Warung bertambah ramai. Cio San tak lupa memperhatikan siapa saja yang ada di warung itu. Memperhatikan senjata mereka, gaya berpakaian mereka, dan lain-lain. Sejak kecil ia memang suka memperhatikan sesuatu. Banyak tamu yang pulang, tapi juga banyak tamu yang datang.Mengikuti obrolan itu, tahulah Cio San, siapa-siapa saja yang ada di situ. Orang yang disebut ‘Kakak Bhok’ itu bernama Bhok Gai Sun. Dia dijuluki Macan Barat. Makanya bajunya pun dari kulit macan. Bhok Gai Sun ini walaupun bukan termasuk pendekar kelas atas, namanya lumayan terkenal. Ia datang dari keluarga pemburu yang dikenal memiliki ilmu silat keluarga yang cukup baik. Tindak-tanduk keluarga ini pun juga tidak terlalu tercela, walaupun juga tidak terlalu terkenal.Teman-teman Bhok Gai Sun yang ada di warung itu pun juga adalah orang-orang kasta menengah di kalangan Bu Lim. Bukan pendekar-pendekar nomer satu, tapi juga bukan orang-orang lemah yang bisa dianggap enteng. Ada beberapa nama yang dikenal Cio San, seperti O
Seluruh ruangan tertawa. Cio San pun ikut tertawa. Sekian lama bersama Beng Liong di Bu Tong-san dulu, memang tubuh Beng Liong sangat harum. Saat berkeringat, harumnya pun semakin bertambah. Dulu Cio San mengira Beng Liong memakai pewangi khusus, tahunya ternyata sejak kecil memang ada memakai ramuan khusus.“Jelas Beng Liong ini jadi pujaan hati perempuan. Kalo dibandingkan dengan ketua perkumpulan pengemis yang kotor dan bajunya penuh tambal, jelas menang kelaslah…. Hehe…. Eh, Kakak Bhok, bicara tentang perempuan, siapa dari golongan muda, yang merupakan pendekar perempuan kelas atas?” tanya Tio Tay Li.“Aha..! Kalo bicara perempuan, inilah kehebatanku, haha…. Menurutku, pendekar wanita paling mantap adalah Khu Ling Ling. Huaaaaa…dia cuantiiiiik sekaliiiiiii…….,” kata Bhok Gai Sun sambil membelalakkan mata dan menjilat liur di lidahnya.“Maksud Kakak Bhok, Khu Ling Ling dari keluarga Khu yang terkenal itu?”“Benar. Umurnya baru 19 tahun. Tindak-tanduknya pun gagah. Wajahnya cantik s
Cio San keluar warung sederhana itu. Di luar masih ramai saja. Orang-orang disini berjualan sampai larut malam nampaknya. Sebuah ciri kota besar. Cio San berjalan tak tentu arah. Awalnya dia ingin mengikuti rombongan orang-orang tadi ke Rumah Teng Teng. Namun ia membatalkan niatnya. Sedikit-banyak, Cio San paham seperti apa Rumah Teng Teng itu. Ayahnya pernah bercerita bahwa ada sejenis rumah, yang isinya wanita-wanita cantik. Di situ banyak lelaki menghabiskan uang dan waktunya. Untuk bersenang-senang tentunya. Rumah Teng Teng ini mungkin merupakan salah satu dari jenis rumah tersebut.Ia berjalan dengan santai, sambil memperhatikan sekitarnya. Cio San pun mulai menghafal jalan. Daya ingatnya sejak kecil memang sangat baik. Sekali tahu, tidak akan lupa. Cio San mencoba mengatur pernafasan dan mengerahkan tenaga dalam. Walaupun belum pulih seluruhnya, setidaknya 8 dari sepuluh bagian tenaganya sudah pulih.Sambil menkmati pemandangan megah dan keramaian, ia mengingat-ingat tempat-temp
Belum selesai omongan, mata mereka melotot dan tubuh mereka mengejang. Cio San kaget dan paham, bahwa seseorang telah menyerang kedua orang itu. Dengan sigap ia melompat ke arah datangnya suara. Mungkin dari atas atap di belakang kedua orang itu. Namun begitu sampai diatas atap, tidak ada siapa-siapa disitu.Ia melongok ke bawah dan melihat begitu banyak orang di pasar. Bagaimana mungkin ia bisa mencari pelakunya di tengah pasar yang ramai.“Seseorang membunuh mereka. Ia tidak mungkin berada di atas atap ini, karena aku pasti tahu. Kemungkinan besar, ia berada di seberang jalan, di atap rumah lain yang dekat dengan pasar. Ilmu melempar Am Gi (senjata rahasia) nya hebat sekali. Dari jarak sejauh itu, ia bisa melempar dengan tepat,” pikir Cio San.Ia memeriksa tubuh kedua orang itu. Tapi ia bergidik ngeri. Ternyata mayat kedua orang itu sudah hangus menghitam. Cio San menyesal sekali tidak dapat menyelamatkan mereka.“Aku seharusnya lebih waspada. Aku sudah dengar suara lemparan Am Gi i
Cio San tak bisa tidur sampai pagi. Pikirannya berputar untuk memecahkan permasalahan ini. Mengapa banyak sekali kejadian aneh? Mengapa banyak sekali orang yang membayang-bayangi dirinya? Siapa orang yang memberikannya baju dan mengajarkannya cara membuat topeng? Siapa kakek yang memberikannya sepatu? Apakah MEREKA ORANG YANG SAMA???Siapa dua orang yang menguntitnya? Apa mau mereka? Mengapa mereka dibunuh? Siapa pembunuhnya?Berbagai macam pertanyaan dalam benaknya membuat ia tak bisa tidur. Berusaha sedemikian keras pun, ia tidak sanggup memecahkan jawabannya. Akhirnya Cio San memutuskan untuk tidur. Walaupun cahaya merah baru saja timbul di ufuk langit, dan kehidupan pagi sudah akan dimulai, Cio San memutuskan untuk tidur. Ia harus mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya. Perjalanan hidup yang penuh bahaya dan rahasia baru saja akan ia mulai. Ia harus mengumpulkan tenaga, dan menjernihkan pikirannya. Ia telah memutuskan, apapun yang terjadi pada dirinya, ia akan tidur dengan pulas. D
“Siapa dua mayat yang ditemukan di gang sempit dekat toko Fuk Cay itu? Mereka berpakaian seperti perkumpulan kita, tapi bukan anggota kita,” kata salah seorang.“Itulah makanya tadi kita semua dikumpulkan dan dihitung jumlahnya, lengkap 430 orang. Tidak berkurang satupun. Lalu mayat dua orang itu siapa ya??”“Menurutku, mungkin itu orang yang ingin menyamar saja menjadi anggota kita. Supaya bisa mengambil keuntungan menggunakan nama kita.”“Iya. Ketua juga bilang begitu. Makanya kita disuruh membuka mata dan telinga, supaya bisa lihat kalau-kalau ada yang mencurigakan.”Mendengar ini, Cio San merasa gembira, bahwa dugaannya semalam benar. Kedua orang yang mati itu bukan anggota Hai Liong Pang.Cio San masih menguntit mereka beberapa lama, dengan hati-hati. Tapi ketika ia merasa bahwa apa yang diomongkan anggota-anggota Hai Liong Pang itu sudah tidak menarik lagi, ia memutuskan untuk berhenti menguntit mereka.Ia kini berjalan-jalan saja sekenanya mengelilingi pusat kota. Sebagian jala
“Tuan, saya bukanlah seorang juru masak. Tapi sedikit-banyak, saya mengerti cara masak. Bagaimana jika saya bekerja di sini? Tuan tidak perlu membayar saya selama 3 bulan. Jika 3 bulan kedai ini ramai, Tuan baru membayar saya. Bagaimana?” tanya Cio San.“Hah? Bagaimana bisa begitu? Saya sendiri belum pernah mencoba hasil masakan Tuan... Tapi saya yakin, Tuan bisa masak. Tapi, terus terang, saya tidak mungkin mempekerjakan orang tanpa digaji.”“Saya adalah pengelana, Tuan. Saya sudah biasa hidup tak karuan. Begini saja, bagaimana jika saya memasak, dan Tuan nilai rasanya. Kalau tidak suka masakan saya, ya sudah, tidak usah pekerjakan saya. Tapi jika enak, silahkan pertimbangkan tawaran saya lagi,” ujar Cio San.Si kasir tua berpikir agak lama, lalu berkata, “Baiklah, mari kita ke dapur.”Seperti dugaan Cio San, dapurnya berantakan. Hal pertama yang dilakukan Cio San adalah menata ulang dapur itu. Membereskan peralatan masak, dan melihat bahan-bahan apa saja yang ada. Ia memutuskan untu
Saat ini, telah genap sebulan Cio San bekerja di kedai itu. Kedai tua yang kini telah disulap bersih dan menyenangkan. Mereka tidak mengubah namanya. Tetap bernama ‘Lai Lai’. Perlahan-lahan dalam satu bulan, pelanggan sudah mulai ramai. Masakan Cio San yang memang nikmat, ditambah dengan keputusan untuk membagi-bagi masakan secara gratis dijalan-jalan, memang berbuah manis. Bahkan kini ‘Lai Lai’ telah memiliki pelanggan tetap, yang datang tiap hari untuk sekedar sarapan atau makan siang.Kwee Lai, si kasir sekaligus pemilik kedai, setiap hari berseri-seri wajahnya. Pemasukan kedai dari hari ke hari kian membaik. Walaupun perjanjiannya ia akan membayar gaji Cio San pada bulan ke empat, ia tidak melakukannya. Ia sudah membayar gaji Cio San sejak bulan pertama. Ia suka sekali dengan Cio San. Masakannya enak, tingkah-lakunya sopan, tutur-katanya halus. Yah, walaupun wajahnya sedikit pucat aneh.Selama sebulan ini, Cio San telah masak berbagai macam masakan. Kesempatan bekerja jadi koki se