Kelima belas murid pilihan itu ternyata memang tidak mengecewakan. Hanya dalam beberapa tahun saja, ilmu silat mereka mulai terlihat istimewa. Ini mungkin karena bakat mereka memang besar. Ditambah lagi dengan kenyataan, bahwa hampir seluruh kelimabelas murid itu sebelumnya memang sudah digembleng ilmu silat sebelum masuk ke Bu Tong-pay. Mereka sebagian besar berasal dari keturunan ahli silat atau keluarga terpandang.
Hal ini berbeda dengan Cio San, yang sama sekali berbeda latar belakangnya. Walaupun anak dari seorang ahli silat Go Bi-pay, ia tidak diajarkan silat secara mendalam oleh ibunya. Karena tubuhnya memang lemah sejak lahir. Memang ibunya pernah sedikit menunjukkan gerakan silat Go Bi-pay padanya. Tapi karena kondisi tubuhnya yang lemah, latihan silat itu tidak diteruskan. Jadi, bisa dibilang Cio San itu memang tidak bisa ilmu silat, walaupun ia paham sedikit-sedikit gerakan silat. Ayahnya pun juga bukan seorang ahli silat. Malah ayahnya adalah seorang sastrawan, yang mana golongan sastrawan seperti ini memang dikenal lemah-lembut tingkah-lakunya. Tidak menyukai kekerasan seperti adanya orang Kang Ouw (dunia persilatan).
Namun, walaupun tidak begitu berbakat dalam ilmu silat, Cio San sangat berbakat dalam ilmu surat (sastra). Pengetahuannya tentang huruf-huruf kuno sangat banyak. Ini mungkin karena sejak kecil ia memang sudah diajarkan ayahnya. Pengetahuan dan bakat inilah yang membuat ia kemudian diterima ke dalam rencana pencarian bakat Bu Tong-pay. Ditambah kenyataan bahwa dulu kakeknya adalah orang yang sangat dekat dengan Bu Tong-pay.
Setiap anggota 15 murid pilihan ini mempunyai guru pengawasnya sendiri-sendiri. Guru Pengawas adalah orang yang bertanggung jawab langsung atas masing-masing anggota ‘15 Naga Muda’. Guru Pengawas ini adalah orang yang dulu membawa mereka ke Bu Tong-pay. Seperti Tan Hoat yang menjadi guru pengawas bagi Cio San.
Guru Pengawas berkewajiban untuk mendidik langsung, mengajari, dan memperhatikan kemajuan murid yang dibawahinya. Jadi ada 15 Guru Pengawas, yang satu persatu bertugas mengawasi dan mendidik masing-masing 15 murid tersebut.
Selain Guru Pengawas, ada juga Guru Umum, yang hanya bertugas melatih mereka. Guru Umum tidak berkewajiban untuk bertanggung jawab sepenuhnya terhadap ‘15 Naga Muda’ seperti kewajiban Guru Pengawas.
Sekarang, beberapa tahun telah lewat. Kelimabelas murid pilihan Bu Tong-pay itu telah berusia belasan tahun. Yang paling tua diantara mereka berumur 18 tahun. Sedangkan yang paling muda adalah Cio San. Saat ini ia telah berumur 16 tahun.
Sebutan ‘15 Naga Muda’ Bu Tong-pay adalah istilah yang dipakai untuk kelimabelas murid istimewa ini. Murid-murid pilihan ini walaupun mendapat perlakuan istimewa dari seluruh Bu Tong, tidak serta-merta membuat hidup mereka enak. Mereka harus berlatih lebih giat, dengan waktu latihan yang jauh lebih lama dari murid biasa. Latihan mereka pun lebih berat.
Mereka juga harus tunduk kepada murid yang lebih tinggi golongannya dan yang lebih dahulu masuk sebelum mereka. Jadi walaupun istimewa, kelimabelas murid pilihan ini malah menjalani kehidupan yang lebih berat dalam Bu Tong-pay.
Terutama Cio San. Tubuhnya yang paling lemah diantara kelimabelas orang itu. Ilmu silatnya juga yang paling ketinggalan. Apalagi, sang guru pengawasnya, Tan Hoat, sering turun-naik Bu Tong-san karena tugas perguruan selama beberapa tahun ini, sehingga Cio San juga menjadi jauh tertinggal dari ‘Naga Muda’ lainnya.
Posisinya sebagai salah satu dari kelimabelas murid yang dianggap istimewa itu, malah menjadikannya sasaran empuk dari rasa iri murid-murid lain yang tidak termasuk dalam barisan ‘15 Naga Muda’ itu.
Seperti yang terjadi sekarang ini.
Cio San kebetulan lewat dihadapan sekumpulan murid yang sedang berlatih ilmu totok Bu Tong-pay.
“Nah Cio San, mumpung sekarang ada kamu. Kami sedang berlatih ilmu totok yang baru kemarin bisa kami kuasai dengan baik. Bagaimana kalau kita berlatih bersama?” tanya A Pao, salah seorang murid Bu Tong-pay yang bertubuh tinggi besar.
“Ah maaf, Suheng (Kakak Seperguruan). Saya capek sekali. Kebetulan, ini baru selesai latihan pernafasan tingkat 5, lain kali saja ya?” sambil bicara begitu, dia tersenyum.
“Heh? Anggota ‘15 Naga Muda’ baru sampai pada pernafasan tingkat 5? Kami saja yang murid ‘Biasa’ sudah sampai di tingkat 7. Kalian itu belajar apa saja sih?” A Pao berkata sambil tertawa, yang juga ditimpali gelak tawa teman-temannya.
“Ah, sebenarnya yang lain sudah sampai pada tingkat 11. Cuma saya memang kurang bakat, jadinya yah, harus mengulang-ngulang terus pelajarannya,” jawab Cio San sambil menggaruk-garuk kepalanya sendiri dan tertawa.
“Nah, karena kau itu suka mengulang-ngulang latihan, bagaimana jika sekalian kau mengulang juga latihan ilmu totok bersama kami?” kata A Pao.
“Aduh, Suheng, sungguh badan saya pegal-pegal semua. Saya takut malah tidak bisa latihan dengan baik,” jawab Cio San.
“Alah… sudahlah. Ayo latihan. Pasang kuda-kuda ya. Lihat jurus!” sambil berteriak, A Pao langsung melancarkan jurusnya tanpa menanti jawaban dari Cio San.
Gerakannya cepat. Tidak malu sebagai anak murid Bu Tong. Ia mengincar sebuah titik di daerah dada kiri Cio San. Diserang seperti itu, Cio San tidak kaget. Ia bersikap tenang dan menerima serangan itu dengan gerakan tangan kiri menyapu. Gerakan menyapu ini adalah bagian dari gerakan dasar Thay Kek Kun ciptaan mendiang Thio Sam Hong. Dilakukan dengan lembut dan mengalir.
Saat serangan pertamanya berhasil dipunahkan, A Pao menggunakan tangan kirinya untuk mengincar sebuat titik di pelipis kanan Cio San. Melihat serangan ini, Cio San hanya memutar lehernya mengikuti aliran serangan, sehingga totokan itu hanya lewat di depan matanya.Melihat dua serangannya gagal, A Pao semakin bersemangat untuk menyerang. Gerakannya semakin cepat, namun gerakan Cio San juga tak kalah cepat.Setelah beberapa lama beradu silat, keringat mulai terlihat di dahi Cio San. Ia memang gampang sekali capek. Sistem kerja organ dalam tubuhnya memang kurang baik, sehingga membuatnya susah mengendalikan pernafasan, yang membuatnya mudah letih. Itulah juga sebabnya ia masih mengulang-ngulang pelajaran pernafasan tingkat 5.Melihat lawannya sudah mulai kedodoran, A Pao melencarkan serangannya lebih cepat lagi. Bagi orang Bu Tong, gerakan kedua orang ini biasa-biasa saja. Tapi bagi orang luar, apalagi bagi orang yang tidak mengerti ilmu silat, kedua orang murid Bu Tong ini bergerak sang
Saat siuman, ia merasa perutnya sakit sekali. Cio San kini sedang berada di biliknya sendiri. Ia terbaring diatas tempat tidurnya. Ada bau ramuan obat. Mungkin juga bau ini yang membuatnya tersadar. Di samping tempat tidur Cio San, Tan Hoat, sang gihu duduk disebuah bangku kayu kecil.Raut wajahnya kelam sekali. Biasanya, tidak seperti ini wajah gihunya. Tan Hoat baru kembali dari tugas perguruan. Selama beberapa tahun ini, Tan Hoat memang sering sekali turun-naik gunung untuk menunaikan tugas perguruan. Melihat ada gihunya di samping, Cio San merasa senang sekali.Namun gihunya bertanya dengan ketus, “Kau sudah siuman?”“Iya, Gihu,” jawab Cio San. Ada rasa tidak enak di ulu hatinya ketika ia berbicara.“Orang-orang bilang kau menangis karena menerima serangan A Pao?”Cio San menutup matanya. Ia tidak menangis karena serangan A Pao. Ia menangis karena merasa tidak diperlakukan dengan adil oleh saudara-saudara seperguruannya sendiri. Tapi bagaimana ia menceritakan ini kepada gurunya? S
Setelah mendapat sedikit perawatan dari gurunya, Cio San merasa lebih baik. Selama 3 hari, gihunya merawatnya dengan memberi obat-obatan dari ramu-ramuan rebusan daun. Pahit sekali rasanya. Tapi Cio San merasa pahitnya obat itu masih kalah pahit dengan sikap gihunya. Selama merawatnya 3 hari itu, Tan Hoat tidak pernah menyapa atau berbicara dengan Cio San sama sekali. Untuk menanyakan kabarnya saja tidak. Tan Hoat cuma meraba nadi di pergelangan tangan Cio San untuk mengetahui kondisi kesehatannya.Cio San mencoba memecah kebuntuan dengan mengajak gihunya berbicara, namun cuma dibalas dengan anggukan atau gelengan. Walaupun begitu, Cio San tetap berusaha tersenyum kepada gihunya dan bersikap selalu hormat kepadanya.Setelah 3 hari dirawat, pada pagi hari ke empat, Cio San merasa tubuhnya sudah pulih sepenuhnya. Merasa bosan selama 3 hari di kamar terus, Cio San memutuskan untuk keluar biliknya. Suasana pagi itu sangat cerah. Terdengar suara murid-murid Bu Tong-pay yang sedang berlatih
Cio San mulai melakukan gerakan. Sama indahnya dengan gerakan-gerakan yang tadi ia buat. Namun kini ia memusatkan perhatian untuk melakukan gerakan ini sebaik-baiknya. Tapi tidak sampai berapa lama, ia merasa nafasnya sesak. Ada rasa sempit di dadanya. Hal ini berbeda dengan perasaan dorongan tenaga yang tadi sempat dirasakannya. Seketika Cio San merasa kepalanya pening. Ia lalu berhenti. Keringat dingin mengucur deras dari dahinya.Tan Hoat memegang nadi di pergelangan tangannya. Denyut itu agak sedikit kacau. Sang gihu berkerut dahinya.“Tingkat 5 pernafasan saja belum kau kuasai, tapi kau sudah bisa mengeluarkan jurus ke-8 Thay Kek Kun. Aneh...,” ia seperti berbicara kepada diri sendiri.“Apa yang tadi kau lakukan sehingga bisa melakukan gerakan-gerakan jurus itu?” tanyanya.“Teecu hanya bergerak seenaknya saja. Tidak memikirkan macam-macam. Teecu keluar kamar dengan perasaan riang karena sudah sembuh. Teecu menikmati suasana pagi yang segar dan harumnya bunga-bunga di pagi hari. L
Waktu makan siang pun datang. Cio San membantu A Liang menata piring-piring dan masakan. Mereka juga dibantu oleh beberapa murid Bu Tong lain. Maklum, jumlah seluruh murid Bu Tong ada sekitar 1000an lebih.Letak meja-meja di ruang makan Bu Tong diatur berdasarkan tingkatan. Setiap tingkatan mempunyai posisi sendiri-sendiri. Begitu juga posisi meja para anggota ‘15 Naga Muda’. Cio San pun makan di situ juga. Cuma bedanya, kalau seluruh anggota ‘Naga Muda’ makan dengan riang dan bertegur sapa, Cio San makan dengan diam dan sepi. Memang, tidak ada orang yang menganggapnya ada. Apalagi mengajaknya berbicara.Hanya Beng Liong yang mau duduk di dekatnya dan berbicara padanya. Beng Liong ini adalah anggota ‘15 Naga Muda’ yang paling tua umurnya. Sekitar 18 tahun. Dia ini juga adalah anggota yang paling berbakat, paling tampan, dan paling gagah. Semua orang suka padanya. Ia punya tutur-kata yang sangat sopan dan halus. Ia juga ramah dan sama sekali tidak sombong. Walaupun ilmunya paling hebat
Begitu pintu dibuka, nampaklah ruang ketua itu. Tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu sempit. Ruangan ini biasanya dipakai sebagai ruang tugas Ciangbunjin. Tempat ia menerima tamu atau memberi perintah. Intinya, ruang ini dipakai sebagai ruang resmi kepala Bu Tong-pay.“Teecu, Cio San menghadap, Ketua.” Sambil berkata begitu, Cio San mengatup tangan di depan dada.Sambil tersenyum, Lau-ciangbunjin berkata, “Sudahlah, jangan terlalu banyak aturan.”Cio San mengangguk hormat.Ternyata di dalam ruangan ini, Lau-ciangbunjin tidak sendirian. Ada 4 orang disebelahnya. Dua di kiri dan dua di kanan. Keempat orang ini adalah Penasehat Utama Ketua Bu Tong-pay. Mereka dari angkatan ke 2. Wajah mereka angker. Cio San mengenal nama-nama orang ini.Cou Leng, berdagu panjang, dengan jenggot yang semakin membuat wajahnya terlihat lebih panjang.Yo Han, bertubuh tinggi besar, matanya selalu tertutup, dan bibirnya selalu berkomat-kamit.Yo Ang, kakak dari Yo Han, tapi justru tubuhnya kecil. Tata
Cio San telah selesai membuntal pakaian-pakaiannya. Begitu keluar dari biliknya, Tan Hoat telah berada di depan pintu menantinya. Berbeda dengan beberapa hari akhir-akhir ini, wajah Tan Hoat sudah tidak seketus belakangan ini.Tan Hoat sambil tersenyum berkata, “Sudah siap? Aku akan mengantarmu ke pondok bambu.”“Sudah, Gihu. Tapi ‘anak’ ingin berpamitan dengan beberapa orang terlebih dahulu. Bolehkah?”“Pergilah. Aku menanti di pohon Yang Liu, dekat kolam gedung utama. Jangan lama-lama, takutnya kita telat berangkat dan kemalaman.”“Terima kasih, Gihu.” Sambil berkata begitu, ia memberi hormat dan segera bergegas.Pertama-tama, ia mencari Liang-lopek. Orang tua ini memang selalu akrab dengannya. Kesukaan baru Cio San, yaitu belajar masak, memang harus tertunda dulu. Padahal ia senang sekali mempelajari kemampuan baru ini.Cio San menemukan Liang-lopek sedang beberes di dapur belakang.“Ah kau.., bagaimana? Sudah bertemu Ciangbunjin? Apa kata beliau?” tanya Liang-lopek.“Sudah, Lopek.
Setelah dari tempat Liang-lopek, Cio San menuju ke ruang latihan utama, tempat biasanya para ‘15 Naga Muda’ berlatih. Karena saat ini memang masih jam istirahat, ruangan itu masih sepi. Namun sesuai dugaan Cio San, masih ada satu orang yang berlatih disana. Siapa lagi kalau bukan Beng Liong.Remaja tampan dan gagah ini, memang tidak pernah melewatkan waktu tanpa berlatih silat. Ia bersilat sendirian. Memainkan jurus-jurus dasar Bu Tong-pay. Namun gerakannya terlihat mantap dan lincah. Peluh mengalir di sekujur tubuhnya yang bertelanjang dada. Di umur yang baru sekitar 18an tahun, tubuh Beng Liong terlihat tegap dan gagah.Melihat keseriusan Beng Liong dalam berlatih, Cio San sungkan mengganggunya. Ia hanya berdiri di belakang Beng Liong. Melihat gerakan-gerakan silatnya. Memang sungguh hebat sekali. Pantas saja kalau Beng Liong dianggap sebagai ‘15 Naga Muda’ yang paling berbakat.Merasa ada orang di belakangnya, Beng Liong menyelesaikan gerakannya. Ia berbalik lalu tersenyum kepada C