Bara melindungi Kara hingga akhirnya peluru itu menembus bahu kanannyaBara mengumpat keras dan beberapa bodyguard Sean langsung melindungi Kara dan Bara yang masih berada di tangga karena tak ada tembok perlindungan di sana.Bara mulai terduduk lemas. Sedangkan tubuh Kara bergetar hebat melihat darah mengalir di tubuh Bara. Air matanya mulai menetes, tanpa bisa ia kendalikan"Baraa!!! Bara!!" teriak Kara histeris."Hei, aku tidak apa-apa, oke? Tenanglah," ucap Bara yang masih bisa menenangkan Kara, meski tubuhnya baru saja ditembus oleh timah panas.Beberapa bodyguard itu mengejar mobil yang menyerang mereka dan beberapa lainnya mengangkat Bara ke dalam mobil untuk segera dilarikan ke rumah sakit.Kara menemani Bara sampai di rumah sakit. Sedangkan Sean dan Berta menyusul ke rumah sakit bersama dengan dua bodyguard nya yang lain."Ini semua karena aku. Aku kembali membuat seseorang di dekatku terluka," ucap Kara sambil menangis."Bukan, itu bukan salahmu. Ini semua salah kami. Semua
"Ya, dia pergi. Sepertinya mereka pulang ke Italia. Kau jangan khawatir, pamannya Kara sudah ditangani secara tuntas oleh anak buah Uncle Al yang ada di Italia." jawab Ansel."Shiiitt!!! Dia tak seharusnya pergi, Ansel!!" ucap Bara dengan sangat emosi."Kau bisa menyusul ke sana setelah kau sembuh, Bara." Ansel menjawab dengan santai."Tapi dia tak seharusnya meninggalkanku!" kesal Bara. "Kapan aku bisa pulang dari rumah sakit?" tanyanya dengan tidak sabar."Hei, kau baru bangun, jadi akan membutuhkan waktu yang lama untuk pulih kembali," jawab Ansel dengan tegas."Berani beraninya dia meninggalkanku!!" gumam Bara dengan tangan terkepal erat."Kau masih bisa menemuinya nanti, Bara." Ansel kembali berkata demikian agar sang sahabat tak terus terbawa emosi."Dia sengaja menghindariku!!" sahut Bara"Tidak, Kara tak akan melakukan hal itu. Dia pasti ingin kau sembuh terlebih dulu karena dia sangat shock ketika melihatmu kritis," jawab Ansel, mengingat bagaimana hancurnya Kara saat itu."D
"Nona, Nyonya memanggil anda," ucap pelayan pengurus kuda, memanggil seorang gadis cantik yang tampak sedang berada di area hutan milik keluarga kerajaan.Gadis itu tak lain adalah Kara, dia menoleh ke arah sang pelayan dan tersenyum lebar."Ya, aku akan ke sana sebentar lagi, Paman," jawabnya sambil memegang bunga bunga liar yang tadi baru saja ia petik."Jangan bermain terlalu jauh, Nona," ucap pria tua itu."Ya, aku tak pernah melebihi batas wilayahnya, Paman," jawab Kara yang kemudian naik ke atas kudanya.Dia melajukan kuda itu dan membuat sang pria paruh baya itu dengan sigap mengikutinya dari balakang."NONA!! JANGAN TERLALU KENCANG!!" teriak sang pelayan ketika dia melihat sang nona muda melajukan kudanya terlalu cepat."INI MENYENANGKAN, PAMAN!!" teriak Kara sambil tertawa riang. Pria itu bahkan sampai kewalahan untuk mengejar apalagi mengimbangi kecepatan Kara dalam berkuda.Selama beberapa bulan terakhir, berkuda menjadi hobi baru Kara. Sesuatu yang baru, yang mampu membuat
"Aku bukan bayi lagi, Ibu. Aku bisa mengurus hidupku sendiri," ujar Bara kemudian meraup kasar wajahnya, tak tau lagi apa yang harus dia perbuat untuk membunjuk sang Ibu agar mau membatalkan rencana perjodohan yang sanga tak masuk akal itu."Kau akan selalu menjadi bayi di mata Ibu," jawab Eve yang membuat Bara berdecak kesal, kemudian naik ke lantai dua.Semenjak tak adanya sosok Kara menemani hari-haribya, Bara memang lebih sering berada di mansion utama, tempat tinggal kedua orang tuanya. Dia melakukan itu karena ia merasa terlalu banyak bayang-bayang Kara, jika dia berada di mansionnya.Eve memeluk Alfred dan kembali menikmati film yang mereka tonton sejak Bara belum datang tadi."Kau yakin ide ini akan berhasil, sayang?" tanya Alfred."Ya, kita lihat saja nanti. Semoga saja Kara tak memiliki sifat keras kepala seperti ku," sahut Eve yang jadi teringat pada dirinya sendiri, di masa lalu.Sontak saja Alfred tertawa mendengar hal itu, karena ucapan Eve membuatnya turut mengingat mas
"Oh iya, tadi aku bara mendapatkan kabar dari Carlos kalau cucunya sudah lahir. Bagaimana kalau kita buat momen itu menjadi pertemuan untuk Bara dan Kara?" tanya Eve pada sang suami.Alfred mengerutkan keningnya, "Hm benarkah? Tapi kenapa dia malah mengabarimu dan bukan aku?" Ada sedikit rasa kesal tentu saja, karena bagaimanapun, Carlos dulunya adalah saingan cintanya dalam merebut hati Evelyn. Yaa ... meskipun pada akhirnya Eve tetap memilih dirinya, dan Carlos juga menjadi anak buahnya."Entahlah, mungkin karena kau mengabaikan teleponnya." Evelyn tersenyum mengejek pada sang suami, pasalnya Carlos mengatakan kalau dia tak bisa menghubungi Alfred sejak tadi. Dan itulah kenapa dia menghubungi Evelyn.Sontak saja perkataan sang istri membuat Alfred gegas mengambil ponsel pribadinya dan melihat adakah panggilan masuk di sana. Alfred hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sembari tersenyum kikuk, saat ia mendapati ada lima panggilan tak terjawab dari sahabat sekaligus bawaha
Tanpa diduga, Bara justru berjalan melewati Kara dan meninggalkannya di depan lift tanpa sepatah katapun terucap dari mulutnya.Hal itu membuat Kara hanya bisa menggigit bibir bawahya menahan rasa sesak di dadanya. Hatinya sangat sakit bagaikan ditusuk oleh ribuan jarum yang membuatnya terasa nyeri dan perih.'Itulah yang dirasakannya ketika kau meninggalkanya, Ra." batin Kara.Kara berjalab masuk ke dalam lift dan setelah pintu lift tertutup Kara mulai meneteskan air matanya tanpa suara.CEKLEKBara masuk ke dalam kamar perawatan Reena dan memamerkan seulas senyum, meskipun sedikit dipaksakan."Halo Reena, halo Bu," sapa Bara pada Reena."Dasar kakak durhaka, kenapa kau tak menyapaku, hah? Apa kau tidak melihat adikmu yang tampan ini, di sini?" celetuk Xavier dengan senyum mengejek di bibirnya.Namun Bara hanya diam dan tak meladeni ucaoannya, dia justru mengalihkan pandangannya dan melihat ke arah Berta, "Halo, Nyonya Berta," sapa Bara."Halo, Bara. Bagaimana kabarmu?" tanya Berta.
"Jadi dari tadi kau hanya mengerjaiku?!" tanya Kara dengan kesal, tampak jelas dari bibir mungil gadis cantik itu yang tampa mengerucut.Namun hal itu justru tampak lucu di mata Bara, "Jangan mengerucutkan bibirmu lagi, atau aku tidak akan berhenti sebelum bibir ini bengkak." Bara terkekeh, sembari menyentuh bibir mungil Kara dan membuat gadis itu memukul-mukul dadanya.Bug!Bug!Bug!"Dasar jahat, tengil, mesum!" "Oh God! Pukulanmu keras juga. Apa nyonya Berta mengajarimu tinju?" ujar Bara sembari terkekeh, "Tapi bagaimana dengan aktingku tadi?" tanyanya sembari mengangkat sebelah alisnya.Kara berdecak kesal mendengar ucapan Bara. Namun rasa kesal itu tertutup oleh rasa senang, karena ternyata Bara tidak membenci dirinya yang sudah dengan tidak berperasaan meninggalkan dia begitu saja tanpa sepatah kata perpisahan terucap."Maaf ... dan terimakasih karena kau tidak membenciku," ujar Kara sembari memeluk Bara, melingkarkan tangannya di pinggang pria yang sangat ia rindukan itu.Bara
Senyumnya mengembang sepanjang perjalanan dan ingin segera menyelesaikan urusan pekerjaannya di perusahaan.*Tak sesuai dengan harapannya, ternyata pekerjaan Bara memakan waktu yang lumayan lama hingga harus menyelesaikannya sampai malam hari.Dan yang membuatnya kesal adalah ia lupa meminta nomer ponsel Kara yang baru.Alhasil Bara dipenuhi dengan emosi sepanjang hari itu dan pegawainya yang menjadi pelampiasannya hanya karena masalah masalah kecil yang mereka lakukan.*"Sayang, kau tak ingin menyusulnya ke perusahaannya saja?" tanya Berta yang sejak tadi melihat Kara mondar mandir di dekat pintu kamar."Aku akan mengganggu pekerjaannya jika menyusulnya ke sana, Mama," jawab Kara."Mama akan check out malam ini dan akan pergi ke Boston. Kau bisa pergi ke rumah nya saja. Atau kau mau ikut Mama ke Boston? Ada hal yang harus Mama lakukan di sana selama dua hari," kata Berta. "Nanti Bara akan marah lagi padaku jika aku meninggalkannya tanpa iKaran darinya," jawab Kara."Kalau begitu,
"Apa kau sungguh-sungguh meminta ku untuk mencarikan suami yang baik untuk kak Kara? Tadi sebelum aku masuk ke ruangan ini, aku melihat Will tengah mengusap pundak kakak ipar ku penuh kasih sayang, apa menurutmu dia pantas untuk menggantikan mu, kak Bara?" Tiba-tiba jari-jari tangan Bara bergerak, fungsi organ tubuh nya pun terdeteksi meningkatkan di alat-alat medis yang terpasang di tubuh nya. "Astaga! Aku baru tahu kalau Rasa cemburu bisa membawa orang kembali dari pintu kematian!" gumam G dalam hati dan menyerahkan Bara pada para dokter yang seharusnya, sebab G sudah harus kembali sebelum Dimitri terbangun dari tidurnya.keesokan hari nya ...."kau sudah bangun, sayang?" Terdengar suara Kara saat Bara membuka matanya."Sayang ..." ucap Bara sambil tersenyum."Ya tuhaaan!! terima kasih!! " ucap Kara penuh haru.Semua orang di dalam ruangan itu pun memanjatkan rasa syukur yang tak terkira karena Bara akhirnya sudah sadar."Ibu ...." Panggil Bara pada Evelyn."Ya sayang, apa kau but
"Elbara Alexandrio dan William Torez, selamat datang!" Ujar Zico saat dirinya sudah terpojok di parkiran atas gedung itu usai lomba lari dengan Bara dan Will dari lantai bawah."Zico, menyerah lah. Tidak ada guna nya kau kabur lagi. Sudah tidak ada tempat untuk kabur." Ucap Will."Kabur? Untuk apa aku kabur?" Jawab Zico sambil tersenyum."Pra gila sepertinya tidak mempan dengan tausiyah seperti itu. Dia akan lebih mempan jika langsung berhadapan dengan ini." Ujar Bara sambil mengarahkan senjatanya pada Zico."Wow, senjata! Kau kira aku takut dengan senjata itu?!" tanya Zico tertawa sambil membuka jasnya.Saat Zico membuka jas nya terlihat lah ada sebuah bom yang terpasang di tubuh Zico. "Kau ingin menembak ku? itu artinya kau sengaja ingin membuat istri mu menjadi janda." Ucap nya sambil tertawa keras.Bara dan Will pun saling pandang."Sekarang kalian tidak punya pilihan lain selain membiarkan ku pergi." Ucap nya dengan senyum terkembang sempurna.Zico merasa dirinya sudah di atas a
"Kau tidak bisa keluar begitu saja. Mereka bisa mengenali mu." ujar Kara lalu memandang ke sekeliling tempat itu hingga akhirnya dia melihat baju ok yang masih terlipat."Kau kenakan ini dulu. Baru setelah itu kita keluar." Ujar Kara.Gabby pun menuruti perkataan Kara untuk mengenakan pakaian yang ditunjukkan Kara."Bagaimana? Udah oke?" tanya Gabby sambil memasang maskernya."Sudah. Begini lebih baik." ujar Kara, Mereka berdua pun keluar dari ruangan itu.Gabby dan Kara berjalan biasa. Untungnya warna baju mereka sama jadi tidak ada yang curiga."Kita lewat sana saja." Tunjuk Gabby."Kenapa tidak lewat sebelah sana saja?" Tunjuk Kara pada arah yang sebaliknya."Aku tadi dari arah sana kak. Tidak ada ada apa-apa disana. Hanya jalan buntu." ucap nya pelan."Benarkah?" Tanya Kara."Ya ampun kak ... benar." Jawab Gabby meyakinkan kakak iparnya.Gabby dan Kara pun kembali berjalan. Setelah mereka berjalan cukup lama akhirnya mereka sampai ke pintu keluar yang ada di belakang gedung itu."
Kara mencoba berpikiran positif. Hingga tiba-tiba seseorang muncul dari belakang mobil dan membekap mulut Kara dari belakang tanpa Kara sadari."Tuan Zico, wanita ini cantik juga." Ujar anak buah Zico."Ck! Kau jangan macam-macam. Atau tuan Leon akan menghabisi mu!" jawab Zico, yang tak lain adalah paman dari Kara. Dia yang dulunya hidup nyaman, kini harus menjadi buron. Terlihat dari penampilannya yang sudah tidak seperti dulu lagi.Mobil itu pun melaju kencang keluar dari kota itu, menuju sebuah gedung yang kelihatan nya seperti gedung farmasi dari luar.******Saat ini, Bara dan Elka sudah berada di dalam mobil.Di saat Elka sedang menelpon anak buahnya untuk menanyakan apakah ada informasi, telpon Bara berbunyi."siapa?" tanya Elka."Ayah." Jawab Bara dengan wajah tegang."Bara kau dimana saja?!!" teriak Alfred pada putra nya begitu Bara mengangkat telpon itu."Aku sedang mencari Kara bersama dengan Elka, Ayah.""Aku sudah tahu! Kara memang di culik oleh Zico atas perintah organis
Kara menganggap ini hanya wujud dari sikap protektif seorang Elbara.Bara sadar kalau dia tidak akan bisa berdebat dengan ibu hamil ini. Jadi Bara putus kan untuk membiarkan Kara pergi tapi diam-diam mengikuti Kara.Untuk urusan keselamatan Kara dan calon anaknya, Bara tidak mau hanya mengandalkan para bodyguard nya. Jadi selain para bodyguard itu, dia pun akan mengawasi Kara dari jauh."Dasar keras kepala!!" Bara menyubit hidup Kara."Jam berapa kau dan Moon akan pergi?""Setelah menghabiskan sate ini bersama mu." Jawab Kara dengan senyum terkembang di wajahnya sebab akhirnya dia bisa bekerja seperti pekerja lainnya."Baik lah. Tapi berjanji lah kau harus berhati-hati. Sebab di dalam perut mu saat ini ada calon anak kita." Ujar Bara sambil mengelus perut Kara."Siap pak bos!" canda Kara lalu mengambil sate tadi dan mulai makan siang zuper romantis dengan sepiring sate bersama Bara.Usai menghabis sate itu, Kara pun kembali ke ruangan nya untuk bertemu Moon. Mereka sudah berjanji untu
Bara sangat mengenal istrinya itu. Kadang Kara bisa begitu lembut, tapi kadang dia pun bisa jadi sangat bar bar. "Tolong sate dan minuman ini di antar ke ruang pak Bara ya." pinta Kara pada staff kantin usai meletakkan kertas bertuliskan sesuatu di atasnya penutup sate."Dan minuman ini untuk dua wanita yang ada di dalam ruangan itu." tunjuk Kara pada dua gelas jus jeruk."Baik buk." jawab Staff kantin yang sudah mengenali Kara sebagai istri pemilik perusahaan.Sejak kejadian di hotel yang disaksikan oleh semua tamu dan staff hotel serta video-video kejadian yang tersebar luas di media, tidak ada yang tidak mengenali Kara sebagai istri dari Elbara."Sekarang aku tinggal menunggu telpon dari nya." Ujar Kara sambil berjalan ke arah ruangan Bara.Kara yakin, begitu sate ayam itu tiba maka Bara pasti akan menelpon nya.Keadaan di ruangan Bara saat ini sudah sangat di luar kendali Bara. Britany yang tadinya masih bersikap elegan kini malah mulai hilang kendali nya. Britany mulai membalas
Kejadian itu cukup viral dan masuk ke beberapa media, jadi wajah kalau Johan perlu waktu lama untuk self healing nya. Saat Kara dan Moon tekun dengan kerjaannya, Angela terus mengobrol bersama Britany. Sesekali mereka melihat ke arah Kara dari ujung mata mereka.Kara bukannya tidak menyadari hal itu, hanya saja Kara malas untuk ambil pusing. Prinsip Kara masih sama, Anjing menggonggong, Kara tetap berlalu.Jadi apapun yang mereka sedang bicarakan dan yang akan mereka bicarakan, Kara sih tetap akan tidak peduli sama sekali.Volume suara Angela dan Britany pun mulai bertambah."Benarkah seperti itu El?"Angela memanggil nama kecil Britany yang biasa nya hanya Bara yang memanggil Britany dengan panggilan itu. "Angela, please.. Jangan panggil aku dengan nama itu lagi. Aku sudah tidak ingin di panggil dengan nama itu. Kau membuat ku jadi teringat EMPAT TAHUN KU BERSAMA Bara. MEMBUAT KU TERINGAT BAGAIMANA KAMI MERAJUT CINTA SEWAKTU KAMI KULIAH DULU." Ucap Britany yang terdengar sangat nyar
Bara menarik pinggang Kara dan memeluk Kara sesaat untuk merasakan ketenangan dalam pelukan itu."Yakin tetap mau ngantor?" tanya Kara sekali lagi sambil mengelus kepala suaminya."Heem...kalau gitu sarapan itu di makan dulu ya?" tunjuk Kara pada roti bakar dan segelas susu yang dibawakan oleh pelayan ke kamar."Apakah roti dan susu itu sudah di tambahkan garam?" Tanya Bara. Sejak sadar lidah nya eror, Bara selalu mengecek makanannya sebelum dia makan.Karena keanehan lidahnya Bara minta di taburi garam dulu untuk makanan yang biasanya di taburi gula or yang biasanya terasa manis. Sedang kan untuk makanan yang biasanya gurih Bara minta di taburi gula."Bara.. itu roti bakar dan susu normal. No garam. Ibu sudah mengatakan kalau kau tidak boleh terlalu banyak mengonsumsi garam Bara. Tidak baik untuk kesehatan mu."Tegah Kara."Sayang kau tahu sendiri kan keadaan ku saat ini. Jujur saja sebenarnya aku sangat lapar." Rengek Bara."Heemm ... Kalau begitu bagaimana kalau aku saja yang suap
Di pagi hari yang cerah ini, Kara tampak tengah mengupas apel, sedangkan Bara yang baru saja sampai di meja makan itu langsung mengambil sepotong apel yNg sudah dipotong Kara tadi lalu memakannya.Namun anehnya Bara justru memuntahkan kembali apel dengan wajah jijiknya, seolah itu adalah makanan paling menjijikkan yang pernah ia makan."Sayang, kau itu kenapa?" tanya Kara panik sambil memberikan tisu pada suaminya."Sayang apakah apel ini kau taburi garam? Kenapa rasa nya asin sekali?" Ucap Bara sambil mengelap bibir kemudian mengelap lidahnya."Garam? Memang nya ada orang makan apel pakai garam? Kau ini ada-ada saja." Kara pun mengambil sepotong apel yang sama yang di makan Bara tadi. "Heeem... ini manis kok! Tidak terasa asin sama sekali." Tukas Kara sambil mengambil satu potong lagi dan memberikan nya pada Bara."No! "Bara langsung menolak apel tersebut.Kara pun akhirnya memakan apel yang di tolak Bara tadi."Ya sudah kalau gitu aku minta di buat kan jus mangga aja gimana?" tawar