Bayu berjalan cepat di lorong kampus. Beberapa kali dia bersenggolan dengan lengan orang sampai barang yang orang pegang jatuh. Dia tidak peduli. Mereka pun hanya bisa menghela napas. Bisa apa mereka melawan Bayu.
"Berengsek, jadi doi wanita?"
Langkahnya terhenti. Bayu mengelus pipi korban tamparan Aira. Tentu rasa sakit di sana telah lama pergi, tetapi rasa panas hati malah semakin membara.
Dia Bayu Anggara, tamparan seperti tadi adalah hal yang pertama selama dia hidup di bumi. Dia yakin pasti semua ini akan menjadi trending topic. Karir bisa goyang. Tentu dia tidak dikenal sebagai si alim bak malaikat yang selalu baik di depan kamera, tapi tetap saja ditampar wanita adalah pengalaman memalukan.
Waktu terus berlalu. Jadwal harus tetap berlangsung. Sepulang sekolah, di rumah orang tua Bayu yang jarang ada orang tua, dia bersama teman-teman membuat konten youtube. Rencananya hari ini dia bakal membuat konten berjalan-jalan di rumah, sekalian pamer jeroan rumah kepada semua fans di seluruh dunia.
Akan tetapi konsentrasinya lagi-lagi pecah. "Istirahat dulu!" sentaknya, membanting diri ke sofa.
"Lo niat syuting, apa kagak?" tanya Lukman, ikut duduk di sofa lain, kesal memandang Bayu sembari memegang handy-cam mahal. "Ini sudah ke sepuluh kali, kita mengulang adegan masuk rumah. Mikir dong, capek gila."
"Dia masih teringat akan masalah Nona Plak," ledek Kevin. Pemuda kurus itu duduk berselonjor kaki di sofa panjang sambil membaca komik. "Kalau kamu melihat kejadiannya, pasti ngakak."
"Emang lo lihat?" celetuk Bayu dengan gusar.
"Tidak sih, tapi videonya sudah viral. Lukman, buka pesan WA deh, sudah kukirim linknya."
Apa yang Bayu takutkan akhirnya terjadi. Viral. Sebenarnya dia suka menjadi trending topic, tapi untuk hal memalukan seperti ini? Dia lebih suka mengubur dalam-dalam kejadian tadi.
Lukman terpingkal melihat video penamparan Bayu oleh Aira. "Gila, sadis bener. Lo sih, sama dada tepos aja beringas. Padahal dadanya Cecil lebih besar, lebih enak diremas!"
"Tau tuh Bayu."
"Lo berdua kalau tidak bisa diem, gue jahit mulut lo semua. Mau?" Ancam Bayu, boro-boro mereka berhenti tertawa, malah tambah besar tawanya.
Lukman Kagoya cowok keturunan Papua-Solo berambut keriting kaku dan mempunyai warna kulit gelap. Jagonya kamera. Rekamannya tak kalah dengan rekaman hasil kamera TV. Lengan kekar itu mampu membuat handycam tidak bergerak-gerak ketika syuting, bahkan ketika berjalan sekalipun hasil rekaman stabil.
Sementara Kevin Anugerah, cowok kelahiran Palembang. Berbadan mungil. Hobi tertawa dengan wajah manis. Tugasnya penulis skrip yang dipenuhi ide-ide gila. Suatu ketika dia membuat skrip di mana Bayu terjebak dalam situasi harus mencium Kai, si editor video mereka yang sekarang sibuk di studio rekaman. Video itu paling banyak ditonton dengan tiga ratus juta viewer. Para gadis sangat menyukai adegan dua cowok tampan berciuman. Sampai sekarang Bayu enggan melihat video itu, apalagi Kai.
Keduanya baru tenang, berusaha mengatur napas sehabis tertawa-tawa.
Kevin bertanya, "Bro, bagaimana tawaran Genrecorps?"
"Gue ikut aja, kan yang main Bayu," jawab Lukman.
Bayu cuek bebek enggan memberi tanggapan.
"Bayu, kita ikut tandatangan tidak?" tanya Kevin.
"Lo jangan cuek gitu lah, beri kejelasan," sambung Lukman.
"Kenapa, gue yang tandatangan kok lo berdua yang repot?"
Sumber keributan mereka adalah tawaran kontrak bernilai satu milyar rupiah dari pihak Genrecorps, pemilik saham terbesar di lima stasiun TV dunia. Genrecorps ingin membuat konten seperti keluarga Raffi, menyuruh Bayu menikah dengan Cecil. Tentu ini bakal menjadi hal yang heboh, mengingat Bayu terkenal bukan hanya di Indonesia, tapi di nagara tetangga.
Suara mesin mobil membuat mereka mengintip ke halaman depan. Mobil sedan Porsche kuning parkir tepat di belakang mobil Camaro Bayu. Gadis cantik dalam balut sabrina satin keluar dari sana, melepas sunglasses, berjalan melenggang-lenggok seperti peragawati berjalan di catwalk.
"Sayang, jadi tanda tangan tidak?" tanya Cecil, berdiri di ambang pintu.
"Tidak sabar dia ingin dihalalin," celoteh Kevin, mengundang tawa Lukman.
Bayu tetap cuek tak peduli dengan ucapan kedua sahabatnya. Dia bangkit angkat kaki bersama Cecil memakai mobil Porche. Sesampainya di gedung sepuluh tingkat milik Genrecorps, mereka masuk lalu menaiki lift menuju lantai paling atas.
Di dalam lift dengan manja Cecil memeluk lengan pacarnya. "Aku tidak sabar ingin menikah. Bulan madu kita keliling dunia, ya."
Cecil seorang peragawati juga pemain film yang baru naik daun. Hubungan mereka sudah terjalin lama. Yang membuat Bayu betah adalah body dan kecantikan gadis itu. Banyak orang bilang Cecil matre. Menurut Bayu tidak ada wanita matre. Mereka yang cantik dan molek, butuh perawatan. Kasarannya seperti mobil Ferrari, mereka ada untuk kaum berduit. Tapi, apa mau Bayu berbagi?
"Bayu kok diam saja?"
"Sudah lah, lo juga sebaiknya dia," ujar Bayu. Dia sedang cemas, kira-kira Genrecorps ingin apa darinya? Satu Milyar bukan jumlah kecil.
Keduanya sampai di kantor CEO Genrecorps.
"Akhirnya kalian datang juga," ujar Raul. Pria atletis nan tampan, keturunan Spanyol. Dia berdiri menyambut Bayu dan Cecil. Matanya terlalu lama memandang kemolekan tubuh pacar Bayu.
"Jadi kita hanya berdiri saja?" tanya bayu, membuat Raul salah tingkah.
Raul mempersilahkan Bayu dan Cecil duduk berbagi sofa panjang. "Langsung saja ya, ini tentang kontrak satu Milyar. Kamu Bayu, cukup tanda tangan di sana maka semua biaya pernikahan dan bulan madu kami yang tanggung. Selama satu tahun kamu bakal menjadi properti Genrecorps dan mendapat perlindungan. Jangan takut, kamu bebas mengikat kontrak dengan pihak lain selama tidak mengganggu jadwal kita. Kita akan membuat konten seperti keluarga Raffi dengan nama keluarga Bayu. Selain itu kamu juga bakal main film. Teman-temanmu juga akan kecipratan untung, kok."
Ketika membaca kontrak, Bayu sesekali melihat Raul mencuri pandang pada Cecil, terutama pada kulit lengan yang terekspose. Dia kenal senyum Raul, senyum mesum, otak kadal penuh nafsu. Dia berdeham kencang hingga membuat Raul berhenti sejenak dan kembali fokus pada kontrak.
Cecil berkomentar. "Kok aku tidak disuruh tanda tangan juga?"
Raul menggeleng. "Tidak perlu, kamu kurang menjual. Yang kami butuhkan Bayu dan teman-teman kanal youtuber. Ayo Bayu, dengan tanda tangan, uang itu akan menjadi milikmu."
Tentu gadis itu cemberut, tapi tanpa malu Raul mengedipkan satu mata kepadanya. Hal ini mengusik Bayu. Dia semakin gagal fokus membaca setiap pasal di sana.
Cecil berbisik lembut sambil meremas-remas paha Bayu. "Uang satu Milyar itu seribu juta."
Bisikan bidadari membuat Bayu membubuhkan tandatangan. Setelah selesai, Raul dan Cecil bertepuk tangan. Mereka berdiri dan berjabat tangan.
"Selamat bergabung dengan Genrecorps," ujar Raul.
Setelah beramah tamah, Bayu dan Cecil keluar menuju mobil. Selama perjalanan Cecil kembali mencerocos ingin beli rumah dan apartemen. Bayu menanggapi dengan senyum. Bayu berpikir, apa uang satu Milyar cukup untuk membahagiakan Cecil? Gadis ini sebenarnya ingin menikah dengannya karena cinta atau uang?
Baru saja mereka masuk mobil, wajah Cecil melipat-lipat. "Aduh Say, maaf, aku ke toilet dulu ya. Sakit perut." Dia buru-buru keluar mobil, meninggalkan Bayu.
"Sakit perut, tapi malah menutup mulut?"
Bayu selalu curiga pada Cecil. Sekarang pun tak ubahnya seperti hari-hari yang lalu. Tentu untuk menjadi pacar Cecil adalah pilihan utama. Gadis itu enak untuk diajak bercinta. Akan tetapi untuk menjadi istri? Bayu mulai berpikir realistis. Membiayai gadis seperti itu, satu Milyar bisa habis sekali kunyah.
Bayu mulai memilah antara uang atau gadis seksi yang dia panggil pacar. Genrecorps tidak terlalu peduli dengan siapa Bayu menikah. Raul sendiri yang bilang tadi. Terlebih Ibunya Bayu sangat menentang hubungan dengan Cecil.
Tiba-tiba HP Cecil bergetar di dalam tas.
Bayu bergegas membuka tas untuk mengangkat, tetapi dia malah menemukan alat test kehamilan, terselip di antara kertas-kertas di sana. Tentu dia bingung. Selama bercinta Bayu selalu memakai kondom, lalu kenapa benda ini ada di sini?
"Kampret, dia tidur dengan siapa?" gumam Bayu.
Banyak orang ingin viral supaya terkenal. Mereka rela melakukan hal-hal konyol demi meraih semua itu. Bahkan ada yang melakukan settingan. Bagi Aira menjadi viral bukan hal baik karena dia tidak suka kegaduhan. Akan tetapi tamparan maut ke Bayu merubah segalanya. Kejadian itu direkam. Video itu viral. Sekarang dia terkenal. Kesialan demi kesialan mulai terjadi. Ketika berada di dekat lapangan basket, anggota tim basket membuat Aira gusar. Tiga kali kepalanya ditimpuk bola basket oleh mereka. "Maaf tidak sengaja." Selalu begitu alasan mereka ketika mengambil bola. Ketika duduk di kantin, Aira menduduki permen karen. Sore hari ketika hendak pulang ban motor Vespa Aira gembos. Terpaksa dia mendorong sepeda bongsor menuju tempat tambal ban. Dia mendapati seutas kertas terselip di belakang jok. 'Buat video minta maaf, akui jika kamu cuma pansos.' Ia merobek kertas membuang ke tepi jalan. Wajah Aira perlahan memerah oleh amarah. Kertas itu men
Baru beberapa langkah keluar dari gedung kampus, suara teriakan seorang gadis membuat kaki Bayu terasa berat. Suara itu membuat telinganya panas. "Youtuber abal-abal, stop!" Bayu menoleh, mendapati Aira mendekat. Dengan kasar gadis itu mendorong hingga Bayu mundur beberapa langkah. "Pengecut! Kalau berani ayo by one!" Tantang Aira, meninju angin. Bayu tertawa kecil melihat seorang gadis berlagak menjadi Muhammad Ali. "Lo kalau ngomong yang jelas." Aira meninju badan Bayu, tapi pemuda itu meloncat mundur. "Kamu sengaja menyuruh fans-mu mem-bully-ku, kan? Ayo ngaku!" "Mau pansos lagi?" tanya Bayu. "Uang kemarin belum cukup?" "Siapa yang butuh uangmu?" "Ya sini, kembalikan." "Dasar cowok tidak bermoral, suka menjilat liur sendiri!" Aira mengambil uang lembaran sepuluh ribuan dan lima ribuan lecek, melempar ke muka Bayu. "Nih ambil!" "Apaan nih? Lima puluh ribu aja tidak ada, bego!" sentak Bayu. "Lo ka
Bayu duduk bersama Kevin menunggu di lobby gedung Genrecorps. Bayu mengenang masa lalu tentang bagaimana pertama kali dia mengenal Cecil. Mereka bertemu di sebuah pesta kala masih SMA. Mereka masih bocah biasa, belum terkenal. Kevin yang memperkenalkan mereka karena Kevin mengenal lebih lama Cecil.Gadis itu langsung tertarik pada Bayu ketika melihat Bayu dijemput dua mobil Pajero. Setelah kejadian itu mereka jadian. Sekarang ketika ada masalah besar, Bayu menjadikan Kevin sebagai kambing hitam. "Kalau lo tidak mengenalkan gue ke Cecil, semua ini tidak mungkin terjadi. Gue tidak perlu mengeluarkan banyak duit, tidak perlu ribut sama Ibu, dan sekarang tidak perlu repot-repot datang kemari hanya untuk bertanya tentang kontrak." "Lah enak banget ya kalau ngomong!" keluh Kevin. "Eh Bro. Kamu sendiri yang naksir. Ingat tidak?" Bayu mengangguk, "Ok gue yang minta, tapi kan lo sebagai sahabat, harusnya memberi tahu dong kalau cewek itu cewek
Aira memetik gitar yang dia pangku, menyanyi diiringi lantunan gitar merdu. Suaranya begitu mendayu penuh perasaan hingga membuat para pengunjung fokus kepadanya. Lagu Donna Donna milik Joan Baez yang dia bawakan merupakan kenangan bersama Ibu. Lagu ini menjadi lagu perpisahan beliau dengan Aira, lagu terakhir yang Ibu ajarkan sebelum beliau pergi ke surga. Tadi Aira sangat marah pada Bayu karena dia menghina sang Ibu, yang bagi Aira adalah sosok idola, sosok yang sangat dia cinta juga merindu. Beginilah kegiatan Aira. Setiap hari Kamis dan Jumat dia sering manggung di kafe. Setiap bulan dia mendapat uang tiga ratus ribu, lumayan untuk uang jajan.Dia melakukan semua ini karena kondisi perekonomian keluarga serba pas-pasan. Uang kiriman Bapak yang bekerja sebagai seorang tentara hanya cukup untuk biaya kost dan kuliah, sisanya Aira mencari sendiri. Di penghujung acara, dia melihat sosok misterius itu. Sosok pria tampan keturunan
Beberapa hari berlalu. Aira melesat keluar kelas dengan cara jalan seperti Giant di film Doraemon. Dan seperti Suneo, Mei mengiringi langkahnya. "Tunggu, Aira Tenang dulu," ujar Mei. "Jangan gegabah. Apa buktinya kalau Bayu yang mencuri uang tabungan?" "Kalau bukan dia, pasti fans yang dia suruh." " Ra, nanti kalau kamu main labrak, malah kena getahnya. Kamu bisa dilaporkan ke polisi karena melakukan tindakan tidak mengenakkan, juga pencemaran nama baik." "Apa yang mau dicemarkan? Lah nama dia memang tidak baik." Aira tahu Mei fans si youtuber kampret. Ucapannya demi kebaikan sang idola. Namun, jika dipikir lagi memang dia belum mempunyai bukti. Langkah mereka terpaku, melihat Bayu dan Kevin sedang bersantai di gazebo. Dengan gemas Aira beranjak menuju ke sana. Mei berusaha menarik tangannya, tapi gagal. Tenaga Aira terlampau kuat. Gadis Tionghoa itu malah terseret seperti kerbau. "Youtuber kurang kerjaan!" keluh Aira, me
Seorang gadis gelandangan menarik lengan kemeja Cecil. "Mbak, jadi tidak bagi-bagi hadiah?" "Sabar, ya." Cecil mengambil beberapa kantung plastik besar di dalam kardus, memandang sekitar. Setelah yakin di dalam mobil Avanza itu ada kamera, dia pun mendadak ramah pada gerombolan gelandangan di bawah jembatan layang. "Maaf ya, kelamaan, takut kalau ada kamera. Aku tidak mau disorot kamera ketika beramal." Setelah membagikan banyak kantung plastik berisi beras dan amplop uang pada para gelandangan, Cecil melambai ramah pada mereka. Ketika berbalik badan, dia pura-pura kaget mengelus dada, karena melihat seorang gadis wartawan menghampiri sambil membawa mic. Di belakang gadis itu, seorang kameraman dan beberapa kru mengikuti. "Kak Cecil sering melakukan hal ini? Tempat ini kan kotor? Kenapa melakukan hal ini?" "Tempat ini memang kotor, tapi lihatlah. Banyak senyum indah yang menanti. Masih banyak orang membutuhkan uluran tangan. Bagi kita barang-barang it
Rencana pernikahan tersebar luas di dunia maya. Bahkan sering muncul di TV, iklan tentang acara keluarga Bayu. Aira menjadi buah bibir di tempatnya nge-kost. "Wah, bakal jadi istri orang kaya nih, uang kontraknya dinaikkan tidak, ya?" goda induk semang, seorang wanita tua ramah berbadan gendut. "Jangan Bi," sahut Aira tertawa kecil memberi amplop berisi uang untuk Bibi. "Satu tahun lagi saya akan kembali. Ini uang sewa saya untuk dua tahun ke depan, sekalian ada uang hadiah untuk Bibi, permisi." Bibi bingung dengan tutur kata Aira, dia bengong seperti kodok melihat hujan. Beberapa hari berlalu. Hari pernikahan Aira dan Bayu tiba. Acara diadakan dalam ballroom luas hotel bintang lima di kawasan kota Surabaya. Tentu ini hari super spesial bagi Aira juga Bayu. Sekarang Mei dan Diah menemani Aira di ruang dandan. "Tidak sangka, dulu kalian saling benci," ujar Diah. "Eh, sekarang malah nikah." Mei mewakili Aira untuk menjawab, "Seng
"Pokoknya tidak sah! Pernikahan ini harus batal!" Suara itu semakin jelas terdengar hingga memaksa kerumunan tamu, perlahan membuka jalan untuk gadis itu menuju panggung ijab kobul. Aira dan Bayu berdiri sembari berbisik-bisik mengamati hal ini. Aira sedikit berjinjit supaya bibir bisa mendekati telinga Bayu. "Ini settingan, bukan?" "Maksud lo, apa?" "Ya seperti jaman OSPEK, settingan. Semua kejadian sudah diatur sama senior, tapi para junior tidak ada yang tahu." "Gue tidak merasa mengadakan settingan. Lo kali, sengaja pansos." "Be the way, nikah kita sah tidak?" "Sah lah, kan sudah ijab kobul. Anggap aja yang teriak tidak sah orang gila." Dari dalam kerumunan Cecil dikawal puluhan pria berpakaian safari hitam mulai mendaki anak tangga hingga sampai ke panggung.Bayu maju mencengkeram kedua pergelangan tangan Cecil. "Ayo turun," bisik Bayu pada Cecil "Malu dilihat banyak orang."
Banyak orang berkumpul di taman kompleks mengerumuni para idola. Mereka rerata ibu-ibu muda dan para gadis meminta tanda tangan, foto bersama, atau sekedar berjabat tangan. Situasi seperti di pasar malam ini terjadi karena kehadiran Bayu, Kai, Kevin, Aira, dan Lukman. Pamor mereka tidak meredup sedikit pun walau sekarang sudah berkeluarga. Di tengah mereka hadir tiga bocah kecil yang aktif membuat gaduh suasana. Vega anak Bayu dan Aira. Altair anak Kai dan Ana, Deneb putra dari Kevin dan Mei. Ketiganya bermain bersama anak-anak di taman dengan penuh keceriaan tanpa kenal penderitaan dunia. "Vega, ngapain?" tanya Altair sambil melihat Vega yang sedang menyodok-nyodok sesuatu di bawah pohon. Melihat benda apa yang menjadi mainan membuat dia melangkah mundur. "Ih, itu kan eek kucing! Jorok!" "Iya tahu." Dengan piawainya Vega mengangkat eek itu memakai kayu lalu menjejalkan pada Altair. "Alta, ini bagus buat lulur mukamu. Sini, jangan kabur!" "Mama!" Alta
Aira buru-buru membuka pintu. Dia tidak sempat mengintip dari gorden karena mendengar suara yang sering dia dengar sebelumnya. "Sebentar, ini sedang buka kunci." Pintu dibuka. Aira tersentak melihat Ibu duduk di kursi teras bergelimang air mata. Asep yang sembari tadi menggedor pintu, langsung membungkuk menyambut Aira. Bukan hanya mereka, di Kai, Ana, Shion, Kevin, Mei, Lukman, dan Sasa, turut serta. "Kamu yang sabar, Aira," ucap Kai, memeluk Aira dengan erat. "Bayu--" "Ada apa sih?" tanya Aira. "Apa ada yang ulang tahun? Kok pada kumpul di sini?" Semua bertukar pandang heran. Mereka saja bingung, apalagi Aira? Dia benar-benar tidak tahu menahu tentang isi kepala para tamu. "Mana Bayu, Nak?" tanya Ibu, dengan kaki sempoyongan berdiri memeluk Aira. Wajah beliau seperti pakaian yang baru dicuci belum kering. "Bayu? Di dalam Bu--" Belum selesai Aira bicara, Ibu merangsak maju hingga nyaris jatuh. D
Dahulu sebelum menikahi Bayu, Aira 'hobi' bersih-bersih. Dari kecil dia terbiasa menyapu dan mencuci piring. Akan tetapi beberapa bulan terakhir dia hidup dalam mimpi yang menjadi kenyataan. Dia tidak perlu melakukan itu semua, cukup duduk santai dan bersenang-senang. Sekarang ketika menyapu, punggungnya sakit dan capek. Seminggu berlalu tapi dia belum menemukan kembali apa yang menjadi 'hobi'-nya dulu. "Waduh, Bu Angga, rajin sekali," tegur seorang ibu tetangga sebelah, baru pulang dari mengajar. Dia guru di SMP sekitar. "Ini Bu, ada sedikit jajan, tadi anak-anak sedang praktek tata-boga." Aira tentu berterima kasih atas perhatian itu. Dengan senyum mereka alami ia menerima kantung plastik putih berisi bungkusan sop sayur. Tetangga berlaku baik karena aura positif dari Bayu dan Aira. Mungkin juga faktor face dan rumor yang Aira sebar berpengaruh pada mereka. Kisah tentang pernikahan dini, di mana Bayu si miskin nekat menikahi Aira tanpa persetu
"Pijat yang benar." Ibu menepuk-nepuk pundaknya, sembari duduk di atas bantal. "Iya Nek--" "Nek?" Ibu menoleh menangkap senyum mal-malu Ana. "Kamu ini, panggil Ibu, mengerti?" Ana mengangguk ketika Ibu kembali fokus ke TV. Gadis itu tersenyum lembut pada Kai yang duduk bersila kaki di sebelah Ibu. Siang ini Kai memperkenalkan Ana kepada Ibu asuhnya itu sebagai calon istri. Ketiganya duduk santai di paviliun belakang rumah. Selain itu dia punya tujuan lain hadir di sini. "Sekarang nyaris seminggu Bibi menghukum Bayu dan Aira," ujar Kai. "Mereka menderita Bi, tinggal di rumah bedeng macam itu. Apa Bibi tega membiarkan Bayu dan Aira hidup susah?" Dua hari sekali Kai datang dan memohon hal yang sama. Namun, Ibu tetap santai menikmati pijatan Ana. Sesekali beliau bersendawa tanda jika merasa nyaman. Beliau juga dilanda dilema. Walau diam, tapi diam-diam Ibu juga khawatir kepada Bayu dan Aira. Bagaimana pun Bayu anak kesayanganny
Seperti semut mengerumuni gula, empat preman mengerumuni motor Riko. Mereka tidak memberi kesempatan Riko untuk memacu motor."Minggir, aku sibuk mau menjemput pelanggan," ujar Riko."Sombong!" bentak seorang preman gendut. "Lagak kamu sudah seperti orang penting.""Penting dia bro," sahut preman kedua. "Habis bebas dari penjara dengan bersyarat dan jaminan, kan sekarang wajib lapor atau saudaranya bakal membayar uang kompensasi."Suara tawa mereka membahana seperti supporter di stadion bola. Salah satu dari mereka mendorong kepala Riko. Satu lagi mengambil kunci motornya. Mereka sengaja ingin memancing supaya Riko marah dan menghajar mereka."Aduh, kasihan Mas Riko." Darmi hanya bisa memandang. Bisa apa dia, sendirinya berdagang di sini dan wilayah ini kekuasaan mereka."Kok Mas Riko tidak melawan?" tanya Bayu, mengamati lelaki tangguh di atas motor."Kalau melawan, nanti bakalan langsung dipenjara. Mas Riko bebas bersyarat. Sa
Sebagai kepala keluarga tentu Bayu yang membuka pintu. Empat ibu-ibu berwajah judes menanti. Melihat wajah tampan yang keluar, Judes mereka mereda dan sekarang senyum-senyum sendiri. "Maaf, ada apa ya, Bu?" tanya Bayu dengan ramah. Aira yang kebelet kepo pun nongol dari belakang Bayu. Senyumnya muncul, menggeser Bayu hingga mereka berdiri bersebelahan di pintu yang sempit. "Maaf Nak, ini sudah malam," ucap Ibu gendut dengan ramah. "Benar, sudah jam sebelas malam. Mohon suaranya dikecilkan, ya. Besok anak-anak sekolah, bising enggak bisa tidur," timpa Ibu kurus. "Kami tahu kok, pengantin baru, kan?" Ibu berbadan pendek menyambung. Tentu Bayu dan Aira menjadi sungkan. Mereka saling senggol, tertunduk dengan cengiran mereka yang khas, kecil, dibuat-buat. "Ingat, kita tinggal bersebelahan." Ibu yang lumayan muda menunjuk ke kiri dan kanan. Rumah mereka memang hanya terpisah tembok, bisa dikatakan suara kentut pun pasti bisa tetangg
Pindahan Bayu dan Aira cukup simpel. Mereka hanya membawa pakaian, peralatan kuliah, laptop, dan uang saku dari Ibu. Pagi hari mereka tiba di kontrakan yang dimaksud. Rumah petak sederhana. Lantai hanya dioles semen. Dinding bata tiada diberi cat. Langit-langit pun tak ada. Dari dalam bisa melihat pondasi atap. Dan aroma di sini lumayan pengap, berdebu. Hanya ada satu kamar tidur, kamar mandi pun nyaris menyatu dengan dapur. Perabotan yang ada hanya satu kasur dan satu lemari dengan TV tabung tua berdiri gagah di dekat kipas putar kecil. "Bagaimana? Rumah ini masih lebih bagus dari tempatku dulu tinggal. Kalian harus membayar uang listrik sendiri, uang air, dan mulai bulan depan membayar uang sewa. Jadi usahakan hemat." ucap Asep, menaruh kunci ke telapak tangan Aira. "Motor Vespa milikmu. Selamat tinggal." Dia berbalik hendak pergi. Akan tetapi Bayu menarik lengan Asep. "Sampai kapan kami harus tinggal di sini?" "Sampai Ibumu puas." Asep
Suara jangkrik menjadi musik merdu menemani mereka saat ini, tiada suara lain. Aira dan Bayu duduk bersila kaki di atas bantal. Mereka menanti Ibu di paviliun belakang rumah yang dikelilingi taman. Bayu menggenggam telapak tangan Aira. "Apapun yang terjadi aku tidak akan pernah menandatangani surat itu. Semoga kamu juga demikian." Aira mengangguk kecil. Dia menggenggam telapak tangan Bayu. "Asal kamu nanti berani bersumpah tidak akan menemui Cecil dan wanita lain, aku siap Mas." Bayu tersenyum lembut. "Mas? Oh Tuhan, panggilan mesranya Mas? Darling kek, hooney gitu, Mas, terdengar ndeso." "Ah, sudah lah." Dengan kasar Aira menarik tanggannya. "Youtuber sial, hobi banget sih merusak suasana." Bayu terkekeh melihat reaksi cemberut Aira. Dia hanya bercanda tadi. "Aku tidak menyangka akan menjadi seperti ini. Tahu tidak, alasan kenapa kamu aku pilih untuk menikah kontrak?" "Aku cantik, manis--" "Karena aku yakin tidak
Cahaya matahari masuk melalui kaca jendela besar di dinding sisi kiri menerpa ibu yang duduk di kursi kerja. Beliau sibuk mengetik sesuatu di komputer. Suara ketukan di pintu membuat dia berhenti sejenak. "Siapa?" "Ini saya Nyonya, Asep." "Masuk Sep." Pria berjas hitam masuk ke ruang kerja, berdiri dalam posisi instirahat di tempat. Setelah diberi kode gerak tangan Ibu, dia duduk di kursi berlengan. "Bagaimana, ada hasil?" tanya Ibu. Asep menaruh beberapa stopmap ke meja kerja. "Menurut para detektif yang saya kerahkan, terjadi perselingkuhan antara orang tua Nona Aira dan Tuan Kai. Menurut para detektif, kematian Ibu Nona Aira karena kebakaran di tempatnya bekerja ada hubungan dengan--" "Cukup, lewati bagian itu," ujar Ibu. Asep berdeham. "Setelah kejadian itu Kai memang sangat terpukul dan merasa bertanggung jawab untuk merawat Aira. Walau umur mereka hanya terpaut beberapa tahun, tapi dia berhasil melakukannya de