"Apa kau gila, beraninya menghentikanku?" teriak Alexa tidak terima.Teriakan lantangnya tentu saja mengundang banyak perhatian orang-orang yang ada di sana. Mereka semua menoleh, menatap ke arah Alexa yang langsung menurunkan topinya."A-aku punya janji dengan Bara, maksudku presdir kalian," lanjutnya menurunkan nada bicaranya. Namun pria bertubuh kekar itu tidak juga menggeser tubuhnya. "Cepat menyingkir! Kau tidak tahu siapa aku, hah?" lanjut Alexa.Kesal dengan sikap penjaga keamanan, Alexa pun melepaskan topinya. Membiarkan semua orang tahu, siapa sosok yang baru saja membuat mata mereka fokus padanya."Sekarang, kau sudah bisa mengenaliku bukan? Jadi cepat menyingkir!" serunya.Meski sudah mendapat bentakan beberapa kali, pria bertubuh kekar itu tidak gentar sedikitpun. Di wajahnya bahkan tidak terlihat rasa takut sama sekali."Maaf, tapi presdir sedang tidak ada di tempat."Jawaban dari petugas keamanan tidak serta merta membuat Alexa percaya begitu saja. Tanpa banyak bicara, d
Suara samarnya terdengar semakin jelas di telinga Bara, yang kemudian membuatnya berdecak kesal, lalu terkekeh. "Sial! Halusinasi ku berlebihan!""Kenapa Anda tertawa? Anda tidak apa-apakan?" tanya Kara memastikan bahwa pria yang tiba-tiba terjatuh di pelukannya itu baik-baik saja.Namun bukan jawaban yang didapatkan Kara, tapi justru sebuah kecupan. Kecupan manis yang kemudian berlanjut sedikit lebih liar saat Bara membuka mulut Kara dengan lidahnya.Kecupan yang berubah menjadi pergulatan lidah. Hingga membuat suhu tubuh keduanya meningkat drastis hanya dalam hitungan detik. Napas Kara menjadi pendek, tak sanggup mengikuti ciuman Bara yang semakin memburu.Entah mengapa, Kara merasa ciuman Bara sedikit berbeda. Terasa lebih brutal dan penuh gairah dari biasanya. Padahal sebelumnya, dia tidak pernah melihat Bara kehilangan akal seperti ini.Kara mendorong Bara dan melepaskan ciumannya untuk mengatur napas yang sempat memburu. Namun hanya beberapa detik, Bara kembali meraih bibir gadi
Gurat amarah di wajah Lee terlihat jelas saat melempar setumpuk berkas ke atas meja,hingga membuat Kara terhenyak kaget."Aku tidak mengerti, kenapa kamu menolak tawaran bagus seperti ini?" tanya Lee meluapkan kekesalannya sambil berkacak pinggang."Ini kesempatan bagus untukmu, Kara. Kamu mau menyia-nyiakannya?" lanjut Lee terus protes.Lee berkali-kali menarik napas panjang, berusaha melepaskan rasa kesalnya. Setelah perasaannya sedikit membaik dan mulai bisa mengatur emosinya, Lee pun duduk di depan Kara."Apa ada sesuatu membuatmu bimbang?" tebak Lee.Meski hanya beberapa bulan mengenal Kara, setidaknya ia sudah sedikit mengenal gadis itu. Tidak ada hal lain yang membuat gadis itu bimbang dengan pekerjaannya selain Evelyn dan Bara.Hanya dua orang itu saja, yang mampu membuat Kara bimbang untuk mengambil keputusan. Setelah ia ingat, bahwa tujuan Evelyn telah tercapai dengan mulus."Tidak ada, Presdir."Kara berbohong, dan Lee tentu tahu, hanya dengan melihat ekspresi wajah gadis i
"Maaf, Nyonya. Presdir Lee memberitahu saya bahwa Anda disini, tapi saya tidak tahu jika Anda sedang bertemu dengan seseorang," jawab Kara saat melihat Bia duduk di dekat jendela menatap heran ke arahnya. "Jika Anda sibuk, saya tidak akan mengganggu."Dalam hati Evelyn bertanya-tanya. Mengapa gadis itu bisa berubah dalam sekejap, padahal tadi begitu antusias menemuinya. Namun saat ia melihat Bia, Evelyn menemukan jawabannya."Bia, kamu sudah bisa kembali. Jangan lupa untuk mengabariku."Entah mengapa, melihat wajah cantik Bia yang berpadu dengan rambut hitam legamnya, membuat pikiran Kara berkecamuk. Ada rasa was-was samar, tapi ia langsung menepisnya.Evelyn mempersilahkan Kara untuk duduk, menggantikan posisi Bia yang sudah berpamitan pergi. Rasa hangat langsung menyapa Kara begitu ia duduk. Entah sudah berapa lama Bia duduk disana, hingga meninggalkan rasa hangat yang menembus celana jeans Kara."Katakan, apa yang membuatmu jauh-jauh kemari." Kara mengambil cangkir teh, lalu menegu
"E'em itu dia. Mungkin dia melihat mobilku saat melintas, beruntungnya kami searah.""Ya, jika tidak, mungkin aku harus menahan diri selama di pesawat."Evelyn terkekeh pelan, usai mendengar godaan dari sang suami. Tiga puluh tahun lebih mereka bersama, nyatanya tak membuat keadaan berubah. Sesekali dia masih suka menggoda istrinya, begitu juga sebaliknya.Hubungan seperti mereka, bagian mana yang tidak membuat iri? Bahkan ketiga anak mereka pernah iri melihat kemesraan kedua orang tuanya.Dari balik telepon, Alfred dapat mendengar jelas suara tawa sang istri. Tawa yang selalu membuat hatinya nyaman dalam hal apapun. SampaiSuara dentuman terdengar, sangat keras, hingga Alfred kaget dan tidak sengaja menjatuhkan ponselnya. Buru-buru ia mengambil ponselnya yang jatuh, dan memastikan keadaan istrinya."Eve! Eve! Ada apa denganmu!"Agar bisa menghemat waktu 15 menit lebih cepat, mereka memilih untuk lewat jalur pintas. Jalanan yang tergolong sepi, memang menjadi alasan.Mobil Hatchback b
EMERGENCYAlfred tiba 10 menit setelah Evelyn tiba di rumah sakit dan langsung masuk ke ruang operasi. Dia berlari sedikit tertatih dengan kaki tuanya, menyusuri lorong rumah sakit sendirian."Pa-paman," sapa Ansel melihat Alfred terengah-engah. "Ayo duduk dulu, saya akan ambilkan air."Belum sempat Ansel melangkah, Alfred lebih dulu menarik tangan pria itu. "Is-tri. Bagai-mana?" tanya Alfred terengah-engah."Bibi Eve, kemungkinan mengalami pendarahan internal. Tapi tenang saja, saya sudah menghubungi teman saya. Ayahnya seorang dokter bedah terkemuka yang baru pulang dari Amerika."Ansel berusaha menenangkan Alfred. Meski dia sendiri tidak tahu, seberapa besar kemungkinan operasi Evelyn akan berhasil. Namun satu hal yang dia tahu, usia Evelyn sudah terlalu tua untuk melakukan operasi dan pasti akan berefek.Mereka masih di posisi yang sama, saat beberapa paramedis berlari sambil mendorong brankar, dengan pasien laka lantas lainnya. Namun yang menjadi perhatian Ansel, adalah dua orang
Serentak, semua orang langsung menatap pada satu titik, Kara. Sedangkan gadis itu, hanya bisa terbelalak tanpa bisa bereaksi.Kara menunjuk dirinya sendiri, "A-aku? Nona Muda?" Tiba-tiba saja Kara terkekeh kecil, "Tolong jangan bercanda lagi, Tuan. Ini tidak lucu.""Kami tidak bercanda. Anda adalah Nona Muda yang kami cari." Hening, tak ada jawaban sampai ia kembali berkata, "Ada tanda lahir yang menyerupai bentuk bunga kecil, di belakang leher anda. Dan kalung yang anda kenakan, itu adalah identitas yang sah."Kara menyentuh tengkuknya, dan ia tau jika memang ada tanda lahir semcam itu di sana. Lalu dia menyentuh kalung yang selama ini selalu bertengger di lehernya. Liontin sederhana yang tampak tak berharga, satu-satunya benda yang selalu ada bersamanya."Ikutlah dengan kami, dan anda akan mengerti semuanya." Pria itu berjalan dan membukakan pintu untuk Kara lalu mempersilahkan gadis itu untuk turun, "Mari, Nona."Kara bergeming. Dia menoleh dan menatap sekilas pada Rere dan Lee, se
Kara terdiam. Dia tak tau harus berbuat apa saat ini, dia benar-benar tak tau."Kara? Ada apa?" tanyanya bingung saat melihat ekspresi Kara yang tak dapat ia baca.Panggilan itu membuat Kara kembali tersadar dari lamunan sesaatnya, "Ah maaf, maafkan aku tante ..." Kara sengaja menggantung ucapannya, karena ia belum tau nama wanita di hadapannya itu."Berta. Kau boleh memanggilku bibi Berta atau Mama jika kau mau," ujarnya sembari mengulas senyum manis di bibirnya."Ehm ... bibi Berta, tadi anda bilang anda datang untuk menjemputku." Berta mengangguk sebagai jawaban, "Apa itu artinya kalian akan membawaku pergi?"Kening Berta berkerut tatkala mendengar pertanyaan Kara yang menurutnya cukup aneh. "Tentu saja." Jawabnya, "Apa kau masih ada urusan yang belum selesai di sini? Atau ... kau tidak rela meninggalkan tempat ini atau justru seseorang di tempat ini?" Mendengar pertanyaan Berta, tentu saja membuat Kara gelagapan. Jauh di dalam lubuk hatinya, dia memang tidak rela meninggalkan nega
"Apa kau sungguh-sungguh meminta ku untuk mencarikan suami yang baik untuk kak Kara? Tadi sebelum aku masuk ke ruangan ini, aku melihat Will tengah mengusap pundak kakak ipar ku penuh kasih sayang, apa menurutmu dia pantas untuk menggantikan mu, kak Bara?" Tiba-tiba jari-jari tangan Bara bergerak, fungsi organ tubuh nya pun terdeteksi meningkatkan di alat-alat medis yang terpasang di tubuh nya. "Astaga! Aku baru tahu kalau Rasa cemburu bisa membawa orang kembali dari pintu kematian!" gumam G dalam hati dan menyerahkan Bara pada para dokter yang seharusnya, sebab G sudah harus kembali sebelum Dimitri terbangun dari tidurnya.keesokan hari nya ...."kau sudah bangun, sayang?" Terdengar suara Kara saat Bara membuka matanya."Sayang ..." ucap Bara sambil tersenyum."Ya tuhaaan!! terima kasih!! " ucap Kara penuh haru.Semua orang di dalam ruangan itu pun memanjatkan rasa syukur yang tak terkira karena Bara akhirnya sudah sadar."Ibu ...." Panggil Bara pada Evelyn."Ya sayang, apa kau but
"Elbara Alexandrio dan William Torez, selamat datang!" Ujar Zico saat dirinya sudah terpojok di parkiran atas gedung itu usai lomba lari dengan Bara dan Will dari lantai bawah."Zico, menyerah lah. Tidak ada guna nya kau kabur lagi. Sudah tidak ada tempat untuk kabur." Ucap Will."Kabur? Untuk apa aku kabur?" Jawab Zico sambil tersenyum."Pra gila sepertinya tidak mempan dengan tausiyah seperti itu. Dia akan lebih mempan jika langsung berhadapan dengan ini." Ujar Bara sambil mengarahkan senjatanya pada Zico."Wow, senjata! Kau kira aku takut dengan senjata itu?!" tanya Zico tertawa sambil membuka jasnya.Saat Zico membuka jas nya terlihat lah ada sebuah bom yang terpasang di tubuh Zico. "Kau ingin menembak ku? itu artinya kau sengaja ingin membuat istri mu menjadi janda." Ucap nya sambil tertawa keras.Bara dan Will pun saling pandang."Sekarang kalian tidak punya pilihan lain selain membiarkan ku pergi." Ucap nya dengan senyum terkembang sempurna.Zico merasa dirinya sudah di atas a
"Kau tidak bisa keluar begitu saja. Mereka bisa mengenali mu." ujar Kara lalu memandang ke sekeliling tempat itu hingga akhirnya dia melihat baju ok yang masih terlipat."Kau kenakan ini dulu. Baru setelah itu kita keluar." Ujar Kara.Gabby pun menuruti perkataan Kara untuk mengenakan pakaian yang ditunjukkan Kara."Bagaimana? Udah oke?" tanya Gabby sambil memasang maskernya."Sudah. Begini lebih baik." ujar Kara, Mereka berdua pun keluar dari ruangan itu.Gabby dan Kara berjalan biasa. Untungnya warna baju mereka sama jadi tidak ada yang curiga."Kita lewat sana saja." Tunjuk Gabby."Kenapa tidak lewat sebelah sana saja?" Tunjuk Kara pada arah yang sebaliknya."Aku tadi dari arah sana kak. Tidak ada ada apa-apa disana. Hanya jalan buntu." ucap nya pelan."Benarkah?" Tanya Kara."Ya ampun kak ... benar." Jawab Gabby meyakinkan kakak iparnya.Gabby dan Kara pun kembali berjalan. Setelah mereka berjalan cukup lama akhirnya mereka sampai ke pintu keluar yang ada di belakang gedung itu."
Kara mencoba berpikiran positif. Hingga tiba-tiba seseorang muncul dari belakang mobil dan membekap mulut Kara dari belakang tanpa Kara sadari."Tuan Zico, wanita ini cantik juga." Ujar anak buah Zico."Ck! Kau jangan macam-macam. Atau tuan Leon akan menghabisi mu!" jawab Zico, yang tak lain adalah paman dari Kara. Dia yang dulunya hidup nyaman, kini harus menjadi buron. Terlihat dari penampilannya yang sudah tidak seperti dulu lagi.Mobil itu pun melaju kencang keluar dari kota itu, menuju sebuah gedung yang kelihatan nya seperti gedung farmasi dari luar.******Saat ini, Bara dan Elka sudah berada di dalam mobil.Di saat Elka sedang menelpon anak buahnya untuk menanyakan apakah ada informasi, telpon Bara berbunyi."siapa?" tanya Elka."Ayah." Jawab Bara dengan wajah tegang."Bara kau dimana saja?!!" teriak Alfred pada putra nya begitu Bara mengangkat telpon itu."Aku sedang mencari Kara bersama dengan Elka, Ayah.""Aku sudah tahu! Kara memang di culik oleh Zico atas perintah organis
Kara menganggap ini hanya wujud dari sikap protektif seorang Elbara.Bara sadar kalau dia tidak akan bisa berdebat dengan ibu hamil ini. Jadi Bara putus kan untuk membiarkan Kara pergi tapi diam-diam mengikuti Kara.Untuk urusan keselamatan Kara dan calon anaknya, Bara tidak mau hanya mengandalkan para bodyguard nya. Jadi selain para bodyguard itu, dia pun akan mengawasi Kara dari jauh."Dasar keras kepala!!" Bara menyubit hidup Kara."Jam berapa kau dan Moon akan pergi?""Setelah menghabiskan sate ini bersama mu." Jawab Kara dengan senyum terkembang di wajahnya sebab akhirnya dia bisa bekerja seperti pekerja lainnya."Baik lah. Tapi berjanji lah kau harus berhati-hati. Sebab di dalam perut mu saat ini ada calon anak kita." Ujar Bara sambil mengelus perut Kara."Siap pak bos!" canda Kara lalu mengambil sate tadi dan mulai makan siang zuper romantis dengan sepiring sate bersama Bara.Usai menghabis sate itu, Kara pun kembali ke ruangan nya untuk bertemu Moon. Mereka sudah berjanji untu
Bara sangat mengenal istrinya itu. Kadang Kara bisa begitu lembut, tapi kadang dia pun bisa jadi sangat bar bar. "Tolong sate dan minuman ini di antar ke ruang pak Bara ya." pinta Kara pada staff kantin usai meletakkan kertas bertuliskan sesuatu di atasnya penutup sate."Dan minuman ini untuk dua wanita yang ada di dalam ruangan itu." tunjuk Kara pada dua gelas jus jeruk."Baik buk." jawab Staff kantin yang sudah mengenali Kara sebagai istri pemilik perusahaan.Sejak kejadian di hotel yang disaksikan oleh semua tamu dan staff hotel serta video-video kejadian yang tersebar luas di media, tidak ada yang tidak mengenali Kara sebagai istri dari Elbara."Sekarang aku tinggal menunggu telpon dari nya." Ujar Kara sambil berjalan ke arah ruangan Bara.Kara yakin, begitu sate ayam itu tiba maka Bara pasti akan menelpon nya.Keadaan di ruangan Bara saat ini sudah sangat di luar kendali Bara. Britany yang tadinya masih bersikap elegan kini malah mulai hilang kendali nya. Britany mulai membalas
Kejadian itu cukup viral dan masuk ke beberapa media, jadi wajah kalau Johan perlu waktu lama untuk self healing nya. Saat Kara dan Moon tekun dengan kerjaannya, Angela terus mengobrol bersama Britany. Sesekali mereka melihat ke arah Kara dari ujung mata mereka.Kara bukannya tidak menyadari hal itu, hanya saja Kara malas untuk ambil pusing. Prinsip Kara masih sama, Anjing menggonggong, Kara tetap berlalu.Jadi apapun yang mereka sedang bicarakan dan yang akan mereka bicarakan, Kara sih tetap akan tidak peduli sama sekali.Volume suara Angela dan Britany pun mulai bertambah."Benarkah seperti itu El?"Angela memanggil nama kecil Britany yang biasa nya hanya Bara yang memanggil Britany dengan panggilan itu. "Angela, please.. Jangan panggil aku dengan nama itu lagi. Aku sudah tidak ingin di panggil dengan nama itu. Kau membuat ku jadi teringat EMPAT TAHUN KU BERSAMA Bara. MEMBUAT KU TERINGAT BAGAIMANA KAMI MERAJUT CINTA SEWAKTU KAMI KULIAH DULU." Ucap Britany yang terdengar sangat nyar
Bara menarik pinggang Kara dan memeluk Kara sesaat untuk merasakan ketenangan dalam pelukan itu."Yakin tetap mau ngantor?" tanya Kara sekali lagi sambil mengelus kepala suaminya."Heem...kalau gitu sarapan itu di makan dulu ya?" tunjuk Kara pada roti bakar dan segelas susu yang dibawakan oleh pelayan ke kamar."Apakah roti dan susu itu sudah di tambahkan garam?" Tanya Bara. Sejak sadar lidah nya eror, Bara selalu mengecek makanannya sebelum dia makan.Karena keanehan lidahnya Bara minta di taburi garam dulu untuk makanan yang biasanya di taburi gula or yang biasanya terasa manis. Sedang kan untuk makanan yang biasanya gurih Bara minta di taburi gula."Bara.. itu roti bakar dan susu normal. No garam. Ibu sudah mengatakan kalau kau tidak boleh terlalu banyak mengonsumsi garam Bara. Tidak baik untuk kesehatan mu."Tegah Kara."Sayang kau tahu sendiri kan keadaan ku saat ini. Jujur saja sebenarnya aku sangat lapar." Rengek Bara."Heemm ... Kalau begitu bagaimana kalau aku saja yang suap
Di pagi hari yang cerah ini, Kara tampak tengah mengupas apel, sedangkan Bara yang baru saja sampai di meja makan itu langsung mengambil sepotong apel yNg sudah dipotong Kara tadi lalu memakannya.Namun anehnya Bara justru memuntahkan kembali apel dengan wajah jijiknya, seolah itu adalah makanan paling menjijikkan yang pernah ia makan."Sayang, kau itu kenapa?" tanya Kara panik sambil memberikan tisu pada suaminya."Sayang apakah apel ini kau taburi garam? Kenapa rasa nya asin sekali?" Ucap Bara sambil mengelap bibir kemudian mengelap lidahnya."Garam? Memang nya ada orang makan apel pakai garam? Kau ini ada-ada saja." Kara pun mengambil sepotong apel yang sama yang di makan Bara tadi. "Heeem... ini manis kok! Tidak terasa asin sama sekali." Tukas Kara sambil mengambil satu potong lagi dan memberikan nya pada Bara."No! "Bara langsung menolak apel tersebut.Kara pun akhirnya memakan apel yang di tolak Bara tadi."Ya sudah kalau gitu aku minta di buat kan jus mangga aja gimana?" tawar