"Permisi Pak, maaf mengganggu." Sekretaris Ken masuk ke ruangan kerja Ken.
"Ya, masuk. Ada apa Keisya?" jawab Ken masih fokus bekerja. Di meja itu terpampang papan nama bertuliskan Kendrick Wilson, CEO. "Pak, gawat!" Keisya mencoba memberi tahu Ken sesuatu tapi terhenti, ragu-ragu. "Lanjut, Kei." Ken mencoba santai. "Be-begini, ada hal yang tidak mengenakkan untuk Pak Ken dengar." Ken menaikkan kedua alisnya menunggu Keisya melanjutkan. Sementara Keisya masih saja gugup untuk menyampaikan sesuatu yang penting bagi bosnya, mengingat bagaimana bosnya selalu bertindak cepat dan lugas jika menyangkut citra dirinya. Dan itu berimbas merepotkannya. "Apakah Pak Ken sudah mengecek berita hari ini?" "Belum," jawab Ken singkat. "Um ... wa-wajah mirip Bapak, terpampang di berita gosip, tentang skandal Bapak." Keisya yang ragu-ragu akhirnya menyerahkan tablet ke tangan Ken, memunculkan satu layar informasi dengan tulisan judul yang mencuri perhatian. Ken yang masih belum menangkap maksud Keisya terbelalak saat matanya menemukan wajah dirinya sedang berpelukan mesra dalam selimut yang sama dengan perempuan yang wajahnya di sensor, sementara wajah dirinya terpampang jelas dengan judul artikel yang menggelitik, 'SKANDAL CEO TAMBANG BATU BARA TERKUAK, PEREMPUAN YANG DITIDURINYA SEDANG HAMIL.' "Pak, apa ini benar?" tanya Keisya lancang. Ken langsung terkesiap, "Apa maksudmu?!" Keisya yang sadar kesalahan mulutnya segera meminta maaf. "Siapa yang membuat berita ini?" tanya Ken menekan. Keisya yang gelagapan menggeleng. "Cepat cari tahu orangnya dan temukan semua bukti kebohongan ini. Saya minta jam tiga kamu sudah melaporkan siapa di balik penulis berita bohong ini! Satu lagi, jangan sampai pihak internal kita ada yang tahu berita ini. Kamu segera hubungi media online ini dan minta untuk di takedown!" titah Ken mengeraskan suaranya. "Saya tidak akan membiarkan siapapun, mampu merusak reputasi saya sebagai Ceo PT Golden Energy terbesar di Asia," tambahnya menaikan dagunya. Keisyapun segera undur diri meninggalkan Ken di ruangannya yang penuh amarah di dadanya. Ada rasa lega sudah menyampaikannya, akan tetapi pekerjaan barunya ini membuatnya selalu kelimpungan. Ken mengepalkan tangannya erat dan mengusap wajahnya dengan kasar. Belakangan ini, hal yang ia hindari akhirnya muncul juga ke permukaan dan menurutnya harus diberi pelajaran. "Aku akan mencarimu gadis licik. Sepertinya kau sedang main-main denganku." Ken tersenyum menyeringai, matanya tajam ke arah kartu nama yang ia keluarkan dari lacinya. *** Naira yang serius membaca setiap komentar di sebuah akun gosip yang sejam lalu ia sudah pantau, merasa cukup puas dan seperti hiburan bagi dirinya. Ia tak menyangka jika hal sepele ini akan menjadi perbincangan bagi khalayak warganet dan sebentar lagi bisa menjadi trending topik di internet. "Yes, yes, yes! Aku memang tidak salah memintanya untuk posting. Dia memang wartawan jenius. Hahaha ..." Naira merayakan kemenangannya begitu melihat banyak komentar buruk tentang Ken. Menurutnya dengan jalan ini akan menjadi pembuka jalan berikutnya. "Aku akan buat dia menghubungiku, memohon-mohon dan meminta maaf. Saat itulah uang-uang datang padaku. Hahaha." Naira berdecak kagum memuji kepiawaian dirinya. Naira pun menjatuhkan tubuhnya ke ranjang, berguling-guling sambil tertawa. Pikirannya mulai berimajinasi dengan rencana-rencana hebatnya. Baginya untuk kali ini menjadi penipu tak ada salahnya, demi hidup dan matinya, apapun akan ia lakukan. Dalam euforianya, ponselnya berdering. Naira yang tertawa sendirian mulai terhenti dan merespon cepat panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. "Halo, dengan saya Cle ... eh, Naira," Naira mulai menyadari saat dirinya hampir salah menyebut dirinya. "Hai, gadis licik ...bagaimana kabarmu?" Suara di ujung sana sesaat membuat Naira membisu. Wajahnya yang tiba-tiba berseri perlahan pucat. Namun, ia segera menyadarkan dirinya untuk berusaha tetap tenang. 'Oke, inilah waktunya,' batin Naira sambil menghela napas untuk menetralisir raut wajahnya. "Hai, tuan tampanku, kabarku baik Sayang. Um, sepertinya Anda sudah mulai rindu denganku, ya?" jawab Naira lembut, sedikit menggoda. "Cih! Kau terlalu percaya diri! Saya bahkan menganggapmu mimpi buruk. Jadi saya perlu memberitahumu untuk berhenti berusaha mendapatkan saya dengan caramu yang kotor dan murahan itu!" ucap Ken menegaskan. Naira yang mendengarnya menjauhkan ponselnya dari telinganya, dan memakinya dalam hati. "Tapi, sepertinya cara kotor dan murahanku, sudah cukup jitu karena bisa membuat tuan akhirnya menghubungiku dengan cepat," jawab Naira kegirangan dan terus menggoda. Di ujung sana, tangan Ken gemas mendengar suara Naira yang tertawa mengejek. Ia hanya mampu meremas jemarinya dengan keras. "Keberhasilanmu hari ini hanya sekejap nona, jadi jangan berbangga diri mampu merusak citra seseorang. Saya bukan sembarang orang yang mudah luluh dengan tipu muslihat Anda. Jadi menyerahlah dan minta maaflah sekarang. Karena saya menghubungimu hanya untuk mendengar suara tangis penyesalanmu, ga-dis li-cik!" "Oh, ya? Apa kau tidak membaca komentar-komentar warganet yang membahas tentangmu? Apakah setelah hari ini berakhir, mereka akan melupakanmu dengan mudah?" sela Naira tak kalah membalas. Ken terdiam sejenak, tak lama ia tertawa kecil, "Haruskah saya yang memberitahumu, kalau kau hanya gadis licik tapi bodoh?" "Maksudmu?" tanya balik Naira, mengernyit kebingungan menangkap maksud Ken berbicara seperti itu. "Dengar gadis licik yang nakal," Ken menekankan kata-katanya dengan suara yang lembut, "Hidup saya ini memang dikelilingi oleh banyak wanita yang menggila, tapi tak ada satu pun yang berhasil selain wanita yang saya cintai lebih dulu. Jadi Anda sadarlah dan berhenti. Karena tidak hanya Anda yang berbuat kotor dan curang, hampir semua wanita seperti itu terhadap saya untuk tujuan tertentu. Anda adalah mimpi buruk saya dan hari ini adalah mimpi buruk bagi Anda. Saya tekankan kamu, jangan berjalan terlalu jauh menghadapi saya kalau hidupmu ingin tenang, paham?!" tegas Ken mengakhiri sambungan telepon dengan Naira yang terdiam membisu. Setelah sambungan terputus, ia tersadar dan buru-buru mengecek artikel berita gosip tadi yang sudah tak ada bersama jejak-jejak komentarnya. "Ahhh... Tamatlah riwayatku!" ucap Naira lesu, tubuhnya tersungkur di pinggir ranjangnya bersamaan bunyi pesan masuk muncul di pop-up ponselnya. [Saya tunggu Anda minta maaf. Datangi saya, sebelum saya ambil jalur hukum.], bunyi pesan dari nomor tak dikenal. Tak lama, pesan masuk lagi mengirim sebuah alamat. Saat itu Naira masih belum menyadarinya. ***Sebuah taksi membawa Naira ke sebuah tempat yang belum pernah ia kunjungi. Tapi, tempat itu tak asing baginya karena sering melihat diberbagai brosur properti mewah. "Sudah sampai nona," ucap sopir menyadarkan lamunan Naira. Naira pun berterimakasih dan keluar mobil melanjutkan tujuannya. Kakinya segera melangkah memasuki gedung tinggi dan menaikinya dengan lift sampai tiba di sebuah apartemen paling atas. Mata Naira takjub begitu sampai di tempat kediaman Ken di sebuah penthaus mewah tempat para eksekutif tinggal. Ia pun segera mengabari Ken lewat pesan singkat saat tiba di depan pintunya. Tak lama pintu terbuka menampakkan sosok Ken yang berbusana santai mengenakan kaos putih dan celana jeansnya. Naira yang saat itu memakai dress bodycon ditambah outer jeansnya merasa sedikit tersipu, lantaran dirinya merasa seperti seorang gadis menemui kekasihnya untuk jalan bersama. Namun pikirannya terbuyarkan saat tangan Ken dengan cepat menariknya ke dalam dan menahan tubuh Naira menemp
Satu tamparan keras di pipi kanan Ken sedikit mengalirkan sensasi panas yang menjalar ke ruang dadanya. Ken ikut bangkit dan tangannya mulai memegang kedua tangan Naira dengan tatapan tajamnya. "Jangan sok suci nona! Saya tahu siapa Anda sebenarnya!" ucap Ken menghentikan tubuh Naira yang hendak melangkah keluar. "Anda pikir, ketika sudah berhubungan dengan saya, hidup Anda akan lebih mudah? Saya bahkan tahu tempatmu bekerja, nomor apartemenmu, dan juga akun sosial mediamu." Tegas Ken membuat Naira semakin terpaku. "Tolong lepaskan!!! Saya hanya minta Anda membayar apa yang telah Anda lakukan malam itu!" teriak Naira berusaha ingin kabur. Namun ingatannya terus mengawang ke arah uang yang harus ia dapatkan. Karena waktunya semakin sempit mengingat bos Sam sudah beberapa kali menghubungi untuk memperingatinya. Suasana ruang tamu semakin memanas tatkala mereka beradu mulut dan mata. Naira yang mencoba melepaskan genggaman Ken tak mampu ia tepis karena kekuatan pria di depannya l
"Maafkan saya nyonya jika saya sudah lancang masuk ke ranah pribadi milik Ken." Kepala Naira menunduk sebentar tanda minta maaf dan mendongak kembali tegak. "Apa yang akan kamu ucapkan gadis licik?!" Sergah Ken khawatir. Naira menghampirinya dan menatapnya dengan sendu. "Nyonya, sebenarnya kami sudah tidrhhhd bersmkkk ..." Ken segera menutup mulut Naira yang lancang. Matanya melotot memberi kode untuk berhenti bicara. Tangan Naira mencoba melepaskan, tapi tangan Ken terus menahannya untuk berhenti bicara. sementara mamanya dan Cath tampak kebingungan melihat tingkah kedua orang di hadapannya. "Lepaskan Ken, biarkan wanita ini berbicara!" titah mamanya mengeras, mamanya tahu kalau Ken sedang menutupi sesuatu. Naira yang terengah-engah akhirnya bersyukur bernapas lega. "Nyonya, sebenarnya ..." Naira buru-buru melanjutkan. "Mam, tolong..." Ken menyela, memohon pada mamanya. "KEN!!!" teriak mamanya memekik. "Ayo nak, bicara." "Nyonya, saya hamil anak Ken ..." ucap Naira me
'Bagaimana ini? Kupikir mereka akan memberikan penawaran sejumlah uang yang banyak kepadaku untuk menggugurkan kehamilan palsuku ini. Tapi Mereka malah menyuruhku menikahi anaknya. Aduh, kalau tahu serunyam ini atas tindakanku, aku lebih baik kabur saja,' batin Naira berkecamuk. "Pap, ini berlebihan. Kenapa harus sampai menikahinya? dia tidak hamil Pap! Dia bohong! Seorang penipu yang ingin memeras keluarga kita." Ken segera menjelaskannya. Naira yang tak ingin dirinya dicurigai segera bangkit mendekat dan berjongkok memohon ke papa Ken, orang sekeliling yang memandangnya semakin heran. "Tidak om, saya tidak bohong. Saya punya bukti alat tespack dan bukti foto kami tidur bersama," sela Naira spontan. Ia baru ingat jika sebelum berangkat ke rumah Ken, sudah berjaga-jaga membawa beberapa alat testpack milik teman satu pekerjaannya untuk membuktikan pengakuannya jika terjadi sesuatu. Dahi Ken mengernyit melihat tindakan Naira yang menurutnya tak habis pikir dengan semua kelicika
"Saya tahu Anda marah, Anda kecewa! Tapi jangan seperti ini! Kita bicarakan baik-baik kalau sudah di apart saya! Please ..." Naira terus berusaha memperingati Ken dengan teriakannya di dalam mobil dan Ken tetap tak menggubris. Sampai tak terasa mobil Ken akhirnya berhenti tepat di sebuah bangunan tinggi apartemen milik Naira. Ia melihat sekeliling apartemen terlihat biasa dengan desain yang minimalis. Sementara Naira menghela napas lega karena jantungnya selamat sampai tujuan. "Sudah sampai, cepat turun!" ucap Ken tiba-tiba mengusir. Naira yang ingin menyandarkan kepalanya yang pusing pun sejenak di batalkannya karena melihat raut wajah Ken yang dingin. Naira menghela napas lagi, mencoba untuk menenangkan dirinya menghadapi Ken yang seperti itu, "Baiklah, terimakasih atas tumpangannya. Tapi, saya berharap Anda mau berbicara tenang di apartemen saya soal pernik ..." "Stop! Saya sedang tidak ingin bahas! Jadi keluarlah!" sela Ken tak acuh. Sejenak keheningan terjadi. Naira mas
Naira terdiam sejenak. Ken sudah tahu masalah hidupnya. Ia mulai berpikir mencari jalan untuk bisa bernegosiasi dengan Ken. Pikirannya terhenti saat salah satu pria yang membongkar barang Naira menghampirinya dan menunduk. "Nona, mohon maaf atas kesalahpahaman ini, barang-barang milik nona akan kami kembalikan ke tempat semula. Kami mohon maaf atas kesalahan ini." "Apa? Ma-maksudnya? Saya tidak mengerti," tanya Naira kebingungan. "Bos Sam sudah menerima sisa pelunasan nona setengah jam yang lalu, jadi bos anggap urusannya sudah selesai dengan nona. Orang-orang kami akan segera menyelesaikannya, kami pamit undur diri," jawab pria itu memberi hormat menunduk. "Hey, hey, tunggu! Siapa yang melunasinya?" tanya Naira mulai penasaran, ia membuntuti pria itu untuk menjawab. "Silahkan Nona hubungi bos kami." "Apa?! O-oke!" Langkah Naira segera berbalik dan berjalan menghampiri Ken yang masih mema
Setelah kesepakatan malam itu, Ken dan Naira mulai mengurus pendaftaran pernikahan dan fitting baju pengantin secara terburu-buru, karena waktu yang diberikan papa Ken hanya dua minggu. Tapi bagi para konglomerat dan jajaran pengusaha, hal itu tak menjadikan kesulitan, cukup dengan menjentikkan jarinya saja, para pelayan yang akan sibuk mengurusnya. Hari menjelang pernikahan keduanya sudah dekat, hanya tinggal menghitung hari. Naira disibukan perawatan diri yang disediakan keluarga Ken, dan Ken tetap fokus di kantornya mengurus berkas-berkas penting untuk ditandatanganinya. Sementara Cath dan mamanya sibuk mengamati keduanya yang penuh dengan kejanggalan. "Mam, apa ini hanya mimpi burukku di siang bolong?" tanya Cath masih tak percaya dengan keputusan kakaknya. "Entahlah, Sayang. Mama jadi menyesal menelepon papa hari itu. Untuk saat ini, tetaplah berpura-pura menyetujuinya. Semoga ini tak lama," balas Jasmine lesu. Sej
Acara pernikahan akhirnya digelar dengan sangat intim di sebuah ballroom hotel pribadi milik Andrew yang disewakan. Tempat itu hanya dihadiri segelintir orang-orang terdekat kenalan orangtua Ken—bukan dari orang internal perusahaannya, hanya kolega yang tak begitu memperhatikan latar belakang mempelai wanitanya. Hari itu Naira terlihat mengenakan gaun mermaid putih dengan polesan wajah yang tipis, menampilkan sisi lainnya yang lebih anggun dan menonjolkan bentuk tubuh sempurna yang membuat mata para tamu sangat terpesona. Sementara Ken dengan setelan jas hitam model tailcoat, tubuhnya yang tegap tinggi sangat berkharisma layaknya pria matang. Semua mata tertuju pada keduanya yang tampak serasi. Acara mengucap janji suci pernikahan pun telah mereka lewati, hingga sesi foto bersama keluarga besar Ken. Sementara keluarga Naira hanya dihadiri Bos Sam sebagai wali dan gadis yang ikut menjalankan rencana Naira di malam itu untuk menjebak Ken. Bos Sam, yang dihubungi Naira
Ken dan Naira sudah sah menjadi sepasang suami istri selama seminggu, keduanya disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Ken yang seperti biasa berangkat kerja dan sibuk di kantor sampai malam, sementara Naira mulai belajar mengenali kebiasaan dalam keluarga Ken dan berkenalan dengan para pelayan dengan tugas-tugasnya. Ia juga mengelilingi rumah keluarga Ken yang sangat luas, rumah dengan desain interior klasik modern bak istana. Di samping rumahnya, terdapat gazebo dari kayu yang lengkap dengan sofa, tanaman, tirai dan lampu berwarna kuning menambah kesan romantis karena dekat kolam renang. Dan di samping rumah satunya lagi, ada jalan menuju pintu ke arah paviliun. Sementara di belakang rumahnya terdapat lapangan golf dengan rumput hijaunya yang membuat Naira semakin takjub. Ia akhirnya mengerti kenapa Ken bisa benar-benar mudah berbuat sesuatu hal jika ia mau, karena seluruh bagian rumahnya adalah bagian interpretasi kekuatan keluarganya. "Non, maaf sudah sore, har
Acara pernikahan akhirnya digelar dengan sangat intim di sebuah ballroom hotel pribadi milik Andrew yang disewakan. Tempat itu hanya dihadiri segelintir orang-orang terdekat kenalan orangtua Ken—bukan dari orang internal perusahaannya, hanya kolega yang tak begitu memperhatikan latar belakang mempelai wanitanya. Hari itu Naira terlihat mengenakan gaun mermaid putih dengan polesan wajah yang tipis, menampilkan sisi lainnya yang lebih anggun dan menonjolkan bentuk tubuh sempurna yang membuat mata para tamu sangat terpesona. Sementara Ken dengan setelan jas hitam model tailcoat, tubuhnya yang tegap tinggi sangat berkharisma layaknya pria matang. Semua mata tertuju pada keduanya yang tampak serasi. Acara mengucap janji suci pernikahan pun telah mereka lewati, hingga sesi foto bersama keluarga besar Ken. Sementara keluarga Naira hanya dihadiri Bos Sam sebagai wali dan gadis yang ikut menjalankan rencana Naira di malam itu untuk menjebak Ken. Bos Sam, yang dihubungi Naira
Setelah kesepakatan malam itu, Ken dan Naira mulai mengurus pendaftaran pernikahan dan fitting baju pengantin secara terburu-buru, karena waktu yang diberikan papa Ken hanya dua minggu. Tapi bagi para konglomerat dan jajaran pengusaha, hal itu tak menjadikan kesulitan, cukup dengan menjentikkan jarinya saja, para pelayan yang akan sibuk mengurusnya. Hari menjelang pernikahan keduanya sudah dekat, hanya tinggal menghitung hari. Naira disibukan perawatan diri yang disediakan keluarga Ken, dan Ken tetap fokus di kantornya mengurus berkas-berkas penting untuk ditandatanganinya. Sementara Cath dan mamanya sibuk mengamati keduanya yang penuh dengan kejanggalan. "Mam, apa ini hanya mimpi burukku di siang bolong?" tanya Cath masih tak percaya dengan keputusan kakaknya. "Entahlah, Sayang. Mama jadi menyesal menelepon papa hari itu. Untuk saat ini, tetaplah berpura-pura menyetujuinya. Semoga ini tak lama," balas Jasmine lesu. Sej
Naira terdiam sejenak. Ken sudah tahu masalah hidupnya. Ia mulai berpikir mencari jalan untuk bisa bernegosiasi dengan Ken. Pikirannya terhenti saat salah satu pria yang membongkar barang Naira menghampirinya dan menunduk. "Nona, mohon maaf atas kesalahpahaman ini, barang-barang milik nona akan kami kembalikan ke tempat semula. Kami mohon maaf atas kesalahan ini." "Apa? Ma-maksudnya? Saya tidak mengerti," tanya Naira kebingungan. "Bos Sam sudah menerima sisa pelunasan nona setengah jam yang lalu, jadi bos anggap urusannya sudah selesai dengan nona. Orang-orang kami akan segera menyelesaikannya, kami pamit undur diri," jawab pria itu memberi hormat menunduk. "Hey, hey, tunggu! Siapa yang melunasinya?" tanya Naira mulai penasaran, ia membuntuti pria itu untuk menjawab. "Silahkan Nona hubungi bos kami." "Apa?! O-oke!" Langkah Naira segera berbalik dan berjalan menghampiri Ken yang masih mema
"Saya tahu Anda marah, Anda kecewa! Tapi jangan seperti ini! Kita bicarakan baik-baik kalau sudah di apart saya! Please ..." Naira terus berusaha memperingati Ken dengan teriakannya di dalam mobil dan Ken tetap tak menggubris. Sampai tak terasa mobil Ken akhirnya berhenti tepat di sebuah bangunan tinggi apartemen milik Naira. Ia melihat sekeliling apartemen terlihat biasa dengan desain yang minimalis. Sementara Naira menghela napas lega karena jantungnya selamat sampai tujuan. "Sudah sampai, cepat turun!" ucap Ken tiba-tiba mengusir. Naira yang ingin menyandarkan kepalanya yang pusing pun sejenak di batalkannya karena melihat raut wajah Ken yang dingin. Naira menghela napas lagi, mencoba untuk menenangkan dirinya menghadapi Ken yang seperti itu, "Baiklah, terimakasih atas tumpangannya. Tapi, saya berharap Anda mau berbicara tenang di apartemen saya soal pernik ..." "Stop! Saya sedang tidak ingin bahas! Jadi keluarlah!" sela Ken tak acuh. Sejenak keheningan terjadi. Naira mas
'Bagaimana ini? Kupikir mereka akan memberikan penawaran sejumlah uang yang banyak kepadaku untuk menggugurkan kehamilan palsuku ini. Tapi Mereka malah menyuruhku menikahi anaknya. Aduh, kalau tahu serunyam ini atas tindakanku, aku lebih baik kabur saja,' batin Naira berkecamuk. "Pap, ini berlebihan. Kenapa harus sampai menikahinya? dia tidak hamil Pap! Dia bohong! Seorang penipu yang ingin memeras keluarga kita." Ken segera menjelaskannya. Naira yang tak ingin dirinya dicurigai segera bangkit mendekat dan berjongkok memohon ke papa Ken, orang sekeliling yang memandangnya semakin heran. "Tidak om, saya tidak bohong. Saya punya bukti alat tespack dan bukti foto kami tidur bersama," sela Naira spontan. Ia baru ingat jika sebelum berangkat ke rumah Ken, sudah berjaga-jaga membawa beberapa alat testpack milik teman satu pekerjaannya untuk membuktikan pengakuannya jika terjadi sesuatu. Dahi Ken mengernyit melihat tindakan Naira yang menurutnya tak habis pikir dengan semua kelicika
"Maafkan saya nyonya jika saya sudah lancang masuk ke ranah pribadi milik Ken." Kepala Naira menunduk sebentar tanda minta maaf dan mendongak kembali tegak. "Apa yang akan kamu ucapkan gadis licik?!" Sergah Ken khawatir. Naira menghampirinya dan menatapnya dengan sendu. "Nyonya, sebenarnya kami sudah tidrhhhd bersmkkk ..." Ken segera menutup mulut Naira yang lancang. Matanya melotot memberi kode untuk berhenti bicara. Tangan Naira mencoba melepaskan, tapi tangan Ken terus menahannya untuk berhenti bicara. sementara mamanya dan Cath tampak kebingungan melihat tingkah kedua orang di hadapannya. "Lepaskan Ken, biarkan wanita ini berbicara!" titah mamanya mengeras, mamanya tahu kalau Ken sedang menutupi sesuatu. Naira yang terengah-engah akhirnya bersyukur bernapas lega. "Nyonya, sebenarnya ..." Naira buru-buru melanjutkan. "Mam, tolong..." Ken menyela, memohon pada mamanya. "KEN!!!" teriak mamanya memekik. "Ayo nak, bicara." "Nyonya, saya hamil anak Ken ..." ucap Naira me
Satu tamparan keras di pipi kanan Ken sedikit mengalirkan sensasi panas yang menjalar ke ruang dadanya. Ken ikut bangkit dan tangannya mulai memegang kedua tangan Naira dengan tatapan tajamnya. "Jangan sok suci nona! Saya tahu siapa Anda sebenarnya!" ucap Ken menghentikan tubuh Naira yang hendak melangkah keluar. "Anda pikir, ketika sudah berhubungan dengan saya, hidup Anda akan lebih mudah? Saya bahkan tahu tempatmu bekerja, nomor apartemenmu, dan juga akun sosial mediamu." Tegas Ken membuat Naira semakin terpaku. "Tolong lepaskan!!! Saya hanya minta Anda membayar apa yang telah Anda lakukan malam itu!" teriak Naira berusaha ingin kabur. Namun ingatannya terus mengawang ke arah uang yang harus ia dapatkan. Karena waktunya semakin sempit mengingat bos Sam sudah beberapa kali menghubungi untuk memperingatinya. Suasana ruang tamu semakin memanas tatkala mereka beradu mulut dan mata. Naira yang mencoba melepaskan genggaman Ken tak mampu ia tepis karena kekuatan pria di depannya l
Sebuah taksi membawa Naira ke sebuah tempat yang belum pernah ia kunjungi. Tapi, tempat itu tak asing baginya karena sering melihat diberbagai brosur properti mewah. "Sudah sampai nona," ucap sopir menyadarkan lamunan Naira. Naira pun berterimakasih dan keluar mobil melanjutkan tujuannya. Kakinya segera melangkah memasuki gedung tinggi dan menaikinya dengan lift sampai tiba di sebuah apartemen paling atas. Mata Naira takjub begitu sampai di tempat kediaman Ken di sebuah penthaus mewah tempat para eksekutif tinggal. Ia pun segera mengabari Ken lewat pesan singkat saat tiba di depan pintunya. Tak lama pintu terbuka menampakkan sosok Ken yang berbusana santai mengenakan kaos putih dan celana jeansnya. Naira yang saat itu memakai dress bodycon ditambah outer jeansnya merasa sedikit tersipu, lantaran dirinya merasa seperti seorang gadis menemui kekasihnya untuk jalan bersama. Namun pikirannya terbuyarkan saat tangan Ken dengan cepat menariknya ke dalam dan menahan tubuh Naira menemp