Pintu kamar utama sudah tertutup rapat. Usai percakapan mereka di kolam ikan tadi, Yura telah menyiapkan setelan pakaian di ruang setrika lengkap dengan baju kerja yang akan dikenakan Gin esok hari. “Yura?”Gin —yang baru saja mandi—lantas mencoba mengetuk pintu tetapi tidak ada respon. Detik berikutnya ia mencoba menekan gagang metal dan mendorong papan berbahan kayu jati itu. Ia pikir akan terkunci, akan tetapi pintu itu terbuka lebar dengan mudahnya. Hal itu membuat Gin mengerutkan dahi, apa maksudnya? Yura mengatakan bahwa ia tak ingin tidur sekamar dengannya malam ini tetapi mengapa kamar mereka tidak dikunci? Saat melihat ke arah ranjang, dua netranya menangkap tubuh seorang perempuan sedang meringkuk nyaman. Posisinya memunggungi pintu dan tak bergerak sedikit pun. Daru kejauhan ia melihat pergerakan tubuh wanita itu dengan teratur. Sepertinya sudah lelap.Setelah berulang kali membuang napas panjang dan mengumpulkan niat, pada akhirnya Gin melangkah dan menghampiri ranjang.
Yura meletakkan secangkir teh mawar yang baru saja ia cerup di meja. Wanita itu sedang menyibukkan diri untuk membaca dan belajar di ruang tengah. Ilmu parenting dalam mengurus anak yang ternyata selama ini banyak kekeliruan dan metode-metode yang belum banyak diterapkan oleh kebanyakan masyarakat umum. Seperti pentingnya sleep training atau melatih bayi untuk tidur sendiri ketika berusia 4-6 bulan. Hal ini untuk meningkatkan kualitas tidur bayi dan juga orang tua. Ya. Ya. Yura pernah mendengar semua rekan kerja—yang sudah memilki anak— bercerita tentang pengalaman mengurus bayi yang baru lahir. Kebanyakan dari mereka memiliki jadwal tidur yang berantakan setelah melahirkan. Bahkan ada yang sampai mengalami stress ringan. Sleep training adalah salah satu cara mengatasinya. Menarik. Pengetahuan baru tersebut semakin membuatnya sadar betapa banyak ilmu tak ia miliki selama ini. Mungkin itu juga sebabnya mengapa Yura belum bisa memiliki anak bersama Rama—dahulu. Selain belum siap akan
“Kau tahu proyek Saint Martha Hospital?” Yura mengangguk cepat ketika Erna memberikan pertanyaan itu. Jelas dirinya tahu, itu salah satu usaha properti rumah sakit yang dibangun oleh Satwika Group. Sebelum naik jabatan menjadi sekretaris, Yura dan Erna mengurus masalah pembiayaan banyak proyek, termasuk Saint Martha Hospital tersebut. Lalu, setelah dekat dengan Gin dan menikah dengannya ia baru menyadari bahwa Saint Martha diambil dari nama bundanya. “Proyek itu seharusnya selesai tahun ini, tetapi pengerjaannya di lapangan selalu terlambat. Pak Arya akhirnya kunjungan ke sana tanpa penjadwalan, tanpa memberitahu siapa pun, lalu menemukan para pekerja di sana tidak melakukan apa-apa. Lalu ini berkembang menjadi kecurigaan dan kita menemukan akar masalahnya, Bu Dina, Vice Presdir, terbukti korupsi hingga belasan milyar.”Tentu saja kabar ini membuat Yura terkejut, sangat. Dia juga ingat ketika suaminya mengatakan akan melakukan kunjungan proyek usai menjemputnya dari rumah sakit beb
“Erna?” Yura bertanya lagi ketika wanita di hadapannya hanya menunduk dan tidak menjawab pertanyaan, sementara di kepalanya telah berkembang banyak pikiran negatif yang tak bisa ia benarkan sendiri. Apa yang terjadi sebenarnya? Masalah apa lagi yang dihadapi suaminya? Mengapa ia tak tahu apa pun tentang segala kesulitan yang dialami oleh Gin?Erna menggigit bibirnya, meremas jemarinya seolah mengumpulkan sebuah tenaga, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Yura. “Yura, aku harus menyampaikan ini karena mungkin kedepannya aku tak akan selalu di dekatmu. Mas Ardi naik jabatan lagi, dia diangkat menjadi Direktur Cabang tapi harus dipindah tugaskan di luar kota.”“Tunggu,” ujar Yura seraya mengangkat tangan sebatas dada, selanjutnya menggelengkan kepalanya, “maksudnya kau akan pindah? Hah?”“Ya, begitu.” Erna menganggukkan kepala sebelum membuang napas panjang. Wanita itu berusaha mempertahankan bola matanya agar tak meluncurkan serangan air mata.“Kemana?”“Jogja.”“Jadi, sebenarnya kau
Tepat pukul empat sore, sebuah mobil SUV hitam masuk ke halaman rumah dan terparkir di depan sebuah garasi. Usai mesinnya mati, sang pengendara lantas turun dari sana seraya menenteng sebuah tas kerja dan juga satu buket bunga mawar merah yang dipesan tadi siang. Gin menerbitkan sebuah senyum, mengamati kelopak mawar yang segar itu sebelum akhirnya melangkah ke dalam rumah.Entah mengapa suasana hatinya sedang baik kali ini. Seharian penuh ia mencoba sabar dan menahan amarah, juga sedikit mengesampingkan masalah yang seminggu ini memusingkan pikirannya. Walau itu tak sepenuhnya membuat pekerjaannya kembali seperti semula tetapi ia rasa cukup efektif untuk menjauhkan energi negatif dari tubuhnya sementara.Saat membuka pintu utama, Gin sudah melihat istrinya berada di ruang tengah. Wanita yang tengah berbadan dua itu sedang duduk di sebuah sofa sembari menonton sebuah serial drama yang kebetulan juga sering di tonton sang ibu. Sarah menonton satu episode setiap malam sebelum tidur. Se
Suara angin yang berhembus kencang, ombak yang berkejaran di tepi pantai, juga senja yang menjingga di awan membuat siapa pun yang datang ke tempat ini akan terkesima. Pasir putih dan taman-taman hiburan yang dibangun sepanjang pantai mengingatkan Yura akan sebuah tempat yang pernah ia kunjungi saat berada di pulau dewata.Cukup menarik untuk sebuah pantai yang berada di kota metropolitan yang padat ini. Setidaknya nuansa yang dibangun cukup menghibur dan menyenangkan. Walau pun cukup ramai sebab baru saja dibuka beberapa bulan yang lalu. Yura tahu itu karena sempat melihat beritanya di sosial media. Kini, Gin dan Yura sedang duduk menikmati pemandangan juga segelas orange squash dingin yang mereka pesan sebelumnya. Sepasang suami istri itu sengaja memilih sofa di sudut yang lengang agar lebih nyaman untuk menikmati waktu berdua.“So, are you happy, now?” Gin membuka pembicaraan setelah cukup lama mereka terdiam. Pria itu mengalungkan tangan kirinya ke pinggang Yura. Sementara satu t
Angin bertiup lebih kencang. Senja yang mereka puja mulai hilang ditelan malam. Tidak hanya angin yang membuat mereka dingin. Suasana yang tadinya cukup mencair menjadi canggung lagi. Entah ini hanya perasaan saja atau memang demikian adanya. Sejak dulu, kelemahan terbesar Gin adalah air mata Yura. Ia tak bisa melihat wanita tu menangis, rasanya ingin menghajar dirinya sendiri sebagai hukumannya. Sebab selama ini ia berjanji bahwa tak akan lagi ada air mata jika bersama, tetapi justru dirinya sendiri yang menghadirkannya lagi. Ia bahkan tak tahu sudah berapa kali membuang napas berat. Tangan kanannya terangkat kemudian ibu jarinya menyurut air yang mengalir di pipi istrinya. “Aku tidak pernah berniat untuk menyakitimu. Aku tidak bercerita bukan karena kau tidak memiliki solusi apa pun, no! Aku hanya tidak ingin pikiranmu terganggu. Itu saja. Aku takut jika malah kau yang kenapa-napa pada akhirnya. ”“Justru dengan kau tidak bercerita apa pun malah membuatku berasumsi banyak hal. A
Sepiring sandwich daging telah tersaji di meja makan berdampingan dengan secawan saus jamur. Pagi ini Yura memutuskan untuk bangun lebih pagi dari biasanya agar bisa membuat sarapan untuk suami tercintanya. Sudah tiga hari ini Yura melakukan hal tersebut, bukan apa-apa, hanya ingin menjaga hubungan yang sudah mulai membaik selama beberapa hari ini—sejak dari pantai kemarin— saja. Waktu pulang lelaki itu memang masih tidak tentu. Bukan seperti yang ia harapkan, tetapi ada kemajuan sejak mereka saling mengutarakan perasaan. Pesan-pesan yang Yura kirimkan terbalas meskipun berjarak beberapa jam. Setidaknya, ada sedikit perubahan. “Bukankah aku sudah bilang kalau tidak perlu bangun pagi dan membuat sarapan?” Yura yang sedang sibuk dengan daging ayam panggangannya hanya menyunggingkan senyum. Tanpa menoleh pun ia sudah tahu siapa pemilik suara bariton itu. Aroma fresh spicy yang berpadu dengan citrus dan musky, juga sedikit lavender yang menggelitik rongga hidung seakan bertukar sinyal