Keesokan harinya Serena kembali ke kantor Javier, dia bahkan tidak punya kontak Javier dan wanita yang kemarin membawakan kontrak. Jadinya dari pagi Serena hanya duduk di lobi kantor mewah itu dengan perut kosong belum sempat sarapan, menunggu Javier datang.
"Javier!" Serena memanggil Javier saat laki-laki itu datang dengan setelan jas berwarna biru gelap dan dasi berwarna hitam.Javier menoleh kearah suara, ia berjalan mendekat kearah Serena. "Jadi?" Tanya Javier."Saya mau." Serena tetap datar."Ok," Javier tersenyum. "Silahkan." ia membiarkan Serena berjalan terlebih dahulu masuk ke lift menuju ruangannya. "Telepon Lika bilang saya tunggu di ruangan!" Javier berteriak pada resepsionisnya.Dengan sigap dan takut resepsionis itu langsung menelpon Lika. Sementara Javier dan Serena menghilang naik lift bersama. "Kamu kenapa teriak-teriak sih?" Tanya Serena penasaran, bagaimana seorang dengan setelah mewah, rambut rapi, sepatu mengkilat, malah berteriak-teriak pada karyawannya."Suka-suka saya." jawab Javier sambil bersandar memainkan ponselnya, melihat Serena saja tidak."Nyesel nanya." ucap Serena pelan.Javier mendengar perkataan Serena, dia memilih tidak merespon. Tidak penting basa-basi selain untuk masalah bisnis, pikirnya.Saat sampai di lantai yang dituju Javier keluar lebih dulu, berjalan cepat meninggalkan Serena yang mengikutinya di belakang kebingungan.Javier berhenti di depan meja-meja karyawannya, Serena bisa melihat beberapa dari mereka langsung menunduk takut saat Javier datang. Laki-lakinya itu berkacak pinggang, menunggu sampai semua mata mengarah padanya."Dengar semuanya!," Teriak Javier seperti seorang prajurit padahal tidak seharusnya hubungan bos dan bawahan terasa seperti sangat hirarki. "ini calon istri saya." ia menunjuk Serena.Serena melihat Javier, matanya membuat. Javier menaikan sebelah alisnya memberi kode agar agar Serna segera melakukan tugasnya bermain peran. Serena tersenyum kearah karyawan Javier, mereka membalas senyuman Serena dengan prihatin karena Serena harus menikahi orang seperti Javier. Dari semua yang ada di situ Serena tau tidak ada satupun yang benar-benar menyukai Javier, mereka palsu."Ada pertanyaan?" Tanya Javier.Mereka kompak menggeleng."Bagus, kerja yang benar. Satu kesalahan, karir kalian selesai." ucap Javier mengancam, lalu masuk ke ruangannya."Kamu akan biayain kehidupan saya selamanya 'kan?" Serena duduk di sofa ruangan Javier."Siapa yang suruh duduk?" Javier bersandar di mejanya.Serena kembali berdiri."Nah sekarang duduk." Javier tersenyum.Serena mendengus kesal. "Ok sebagai permintaan pertama, saya mau paspor dan tiket ke Singapore, hotel bintang lima, biaya makan, transportasi, wisata selama satu hari plus uang jajan." Serena menatap Javier."Ok nanti saya bilang sama Lika," Javier membuka jasnya dan duduk di kursi kerjanya. "Baru kerja udah mau liburan aja.""Buat adik saya.""Hai," Lika masuk ke ruangan, menatap ke arah Serena "gak nyangka kamu mau." dan segera duduk di sampingnya."Oke kita mulai aja," Javier duduk di meja kopi depan Lika dan Serena, orang kaya sepertinya memang lebih suka duduk di sesuatu yang bukan yang tempatnya. "Anda jadi diri sendiri aja, biar keluarga saya gak suka sama. Semua pertanyaan jawab sejujurnya aja.""Ok." Serena mengangguk."Sekarang kita ke mall." Javier keluar meninggalkan Serena dan Lika."Kalau seminggu setelah nikah mau cerai kamu langsung telepon aku aja, bakal aku proses secepatnya." Lika tersenyum dan menarik tangan Serena ke luar dari ruangan itu dan keduanya segera menyusul Javier. Entah apa keinginan laki-laki itu kali ini.Mereka menuju ke salah satu mall termewah di Jakarta, tujuannya jelas menuju butik yang memang sudah terkenal di kalangan kelas atas. "Pilihin dia baju, aku tunggu di sini." Javier duduk di sofa yang sudah disediakan, segelas champagne langsung diberikan padanya.Lika membawa Serena memilih-milih baju yang cocok dan mewah untuknya, wanita itu memang harus diubah cara berpakaiannya yang praktikal supaya lebih menyenangkan dilihat mata. Terlebih pada keluarga Wijaya.Seorang menepuk pundak Javier, dia yang tengah fokus ke layar handphone tidak terusik sama sekali. "Kenapa?" Tanyanya tanpa menoleh."Vier." terdengar suara orang yang tak asing di telinga Javier.Javier menoleh, "Jenna." ia segera berdiri, mengancing jasnya.Jenna dan pacarnya Ray adalah salah sahabat dekat Thalita, mantan Vier. Jenna memang tidak suka dengan Vier, dari dulu dia yang meminta Thalita meninggalkan Javier."Nemenin mama?" Tanya Jenna."Nemenin pacar." Javier tak ingin terlihat menyedihkan setelah ditinggalkan Thalita, ia harus membuat kesan dia sudah move on di mata Jenna."Pacar?" Jenna mengerutkan keningnya."Iya tuh dia," Javier menunjuk Serena dan Lika yang sedang berjalan kearah mereka. "Sini sayang." Javier menarik SerenaSerena bingung, ia menahan dirinya."Udah sini, gak usah malu-malu." Javier memaksa dan melotot kearah Serena. "Suka malu-malu dia, untung gak malu-maluin." Javier merangkul Serena di depan Jenna dan Ray."Hahaha," Serena tertawa palsu, "iya kan yang malu-maluin kamu." Serena mendorong tubuh Javier kasar."Ah suka bercanda deh" Javier membalas dorongan Serena."Iya, ih." Serena mendorong Javier lagi, kali ini dua kali lebih kencang dari sebelumnya."Ehm, kayaknya Rena tadi mau cobain baju." Lika menarik Serena untuk ke ruang ganti, karena jika terus dorong-dorongan dengan Javier lama-lama bisa terjadi baku hantam dalam butik tersebut."Suka bercanda dia." Javier tertawa sambil melihat kearah Jenna dan pacarnya yang tercengang melihat kelakuan Javier dan Serena. "Gak lucu ya?" Javier bertanya pada keduanya.Mereka kompak menggeleng."Ok." Javier diam menunggu Serena kembali karena keadaan mulai canggung. "Awkward" ucapnya pelan.Tak lama Serena keluar, dengan pakaian yang baru saja dipilihnya bersama Lika. Awalnya ia tak percaya diri tetapi Lika meyakinkannya bahwa Serena akan bagus jika memakai itu. Javier terpaku saat melihat penampilan Serena yang sangat cantik, ia mengusap wajahnya dan kembali bersikap normal karena tak ingin Serena atau Lika tau dirinya terpesona."Cantik banget." ucap Javier pelan sambil tersenyum dan berjalan kearah Serena."Ehm, makasih." Serena berusaha bersikap lebih baik karena Lika barusan mengomel panjang jika seperti tadi mereka akan ketahuan hanya berpura-pura.Javier berdiri dekat sekali dengan Serena, ia tersenyum. Senyum yang Serena tak pernah lihat selama dua hari mengenal laki-laki itu. Tangan dingin Javier perlahan bergerak mengelus wajah lembut Serena, sehingga wajah Serena berubah merah tersipu. Serena merasakan gugup dalam dirinya padahal itu hanya pura-pura. Dia belum pernah sedekat itu dengan laki-laki.Javier memegang dagu Serena "I love you." ucapnya sangat pelan seperti berbisik."EHM!" Jenna berdehem. "Kayaknya kita mau belanja dulu, bye Vier, Lika." Jenna menarik pacarnya, dia hanya mengangguk pada Serena."Ehmm...," Javier melepaskan tangannya lalu menggaruk tengkuknya. "akting kamu keren." ucapnya senormal mungkin sambil menjauh dari Serena."Makasih." Serena tertunduk.Seusai dari butik Serena langsung dibawa makan malam di sebuah restoran mewah untuk menemui keluarga Javier, laki-laki itu sudah berjanji akan mengenalkan pacarnya pada seluruh anggota keluarganya malam ini. Dia memang sudah mengira Serena akan menerima tawaran pekerjaan darinya. "Di mana restorannya?" Serena turun dari mobil sport Javier yang berhenti di depan sebuah gedung mewah. Kebingungan. Javier terkekeh sambil menggeleng, "Parkir." Javier melempar kunci mobilnya pada petugas valet yang berdiri di depan mereka dengan seragam lengkap. Javier memasukan tangannya di saku, berjalan masuk ke dalam gedung itu sedangkan Serena hanya mengekor di belakang. Pintu dibukakan perlahan untuk Serena dan Javier, satu orang wanita mengarahkan mereka masuk ke dalam lift dan Javier menekan tombol paling atas. "Bilang sama mereka kamu temannya Lika, kenal sama saya dari 6 bulan yang lalu. Selanjutnya terserah." Ucap Javier datar saat di dalam Lift, memberikan arahan Serena harus seperti apa. "
Seperti yang sudah dijanjikan Javier kemarin, Serena bisa mendapatkan paspor dan berbagai hal lainnya untuk keperluan Kafeel ikut olimpiade Internasional ke Singapura. "Makasih ya, Lika." Ucap Serena pada Lika yang sudah mengurus keperluan Kafeel bahkan mengantarkan Serena dan Kafeel ke bandara. "Santai, ini kamu beneran gakpapa balik sendirian ntar?" Tanya Lika lagi memastikan, Serena memang tidak ingin terlalu merepotkan. "Iya, gakpapa kok." "Oke deh, Kafeel hati-hati ya di Singapura.""Iya, kak Lika. Makasih ya."Lika mengacungkan jempolnya ke arah Kafeel yang turun bersamaan dengan Serena. Dia hanya membawa satu tas dan koper jadi tidak perlu dimasukan ke dalam bagasi mobil Lika. "Kakak beneran gak kerja macam-macam?" Tanya Kafeel lagi memastikan, khawatir dengan kakaknya. "Engga, apaan sih." Bohong Serena, dia tidak bisa memberi tahu Kafeel tentang hubungan pura-pura nya dengan Javier. Tentu adiknya akan protes dan tidak setuju lalu membatalkan ikut olimpiade. "Soalnya tib
"Javier!!" Riuh teriakan langsung terdengar begitu Serena dan Javier memasuki area rumah keluarga Wijaya. Meja disjoki ditengah-tengah dengan musik menggema, satu meja penuh berisi berbagai minuman alkohol, berbagai orang yang Serena kenal menari bahkan ada sebagian yang berenang di kolam kediaman keluarga Wijaya. Javier melepaskan tangan Serena dan segera berlari menemui teman-temannya, sementara Serena ditinggalkan sendirian. Wanita itu hanya terdiam sendirian, dia tidak nyaman dengan musik yang terlalu nyaring. Keiza, Yara, dan Lika juga belum kelihatan. "GUYSSS!" Tiba-tiba suara Kai terdengar dari arah meja disjoki. "MY BROTHER IS GETTING MARRIED!" Riuh tepuk tangan langsung terdengar, Javier di tarik menuju meja disjoki untuk memberikan pengumuman pernikahannya yang mungkin sudah dipersiapkan oleh keluarga Wijaya yang saat ini sedang di Jogja. "Gue tahu ini berita buruk buat kalian karena the hottest man alive, Javier Wijaya finally sold out." Ungkap Javier dengan mic sambil
Hari ini Serena bisa istirahat sejenak dirumahnya, Kafeel yang sedang di Singapura membuatnya bisa menikmati waktu sendirian bersantai menonton televisi dan mungkin makan mie ayam favoritnya. "Serena." Ketukan pintu terdengar dari arah luar beserta suara memanggil Serena, dia sudah tahu suara itu. Entah kegiatan apalagi yang harus Serena lakukan untuk memenuhi tugas sebagai calon istri seorang Javier Wijaya. "Serena!" Panggilnya lagi."Sebentar!" Balas Serena ketus sambil berjalan ke pintu depan. Saat Serena membuka pintu laki-laki itu sudah bersandar di dinding memakai kacamata hitam, tubuhnya lemas karena akibat pengar semalam yang belum sepenuhnya hilang."Lama banget sih buka pintunya." Ucapnya lalu berjalan masuk tanpa Serena persilahkan lebih dulu. Javier langsung menuju kursi tamu di rumah Serena, kursi yang tidak sebanding dengan sofa di rumah keluarga Wijaya. Namun laki-laki itu sudah merebahkan badannya di sana. "Sana siap-siap." Ucapnya pelan sambil memejamkan mata, k
"Serena, ayo sini liat dress nya." Panggil Mira saat sudah menyadari kedatangan Serena yang berdiri terpaku bersama Yara dan Keiza.Gadis itu menghembuskan nafasnya sekali lagi, menampilkan seutas senyum penuh paksaan berjalan menuju Mira. Javier tengah duduk mengobrol santai dengan Kai, dia tidak memperhatikan Serena. "Kamu suka yang ini gak? coba deh. Kayanya cocok di kamu." Mira menarik Serena berdiri berdampingan dengan manequin, mencocokan Serena dengan gaun pengantin putih panjang yang elegan disampingnya. "Ah kayanya too much ya," Ucap Mira pada dirinya sendiri. "Coba pindah ke sini." Tariknya lagi Serena agar berdiri ke manequin satunya.Serena tidak mengatakan apapun dia hanya mengikuti kehendak Mira, melakukan apapun yang disuruh oleh ibunda Javier tersebut. "Eh kamu udah cobain wedding cake nya belum? yang ini tante suka banget." Tangan Serena ditarik lagi, menuju meja yang penuh dengan berbagai wedding cake.Dia mencoba beberapa kue tersebut dan Serena merasa semuanya s
Serena, Javier dan Lika memilih diam saja selama di mobil. Ketiganya berputar-putar keliling Jakarta tanpa tahu ingin kemana, Lika dan Javier enggan membuka topik obrolan karena takut Serena masih merasa tidak nyaman setelah ditanyai banyak pertanyaan oleh Mira dan anggota keluarga Wijaya saat di rumah tadi. "Makan mie ayam aja yuk, aku tau tempat yang enak." Serena mengeluarkan suaranya setelah lama dia diam mengikuti Javier dan Lika. Wanita itu sadar Javier dan Lika sengaja diam karena takut menyinggung perasaan Serena. Padahal dia sama sekali tidak masalah dengan pertanyaan yang dilontarkan keluarga Wijaya padanya. Lika mengangguk sementara Javier langsung bertanya arah tempat pada Serena, dia melajukan mobilnya mengikuti petunjuk dari Serena.Mie ayam favorit Serena letaknya tidak juh dari panti asuhan, dia sudah sering makan di sana sejak SMP."Maaf ya kalian harus makan pinggir jalan, tapi ini enak kok." Ungkap Serena saat ketiganya turun dari mobil. Lika dan Javier beradu t
Javier pulang ke rumahnya setelah mengantarkan Lika dan Serena pulang, dia tahu seluruh anggota keluarganya masih ada di rumah utama, apalagi waktu sudah menjelang sore, tentunya Aidan dan Devandra sudah ikut berkumpul di rumah. Ketika laki-laki itu sampai dia melihat Jaden yang berlari sendirian di halaman depan mengejar-ngejar anjing peliharaan keluarga mereka, babysitter anak itu hanya memandangi dari jauh. Javier tersenyum mendekat ke arah Jaden, cucu pertama sekaligus keponakan pertama keluarga Wijaya. Anak itu akan hidup dengan pressure yang lebih berat daripada dirinya dan saudara-saudaranya. "Jaden mau main kejar-kejaran sama uncle?" Javier berlutut mensejajarkan tingginya untuk berbicara pada anak kecil berumur 4 tahun itu. "Mau mau." Jawab Jaden bersemangat. Javier mulai mengejar Jaden di halaman depan rumah bersama dengan anjing mereka yang juga ikut main, sesekali dia menggendong anak itu membuatnya seolah pesawat kecil yang dia pegang. Jaden tertawa merentangkan ked
Javier memijat jari-jari tangannya, di depannya telah duduk ayah dan ibu beserta saudara-saudaranya dengan tatapan mengintimidasi. Tadi pagi saat dia sedang meeting di kantor, Lika, sekretaris sekaligus sahabatnya memberitahu dan memaksa Javier Wijaya si putra tengah untuk segera pulang ke rumah karena Davendra Wijaya, ayah sekaligus pemilik seluruh bisnis yang Vier kelola ingin menemui anaknya."Kamu harus nikah dalam waktu seminggu!" Ucap Davendra tegas. "Vier tahu pasti masalah ini," kata Javier pelan sambil menghembuskan nafasnya. "Mau nikah gimana orang gak ada jodohnya." Seharusnya Javier menikah satu tahun yang lalu tetapi suatu kejadian membuat mereka harus putus dan membatalkan pernikahan, lagi pula keluarga Wijaya sudah tidak merestui pernikahan tersebut dari awal. "Aidan sama Yara sudah punya anak, Kai dan Keiza mungkin sebentar lagi, kamu kapan?" Mira, ibu Javier terus memaksa anaknya itu untuk menikah karena menurutnya harus ada yang mengurus putranya yang paling cuek i
Javier pulang ke rumahnya setelah mengantarkan Lika dan Serena pulang, dia tahu seluruh anggota keluarganya masih ada di rumah utama, apalagi waktu sudah menjelang sore, tentunya Aidan dan Devandra sudah ikut berkumpul di rumah. Ketika laki-laki itu sampai dia melihat Jaden yang berlari sendirian di halaman depan mengejar-ngejar anjing peliharaan keluarga mereka, babysitter anak itu hanya memandangi dari jauh. Javier tersenyum mendekat ke arah Jaden, cucu pertama sekaligus keponakan pertama keluarga Wijaya. Anak itu akan hidup dengan pressure yang lebih berat daripada dirinya dan saudara-saudaranya. "Jaden mau main kejar-kejaran sama uncle?" Javier berlutut mensejajarkan tingginya untuk berbicara pada anak kecil berumur 4 tahun itu. "Mau mau." Jawab Jaden bersemangat. Javier mulai mengejar Jaden di halaman depan rumah bersama dengan anjing mereka yang juga ikut main, sesekali dia menggendong anak itu membuatnya seolah pesawat kecil yang dia pegang. Jaden tertawa merentangkan ked
Serena, Javier dan Lika memilih diam saja selama di mobil. Ketiganya berputar-putar keliling Jakarta tanpa tahu ingin kemana, Lika dan Javier enggan membuka topik obrolan karena takut Serena masih merasa tidak nyaman setelah ditanyai banyak pertanyaan oleh Mira dan anggota keluarga Wijaya saat di rumah tadi. "Makan mie ayam aja yuk, aku tau tempat yang enak." Serena mengeluarkan suaranya setelah lama dia diam mengikuti Javier dan Lika. Wanita itu sadar Javier dan Lika sengaja diam karena takut menyinggung perasaan Serena. Padahal dia sama sekali tidak masalah dengan pertanyaan yang dilontarkan keluarga Wijaya padanya. Lika mengangguk sementara Javier langsung bertanya arah tempat pada Serena, dia melajukan mobilnya mengikuti petunjuk dari Serena.Mie ayam favorit Serena letaknya tidak juh dari panti asuhan, dia sudah sering makan di sana sejak SMP."Maaf ya kalian harus makan pinggir jalan, tapi ini enak kok." Ungkap Serena saat ketiganya turun dari mobil. Lika dan Javier beradu t
"Serena, ayo sini liat dress nya." Panggil Mira saat sudah menyadari kedatangan Serena yang berdiri terpaku bersama Yara dan Keiza.Gadis itu menghembuskan nafasnya sekali lagi, menampilkan seutas senyum penuh paksaan berjalan menuju Mira. Javier tengah duduk mengobrol santai dengan Kai, dia tidak memperhatikan Serena. "Kamu suka yang ini gak? coba deh. Kayanya cocok di kamu." Mira menarik Serena berdiri berdampingan dengan manequin, mencocokan Serena dengan gaun pengantin putih panjang yang elegan disampingnya. "Ah kayanya too much ya," Ucap Mira pada dirinya sendiri. "Coba pindah ke sini." Tariknya lagi Serena agar berdiri ke manequin satunya.Serena tidak mengatakan apapun dia hanya mengikuti kehendak Mira, melakukan apapun yang disuruh oleh ibunda Javier tersebut. "Eh kamu udah cobain wedding cake nya belum? yang ini tante suka banget." Tangan Serena ditarik lagi, menuju meja yang penuh dengan berbagai wedding cake.Dia mencoba beberapa kue tersebut dan Serena merasa semuanya s
Hari ini Serena bisa istirahat sejenak dirumahnya, Kafeel yang sedang di Singapura membuatnya bisa menikmati waktu sendirian bersantai menonton televisi dan mungkin makan mie ayam favoritnya. "Serena." Ketukan pintu terdengar dari arah luar beserta suara memanggil Serena, dia sudah tahu suara itu. Entah kegiatan apalagi yang harus Serena lakukan untuk memenuhi tugas sebagai calon istri seorang Javier Wijaya. "Serena!" Panggilnya lagi."Sebentar!" Balas Serena ketus sambil berjalan ke pintu depan. Saat Serena membuka pintu laki-laki itu sudah bersandar di dinding memakai kacamata hitam, tubuhnya lemas karena akibat pengar semalam yang belum sepenuhnya hilang."Lama banget sih buka pintunya." Ucapnya lalu berjalan masuk tanpa Serena persilahkan lebih dulu. Javier langsung menuju kursi tamu di rumah Serena, kursi yang tidak sebanding dengan sofa di rumah keluarga Wijaya. Namun laki-laki itu sudah merebahkan badannya di sana. "Sana siap-siap." Ucapnya pelan sambil memejamkan mata, k
"Javier!!" Riuh teriakan langsung terdengar begitu Serena dan Javier memasuki area rumah keluarga Wijaya. Meja disjoki ditengah-tengah dengan musik menggema, satu meja penuh berisi berbagai minuman alkohol, berbagai orang yang Serena kenal menari bahkan ada sebagian yang berenang di kolam kediaman keluarga Wijaya. Javier melepaskan tangan Serena dan segera berlari menemui teman-temannya, sementara Serena ditinggalkan sendirian. Wanita itu hanya terdiam sendirian, dia tidak nyaman dengan musik yang terlalu nyaring. Keiza, Yara, dan Lika juga belum kelihatan. "GUYSSS!" Tiba-tiba suara Kai terdengar dari arah meja disjoki. "MY BROTHER IS GETTING MARRIED!" Riuh tepuk tangan langsung terdengar, Javier di tarik menuju meja disjoki untuk memberikan pengumuman pernikahannya yang mungkin sudah dipersiapkan oleh keluarga Wijaya yang saat ini sedang di Jogja. "Gue tahu ini berita buruk buat kalian karena the hottest man alive, Javier Wijaya finally sold out." Ungkap Javier dengan mic sambil
Seperti yang sudah dijanjikan Javier kemarin, Serena bisa mendapatkan paspor dan berbagai hal lainnya untuk keperluan Kafeel ikut olimpiade Internasional ke Singapura. "Makasih ya, Lika." Ucap Serena pada Lika yang sudah mengurus keperluan Kafeel bahkan mengantarkan Serena dan Kafeel ke bandara. "Santai, ini kamu beneran gakpapa balik sendirian ntar?" Tanya Lika lagi memastikan, Serena memang tidak ingin terlalu merepotkan. "Iya, gakpapa kok." "Oke deh, Kafeel hati-hati ya di Singapura.""Iya, kak Lika. Makasih ya."Lika mengacungkan jempolnya ke arah Kafeel yang turun bersamaan dengan Serena. Dia hanya membawa satu tas dan koper jadi tidak perlu dimasukan ke dalam bagasi mobil Lika. "Kakak beneran gak kerja macam-macam?" Tanya Kafeel lagi memastikan, khawatir dengan kakaknya. "Engga, apaan sih." Bohong Serena, dia tidak bisa memberi tahu Kafeel tentang hubungan pura-pura nya dengan Javier. Tentu adiknya akan protes dan tidak setuju lalu membatalkan ikut olimpiade. "Soalnya tib
Seusai dari butik Serena langsung dibawa makan malam di sebuah restoran mewah untuk menemui keluarga Javier, laki-laki itu sudah berjanji akan mengenalkan pacarnya pada seluruh anggota keluarganya malam ini. Dia memang sudah mengira Serena akan menerima tawaran pekerjaan darinya. "Di mana restorannya?" Serena turun dari mobil sport Javier yang berhenti di depan sebuah gedung mewah. Kebingungan. Javier terkekeh sambil menggeleng, "Parkir." Javier melempar kunci mobilnya pada petugas valet yang berdiri di depan mereka dengan seragam lengkap. Javier memasukan tangannya di saku, berjalan masuk ke dalam gedung itu sedangkan Serena hanya mengekor di belakang. Pintu dibukakan perlahan untuk Serena dan Javier, satu orang wanita mengarahkan mereka masuk ke dalam lift dan Javier menekan tombol paling atas. "Bilang sama mereka kamu temannya Lika, kenal sama saya dari 6 bulan yang lalu. Selanjutnya terserah." Ucap Javier datar saat di dalam Lift, memberikan arahan Serena harus seperti apa. "
Keesokan harinya Serena kembali ke kantor Javier, dia bahkan tidak punya kontak Javier dan wanita yang kemarin membawakan kontrak. Jadinya dari pagi Serena hanya duduk di lobi kantor mewah itu dengan perut kosong belum sempat sarapan, menunggu Javier datang. "Javier!" Serena memanggil Javier saat laki-laki itu datang dengan setelan jas berwarna biru gelap dan dasi berwarna hitam. Javier menoleh kearah suara, ia berjalan mendekat kearah Serena. "Jadi?" Tanya Javier."Saya mau." Serena tetap datar. "Ok," Javier tersenyum. "Silahkan." ia membiarkan Serena berjalan terlebih dahulu masuk ke lift menuju ruangannya. "Telepon Lika bilang saya tunggu di ruangan!" Javier berteriak pada resepsionisnya. Dengan sigap dan takut resepsionis itu langsung menelpon Lika. Sementara Javier dan Serena menghilang naik lift bersama. "Kamu kenapa teriak-teriak sih?" Tanya Serena penasaran, bagaimana seorang dengan setelah mewah, rambut rapi, sepatu mengkilat, malah berteriak-teriak pada karyawannya. "S
Serena dibawa oleh Javier ke salah satu restoran untuk makan siang, mereka duduk berhadapan. Sementara Lika disuruh Vier untuk kembali ke kantor membuat surat kontrak kerja untuk entah gadis dari mana ini. Serena masih bingung ia tiba-tiba di terima kerja oleh lelaki yang mengaku seorang ceo dari perusahaan yang awalnya menolak dirinya, baru beberapa jam lalu dia mendatangi kantor ini dan protes tak terima dengan keputusan mereka, namun kini dia berhadapan dengan lelaki yang dari tadi sibuk makan steak wagyu a5 dan segelas anggur di siang hari, bahkan tidak bertanya apakah Serena berniat memesan makanan atau tidak. "Nama anda?" Tanya Javier datar. "Serena." jawab Serena pelan. Javier hanya mengangguk, dia tidak tersenyum. Hanya menatap gadis itu tajam. "Nih," Lika datang ke meja Serena dan Javier sambil membawa map dan pulpen. "Sumpah kamu gila." Ucapnya duduk di samping Vier. "Berisik," Javier merebut map dari tangan Lika. "Tanda tangan." Javier meletakan map di depan Serena."