Banyak orang ingin viral supaya terkenal. Mereka rela melakukan hal-hal konyol demi meraih semua itu. Bahkan ada yang melakukan settingan. Bagi Aira menjadi viral bukan hal baik karena dia tidak suka kegaduhan. Akan tetapi tamparan maut ke Bayu merubah segalanya. Kejadian itu direkam. Video itu viral. Sekarang dia terkenal.
Kesialan demi kesialan mulai terjadi. Ketika berada di dekat lapangan basket, anggota tim basket membuat Aira gusar. Tiga kali kepalanya ditimpuk bola basket oleh mereka.
"Maaf tidak sengaja." Selalu begitu alasan mereka ketika mengambil bola.
Ketika duduk di kantin, Aira menduduki permen karen. Sore hari ketika hendak pulang ban motor Vespa Aira gembos. Terpaksa dia mendorong sepeda bongsor menuju tempat tambal ban. Dia mendapati seutas kertas terselip di belakang jok.
'Buat video minta maaf, akui jika kamu cuma pansos.'
Ia merobek kertas membuang ke tepi jalan. Wajah Aira perlahan memerah oleh amarah. Kertas itu menjadi menjadi petunjuk siapa identitas para pem-bully.
"Sabar, paling besok juga berhenti sendiri," ujar Mei, setia duduk di jok motor-matik menemani Aira yang menunggu tambal ban.
"Youtuber banci, beraninya menyuruh orang buat mem-bully."
"Belum tentu juga dia yang menyuruh mereka, kan?"
"Bela terus, bela artis idola."
Mei menghela napas ketika mendapati wajah Aira muram, cemberut seperti kambing belum diberi makan. "Ya tidak membela, cuma jangan asal menuduh orang nanti kena pasal pencemaran nama baik."
Di kost-an Aira pun ketiban sial. Ketika sedang memasak, lampu dapur mati. Ketika mandi, pintu terkunci. Fans Bayu ada di mana-mana.
Hari berganti dan pem-bully-an berlanjut.
Aira mencoba tabah dengan tidak terlalu peduli pada kejahilan para fans Bayu. Sekarang teman-teman Aira pun mulai memanggilnya dengan Nona Plak.
Ketika pergantian jam mata kuliah, Aira dan teman-teman berkumpul memakan rujak pedas.
"Aira, aku punya video baru nih," ujar Efendi, pamer video di hp, duduk di sebelah Aira. Sengaja dia membiarkan Aira menonton. Isi video itu kejadian Aira menampar Bayu, tapi diedit menjadi Aira menampar kerbau, menampar spongebob, menampar kingkong dan ditutup dengan Aira menampar Aira.
Diah tertawa paling kencang melihat video itu. Lambat laun Aira mulai terbiasa, dan sekarang dia tidak marah malah tertawa bersama teman-teman. Bisa apa dia? Mau marah? Kalah jumlah.
Jika tidak bisa melawan lawan yang lebih kuat, maka bergabung lah dengan mereka. Aira memakai prinsip ini dengan harapan semua akan berakhir.
"Ra, mending buat video minta maaf," saran Mei.
"Bener Ra, dari pada kamu kena bully terus," sambung Diah, mengecup jempolnya yang penuh sambal.
Wajah Aira melipat-lipat, membuat teman-teman terdiam. Mereka takut Aira naik pitam. "Aduh, perutku sakit. Aku ke WC dulu ya."
Mereka pun tertawa lega, membiarkan Aira pergi sendiri.
Di sana Aira berusaha membuang sampah. Aneh, toilet sepi sekali.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan. "Keluar kamu!"
Aira mana tahu siapa yang dipanggil. Matanya bergerak ke kiri dan kanan. Karena teriakan itu sakit dalam perut hilang tanpa jejak.
"Aira, kan namamu? Keluar!" Suara gadis itu begitu keras, menggema dalam ruang. "Sebelum kita buka paksa pintu bilik, mending keluar!"
"Iya iya, sebentar!" Aira keluar tanpa tahu apa-apa, memandang sebal tiga gadis di hadapannya. "Kalau mau pakai, pakai bilik sebelah kan kosong? Ada empat tuh."
"Banyak bacot nih cewek!"
Tanpa aba-aba gadis berbadan gempal menjambak rambut Aira, menyeret menuju wastafel. Gadis itu tertawa melihat pantulan wajah mereka di cermin.
Aira meronta, berusaha melepaskan diri dari dominasi. "Eh, ini apaan sih? Lepas! Kalian mau apa?"
"Mau menghakimi kamu!" sahut gadis gendut.
Seorang gadis kurus menghampiri. "Tahu diri dong! Kamu tuh jelek, burik, berani-beraninya menampar pangeran Bayu!" Gadis berwajah sinis itu mulai menepuk-nepuk pipi kanan Aira. "Sekarang, siap-siap!"
"Kalian mau ngapain?" tanya Aira. "Jangan main-main atau kalian bakal menyesal!"
"Kamu yang bakal menyesal," ujar gadis dengan rambut kuncir kepang dua, memutar kran wastafel.
Aira panik meronta berusaha melepaskan diri dari dominasi ketiga gadis, tapi gagal.
Gadis gendut terbahak kencang sampai perut yang bergelambir bergerak-gerak. "Mending sekarang buat video pernyataan minta maaf, mengaku kalau cuma PANSOS. Sebelum semua basah."
"Basah?" Aira memandang ketiganya bergantian. "Kalian mau apa?"
Gadis berkuncir kepang dua menyumbat lubang wastafel pakai tisu. Air tertampung sampai meluber tumpah.
Ketiga gadis bekerjasama mendorong kepala Aira masuk ke wastafel. Cukup lama mereka merendam wajah Aira, lalu menarik kepala itu mundur.
"Enak keramas siang?" tanya gadis jangkung. "Kalau sudah segar, sekarang buat video pernyataan minta maaf."
Aira terengah, menggeleng pelan. Rambut, wajah, kerah pakaian basah, tapi dia tetap kokoh dalam pendirian. "Aku tidak salah, kenapa harus minta maaf?"
"Kurang lama direndam kepalanya," keluh si kepang dua. Kedua temannya kembali memasukkan kepala Aira ke dalam wastafel.
Aira menggeleng, meronta, tapi tiada hasil. Suara kelelep, gelembung-gelembung kecil berisi oksigen keluar dari hidung. Ia memejamkan. Kembali dia dijambak mundur.
"Bagaimana? Mending membuat video pernyataan, biar tidak usah begini terus," ujar gadis berkepang dua.
"Mending lepas sekarang, sebelum kalian menyesal," sela Aira, malah tersenyum kecil sembari mengatur napas.
Gadis gendut menarik kasar rambut Aira, sampai gadis itu mendongak. "Nih cewek tidak tau situasi dan kondisi apa gimana? Eh--"
Kepala Aira menabrak kepala gadis gendut di belakangnya. Hidung gadis itu mimisan dan cengkeraman lepas.
"Kentung! Kamu tidak apa-apa, kan?" tanya gadis jangkung, menolong temannya. Ia hendak menjambak Aira. "Dasar jalang! Berani melawan kamu, ya--"
Aira menendang perut si kurus sampai dia mundur masuk bilik. Aira mendorongnya dengan kencang.
Bokong tepos si kurus masuk ke toilet. Ia berusaha menarik badan, tapi gagal. Kakinya bergerak-gerak liar ke udara. "Eh! Tolong! Tolong! Tidak bisa lepas ini, tolong!"
Kentung mulai sadar. Darah segar mengalir dari lubang hidung menetes di dada juga perut yang menonjol. Ia hendak menyerang Aira dari depan. "Dasar kunyuk!"
Dengan cekatan Aira meninju tiga kali perut empuk di depannya, lalu melakukan pukulan uppercut, sebuah pukulan maut yang menghantam dagu lawan dari bawah. Sontak kepala Kentung mendongak, berjalan mundur beberapa langkah lalu badannya oleng, ambruk terlentang tak sadarkan diri.
Aira jago tinju. Bapaknya yang seorang tentara rajin melatih dulu, untuk jaga diri jika kelak bertemu lelaki hidung belang. Siapa sangka, ilmu itu malah dipakai menghajar gadis berengsek seperti mereka.
Aira menyumpal mulut gadis kurus yang terjebak di toilet pakai sabun batangan. Ia menoleh ke arah gadis terakhir.
Kaki gadis berambut kepang dua bergetar. Ia menggigiti kuku jari. "A-ampun Mbak, ampun. S-saya tidak bakal mengulangi lagi, Mbak. J-jangan sakiti saya, ya. Akan saya beri apapun yang Mbak minta."
"Ampun? Mbak? Sejak kapan kamu jadi ramah, hmm?"
Aira cekikikan menjambak rambut si kepang, dengan sadis ia mendorong kepala gadis itu masuk ke wastafel yang penuh air, lalu dia tarik, dan dorong lagi sampai puas.
"Dengar! Aku tidak bakal membuat video klarifikasi apapun. Sebaiknya kalian jangan mencoba mem-bully-ku lagi, beri tahu orang-orang untuk stop mem-bully. Dan pastikan, jangan mengadu ke siapapun, karena kalian juga yang mulai duluan, mengerti?"
Setelah membersihkan wajah Aira membuka kunci pintu toilet. Banyak orang menanti di depan toilet. Mereka kaget melihat apa yang terjadi. Mungkin mereka mengira Aira bakal keluar dengan wajah bergelimang air mata. Mereka bertambah kaget melihat kondisi ketiga gadis di dalam toilet. Tanpa diminta kerumunan membuka jalan untuk Aira.
"Aira!" teriak Mei. "Gawat Aira! Tim rempong mau mem-bully kamu. Teman mereka bilang ...." Mei menoleh ke toilet. "Tim rempong? Kamu apakan mereka?"
"Entah. Lagipula bawa info telat. Sudah selesai baru datang." Langkah Aira terhenti di muka tangga, mendapati Bayu berjalan sendiri keluar dari gedung. Ia mengepal tangan, memukul rill tangga.
Mei paham pikiran gadis itu, segera dia menarik tangannya. "Aira jangan, nanti kamu tambah di bully, sudah Aira, jangan diladeni!"
Baru beberapa langkah keluar dari gedung kampus, suara teriakan seorang gadis membuat kaki Bayu terasa berat. Suara itu membuat telinganya panas. "Youtuber abal-abal, stop!" Bayu menoleh, mendapati Aira mendekat. Dengan kasar gadis itu mendorong hingga Bayu mundur beberapa langkah. "Pengecut! Kalau berani ayo by one!" Tantang Aira, meninju angin. Bayu tertawa kecil melihat seorang gadis berlagak menjadi Muhammad Ali. "Lo kalau ngomong yang jelas." Aira meninju badan Bayu, tapi pemuda itu meloncat mundur. "Kamu sengaja menyuruh fans-mu mem-bully-ku, kan? Ayo ngaku!" "Mau pansos lagi?" tanya Bayu. "Uang kemarin belum cukup?" "Siapa yang butuh uangmu?" "Ya sini, kembalikan." "Dasar cowok tidak bermoral, suka menjilat liur sendiri!" Aira mengambil uang lembaran sepuluh ribuan dan lima ribuan lecek, melempar ke muka Bayu. "Nih ambil!" "Apaan nih? Lima puluh ribu aja tidak ada, bego!" sentak Bayu. "Lo ka
Bayu duduk bersama Kevin menunggu di lobby gedung Genrecorps. Bayu mengenang masa lalu tentang bagaimana pertama kali dia mengenal Cecil. Mereka bertemu di sebuah pesta kala masih SMA. Mereka masih bocah biasa, belum terkenal. Kevin yang memperkenalkan mereka karena Kevin mengenal lebih lama Cecil.Gadis itu langsung tertarik pada Bayu ketika melihat Bayu dijemput dua mobil Pajero. Setelah kejadian itu mereka jadian. Sekarang ketika ada masalah besar, Bayu menjadikan Kevin sebagai kambing hitam. "Kalau lo tidak mengenalkan gue ke Cecil, semua ini tidak mungkin terjadi. Gue tidak perlu mengeluarkan banyak duit, tidak perlu ribut sama Ibu, dan sekarang tidak perlu repot-repot datang kemari hanya untuk bertanya tentang kontrak." "Lah enak banget ya kalau ngomong!" keluh Kevin. "Eh Bro. Kamu sendiri yang naksir. Ingat tidak?" Bayu mengangguk, "Ok gue yang minta, tapi kan lo sebagai sahabat, harusnya memberi tahu dong kalau cewek itu cewek
Aira memetik gitar yang dia pangku, menyanyi diiringi lantunan gitar merdu. Suaranya begitu mendayu penuh perasaan hingga membuat para pengunjung fokus kepadanya. Lagu Donna Donna milik Joan Baez yang dia bawakan merupakan kenangan bersama Ibu. Lagu ini menjadi lagu perpisahan beliau dengan Aira, lagu terakhir yang Ibu ajarkan sebelum beliau pergi ke surga. Tadi Aira sangat marah pada Bayu karena dia menghina sang Ibu, yang bagi Aira adalah sosok idola, sosok yang sangat dia cinta juga merindu. Beginilah kegiatan Aira. Setiap hari Kamis dan Jumat dia sering manggung di kafe. Setiap bulan dia mendapat uang tiga ratus ribu, lumayan untuk uang jajan.Dia melakukan semua ini karena kondisi perekonomian keluarga serba pas-pasan. Uang kiriman Bapak yang bekerja sebagai seorang tentara hanya cukup untuk biaya kost dan kuliah, sisanya Aira mencari sendiri. Di penghujung acara, dia melihat sosok misterius itu. Sosok pria tampan keturunan
Beberapa hari berlalu. Aira melesat keluar kelas dengan cara jalan seperti Giant di film Doraemon. Dan seperti Suneo, Mei mengiringi langkahnya. "Tunggu, Aira Tenang dulu," ujar Mei. "Jangan gegabah. Apa buktinya kalau Bayu yang mencuri uang tabungan?" "Kalau bukan dia, pasti fans yang dia suruh." " Ra, nanti kalau kamu main labrak, malah kena getahnya. Kamu bisa dilaporkan ke polisi karena melakukan tindakan tidak mengenakkan, juga pencemaran nama baik." "Apa yang mau dicemarkan? Lah nama dia memang tidak baik." Aira tahu Mei fans si youtuber kampret. Ucapannya demi kebaikan sang idola. Namun, jika dipikir lagi memang dia belum mempunyai bukti. Langkah mereka terpaku, melihat Bayu dan Kevin sedang bersantai di gazebo. Dengan gemas Aira beranjak menuju ke sana. Mei berusaha menarik tangannya, tapi gagal. Tenaga Aira terlampau kuat. Gadis Tionghoa itu malah terseret seperti kerbau. "Youtuber kurang kerjaan!" keluh Aira, me
Seorang gadis gelandangan menarik lengan kemeja Cecil. "Mbak, jadi tidak bagi-bagi hadiah?" "Sabar, ya." Cecil mengambil beberapa kantung plastik besar di dalam kardus, memandang sekitar. Setelah yakin di dalam mobil Avanza itu ada kamera, dia pun mendadak ramah pada gerombolan gelandangan di bawah jembatan layang. "Maaf ya, kelamaan, takut kalau ada kamera. Aku tidak mau disorot kamera ketika beramal." Setelah membagikan banyak kantung plastik berisi beras dan amplop uang pada para gelandangan, Cecil melambai ramah pada mereka. Ketika berbalik badan, dia pura-pura kaget mengelus dada, karena melihat seorang gadis wartawan menghampiri sambil membawa mic. Di belakang gadis itu, seorang kameraman dan beberapa kru mengikuti. "Kak Cecil sering melakukan hal ini? Tempat ini kan kotor? Kenapa melakukan hal ini?" "Tempat ini memang kotor, tapi lihatlah. Banyak senyum indah yang menanti. Masih banyak orang membutuhkan uluran tangan. Bagi kita barang-barang it
Rencana pernikahan tersebar luas di dunia maya. Bahkan sering muncul di TV, iklan tentang acara keluarga Bayu. Aira menjadi buah bibir di tempatnya nge-kost. "Wah, bakal jadi istri orang kaya nih, uang kontraknya dinaikkan tidak, ya?" goda induk semang, seorang wanita tua ramah berbadan gendut. "Jangan Bi," sahut Aira tertawa kecil memberi amplop berisi uang untuk Bibi. "Satu tahun lagi saya akan kembali. Ini uang sewa saya untuk dua tahun ke depan, sekalian ada uang hadiah untuk Bibi, permisi." Bibi bingung dengan tutur kata Aira, dia bengong seperti kodok melihat hujan. Beberapa hari berlalu. Hari pernikahan Aira dan Bayu tiba. Acara diadakan dalam ballroom luas hotel bintang lima di kawasan kota Surabaya. Tentu ini hari super spesial bagi Aira juga Bayu. Sekarang Mei dan Diah menemani Aira di ruang dandan. "Tidak sangka, dulu kalian saling benci," ujar Diah. "Eh, sekarang malah nikah." Mei mewakili Aira untuk menjawab, "Seng
"Pokoknya tidak sah! Pernikahan ini harus batal!" Suara itu semakin jelas terdengar hingga memaksa kerumunan tamu, perlahan membuka jalan untuk gadis itu menuju panggung ijab kobul. Aira dan Bayu berdiri sembari berbisik-bisik mengamati hal ini. Aira sedikit berjinjit supaya bibir bisa mendekati telinga Bayu. "Ini settingan, bukan?" "Maksud lo, apa?" "Ya seperti jaman OSPEK, settingan. Semua kejadian sudah diatur sama senior, tapi para junior tidak ada yang tahu." "Gue tidak merasa mengadakan settingan. Lo kali, sengaja pansos." "Be the way, nikah kita sah tidak?" "Sah lah, kan sudah ijab kobul. Anggap aja yang teriak tidak sah orang gila." Dari dalam kerumunan Cecil dikawal puluhan pria berpakaian safari hitam mulai mendaki anak tangga hingga sampai ke panggung.Bayu maju mencengkeram kedua pergelangan tangan Cecil. "Ayo turun," bisik Bayu pada Cecil "Malu dilihat banyak orang."
Bayu bertumpu satu lutut mengelus perut yang seperti ditabrak mobil. Pukulan Aira tadi benar-benar membuatnya jatuh telak. Ia berhasil berdiri menekan tembok, melangkah gontai menuju kamar. "Dasar cewek barbar, aduh ya Tuhan, semoga lambungku tidak bocor." Langkah Bayu terhenti karena pintu kamar di depannya dibuka dari dalam. "Loh, Kak, Kakak tidak apa-apa?" tanya seorang gadis yang baru keluar dari kamar bersama seorang pemuda, menghampiri Bayu. Dia dan temannya berusaha membantu Bayu. "Ada apa, Kak?" Mau menggeleng, tersenyum ramah menjaga image. "Tidak apa-apa, kok, ini tadi kebanyakan makan jadi mules." Keduanya masih membantu Bayu untuk melangkah menuju kamar. Sang Gadis mengamati dari dekat wajah Bayu, hingga ia menyadari sesuatu. "Loh, Kakak ini Bayu, kan? Youtuber itu?" Gadis itu mengambil HP, selfie bersama Bayu dan teman lelakinya. "Butuh dipanggilkan dokter, Kak?" Bayu tersenyum kecut sambil menggeleng. "Cuma
Banyak orang berkumpul di taman kompleks mengerumuni para idola. Mereka rerata ibu-ibu muda dan para gadis meminta tanda tangan, foto bersama, atau sekedar berjabat tangan. Situasi seperti di pasar malam ini terjadi karena kehadiran Bayu, Kai, Kevin, Aira, dan Lukman. Pamor mereka tidak meredup sedikit pun walau sekarang sudah berkeluarga. Di tengah mereka hadir tiga bocah kecil yang aktif membuat gaduh suasana. Vega anak Bayu dan Aira. Altair anak Kai dan Ana, Deneb putra dari Kevin dan Mei. Ketiganya bermain bersama anak-anak di taman dengan penuh keceriaan tanpa kenal penderitaan dunia. "Vega, ngapain?" tanya Altair sambil melihat Vega yang sedang menyodok-nyodok sesuatu di bawah pohon. Melihat benda apa yang menjadi mainan membuat dia melangkah mundur. "Ih, itu kan eek kucing! Jorok!" "Iya tahu." Dengan piawainya Vega mengangkat eek itu memakai kayu lalu menjejalkan pada Altair. "Alta, ini bagus buat lulur mukamu. Sini, jangan kabur!" "Mama!" Alta
Aira buru-buru membuka pintu. Dia tidak sempat mengintip dari gorden karena mendengar suara yang sering dia dengar sebelumnya. "Sebentar, ini sedang buka kunci." Pintu dibuka. Aira tersentak melihat Ibu duduk di kursi teras bergelimang air mata. Asep yang sembari tadi menggedor pintu, langsung membungkuk menyambut Aira. Bukan hanya mereka, di Kai, Ana, Shion, Kevin, Mei, Lukman, dan Sasa, turut serta. "Kamu yang sabar, Aira," ucap Kai, memeluk Aira dengan erat. "Bayu--" "Ada apa sih?" tanya Aira. "Apa ada yang ulang tahun? Kok pada kumpul di sini?" Semua bertukar pandang heran. Mereka saja bingung, apalagi Aira? Dia benar-benar tidak tahu menahu tentang isi kepala para tamu. "Mana Bayu, Nak?" tanya Ibu, dengan kaki sempoyongan berdiri memeluk Aira. Wajah beliau seperti pakaian yang baru dicuci belum kering. "Bayu? Di dalam Bu--" Belum selesai Aira bicara, Ibu merangsak maju hingga nyaris jatuh. D
Dahulu sebelum menikahi Bayu, Aira 'hobi' bersih-bersih. Dari kecil dia terbiasa menyapu dan mencuci piring. Akan tetapi beberapa bulan terakhir dia hidup dalam mimpi yang menjadi kenyataan. Dia tidak perlu melakukan itu semua, cukup duduk santai dan bersenang-senang. Sekarang ketika menyapu, punggungnya sakit dan capek. Seminggu berlalu tapi dia belum menemukan kembali apa yang menjadi 'hobi'-nya dulu. "Waduh, Bu Angga, rajin sekali," tegur seorang ibu tetangga sebelah, baru pulang dari mengajar. Dia guru di SMP sekitar. "Ini Bu, ada sedikit jajan, tadi anak-anak sedang praktek tata-boga." Aira tentu berterima kasih atas perhatian itu. Dengan senyum mereka alami ia menerima kantung plastik putih berisi bungkusan sop sayur. Tetangga berlaku baik karena aura positif dari Bayu dan Aira. Mungkin juga faktor face dan rumor yang Aira sebar berpengaruh pada mereka. Kisah tentang pernikahan dini, di mana Bayu si miskin nekat menikahi Aira tanpa persetu
"Pijat yang benar." Ibu menepuk-nepuk pundaknya, sembari duduk di atas bantal. "Iya Nek--" "Nek?" Ibu menoleh menangkap senyum mal-malu Ana. "Kamu ini, panggil Ibu, mengerti?" Ana mengangguk ketika Ibu kembali fokus ke TV. Gadis itu tersenyum lembut pada Kai yang duduk bersila kaki di sebelah Ibu. Siang ini Kai memperkenalkan Ana kepada Ibu asuhnya itu sebagai calon istri. Ketiganya duduk santai di paviliun belakang rumah. Selain itu dia punya tujuan lain hadir di sini. "Sekarang nyaris seminggu Bibi menghukum Bayu dan Aira," ujar Kai. "Mereka menderita Bi, tinggal di rumah bedeng macam itu. Apa Bibi tega membiarkan Bayu dan Aira hidup susah?" Dua hari sekali Kai datang dan memohon hal yang sama. Namun, Ibu tetap santai menikmati pijatan Ana. Sesekali beliau bersendawa tanda jika merasa nyaman. Beliau juga dilanda dilema. Walau diam, tapi diam-diam Ibu juga khawatir kepada Bayu dan Aira. Bagaimana pun Bayu anak kesayanganny
Seperti semut mengerumuni gula, empat preman mengerumuni motor Riko. Mereka tidak memberi kesempatan Riko untuk memacu motor."Minggir, aku sibuk mau menjemput pelanggan," ujar Riko."Sombong!" bentak seorang preman gendut. "Lagak kamu sudah seperti orang penting.""Penting dia bro," sahut preman kedua. "Habis bebas dari penjara dengan bersyarat dan jaminan, kan sekarang wajib lapor atau saudaranya bakal membayar uang kompensasi."Suara tawa mereka membahana seperti supporter di stadion bola. Salah satu dari mereka mendorong kepala Riko. Satu lagi mengambil kunci motornya. Mereka sengaja ingin memancing supaya Riko marah dan menghajar mereka."Aduh, kasihan Mas Riko." Darmi hanya bisa memandang. Bisa apa dia, sendirinya berdagang di sini dan wilayah ini kekuasaan mereka."Kok Mas Riko tidak melawan?" tanya Bayu, mengamati lelaki tangguh di atas motor."Kalau melawan, nanti bakalan langsung dipenjara. Mas Riko bebas bersyarat. Sa
Sebagai kepala keluarga tentu Bayu yang membuka pintu. Empat ibu-ibu berwajah judes menanti. Melihat wajah tampan yang keluar, Judes mereka mereda dan sekarang senyum-senyum sendiri. "Maaf, ada apa ya, Bu?" tanya Bayu dengan ramah. Aira yang kebelet kepo pun nongol dari belakang Bayu. Senyumnya muncul, menggeser Bayu hingga mereka berdiri bersebelahan di pintu yang sempit. "Maaf Nak, ini sudah malam," ucap Ibu gendut dengan ramah. "Benar, sudah jam sebelas malam. Mohon suaranya dikecilkan, ya. Besok anak-anak sekolah, bising enggak bisa tidur," timpa Ibu kurus. "Kami tahu kok, pengantin baru, kan?" Ibu berbadan pendek menyambung. Tentu Bayu dan Aira menjadi sungkan. Mereka saling senggol, tertunduk dengan cengiran mereka yang khas, kecil, dibuat-buat. "Ingat, kita tinggal bersebelahan." Ibu yang lumayan muda menunjuk ke kiri dan kanan. Rumah mereka memang hanya terpisah tembok, bisa dikatakan suara kentut pun pasti bisa tetangg
Pindahan Bayu dan Aira cukup simpel. Mereka hanya membawa pakaian, peralatan kuliah, laptop, dan uang saku dari Ibu. Pagi hari mereka tiba di kontrakan yang dimaksud. Rumah petak sederhana. Lantai hanya dioles semen. Dinding bata tiada diberi cat. Langit-langit pun tak ada. Dari dalam bisa melihat pondasi atap. Dan aroma di sini lumayan pengap, berdebu. Hanya ada satu kamar tidur, kamar mandi pun nyaris menyatu dengan dapur. Perabotan yang ada hanya satu kasur dan satu lemari dengan TV tabung tua berdiri gagah di dekat kipas putar kecil. "Bagaimana? Rumah ini masih lebih bagus dari tempatku dulu tinggal. Kalian harus membayar uang listrik sendiri, uang air, dan mulai bulan depan membayar uang sewa. Jadi usahakan hemat." ucap Asep, menaruh kunci ke telapak tangan Aira. "Motor Vespa milikmu. Selamat tinggal." Dia berbalik hendak pergi. Akan tetapi Bayu menarik lengan Asep. "Sampai kapan kami harus tinggal di sini?" "Sampai Ibumu puas." Asep
Suara jangkrik menjadi musik merdu menemani mereka saat ini, tiada suara lain. Aira dan Bayu duduk bersila kaki di atas bantal. Mereka menanti Ibu di paviliun belakang rumah yang dikelilingi taman. Bayu menggenggam telapak tangan Aira. "Apapun yang terjadi aku tidak akan pernah menandatangani surat itu. Semoga kamu juga demikian." Aira mengangguk kecil. Dia menggenggam telapak tangan Bayu. "Asal kamu nanti berani bersumpah tidak akan menemui Cecil dan wanita lain, aku siap Mas." Bayu tersenyum lembut. "Mas? Oh Tuhan, panggilan mesranya Mas? Darling kek, hooney gitu, Mas, terdengar ndeso." "Ah, sudah lah." Dengan kasar Aira menarik tanggannya. "Youtuber sial, hobi banget sih merusak suasana." Bayu terkekeh melihat reaksi cemberut Aira. Dia hanya bercanda tadi. "Aku tidak menyangka akan menjadi seperti ini. Tahu tidak, alasan kenapa kamu aku pilih untuk menikah kontrak?" "Aku cantik, manis--" "Karena aku yakin tidak
Cahaya matahari masuk melalui kaca jendela besar di dinding sisi kiri menerpa ibu yang duduk di kursi kerja. Beliau sibuk mengetik sesuatu di komputer. Suara ketukan di pintu membuat dia berhenti sejenak. "Siapa?" "Ini saya Nyonya, Asep." "Masuk Sep." Pria berjas hitam masuk ke ruang kerja, berdiri dalam posisi instirahat di tempat. Setelah diberi kode gerak tangan Ibu, dia duduk di kursi berlengan. "Bagaimana, ada hasil?" tanya Ibu. Asep menaruh beberapa stopmap ke meja kerja. "Menurut para detektif yang saya kerahkan, terjadi perselingkuhan antara orang tua Nona Aira dan Tuan Kai. Menurut para detektif, kematian Ibu Nona Aira karena kebakaran di tempatnya bekerja ada hubungan dengan--" "Cukup, lewati bagian itu," ujar Ibu. Asep berdeham. "Setelah kejadian itu Kai memang sangat terpukul dan merasa bertanggung jawab untuk merawat Aira. Walau umur mereka hanya terpaut beberapa tahun, tapi dia berhasil melakukannya de