Bara menanyai beberapa kerabatnya untuk mencari Mama Berta. Tapi ia sama sekali tak menemukan kebedadaan Mama Berta di sana.Bara sampai menelepon anak buahnya untuk mencari tahu di mana alamat mansion yang baru dibeli Berta.Bara kemudian keluar dari acara pestanya sendiri dan ia tak peduli dengan hal itu.Bara benar benar kesal Barai ini dan ingin sekali menghajar orang karena emosinya merasa dipermainkan."Dan mengapa dia mau mau saja dibodohi oleh Kak Given?" marah Bara ketika di sudah ada di mobil. Tak lama kemudian ponselnya berbunyi dan Bara membuka pesan dari anak buahnya. Setelah itu, Bara langsung melajukan mobilnya ke arah mansion karena Bara sudah tahu di mana alamatnya.*Kara tampak memandangi tubuh seksinya di depan cermin ketika dirinya sudah memakai lingerie berwarna merah darah itu."Mengapa aku merasa seperti wanita naBara yang akan menggoda Bara? Dia pasti menggodaku habis habisan ketika aku berpenampilan seperti ini," bisiknya dengan sambil memandang dirinya mela
Kara berjalan dengan senyum yang tak lepas dari wajah cantiknya. satu tangannya membawa paper bag berisi bekal makanan, yang khusus ia masak untuk sang suami.Ya, hari ini tepat satu bulan pernikahan mereka berlangsung. Kara sengaja memasak makanan kesukaan Bara dan membawakannya langsung ke perusahaan, untuk memberikan kejutan pada suami tercintanya itu."Selamat siang, Bu Karamel." Sapaan itu terlontar dari mulut beberapa karyawan di perusahaan itu untuk Kara.Kara juga membalas sapaan itu dengan ramah dan senyum di bibirnya. Hingga akhirnya, ia sampai di lantai paling atas, yang tak lain adalah ruangan sang suami.Melihat kedatangan Kara, Zee yang tadinya berdiri di ambang pintu pun bergegas menghampiri Kara. "Ny-Nyonya, kenapa anda datang?" tanyanya, dengan nada yang terdengar begitu gugup.Dan tentu saja hal itu membuat Kara mengernyitkan dahinya bingung. Biasanya Zee adalah sosok yang tenang, tapi kenapa saat ini dia terlihat sangat gugup."Kenapa? Apa aku tidak disambut di sin
Bara dan Kara berciuman begitu lama. Tidak seperti ciuman mereka yang sempat malu-malu kucing di awal percintaan panas mereka, ciuman kali ini lebih menuntut dan mendamba membuat kedua nya merasakan panas yang menjalar di sekujur tubuh mereka.Bara meraba ke arah belakang Kara dan membuka resleting blouse yang dipakai oleh Kara.Darah Kara berdesir ketika jari jemari Bara menyentuh kulit punggung nya yang hanya terhalang dua tali penyangga.Tanpa sadar Kara pun mendesah, saat Bara meraba tubuh bagian belakangnya. Kara menatap Bara yang juga menatap nya penuh nafsu.Dengan nafas yang tersengal-sengal, Bara mencium kedua mata indah istri nya itu, membuat Kara merasa sangat dicintainya oleh sang suami.Masih dengan bibir yang hanya berjarak seangin- angin dari Kara, Bara berkata. "Apa kau keberatan kalau kita bercinta di sini?" Bahkan saat mengucapkan itu, bibir Kara dapat merasakan gerak bibir Bara tepat di bibirnya.Dengan nafas yang tersengal-sengal dan dada yang naik turun, Kara ters
Malam harinya, Kara sudah berada di dalam kamarnya. Dia tampak tengah serius mengerjakan sesuatu, sampai suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat Kara refleks menoleh ke arah sumber suara.Di ambang pintu, ia melihat sang suami sedang berdiri menatapnya dengan sebuah handuk kecil yang melingkar di pinggangnya Rambut yang masih basah, dengan air yang sesekali masih menetes membuat pria itu terlihat semakin sempurna."Ekhem! Aku tau kalau aku ini tampan, tapi tidak perlu melihatku sampai air liurmu hampir menetes juga kan?" goda Bara sambil berjalan mendekati sang Istri.Kara dengan refleks mengusap mulutnya, yang tentu saja tidak benar-benar hampir meneteskan air liur seperti yang Bara katakan."Kau menggodaku?!" kesal Kara.Bara terkekeh geli dan duduk tepat di samping sang Istri, "Apa yang sedang kau buat?" "Desain," ujar Kara sambil kembali fokus pada kertas-kertas di atas meja itu.Bara mengerutkan keningnya, "Desain? Kau tertarik pada desain?" tanya Bara sambil mengambil sele
Kara menghela nafas dan mencoba untuk tersenyum. "Terimakasih sudah bersedia meluangkan waktu mu untuk melihat rancangan ku," ucap Kara yang kemudian duduk kembali ke tempat kerjanya.Moon yang sedari tadi melihat Kara mendapatkan perlakukan yang tidak menyenangkan dari Johan dan Angela yang bermuka dua, sebenarnya merasa iba pada Kara.Moon membuka laci nya dan mengeluarkan beberapa katalog ekslusif perusahaan untuk rancangan konsumen VVIP. "Ini," kata Moon sambil meletakkan setumpuk katalog berwarna hitam emas dan silver. "Jaga ini dengan jiwa raga mu! Sebab aku harus menjatuhkan harga diri ku pada kedua orang itu untuk mendapatkan ini!!" bisik Moon yang kemudian kembali duduk di tempat nya.Johan tentu saja mendengarkan apa yang Moon katakan. Tapi dia tidak mau ambil pusing, mau sebanyak apapun Kara mempelajari model, kalau memang basic nya bukan seorang designer, maka hasil nya akan sama saja.Itulah mengapa Johan menyuruh Kara mengulang hasil rancangan tanpa melihat perubahan yan
"Ehm ... Maaf, Angela. Tadi tanganku tidak sengaja tersiram air panas saat hendak mengambilkan minuman untukmu, jadi aku pergi ke klinik perusahaan untuk meminta salep." Kara mengatakan yang sejujurnya.Terdengar helaan napas panjang dari wanita di hadapannya itu, "Jangan ulangi lagi. Kau sudah membuat Anggia menunggu terlalu lama tadi, dan itu membuatnya kesal.""Baik."Kara berjalan menuju meja kerjanya. Dan saat ia baru saja duduk, Moon berjalan mendekatinya dan bertanya, "Apa yang terjadi? Kenapa Mak Lampir itu memarahimu?""Moon?" Kara mengelus dadanya karena terkejut dengan Moon yang tiba-tiba berada di belakangnya, "Tadi tanganku tersiram air panas, jadi aku tak membawa minuman untuknya dan Anggia. Itulah kenapa dia marah," ujar Kara sembari mendengus pasrah.Moon mengepalkan tangannya dan berucap pelan, "Dasar Nenek Sihir! Lagi pula di perusahaan ini kan ada OB, kenapa juga dia harus menyuruhmu!?"Kara hanya tersenyum kecil menanggapi omelan Moon itu, sebelum akhirnya mereka k
Telapak tangan Kara berkeringat saat dia membaca pesan teks itu, "Apa dia melihatnya? Oh tidak ... ini pasti akan rumit!" keluh Kara dalam hati.Setelah hidup bersama dengan Bara, Kara mulai menyadari jika meredakan amarah sang suami membutuhkan tenaga yang besar. Tak perlu di jelaskan, karena kalian pasti paham bagaimana cara Kara untuk meredakan amarah prianya itu."Hei, Vivian. Ada apa denganmu? Apa kau sakit?" tanya Moon yang akhirnya berhasil menyusul langkah Kara."Eh, tidak ada apa-apa . Aku hanya merasa sedikit lelah saja." Kara tersenyum pada Moon, membuat Moon menganggukkan kepalanya.Keduanya pun berjalan beriringan, kembali ke ruang kerja mereka. Berbeda dengan Dave yang masih tampak mengerutkan keningnya, memikirkan alasan dibalik sikap Kara yang menurutnya sedikit aneh."Apa dia sedang sakit? Atau dia sengaja menghindariku?" batinnya sembari melihat ke sekitar, dimana mata para wanita tampak mencuri pandang ke arahnya.Dave meletakkan sendok di tangannya, saat ponsel yan
Bara memagut bibir Kara dengan penuh gairah.Kara yang tadinya sempat dengan ciuman Bara yang tiba-tiba, kini malah mengalungkan tangannya ke leher Bara, membuat pria itu semkain menekan pinggang mungil istrinya itu hingga tubuh mereka saling menempel.Ciuman yang begitu menuntut dan mendamba itu membuat Kara merasakan panas mulai menjalar di sekujur tubuhnya, terlebih saat tangan kekar sang suami mulai meraba bagian belakang dan membuka resleting blouse yang dia pakai.Darah Kara berdesir ketika jari jemari Bara menyentuh kulit punggung nya yang hanya terhalang dua tali penyangga itu.Tanpa sadar Kara pun mendesah saat Bara meraba tubuh bagian belakangnya dan menatap Bara yang juga menatap nya penuh nafsu.Dengan nafas yang tersengal-sengal, Bara mencium kedua mata indah istri nya itu, membuat Kara merasa sangat dicintainya oleh sang suami.Masih dengan bibir yang hanya berjarak seangin- angin dari Kara, Bara berkata. "Apa kau sudah siap meberima hukumanmu, Nyonya Alexandrio?"Bahkan
"Apa kau sungguh-sungguh meminta ku untuk mencarikan suami yang baik untuk kak Kara? Tadi sebelum aku masuk ke ruangan ini, aku melihat Will tengah mengusap pundak kakak ipar ku penuh kasih sayang, apa menurutmu dia pantas untuk menggantikan mu, kak Bara?" Tiba-tiba jari-jari tangan Bara bergerak, fungsi organ tubuh nya pun terdeteksi meningkatkan di alat-alat medis yang terpasang di tubuh nya. "Astaga! Aku baru tahu kalau Rasa cemburu bisa membawa orang kembali dari pintu kematian!" gumam G dalam hati dan menyerahkan Bara pada para dokter yang seharusnya, sebab G sudah harus kembali sebelum Dimitri terbangun dari tidurnya.keesokan hari nya ...."kau sudah bangun, sayang?" Terdengar suara Kara saat Bara membuka matanya."Sayang ..." ucap Bara sambil tersenyum."Ya tuhaaan!! terima kasih!! " ucap Kara penuh haru.Semua orang di dalam ruangan itu pun memanjatkan rasa syukur yang tak terkira karena Bara akhirnya sudah sadar."Ibu ...." Panggil Bara pada Evelyn."Ya sayang, apa kau but
"Elbara Alexandrio dan William Torez, selamat datang!" Ujar Zico saat dirinya sudah terpojok di parkiran atas gedung itu usai lomba lari dengan Bara dan Will dari lantai bawah."Zico, menyerah lah. Tidak ada guna nya kau kabur lagi. Sudah tidak ada tempat untuk kabur." Ucap Will."Kabur? Untuk apa aku kabur?" Jawab Zico sambil tersenyum."Pra gila sepertinya tidak mempan dengan tausiyah seperti itu. Dia akan lebih mempan jika langsung berhadapan dengan ini." Ujar Bara sambil mengarahkan senjatanya pada Zico."Wow, senjata! Kau kira aku takut dengan senjata itu?!" tanya Zico tertawa sambil membuka jasnya.Saat Zico membuka jas nya terlihat lah ada sebuah bom yang terpasang di tubuh Zico. "Kau ingin menembak ku? itu artinya kau sengaja ingin membuat istri mu menjadi janda." Ucap nya sambil tertawa keras.Bara dan Will pun saling pandang."Sekarang kalian tidak punya pilihan lain selain membiarkan ku pergi." Ucap nya dengan senyum terkembang sempurna.Zico merasa dirinya sudah di atas a
"Kau tidak bisa keluar begitu saja. Mereka bisa mengenali mu." ujar Kara lalu memandang ke sekeliling tempat itu hingga akhirnya dia melihat baju ok yang masih terlipat."Kau kenakan ini dulu. Baru setelah itu kita keluar." Ujar Kara.Gabby pun menuruti perkataan Kara untuk mengenakan pakaian yang ditunjukkan Kara."Bagaimana? Udah oke?" tanya Gabby sambil memasang maskernya."Sudah. Begini lebih baik." ujar Kara, Mereka berdua pun keluar dari ruangan itu.Gabby dan Kara berjalan biasa. Untungnya warna baju mereka sama jadi tidak ada yang curiga."Kita lewat sana saja." Tunjuk Gabby."Kenapa tidak lewat sebelah sana saja?" Tunjuk Kara pada arah yang sebaliknya."Aku tadi dari arah sana kak. Tidak ada ada apa-apa disana. Hanya jalan buntu." ucap nya pelan."Benarkah?" Tanya Kara."Ya ampun kak ... benar." Jawab Gabby meyakinkan kakak iparnya.Gabby dan Kara pun kembali berjalan. Setelah mereka berjalan cukup lama akhirnya mereka sampai ke pintu keluar yang ada di belakang gedung itu."
Kara mencoba berpikiran positif. Hingga tiba-tiba seseorang muncul dari belakang mobil dan membekap mulut Kara dari belakang tanpa Kara sadari."Tuan Zico, wanita ini cantik juga." Ujar anak buah Zico."Ck! Kau jangan macam-macam. Atau tuan Leon akan menghabisi mu!" jawab Zico, yang tak lain adalah paman dari Kara. Dia yang dulunya hidup nyaman, kini harus menjadi buron. Terlihat dari penampilannya yang sudah tidak seperti dulu lagi.Mobil itu pun melaju kencang keluar dari kota itu, menuju sebuah gedung yang kelihatan nya seperti gedung farmasi dari luar.******Saat ini, Bara dan Elka sudah berada di dalam mobil.Di saat Elka sedang menelpon anak buahnya untuk menanyakan apakah ada informasi, telpon Bara berbunyi."siapa?" tanya Elka."Ayah." Jawab Bara dengan wajah tegang."Bara kau dimana saja?!!" teriak Alfred pada putra nya begitu Bara mengangkat telpon itu."Aku sedang mencari Kara bersama dengan Elka, Ayah.""Aku sudah tahu! Kara memang di culik oleh Zico atas perintah organis
Kara menganggap ini hanya wujud dari sikap protektif seorang Elbara.Bara sadar kalau dia tidak akan bisa berdebat dengan ibu hamil ini. Jadi Bara putus kan untuk membiarkan Kara pergi tapi diam-diam mengikuti Kara.Untuk urusan keselamatan Kara dan calon anaknya, Bara tidak mau hanya mengandalkan para bodyguard nya. Jadi selain para bodyguard itu, dia pun akan mengawasi Kara dari jauh."Dasar keras kepala!!" Bara menyubit hidup Kara."Jam berapa kau dan Moon akan pergi?""Setelah menghabiskan sate ini bersama mu." Jawab Kara dengan senyum terkembang di wajahnya sebab akhirnya dia bisa bekerja seperti pekerja lainnya."Baik lah. Tapi berjanji lah kau harus berhati-hati. Sebab di dalam perut mu saat ini ada calon anak kita." Ujar Bara sambil mengelus perut Kara."Siap pak bos!" canda Kara lalu mengambil sate tadi dan mulai makan siang zuper romantis dengan sepiring sate bersama Bara.Usai menghabis sate itu, Kara pun kembali ke ruangan nya untuk bertemu Moon. Mereka sudah berjanji untu
Bara sangat mengenal istrinya itu. Kadang Kara bisa begitu lembut, tapi kadang dia pun bisa jadi sangat bar bar. "Tolong sate dan minuman ini di antar ke ruang pak Bara ya." pinta Kara pada staff kantin usai meletakkan kertas bertuliskan sesuatu di atasnya penutup sate."Dan minuman ini untuk dua wanita yang ada di dalam ruangan itu." tunjuk Kara pada dua gelas jus jeruk."Baik buk." jawab Staff kantin yang sudah mengenali Kara sebagai istri pemilik perusahaan.Sejak kejadian di hotel yang disaksikan oleh semua tamu dan staff hotel serta video-video kejadian yang tersebar luas di media, tidak ada yang tidak mengenali Kara sebagai istri dari Elbara."Sekarang aku tinggal menunggu telpon dari nya." Ujar Kara sambil berjalan ke arah ruangan Bara.Kara yakin, begitu sate ayam itu tiba maka Bara pasti akan menelpon nya.Keadaan di ruangan Bara saat ini sudah sangat di luar kendali Bara. Britany yang tadinya masih bersikap elegan kini malah mulai hilang kendali nya. Britany mulai membalas
Kejadian itu cukup viral dan masuk ke beberapa media, jadi wajah kalau Johan perlu waktu lama untuk self healing nya. Saat Kara dan Moon tekun dengan kerjaannya, Angela terus mengobrol bersama Britany. Sesekali mereka melihat ke arah Kara dari ujung mata mereka.Kara bukannya tidak menyadari hal itu, hanya saja Kara malas untuk ambil pusing. Prinsip Kara masih sama, Anjing menggonggong, Kara tetap berlalu.Jadi apapun yang mereka sedang bicarakan dan yang akan mereka bicarakan, Kara sih tetap akan tidak peduli sama sekali.Volume suara Angela dan Britany pun mulai bertambah."Benarkah seperti itu El?"Angela memanggil nama kecil Britany yang biasa nya hanya Bara yang memanggil Britany dengan panggilan itu. "Angela, please.. Jangan panggil aku dengan nama itu lagi. Aku sudah tidak ingin di panggil dengan nama itu. Kau membuat ku jadi teringat EMPAT TAHUN KU BERSAMA Bara. MEMBUAT KU TERINGAT BAGAIMANA KAMI MERAJUT CINTA SEWAKTU KAMI KULIAH DULU." Ucap Britany yang terdengar sangat nyar
Bara menarik pinggang Kara dan memeluk Kara sesaat untuk merasakan ketenangan dalam pelukan itu."Yakin tetap mau ngantor?" tanya Kara sekali lagi sambil mengelus kepala suaminya."Heem...kalau gitu sarapan itu di makan dulu ya?" tunjuk Kara pada roti bakar dan segelas susu yang dibawakan oleh pelayan ke kamar."Apakah roti dan susu itu sudah di tambahkan garam?" Tanya Bara. Sejak sadar lidah nya eror, Bara selalu mengecek makanannya sebelum dia makan.Karena keanehan lidahnya Bara minta di taburi garam dulu untuk makanan yang biasanya di taburi gula or yang biasanya terasa manis. Sedang kan untuk makanan yang biasanya gurih Bara minta di taburi gula."Bara.. itu roti bakar dan susu normal. No garam. Ibu sudah mengatakan kalau kau tidak boleh terlalu banyak mengonsumsi garam Bara. Tidak baik untuk kesehatan mu."Tegah Kara."Sayang kau tahu sendiri kan keadaan ku saat ini. Jujur saja sebenarnya aku sangat lapar." Rengek Bara."Heemm ... Kalau begitu bagaimana kalau aku saja yang suap
Di pagi hari yang cerah ini, Kara tampak tengah mengupas apel, sedangkan Bara yang baru saja sampai di meja makan itu langsung mengambil sepotong apel yNg sudah dipotong Kara tadi lalu memakannya.Namun anehnya Bara justru memuntahkan kembali apel dengan wajah jijiknya, seolah itu adalah makanan paling menjijikkan yang pernah ia makan."Sayang, kau itu kenapa?" tanya Kara panik sambil memberikan tisu pada suaminya."Sayang apakah apel ini kau taburi garam? Kenapa rasa nya asin sekali?" Ucap Bara sambil mengelap bibir kemudian mengelap lidahnya."Garam? Memang nya ada orang makan apel pakai garam? Kau ini ada-ada saja." Kara pun mengambil sepotong apel yang sama yang di makan Bara tadi. "Heeem... ini manis kok! Tidak terasa asin sama sekali." Tukas Kara sambil mengambil satu potong lagi dan memberikan nya pada Bara."No! "Bara langsung menolak apel tersebut.Kara pun akhirnya memakan apel yang di tolak Bara tadi."Ya sudah kalau gitu aku minta di buat kan jus mangga aja gimana?" tawar