Aira fokus mengamati mobil Camry hitam yang berhenti di seberang kampus. Mobil yang sama dengan yang dia lihat kemarin, juga hari-hari sebelumnya. Rasa penasaran membuat dia menyeberang jalan guna mencari tahu siapa sosok di dalam mobil. Akan tetapi baru saja beberapa langkah mobil itu malah kabur.
Aira hanya bisa bengong melihat mobil melaju pergi semakin jauh. Banyak misteri di dunia dan salah satunya tentang si pengendara mobil tadi.
Dari belakang Mei menggandeng tangan Aira sambil berkata, "Jangan bengong saja, ayo cepat ke kelas, nanti Dosen-nya keburu datang."
Sepatu ket buluk Aira bergerak cepat di lantai keramik demi mengejar waktu. Aira tidak ingin terlambat masuk kelas, takut nanti dimarahi Dosen botak. Dosen dan botak, dua hal yang sangat Aira takuti.
"Pagi Kakak ganteng," tegur mahasiswi yang duduk di kursi panjang sembari memandang Aira.
Aira cuek karena dia tidak merasa ganteng. Salah pujian, harusnya dipuji cantik baru dia tersenyum.
Belum terobati raut wajah cemberut akibat 'salah puji' tadi, sekarang terdengar suara tawa pemuda dari arah samping.
"Halo Kak ganteng," tegur Efendi, sok kenal sok dekat melangkah menyeimbangi kecepatan kaki Aira. "Kak ganteng jomblo, ya? Sama dedek aja yuk."
"Efendi hati-hati ditinju, loh," ujar Mei yang melangkah di sebelah Aira.
Entah bodoh atau memang sedang uji nyali, Efendi tambah giat mengganggu Aira. "Ra, mending ganti kelamin deh, jadi cowok. Aku yakin kamu bakal jadi badboy--"
Tanpa segan kepalan tangan Aira meninju perut Efendi. Walau Aira hanya bercanda tapi tetap saja raut wajah Efendi meringis menahan sakit.
"Tega banget sih, Ra. Nanti kalau aku berak tiba-tiba bagaimana?"
Mei cekikikan melihat ulah keduanya. "Kapok, salah siapa? Sudah diingatkan malah nantang."
Mereka berpisah di perempatan, Efendi pergi ke kelas lain sambil melambai sementara Aira dan Mei masuk ke kelas padat penghuni.
Sembari menuju kursi di deret belakang Aira mengamati keadaan kelas.
"Kok ramai banget sih?" tanyanya dengan nada gemas.
Mei menaik turunkan kaca mata sembari menjawab, "Entah, mungkin ada acara BEM."
Keduanya baru saja menaruh pantat ke kursi masing-masing ketika Diah datang menghampiri. Gadis jangkung itu cengar-cengir heboh sendiri menggoyang lengan Mei.
"Tahu tidak, Bayu mengambil mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum tahun ini!"
Bibir Mei maju seperti paruh bebek menanggapi gosip itu. "Hoax. Bayu kan Mahasiswa semester enam, mana mungkin mengambil mata kuliah semester dua?"
"Dih, diberitahu tidak percaya."
Keduanya mulai mengobrol membahas Bayu sambil tertawa-tawa mengusik ketentraman. Aira berusaha menutup telinga tapi gagal. Suara kedua gadis bagai corong masjid sedang mengumumkan berita layu-layu.
"Kalian ini berisik banget! Emang Bayu itu siapa?"
Pertanyaannya memaksa Mei dan Diah bertukar pandang dengan heran.
Meilin Wu Xia kenal Aira Damayanti semenjak SD, tahu luar dalam tentang Aira. Namun untuk pertanyaan tadi membuatnya kaget. Dia tahu Aira hanya suka boy band Korea dan artis Barat, tapi sampai tidak tahu siapa Bayu Anggara, itu sebuah penghinaan bagi dunia.
"Serius tidak tahu?" tanya Diah.
Aira menggeleng. "Cowok ganteng?"
"Ya Tuhan, kamu nih!" Jari telunjuk Mei melesat mendorong kening Aira. "Bayu Anggara itu, salah satu pemilik kanal youtube terkenal dengan tiga puluh juta follower!"
"Artis dalam negeri?"
Mei mengangguk kencang. "Gimana sih! Sampai tidak tahu, memalukan."
"Ya kan beneran tidak tahu," sahut Aira memasang wajah cemberut.
Tiba-tiba suara girang di luar memaksa beberapa gadis di dalam kelas berlari keluar. Diah salah satunya. Terdengar suara mereka memanggil-manggil dengan histeris nama Bayu.
"Alai banget sih, seperti ada artis Korea datang."
"Ah, kamu belum kenal Bayu sih," sahut Mei, memancing rasa penasaran Aira.
Aira gadis normal jadi wajar dia penasaran dengan sosok tampan. Aira tidak henti menanti dengan memandang pintu masuk, hingga sosok itu datang.
Rambut hitam halus bergelombang bergerak gemulai. Jaket denim biru tua membalut badan kurus atletis Sang Idola. Dia Bayu youtuber dan sukses menyita mata Aira.
Dada Aira berdebar kencang ketika Bayu mendekat. Pemuda itu memilih duduk di kursi kosong di belakang Aira karena suatu hal.
Entah hal apa, tapi yang pasti Aira benar-benar terganggu oleh kehadiran Bayu dan para fans. Selain berisik kehadiran mereka juga membuat pengap suasana.
"Dasar youtuber abal-abal, alai, ke kampus saja bawa fans," keluh Aira sambil memandang sinis ke arah Bayu.
Sial baginya Bayu mendengar gumam kecil gadis di depan. "Dasar cowok sialan." Bayu menaruh kedua kaki ke meja untuk menendang sandaran kursi Aira.
Satu tendangan, dua, tiga, Aira masih sabar. Ketika Bayu menendang untuk ke empat kalinya, Aira menoleh kesal ke belakang. Kesabaran manusia juga ada batasannya dan Aira pun demikian.
"Heh! Kakimu yang sopan, dong!"
"Lo siapa?" Bagai disuruh Bayu malah menendang sandaran kursi Aira dengan kencang.
Kasar Aira menepis kaki Bayu hingga sepatu branded seharga sembilan juta terpental. Sepatu itu singgah ke meja sebelah tepat ke plastik pentol. Seketika body sepatu warna putih tercemar oleh saus pentol. Pemilik pentol kaget refleks menepis sepatu itu. Sepatu mendarat ke lantai dan terinjak kaki salah satu penggemar.
Semua terdiam melihat kejadian itu. Sepatu mahal yang Bayu jaga dengan baik sekarang kotor juga terdapat lekukan akibat diinjak.
Bayu bangkit menarik kerah kemeja Aira yang hendak kabur hingga gadis itu berbalik badan menghadap ke arahnya.
"Lo mau pansos, ya?" tanya Bayu.
"Pansos?" sahut Aira berusaha memandang langsung mata Bayu. "Apa tidak terbalik?"
"Lo kenal siapa gue?"
"Youtuber alai, kan?"
Telinga Bayu terbakar oleh ucapan gadis di depannya. Beberapa orang mengangkat HP untuk merekam kejadian ini. Sebagai sahabat Mei cepat tanggap mendorong keduanya saling menjauh.
"Masak begitu sama cewek?" sentak Mei.
"Cewek?" Bayu terkekeh memandang hina pada Aira. "Mana ada cewek punya dada tepos begini."
Seenak udel sendiri telapak tangan Bayu meremas dada Aira. Dia terdiam ketika merasakan tonjolan yang kenyal. Walau tidak besar tapi empuk. Dia merasa aneh dengan dada Aira. Masih kurang yakin Bayu meremas lebih kencang dada itu.
Suara tamparan Aira menggema, meninggalkan tato telapak tangan merah di pipi Bayu. Sontak situasi menjadi hening karena semua fokus pada aksi Aira.
"Mentang-mentang ganteng dan kaya, bisa seenaknya sendiri?" Bentak Aira. Dia mengawasi sekitar, mendapati banyak mata judes memandang.
Bergegas dia mengambil tas pindah tempat duduk jauh dari jangkau si Kampret. Aira tadi benar-benar gemas hingga lepas kendali dan sekarang dia bingung. Walau sudah pindah tempat duduk situasi masih mencekam. Mata para gadis memandang seakan ingin membunuhnya.
"Heh sudah gila, ya? Kenapa menampar dia?" bisik Mei, dengan setia duduk di sebelah Aira. "Kamu bisa tidak jangan gegabah dalam melakukan sesuatu? Bahaya, Ra, bahaya banget kalau dia melapor ke Dosen. Bagaimana kalau dia lapor polisi atas pencemaran nama baik?"
"Jadi menurutmu aku harus diam saja? Tadi itu pelecehan seksual, paham?"
"Ya selama dia ganteng dan kaya--"
"Astaga." Aira menabok jidat Mei dengan gemas. "Masih membela dia walau dia salah?"
"Mencari masalah saja, Mbak," komentar seorang gadis yang duduk di belakang Aira, membuat Mei dan Aira menoleh ke arahnya.
"Kenapa? Apa karena dia berani main fisik sama cewek?" tanya Aira.
"Bukan, tapi para fans. Lihat saja, nanti."
"Masa bodoh. Kalau berani maju saja. Toh aku tidak salah. Dia duluan yang cari masalah."
"Para fans mana peduli idola mereka salah atau tidak. Mereka hanya peduli menghajar orang yang mengganggu idola mereka."
Mendengar itu Aira berusaha cuek. Dia menaruh buku ke meja lalu memutar pena menanti Dosen datang. Memikirkan ucapan gadis tadi membuat tangannya bergetar hebat hingga pena jatuh. Sambil memungut pena dia menoleh ke samping, mendapati Bayu tertawa kecut bersama para gadis di sekitar.
Beda di mulut beda dalam hati. Sekarang Aira cemas. Apa yang akan terjadi selanjutnya?
"Hati-hati, fans Bayu ada dimana-mana."
Terima kasih sudah mau mampir, semoga kalian bisa membaca sampai habis. Ada baiknya untuk menyimpan novel ke dalam perpustakaan dan tinggalkan review kalian pada novel ini. Selamat membaca dan semoga terhibur, ya. :)
Bayu berjalan cepat di lorong kampus. Beberapa kali dia bersenggolan dengan lengan orang sampai barang yang orang pegang jatuh. Dia tidak peduli. Mereka pun hanya bisa menghela napas. Bisa apa mereka melawan Bayu. "Berengsek, jadi doi wanita?" Langkahnya terhenti. Bayu mengelus pipi korban tamparan Aira. Tentu rasa sakit di sana telah lama pergi, tetapi rasa panas hati malah semakin membara. Dia Bayu Anggara, tamparan seperti tadi adalah hal yang pertama selama dia hidup di bumi. Dia yakin pasti semua ini akan menjadi trending topic. Karir bisa goyang. Tentu dia tidak dikenal sebagai si alim bak malaikat yang selalu baik di depan kamera, tapi tetap saja ditampar wanita adalah pengalaman memalukan. Waktu terus berlalu. Jadwal harus tetap berlangsung. Sepulang sekolah, di rumah orang tua Bayu yang jarang ada orang tua, dia bersama teman-teman membuat konten youtube. Rencananya hari ini dia bakal membuat konten berjalan-jalan di rumah, sekali
Banyak orang ingin viral supaya terkenal. Mereka rela melakukan hal-hal konyol demi meraih semua itu. Bahkan ada yang melakukan settingan. Bagi Aira menjadi viral bukan hal baik karena dia tidak suka kegaduhan. Akan tetapi tamparan maut ke Bayu merubah segalanya. Kejadian itu direkam. Video itu viral. Sekarang dia terkenal. Kesialan demi kesialan mulai terjadi. Ketika berada di dekat lapangan basket, anggota tim basket membuat Aira gusar. Tiga kali kepalanya ditimpuk bola basket oleh mereka. "Maaf tidak sengaja." Selalu begitu alasan mereka ketika mengambil bola. Ketika duduk di kantin, Aira menduduki permen karen. Sore hari ketika hendak pulang ban motor Vespa Aira gembos. Terpaksa dia mendorong sepeda bongsor menuju tempat tambal ban. Dia mendapati seutas kertas terselip di belakang jok. 'Buat video minta maaf, akui jika kamu cuma pansos.' Ia merobek kertas membuang ke tepi jalan. Wajah Aira perlahan memerah oleh amarah. Kertas itu men
Baru beberapa langkah keluar dari gedung kampus, suara teriakan seorang gadis membuat kaki Bayu terasa berat. Suara itu membuat telinganya panas. "Youtuber abal-abal, stop!" Bayu menoleh, mendapati Aira mendekat. Dengan kasar gadis itu mendorong hingga Bayu mundur beberapa langkah. "Pengecut! Kalau berani ayo by one!" Tantang Aira, meninju angin. Bayu tertawa kecil melihat seorang gadis berlagak menjadi Muhammad Ali. "Lo kalau ngomong yang jelas." Aira meninju badan Bayu, tapi pemuda itu meloncat mundur. "Kamu sengaja menyuruh fans-mu mem-bully-ku, kan? Ayo ngaku!" "Mau pansos lagi?" tanya Bayu. "Uang kemarin belum cukup?" "Siapa yang butuh uangmu?" "Ya sini, kembalikan." "Dasar cowok tidak bermoral, suka menjilat liur sendiri!" Aira mengambil uang lembaran sepuluh ribuan dan lima ribuan lecek, melempar ke muka Bayu. "Nih ambil!" "Apaan nih? Lima puluh ribu aja tidak ada, bego!" sentak Bayu. "Lo ka
Bayu duduk bersama Kevin menunggu di lobby gedung Genrecorps. Bayu mengenang masa lalu tentang bagaimana pertama kali dia mengenal Cecil. Mereka bertemu di sebuah pesta kala masih SMA. Mereka masih bocah biasa, belum terkenal. Kevin yang memperkenalkan mereka karena Kevin mengenal lebih lama Cecil.Gadis itu langsung tertarik pada Bayu ketika melihat Bayu dijemput dua mobil Pajero. Setelah kejadian itu mereka jadian. Sekarang ketika ada masalah besar, Bayu menjadikan Kevin sebagai kambing hitam. "Kalau lo tidak mengenalkan gue ke Cecil, semua ini tidak mungkin terjadi. Gue tidak perlu mengeluarkan banyak duit, tidak perlu ribut sama Ibu, dan sekarang tidak perlu repot-repot datang kemari hanya untuk bertanya tentang kontrak." "Lah enak banget ya kalau ngomong!" keluh Kevin. "Eh Bro. Kamu sendiri yang naksir. Ingat tidak?" Bayu mengangguk, "Ok gue yang minta, tapi kan lo sebagai sahabat, harusnya memberi tahu dong kalau cewek itu cewek
Aira memetik gitar yang dia pangku, menyanyi diiringi lantunan gitar merdu. Suaranya begitu mendayu penuh perasaan hingga membuat para pengunjung fokus kepadanya. Lagu Donna Donna milik Joan Baez yang dia bawakan merupakan kenangan bersama Ibu. Lagu ini menjadi lagu perpisahan beliau dengan Aira, lagu terakhir yang Ibu ajarkan sebelum beliau pergi ke surga. Tadi Aira sangat marah pada Bayu karena dia menghina sang Ibu, yang bagi Aira adalah sosok idola, sosok yang sangat dia cinta juga merindu. Beginilah kegiatan Aira. Setiap hari Kamis dan Jumat dia sering manggung di kafe. Setiap bulan dia mendapat uang tiga ratus ribu, lumayan untuk uang jajan.Dia melakukan semua ini karena kondisi perekonomian keluarga serba pas-pasan. Uang kiriman Bapak yang bekerja sebagai seorang tentara hanya cukup untuk biaya kost dan kuliah, sisanya Aira mencari sendiri. Di penghujung acara, dia melihat sosok misterius itu. Sosok pria tampan keturunan
Beberapa hari berlalu. Aira melesat keluar kelas dengan cara jalan seperti Giant di film Doraemon. Dan seperti Suneo, Mei mengiringi langkahnya. "Tunggu, Aira Tenang dulu," ujar Mei. "Jangan gegabah. Apa buktinya kalau Bayu yang mencuri uang tabungan?" "Kalau bukan dia, pasti fans yang dia suruh." " Ra, nanti kalau kamu main labrak, malah kena getahnya. Kamu bisa dilaporkan ke polisi karena melakukan tindakan tidak mengenakkan, juga pencemaran nama baik." "Apa yang mau dicemarkan? Lah nama dia memang tidak baik." Aira tahu Mei fans si youtuber kampret. Ucapannya demi kebaikan sang idola. Namun, jika dipikir lagi memang dia belum mempunyai bukti. Langkah mereka terpaku, melihat Bayu dan Kevin sedang bersantai di gazebo. Dengan gemas Aira beranjak menuju ke sana. Mei berusaha menarik tangannya, tapi gagal. Tenaga Aira terlampau kuat. Gadis Tionghoa itu malah terseret seperti kerbau. "Youtuber kurang kerjaan!" keluh Aira, me
Seorang gadis gelandangan menarik lengan kemeja Cecil. "Mbak, jadi tidak bagi-bagi hadiah?" "Sabar, ya." Cecil mengambil beberapa kantung plastik besar di dalam kardus, memandang sekitar. Setelah yakin di dalam mobil Avanza itu ada kamera, dia pun mendadak ramah pada gerombolan gelandangan di bawah jembatan layang. "Maaf ya, kelamaan, takut kalau ada kamera. Aku tidak mau disorot kamera ketika beramal." Setelah membagikan banyak kantung plastik berisi beras dan amplop uang pada para gelandangan, Cecil melambai ramah pada mereka. Ketika berbalik badan, dia pura-pura kaget mengelus dada, karena melihat seorang gadis wartawan menghampiri sambil membawa mic. Di belakang gadis itu, seorang kameraman dan beberapa kru mengikuti. "Kak Cecil sering melakukan hal ini? Tempat ini kan kotor? Kenapa melakukan hal ini?" "Tempat ini memang kotor, tapi lihatlah. Banyak senyum indah yang menanti. Masih banyak orang membutuhkan uluran tangan. Bagi kita barang-barang it
Rencana pernikahan tersebar luas di dunia maya. Bahkan sering muncul di TV, iklan tentang acara keluarga Bayu. Aira menjadi buah bibir di tempatnya nge-kost. "Wah, bakal jadi istri orang kaya nih, uang kontraknya dinaikkan tidak, ya?" goda induk semang, seorang wanita tua ramah berbadan gendut. "Jangan Bi," sahut Aira tertawa kecil memberi amplop berisi uang untuk Bibi. "Satu tahun lagi saya akan kembali. Ini uang sewa saya untuk dua tahun ke depan, sekalian ada uang hadiah untuk Bibi, permisi." Bibi bingung dengan tutur kata Aira, dia bengong seperti kodok melihat hujan. Beberapa hari berlalu. Hari pernikahan Aira dan Bayu tiba. Acara diadakan dalam ballroom luas hotel bintang lima di kawasan kota Surabaya. Tentu ini hari super spesial bagi Aira juga Bayu. Sekarang Mei dan Diah menemani Aira di ruang dandan. "Tidak sangka, dulu kalian saling benci," ujar Diah. "Eh, sekarang malah nikah." Mei mewakili Aira untuk menjawab, "Seng
Banyak orang berkumpul di taman kompleks mengerumuni para idola. Mereka rerata ibu-ibu muda dan para gadis meminta tanda tangan, foto bersama, atau sekedar berjabat tangan. Situasi seperti di pasar malam ini terjadi karena kehadiran Bayu, Kai, Kevin, Aira, dan Lukman. Pamor mereka tidak meredup sedikit pun walau sekarang sudah berkeluarga. Di tengah mereka hadir tiga bocah kecil yang aktif membuat gaduh suasana. Vega anak Bayu dan Aira. Altair anak Kai dan Ana, Deneb putra dari Kevin dan Mei. Ketiganya bermain bersama anak-anak di taman dengan penuh keceriaan tanpa kenal penderitaan dunia. "Vega, ngapain?" tanya Altair sambil melihat Vega yang sedang menyodok-nyodok sesuatu di bawah pohon. Melihat benda apa yang menjadi mainan membuat dia melangkah mundur. "Ih, itu kan eek kucing! Jorok!" "Iya tahu." Dengan piawainya Vega mengangkat eek itu memakai kayu lalu menjejalkan pada Altair. "Alta, ini bagus buat lulur mukamu. Sini, jangan kabur!" "Mama!" Alta
Aira buru-buru membuka pintu. Dia tidak sempat mengintip dari gorden karena mendengar suara yang sering dia dengar sebelumnya. "Sebentar, ini sedang buka kunci." Pintu dibuka. Aira tersentak melihat Ibu duduk di kursi teras bergelimang air mata. Asep yang sembari tadi menggedor pintu, langsung membungkuk menyambut Aira. Bukan hanya mereka, di Kai, Ana, Shion, Kevin, Mei, Lukman, dan Sasa, turut serta. "Kamu yang sabar, Aira," ucap Kai, memeluk Aira dengan erat. "Bayu--" "Ada apa sih?" tanya Aira. "Apa ada yang ulang tahun? Kok pada kumpul di sini?" Semua bertukar pandang heran. Mereka saja bingung, apalagi Aira? Dia benar-benar tidak tahu menahu tentang isi kepala para tamu. "Mana Bayu, Nak?" tanya Ibu, dengan kaki sempoyongan berdiri memeluk Aira. Wajah beliau seperti pakaian yang baru dicuci belum kering. "Bayu? Di dalam Bu--" Belum selesai Aira bicara, Ibu merangsak maju hingga nyaris jatuh. D
Dahulu sebelum menikahi Bayu, Aira 'hobi' bersih-bersih. Dari kecil dia terbiasa menyapu dan mencuci piring. Akan tetapi beberapa bulan terakhir dia hidup dalam mimpi yang menjadi kenyataan. Dia tidak perlu melakukan itu semua, cukup duduk santai dan bersenang-senang. Sekarang ketika menyapu, punggungnya sakit dan capek. Seminggu berlalu tapi dia belum menemukan kembali apa yang menjadi 'hobi'-nya dulu. "Waduh, Bu Angga, rajin sekali," tegur seorang ibu tetangga sebelah, baru pulang dari mengajar. Dia guru di SMP sekitar. "Ini Bu, ada sedikit jajan, tadi anak-anak sedang praktek tata-boga." Aira tentu berterima kasih atas perhatian itu. Dengan senyum mereka alami ia menerima kantung plastik putih berisi bungkusan sop sayur. Tetangga berlaku baik karena aura positif dari Bayu dan Aira. Mungkin juga faktor face dan rumor yang Aira sebar berpengaruh pada mereka. Kisah tentang pernikahan dini, di mana Bayu si miskin nekat menikahi Aira tanpa persetu
"Pijat yang benar." Ibu menepuk-nepuk pundaknya, sembari duduk di atas bantal. "Iya Nek--" "Nek?" Ibu menoleh menangkap senyum mal-malu Ana. "Kamu ini, panggil Ibu, mengerti?" Ana mengangguk ketika Ibu kembali fokus ke TV. Gadis itu tersenyum lembut pada Kai yang duduk bersila kaki di sebelah Ibu. Siang ini Kai memperkenalkan Ana kepada Ibu asuhnya itu sebagai calon istri. Ketiganya duduk santai di paviliun belakang rumah. Selain itu dia punya tujuan lain hadir di sini. "Sekarang nyaris seminggu Bibi menghukum Bayu dan Aira," ujar Kai. "Mereka menderita Bi, tinggal di rumah bedeng macam itu. Apa Bibi tega membiarkan Bayu dan Aira hidup susah?" Dua hari sekali Kai datang dan memohon hal yang sama. Namun, Ibu tetap santai menikmati pijatan Ana. Sesekali beliau bersendawa tanda jika merasa nyaman. Beliau juga dilanda dilema. Walau diam, tapi diam-diam Ibu juga khawatir kepada Bayu dan Aira. Bagaimana pun Bayu anak kesayanganny
Seperti semut mengerumuni gula, empat preman mengerumuni motor Riko. Mereka tidak memberi kesempatan Riko untuk memacu motor."Minggir, aku sibuk mau menjemput pelanggan," ujar Riko."Sombong!" bentak seorang preman gendut. "Lagak kamu sudah seperti orang penting.""Penting dia bro," sahut preman kedua. "Habis bebas dari penjara dengan bersyarat dan jaminan, kan sekarang wajib lapor atau saudaranya bakal membayar uang kompensasi."Suara tawa mereka membahana seperti supporter di stadion bola. Salah satu dari mereka mendorong kepala Riko. Satu lagi mengambil kunci motornya. Mereka sengaja ingin memancing supaya Riko marah dan menghajar mereka."Aduh, kasihan Mas Riko." Darmi hanya bisa memandang. Bisa apa dia, sendirinya berdagang di sini dan wilayah ini kekuasaan mereka."Kok Mas Riko tidak melawan?" tanya Bayu, mengamati lelaki tangguh di atas motor."Kalau melawan, nanti bakalan langsung dipenjara. Mas Riko bebas bersyarat. Sa
Sebagai kepala keluarga tentu Bayu yang membuka pintu. Empat ibu-ibu berwajah judes menanti. Melihat wajah tampan yang keluar, Judes mereka mereda dan sekarang senyum-senyum sendiri. "Maaf, ada apa ya, Bu?" tanya Bayu dengan ramah. Aira yang kebelet kepo pun nongol dari belakang Bayu. Senyumnya muncul, menggeser Bayu hingga mereka berdiri bersebelahan di pintu yang sempit. "Maaf Nak, ini sudah malam," ucap Ibu gendut dengan ramah. "Benar, sudah jam sebelas malam. Mohon suaranya dikecilkan, ya. Besok anak-anak sekolah, bising enggak bisa tidur," timpa Ibu kurus. "Kami tahu kok, pengantin baru, kan?" Ibu berbadan pendek menyambung. Tentu Bayu dan Aira menjadi sungkan. Mereka saling senggol, tertunduk dengan cengiran mereka yang khas, kecil, dibuat-buat. "Ingat, kita tinggal bersebelahan." Ibu yang lumayan muda menunjuk ke kiri dan kanan. Rumah mereka memang hanya terpisah tembok, bisa dikatakan suara kentut pun pasti bisa tetangg
Pindahan Bayu dan Aira cukup simpel. Mereka hanya membawa pakaian, peralatan kuliah, laptop, dan uang saku dari Ibu. Pagi hari mereka tiba di kontrakan yang dimaksud. Rumah petak sederhana. Lantai hanya dioles semen. Dinding bata tiada diberi cat. Langit-langit pun tak ada. Dari dalam bisa melihat pondasi atap. Dan aroma di sini lumayan pengap, berdebu. Hanya ada satu kamar tidur, kamar mandi pun nyaris menyatu dengan dapur. Perabotan yang ada hanya satu kasur dan satu lemari dengan TV tabung tua berdiri gagah di dekat kipas putar kecil. "Bagaimana? Rumah ini masih lebih bagus dari tempatku dulu tinggal. Kalian harus membayar uang listrik sendiri, uang air, dan mulai bulan depan membayar uang sewa. Jadi usahakan hemat." ucap Asep, menaruh kunci ke telapak tangan Aira. "Motor Vespa milikmu. Selamat tinggal." Dia berbalik hendak pergi. Akan tetapi Bayu menarik lengan Asep. "Sampai kapan kami harus tinggal di sini?" "Sampai Ibumu puas." Asep
Suara jangkrik menjadi musik merdu menemani mereka saat ini, tiada suara lain. Aira dan Bayu duduk bersila kaki di atas bantal. Mereka menanti Ibu di paviliun belakang rumah yang dikelilingi taman. Bayu menggenggam telapak tangan Aira. "Apapun yang terjadi aku tidak akan pernah menandatangani surat itu. Semoga kamu juga demikian." Aira mengangguk kecil. Dia menggenggam telapak tangan Bayu. "Asal kamu nanti berani bersumpah tidak akan menemui Cecil dan wanita lain, aku siap Mas." Bayu tersenyum lembut. "Mas? Oh Tuhan, panggilan mesranya Mas? Darling kek, hooney gitu, Mas, terdengar ndeso." "Ah, sudah lah." Dengan kasar Aira menarik tanggannya. "Youtuber sial, hobi banget sih merusak suasana." Bayu terkekeh melihat reaksi cemberut Aira. Dia hanya bercanda tadi. "Aku tidak menyangka akan menjadi seperti ini. Tahu tidak, alasan kenapa kamu aku pilih untuk menikah kontrak?" "Aku cantik, manis--" "Karena aku yakin tidak
Cahaya matahari masuk melalui kaca jendela besar di dinding sisi kiri menerpa ibu yang duduk di kursi kerja. Beliau sibuk mengetik sesuatu di komputer. Suara ketukan di pintu membuat dia berhenti sejenak. "Siapa?" "Ini saya Nyonya, Asep." "Masuk Sep." Pria berjas hitam masuk ke ruang kerja, berdiri dalam posisi instirahat di tempat. Setelah diberi kode gerak tangan Ibu, dia duduk di kursi berlengan. "Bagaimana, ada hasil?" tanya Ibu. Asep menaruh beberapa stopmap ke meja kerja. "Menurut para detektif yang saya kerahkan, terjadi perselingkuhan antara orang tua Nona Aira dan Tuan Kai. Menurut para detektif, kematian Ibu Nona Aira karena kebakaran di tempatnya bekerja ada hubungan dengan--" "Cukup, lewati bagian itu," ujar Ibu. Asep berdeham. "Setelah kejadian itu Kai memang sangat terpukul dan merasa bertanggung jawab untuk merawat Aira. Walau umur mereka hanya terpaut beberapa tahun, tapi dia berhasil melakukannya de