkan Adam darinya malam ini. Ia hanya bisa memelototi punggung Adam yang semakin menjauh meninggalkannya begitu saja setelah mengatakan hal memalukan tadi. Belum reda paniknya, Nannia datang mendekati Irene dan berkata, “Mari, Non Irene. Saya sudah menyiapkan lulur mandi.” Irene menatap sang asisten rumah tangga dengan tatapan horor, seolah ia tengah berhadapan dengan zombie yang akan memakan otaknya. “Lulur?!” Nannia mengangguk. Ia tersenyum singkat sambil membantu Irene beranjak dari sofa tempatnya duduk. “Tidak hanya lulur. Ada juga ratus rempah dan treatment lainnya, untuk malam Nona dan Tuan.” Walau Irene kerap mempertanyakan semua kegunaan dari hal yang disebutkan Nannia, asistennya itu dengan sabar meladeni sambil membawa gadis itu kembali ke kamar untuk persiapan malam pertama. Bukannya Irene tidak tahu menahu soal persiapan menjadi pengantin, karena ia sendiri adalah mantan calon pengantin seb
Sejak hari di mana persiapan malam pertamanya menjadi sia-sia, 3 hari berlalu dengan damai. Dan karena sudah mulai bekerja, Irene kini harus membagi pikirannya sebagai istri kontrak Adam dan juga sebagai staf sekretaris Bright Co.Ltd.“Irene, ini Noora. Dia yang akan mengajari semua pekerjaan yang biasa dikerjakan.” Staf personalia yang mengantar Irene mengenalkan seorang wanita muda dengan rambut pendek di bawah telinga.Wanita bernama Noora itu langsung mengulurkan tangan dengan senyum ramahnya. “Hai! Aku Noora. Santai saja ya, Irene.”Gugup, Irene langsung menyambut jabat tangan itu sambil memperkenalkan dirinya. Sebelum meninggalkan Irene dan Noora untuk melanjutkan pekerjaan, staf personalia itu berpesan, “Irene, saya harap satu minggu cukup buat kamu sudah menguasai semua pekerjaan, jadi Noora tidak perlu direpotkan setelah pindah divisi nanti.” Irene terkejut. Ia tak menyangka kalau dirinya akan menggantikan posisi Noora. “Oh?! Saya pikir saya akan satu divisi dengan senior N
Cih! Adam berdecak kesal. Posisinya benar-benar sedang tak ingin diganggu dan hasratnya sudah terlanjur tersentuh dengan aura malam pertama, tapi si pengganggu sepertinya tak peduli. Sementara Irene terkesiap. Tak menyangka kalau ada yang berani membuka kamar pribadi Adam tanpa mengetuk pintu. “Seharusnya kau mengunci pintu, Kakakku. Atau kau lebih suka dilihat orang?” kekehan sinis mengikuti di belakang kalimat tanya itu.Dengan wajah kesal, Adam turun dari tempat tidur dan menghujamkan pandangannya pada si pengganggu. Ia menyisir kasar rambutnya seraya melemparkan protes keras, “Kau yang harusnya punya sopan santun, Al.”“Aw … maaf kalau begitu. Aku hanya terlalu bersemangat untuk memberi ucapan selamat pada kakak iparku,” ujar laki-laki yang wajahnya sangat muda itu. Ada sedikit kemiripan dengan Adam terlihat di sana. Seperti lesung pipit yang terbentuk saat tersenyum, Irene pernah menangkap keberadaan lesung pipit itu saat Adam berbincang dengannya di ruang makan kala lalu.L
Dengan banyaknya hal yang diserap Irene malam ini, ia akhirnya kehabisan energi dan terlelap tanpa ia sadari. Ditambah ketegangan malam pertama yang sekali lagi hanyalah sebuah kesia-siaan belaka, karena pada akhirnya tidak terjadi apa-apa antara dirinya dan Adam. Begitupun, ia cukup bersyukur, karena kedatangan Aldrich membuat Adam tidak jadi melahapnya malam ini. Irene masih belum siap menerima pria tersebut. “Ah … sudah tidur ternyata,” gumam Adam yang akhirnya selesai bicara dengan Aldrich. Dan ketika kembali ke kamar, ia malah mendapati Irene terlelap dengan posisi membentang di atas tempat tidurnya. “Kenapa juga tidurnya miring begini. Apa dia tipe yang tidurnya nggak bisa diem ya?” Adam mencoba membetulkan posisi tidur Irene dan menyelimuti gadis itu. Ia menatap tempat tidurnya kemudian beralih ke sofa dan memutuskan, “Sebaiknya aku tidur di sofa. Besok aku minta Leon menjebol kamar sebelah.”
Wajah Irene terlihat panik, karena ia tidak menyangka kalau Aldrich akan langsung menembaknya dengan pernyataan seperti itu. "Wow! Sepertinya aku sudah harus menggunakan keahlian baruku sebagai artis!" keluhnya dalam hati. Dengan netra berkaca-kaca, Irene tergagap seolah terkejut dengan ucapan Aldrich. “Si—siapa yang bilang?” Sambil memamerkan cengiran kekanakan, Aldrich menjawab, “Kak Adam. Kalian benar menikah secara kontrak, kan?” Irene sadar kalau Aldrich hanya ingin memancing. Adik laki-laki dari suaminya itu seperti mengarahkan pikiran Irene bahwa Adam memberitahu Aldrich soal rahasia ini. Yang tidak diketahui Aldrich, semua informasi terkait hubungan Adam dengan keluarga, sudah diketahui oleh Irene. Berusaha keras menangis seperti orang patah hati, Irene kemudian berjongkok di tempatnya, membuat Aldrich menaikkan salah satu alisnya. Heran. Tak lama kemudian
“Omong kosong, Claire. Semua sudah berakhir. Tidak ada pentingnya mengungkit hal itu,” tegur Adam dengan mata menyipit.Namun, sepertinya Claire tidak mau menyerah begitu saja. Ia terus membahas hubungan spesial yang pernah hadir di antara mereka.Artis cantik itu merengek, “Kau tahu, aku sakit hati saat Aldrich mengatakan kau sudah menikah. Katakan, apa dia lebih cantik dariku, Adam?”“Ha?! Menikah?!” bisik Julia dengan mata melotot, karena tak sengaja mendapat berita di luar perkiraan.Saat itulah Irene memutuskan untuk mengetuk pintu. Ia tidak mungkin membiarkan Julia mendengar pengakuan dari mulut Adam kalau pria itu benar-benar sudah menikah. Kalau sampai te
Tanpa disadari, langkah membawanya berhenti di depan pintu ruangan Adam. Dengan berat gadis itu mengetuk pintu sang CEO Bright Co.Ltd. Dua kali ketuk sebelum sang penguasa ruangan memberi izin masuk. “Bapak cari saya?” tanya Irene sambil memasuki ruangan Adam dan berjalan mendekati meja kerja sang atasan.Adam mengangguk sambil berdehem singkat. “Ada masalah dengan penerimaan dokumen?” tanyanya sambil menandatangani sisa dokumen yang menjadi tanggung jawabnya.Di ujung air mata yang hampir tumpah Irene mengangguk tanpa bisa menjelaskan apapun. Ia tidak tahu apakah ini juga perbuatan seseorang untuk menjebaknya lagi atau murni kesalahpahaman.Adam yang melihat raut panik dan terpukul di wajah Irene tiba-tiba merasakan amarah yang besar menyelimuti hatinya. Ia tidak berpikir bahwa perasaan ingin marah demi Irene karena perbuatan seseorang yang mencoreng nama gadis itu, bisa muncul dalam hatinya.“Hm, kurasa kurang tepat kalau bahas hasil pengamatan kasus dia di kantor lamanya sekarang.