Home / Rumah Tangga / Kisah Kehidupan Istri CEO / Jarak yang Semakin Nyata

Share

Jarak yang Semakin Nyata

Author: Zayn Aurel
last update Huling Na-update: 2025-02-07 23:30:28

Nayla menatap pintu depan yang baru saja tertutup setelah Revan masuk ke dalam rumah. Langkah kakinya terasa berat saat ia beranjak dari taman belakang, mendekati ruang tamu tempat pria itu berdiri sambil melepas jas hitamnya.

Revan tampak lelah, tapi wajahnya tetap tanpa ekspresi, seolah kehadiran Nayla tidak ada artinya.

"Aku ingin bicara," Nayla akhirnya membuka suara.

Revan meliriknya sekilas, lalu berjalan ke arah meja, menuangkan segelas air putih. Sikapnya seolah tidak tertarik.

“Aku lelah,” katanya singkat sebelum Nayla sempat melanjutkan.

Nayla mengepalkan tangannya. "Aku hanya butuh beberapa menit."

Revan meletakkan gelasnya, menatapnya dalam-dalam. Mata tajam itu seperti tembok yang sulit ditembus.

"Baiklah," katanya akhirnya. "Bicara cepat."

Nayla menelan ludah, mencoba mengumpulkan keberanian.

“Tadi aku bertemu Tara.”

Rahang Revan mengencang, tapi ekspresinya tetap terkontrol. “Lalu?”

“Dia bilang… pernikahan kita hanya sementara.”

Revan menghela napas, menoleh ke arah lain. "Apa dia juga bilang aku akan kembali padanya?"

Nayla terdiam. Revan tahu.

"Jadi?" suara Revan terdengar datar. "Kamu ingin tahu apakah itu benar?"

Nayla menatapnya penuh harap. "Aku hanya ingin tahu... apakah aku benar-benar tidak berarti apa-apa dalam pernikahan ini?"

Revan tidak langsung menjawab. Hening sejenak.

"Jangan terlalu banyak berharap, Nayla."

Jawaban itu menusuknya lebih dalam dari yang ia duga.

Sejak percakapan itu, jarak di antara mereka terasa semakin nyata.

Revan semakin jarang pulang, dan jika pun ada di rumah, ia lebih sering mengunci diri di ruang kerja atau kamar pribadinya.

Nayla tidak tahu harus bagaimana. Haruskah ia terus berusaha? Atau menyerah saja?

Suatu pagi, Bu Sari menghampirinya di dapur.

“Nyonya terlihat murung akhir-akhir ini,” kata wanita tua itu lembut.

Nayla tersenyum kecil. “Aku hanya… merasa terjebak dalam sesuatu yang tidak seharusnya aku jalani.”

Bu Sari menghela napas. “Tuan Revan memang pria yang sulit. Tapi…” Ia ragu sejenak sebelum melanjutkan, “Saya pikir, dia bukan orang yang benar-benar tidak peduli.”

Nayla menatapnya heran. “Maksud Ibu?”

Bu Sari tersenyum tipis. “Kadang, orang yang paling dingin adalah orang yang paling terluka.”

Kata-kata itu terus terngiang di benaknya sepanjang hari.

Apa benar Revan hanya menutupi sesuatu?

Malam itu, Revan pulang lebih awal. Sesuatu yang jarang terjadi.

Nayla memperhatikan dari jauh saat pria itu masuk ke kamar pribadinya. Ada sesuatu yang aneh. Wajahnya tampak lebih lelah dari biasanya.

Penasaran, Nayla berjalan mendekati pintu kamar itu dan mendengar sesuatu yang membuatnya membeku.

Suara kaca pecah.

Jantungnya berdegup kencang. Apa yang terjadi?

Tanpa berpikir panjang, ia mengetuk pintu. “Revan?”

Tidak ada jawaban.

Ia mencoba membuka pintu, tapi terkunci.

“Revan, kau baik-baik saja?”

Hening.

Rasa cemas mulai menyelimuti Nayla. Ia mengetuk lebih keras. “Revan, buka pintunya!”

Setelah beberapa saat, suara langkah kaki terdengar dari dalam. Pintu terbuka, dan Revan berdiri di sana dengan wajah gelap.

“Apa yang kamu lakukan?” tanyanya dingin.

Nayla mencoba melihat ke dalam. Ada pecahan gelas di lantai dan sebotol minuman yang sudah kosong di meja.

“Kau mabuk?” tanyanya, sedikit terkejut.

Revan menghela napas panjang. “Pergi, Nayla. Ini bukan urusanmu.”

“Tapi—”

“Aku bilang pergi.”

Nada suaranya membuat Nayla mundur selangkah.

Namun, sebelum ia benar-benar pergi, ia melihat sesuatu di meja—sebuah foto lama.

Foto seorang wanita.

Siapa dia?

Nayla ingin bertanya, tapi tatapan Revan begitu tajam, seolah memperingatkannya untuk tidak mencampuri urusannya.

Dengan berat hati, Nayla akhirnya berbalik dan pergi. Tapi malam itu, ia tidak bisa tidur.

Siapa wanita di dalam foto itu?

Dan kenapa Revan terlihat begitu terluka?

Pagi harinya, Nayla terbangun dengan kepala yang masih dipenuhi pertanyaan tentang malam sebelumnya. Siapa wanita di foto itu? Kenapa Revan terlihat begitu hancur?

Di meja makan, Revan sudah duduk dengan tenang, membaca koran seperti biasa. Seolah insiden tadi malam tidak pernah terjadi.

Nayla ragu sejenak, lalu mengumpulkan keberanian. Ia harus mencari tahu.

"Revan," panggilnya pelan.

Pria itu mengangkat wajah, menatapnya sekilas. "Apa?"

Nayla menarik napas. "Wanita di foto itu... siapa dia?"

Revan berhenti mengaduk kopinya. Sekilas, matanya berubah gelap. Tapi hanya sesaat, sebelum ia kembali ke ekspresi dinginnya.

"Itu bukan urusanmu."

Nayla menggigit bibir. "Tapi aku ingin tahu."

Revan meletakkan cangkir kopinya dengan sedikit keras. "Jangan mencampuri urusan yang bukan milikmu, Nayla."

Nada suaranya tajam, penuh peringatan.

Namun, Nayla tidak mundur.

“Kalau begitu, kenapa kau mabuk semalam?”

Tatapan Revan semakin tajam. "Aku tidak harus menjelaskan apa pun padamu."

Nayla mengepalkan tangannya. "Aku istrimu, Revan. Bahkan jika ini pernikahan kontrak, aku berhak tahu apa yang terjadi dengan pria yang tinggal serumah denganku!"

Keheningan menggantung di antara mereka.

Lalu, Revan berdiri. "Jangan membuatku menyesal menikahimu, Nayla."

Setelah itu, ia pergi, meninggalkan Nayla dengan dadanya yang terasa sesak.

Kata-kata Revan terus menghantui Nayla sepanjang hari.

Jika pria itu tidak mau berbicara, maka ia harus mencari tahu sendiri.

Sore harinya, saat Revan keluar untuk bekerja, Nayla memasuki kamar pria itu dengan hati-hati.

Ia berjalan ke meja, melihat foto wanita yang tadi malam membuatnya penasaran.

Wanita itu cantik, dengan senyum yang lembut. Ada sesuatu dalam matanya yang membuat Nayla merasa aneh—seolah ia pernah melihatnya sebelumnya.

Saat ia membalikkan foto itu, jantungnya berdegup lebih kencang.

Di belakangnya, tertulis sebuah nama.

"Alyssa."

Nayla mencoba mengingat. Nama itu terdengar familiar. Siapa dia? Apa hubungannya dengan Revan?

Ia kembali mencari sesuatu di meja. Ada beberapa dokumen di sana, tetapi tidak ada yang memberi petunjuk.

Sampai akhirnya, ia menemukan sebuah kotak kecil di dalam laci. Saat dibuka, Nayla terkejut.

Sebuah cincin pertunangan.

Saat Revan pulang malam itu, Nayla masih duduk di kamarnya, memegang cincin itu.

Ketika pria itu masuk, ekspresinya langsung berubah melihat apa yang ada di tangan Nayla.

“Nayla,” suaranya terdengar peringatan.

Nayla menatapnya dengan penuh pertanyaan. “Siapa Alyssa?”

Revan menghela napas panjang. Ia berjalan mendekat, mengambil cincin itu dari tangan Nayla, lalu menatapnya dalam-dalam.

“Dia…” Revan berhenti sejenak, seolah ragu untuk melanjutkan.

Nayla menunggu dengan sabar.

Lalu, dengan suara yang lebih pelan, Revan akhirnya berkata, “Dia tunanganku yang meninggal.”

Nayla membeku.

“Meninggal?”

Revan mengangguk. “Kecelakaan lima tahun lalu.”

Nayla merasa dadanya sesak. Jadi, itulah alasan Revan selalu dingin? Karena ia masih terjebak dalam masa lalu?

“Kenapa kau tidak pernah cerita?” tanyanya lirih.

Revan mengalihkan pandangan. “Karena itu bukan sesuatu yang perlu kau tahu.”

Nayla merasa hatinya sakit mendengar itu.

“Jadi, aku hanya pengganti bagimu?”

Revan tidak langsung menjawab. Tapi dari caranya diam, Nayla sudah tahu jawabannya.

Malam itu, untuk pertama kalinya, Nayla merasakan sesuatu yang berbeda—bukan hanya kesedihan, tetapi juga patah hati.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Luka Lama yang Terbuka Kembali

    Malam itu, setelah percakapan mereka, Revan kembali mengunci diri di ruangannya. Nayla duduk di ranjang, menatap kosong ke arah jendela. Kata-kata Revan terus terngiang di kepalanya. "Dia tunanganku yang meninggal." Hatinya terasa sesak. Jadi selama ini, dia hanya bayangan dari seseorang di masa lalu? Pernikahan ini hanya formalitas, dan tak ada tempat untuknya di hati pria itu? Kenapa hatinya sakit mendengar itu? Dia tahu sejak awal bahwa pernikahan ini bukan atas dasar cinta. Tapi tetap saja, entah bagaimana, ia berharap ada sedikit ruang untuknya di hati Revan. Tapi harapan itu ternyata sia-sia. Nayla menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. Dia tidak boleh larut dalam perasaan ini. Tapi sebelum ia bisa tidur, suara ponsel Revan berdering dari meja. Nayla menoleh. Nama di layar membuatnya membeku. Nayla tidak tahu harus bagaimana. Ponsel Revan terus bergetar, tapi pria itu masih di ruangannya. Tangan Nayla terulur ragu. Ia tidak seharusnya peduli.

    Huling Na-update : 2025-02-07
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Badai yang Mulai Datang

    Malam itu, setelah keheningan panjang yang menyakitkan, Nayla memutuskan untuk tetap berada di rumah. Bukan karena takut pada Revan, tapi karena ada sesuatu dalam dirinya yang menolak untuk menyerah begitu saja. Tapi tetap saja, ada batas yang tak terlihat di antara mereka. Sejak percakapan terakhir mereka, Revan memilih menjaga jarak. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di ruang kerja, menghindari interaksi yang tak perlu. Nayla sendiri sudah lelah menunggu jawaban yang mungkin tak akan pernah datang. Hingga akhirnya, badai sesungguhnya mulai datang ke dalam kehidupan mereka. Suatu pagi, ketika Nayla sedang menikmati sarapannya di meja makan, Revan tiba-tiba muncul dengan ekspresi serius. “Aku akan mengadakan jamuan makan malam akhir pekan ini,” katanya tanpa basa-basi. Nayla mengangkat alis. “Jamuan makan malam?” Revan mengangguk. “Para investor akan datang. Aku ingin kau hadir.” Nayla mengerutkan kening. Selama ini, Revan tidak pernah melibatkannya dalam urusan

    Huling Na-update : 2025-02-07
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Rasa yang Tak Terduga

    Hari-hari setelah pertemuan dengan Ryan terasa aneh bagi Nayla. Revan semakin sering pulang larut, dan ketika di rumah pun, ia lebih banyak diam. Sikapnya berubah. Dulu, pria itu memang dingin, tapi setidaknya masih mau berbicara seperlunya. Sekarang? Seakan ada tembok tebal di antara mereka. Dan yang lebih mengganggu Nayla adalah fakta bahwa… dia mulai memikirkannya. Setiap kali mendengar pintu rumah terbuka, ia berharap itu Revan. Setiap kali makan malam sendirian, ia bertanya-tanya apakah pria itu sudah makan. Dan setiap kali melihat ponselnya, ia ingin mengirim pesan… tapi menahannya. "Kenapa aku jadi begini?" batinnya frustasi. Ia tidak seharusnya mengkhawatirkan Revan. Tidak seharusnya berharap lebih. Karena pada akhirnya, pernikahan ini tetap hanya kontrak. Di sisi lain, Revan juga merasa ada yang berubah dalam dirinya. Biasanya, setelah bekerja, ia akan langsung pulang tanpa banyak berpikir. Tapi kini, ia lebih memilih untuk menyibukkan diri di

    Huling Na-update : 2025-02-08
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Getaran yang Kian Menguat

    Langkah Revan cepat dan penuh ketegangan saat ia menarik tangan Nayla, memaksanya keluar dari kafe. Nayla mencoba melepaskan diri, tapi genggaman Revan begitu kuat. "Revan, lepaskan!" protesnya. Pria itu tidak menjawab, justru semakin mempercepat langkahnya menuju mobil yang diparkir di depan. Ryan tidak mengejar. Hanya menatap mereka dengan ekspresi tenang, seolah ingin melihat sejauh mana Revan akan bertindak. Begitu sampai di mobil, Revan membuka pintu dan mendorong Nayla masuk dengan lembut. Tanpa kata, ia berjalan ke sisi lain dan masuk, menyalakan mesin, lalu menginjak gas dengan cukup kencang. Suasana di dalam mobil penuh dengan ketegangan. Nayla mendekap kedua tangannya di dada, mencoba mengendalikan emosinya yang mulai memanas. "Apa yang kau lakukan?!" bentaknya akhirnya. Revan tetap fokus pada jalan, wajahnya tegang dan rahangnya mengeras. "Aku membawamu pulang." "Aku bisa pulang sendiri! Kau tidak perlu menyeretku seperti ini!" Revan tertawa sinis,

    Huling Na-update : 2025-02-09
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Peringatan Dari Masa Lalu

    Malam semakin larut, tetapi Nayla masih terjaga di kamarnya. Pikirannya dipenuhi dengan kata-kata Revan sebelumnya."Aku hanya tidak ingin kehilanganmu."Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya.Apa maksudnya? Bukankah selama ini Revan menganggap pernikahan mereka hanyalah kontrak bisnis? Mengapa ia mulai berbicara seperti ini?Nayla berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit, tetapi hatinya tetap gelisah.Beberapa menit berlalu sebelum akhirnya ia terduduk, menghela napas panjang.Tak lama, suara ketukan di pintu terdengar.Tok. Tok.Jantung Nayla berdegup lebih cepat.Ia ragu untuk membuka pintu, tetapi akhirnya ia berjalan ke sana dan membukanya.Revan berdiri di ambang pintu, mengenakan kaus hitam dan celana santai. Tatapan matanya tajam, tetapi juga terlihat… lelah."Ada apa?" tanya Nayla, berusaha terdengar tenang.Revan menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya berkata, "Aku ingin bicara."Nayla menggigit bibirnya. Ia tahu percakapan ini akan sulit, tetapi ia mengangg

    Huling Na-update : 2025-02-11
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Batasan yang Tak Terucap

    Hari itu hujan turun deras di luar jendela, menciptakan suara menenangkan yang biasanya membuat Nayla nyaman. Tapi kali ini, pikirannya terlalu penuh untuk bisa menikmati suasana. Setelah pertemuannya dengan Nyonya Adrian, perasaan Nayla semakin tak menentu. Kata-kata wanita itu masih terngiang jelas di kepalanya. "Aku ingin kau meninggalkan Revan sebelum semuanya terlambat." Sejak awal, Nayla tahu pernikahan ini hanyalah kontrak. Tapi mengapa hatinya mulai merasa terusik? Ia memandangi ponselnya. Tak ada pesan dari Revan. Pria itu belum pulang sejak kemarin dan tidak memberi kabar apa pun. Nayla menggigit bibirnya. Haruskah ia menghubungi Revan lebih dulu? Atau ia harus menunggu? Sebelum ia bisa mengambil keputusan, dering telepon tiba-tiba membuyarkan pikirannya. Ia langsung meraih ponselnya, berharap itu dari Revan. Namun, saat melihat nama di layar, hatinya sedikit mencelos. "Dion" Dion adalah sahabatnya sejak kuliah. Pria yang selalu ada di sisinya sebelum pernikahan ini

    Huling Na-update : 2025-02-13
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Retakan pernikahan

    Malam itu, Nayla berbaring di tempat tidur dengan mata terbuka. Suara detak jam di dinding terdengar lebih nyaring dari biasanya. Pikirannya masih dipenuhi kejadian sore tadi—tatapan Revan yang tajam, genggaman tangannya yang kuat, dan kata-kata yang menggantung di udara. "Jangan buat keadaan menjadi rumit." Nayla menarik napas panjang, lalu berbalik ke samping, menatap langit-langit kamar yang diterangi cahaya lampu tidur. Apa maksud Revan? Bukankah sejak awal pernikahan ini memang sudah rumit? Bagaimana mungkin ia bisa menjalani semuanya tanpa melibatkan perasaan? Pintu kamar mandi terbuka, membuat Nayla refleks menoleh. Revan keluar dengan rambut yang masih basah, hanya mengenakan kaus hitam dan celana pendek. Mereka saling bertatapan sekilas sebelum Revan berjalan menuju lemari, mengambil ponselnya, lalu duduk di sofa yang ada di sudut kamar. Nayla mengalihkan pandangannya. Biasanya, ia tidak begitu memperhatikan kebiasaan Revan, tapi entah mengapa malam ini ia m

    Huling Na-update : 2025-02-15
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Kebenaran yang Tersembunyi

    Langkah Nayla terasa ringan, namun hatinya penuh dengan beban berat. Ia mengikuti Revan menuju ruang tamu, di mana seorang wanita berambut panjang dengan gaun elegan berwarna merah sudah menunggu. Clara. Wanita itu tampak anggun, dengan wajah yang menunjukkan ketenangan sekaligus kepercayaan diri. Ia tersenyum tipis saat melihat Revan mendekat, tetapi senyumnya sedikit memudar saat menyadari Nayla juga ada di sana. "Revan," suara Clara lembut, tetapi memiliki ketegasan di dalamnya. "Kita perlu bicara." Revan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, ekspresinya dingin. "Bicara tentang apa?" Clara menatap Nayla sesaat, lalu kembali menatap Revan. "Ini penting." Nayla menahan napas. Bagaimana jika Clara adalah bagian dari masa lalu Revan yang belum selesai? Bagaimana jika... wanita ini adalah seseorang yang pernah sangat berarti dalam hidupnya? Namun, sebelum Nayla bisa terus membiarkan pikirannya berlarian, suara Revan membuyarkan lamunannya. "Apapun yang ing

    Huling Na-update : 2025-02-15

Pinakabagong kabanata

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Rasa yang Terkunci

    Malam mulai larut, tapi Nayla masih duduk di depan jendela, memandangi lampu-lampu kota yang berkedip-kedip dari kejauhan. Dalam diam, pikirannya sibuk memutar ulang kenangan yang membuat hatinya terasa sesak. Ia memeluk lututnya sendiri, berharap kehangatan dari pelukannya bisa menggantikan dingin yang merambat ke dalam hatinya. Sudah beberapa minggu ini hubungan mereka tidak lagi sama. Revan masih bersikap baik, masih pulang ke rumah, masih menatapnya dengan mata yang sama—tapi Nayla bisa merasakan jarak yang perlahan tumbuh di antara mereka. Ada hal-hal yang dulu terasa hangat, kini mulai terasa asing. Ketukan pelan di pintu kamar membuatnya menoleh. Revan masuk, membawa secangkir teh hangat. “Untukmu,” katanya singkat, meletakkan cangkir di meja dekat jendela. Nayla tersenyum tipis. “Terima kasih.” Revan tidak langsung pergi. Ia duduk di sisi tempat tidur, lalu menatap punggung Nayla dalam diam. Ada banyak yang ingin ia katakan, tapi entah kenapa lidahnya terasa kelu.

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Rahasia yang Terungkap

    Nayla menatap Revan dengan perasaan tak menentu. Ia bisa melihat ketegangan di wajah suaminya—sesuatu yang jarang sekali terjadi. “Apa yang ingin kau katakan?” tanyanya hati-hati. Revan menarik napas dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan kebenaran. Ia tahu ini akan sulit, tapi ia juga tahu bahwa Nayla berhak untuk mengetahui semuanya. “Aku bertemu dengan seseorang hari ini,” ujarnya pelan. Nayla mengernyit. “Seseorang?” “Clara.” Dada Nayla terasa seperti dihantam palu. Nama itu—nama yang hanya ia dengar sekilas dalam percakapan singkat Revan dengan beberapa orang di masa lalu—kini muncul kembali di hadapan mereka. Matanya membulat, tetapi ia mencoba tetap tenang. “Mantan kekasihmu?” Revan mengangguk. “Ya.” Nayla mengatupkan bibirnya. Perasaan tidak nyaman mulai menyelimuti hatinya, tetapi ia masih menunggu kelanjutan dari Revan. “Aku baru tahu sesuatu yang selama ini disembunyikan dariku,” lanjut Revan dengan suara berat. “Aku... aku punya seora

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Kebenaran yang Tersembunyi

    Langkah Nayla terasa ringan, namun hatinya penuh dengan beban berat. Ia mengikuti Revan menuju ruang tamu, di mana seorang wanita berambut panjang dengan gaun elegan berwarna merah sudah menunggu. Clara. Wanita itu tampak anggun, dengan wajah yang menunjukkan ketenangan sekaligus kepercayaan diri. Ia tersenyum tipis saat melihat Revan mendekat, tetapi senyumnya sedikit memudar saat menyadari Nayla juga ada di sana. "Revan," suara Clara lembut, tetapi memiliki ketegasan di dalamnya. "Kita perlu bicara." Revan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, ekspresinya dingin. "Bicara tentang apa?" Clara menatap Nayla sesaat, lalu kembali menatap Revan. "Ini penting." Nayla menahan napas. Bagaimana jika Clara adalah bagian dari masa lalu Revan yang belum selesai? Bagaimana jika... wanita ini adalah seseorang yang pernah sangat berarti dalam hidupnya? Namun, sebelum Nayla bisa terus membiarkan pikirannya berlarian, suara Revan membuyarkan lamunannya. "Apapun yang ing

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Retakan pernikahan

    Malam itu, Nayla berbaring di tempat tidur dengan mata terbuka. Suara detak jam di dinding terdengar lebih nyaring dari biasanya. Pikirannya masih dipenuhi kejadian sore tadi—tatapan Revan yang tajam, genggaman tangannya yang kuat, dan kata-kata yang menggantung di udara. "Jangan buat keadaan menjadi rumit." Nayla menarik napas panjang, lalu berbalik ke samping, menatap langit-langit kamar yang diterangi cahaya lampu tidur. Apa maksud Revan? Bukankah sejak awal pernikahan ini memang sudah rumit? Bagaimana mungkin ia bisa menjalani semuanya tanpa melibatkan perasaan? Pintu kamar mandi terbuka, membuat Nayla refleks menoleh. Revan keluar dengan rambut yang masih basah, hanya mengenakan kaus hitam dan celana pendek. Mereka saling bertatapan sekilas sebelum Revan berjalan menuju lemari, mengambil ponselnya, lalu duduk di sofa yang ada di sudut kamar. Nayla mengalihkan pandangannya. Biasanya, ia tidak begitu memperhatikan kebiasaan Revan, tapi entah mengapa malam ini ia m

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Batasan yang Tak Terucap

    Hari itu hujan turun deras di luar jendela, menciptakan suara menenangkan yang biasanya membuat Nayla nyaman. Tapi kali ini, pikirannya terlalu penuh untuk bisa menikmati suasana. Setelah pertemuannya dengan Nyonya Adrian, perasaan Nayla semakin tak menentu. Kata-kata wanita itu masih terngiang jelas di kepalanya. "Aku ingin kau meninggalkan Revan sebelum semuanya terlambat." Sejak awal, Nayla tahu pernikahan ini hanyalah kontrak. Tapi mengapa hatinya mulai merasa terusik? Ia memandangi ponselnya. Tak ada pesan dari Revan. Pria itu belum pulang sejak kemarin dan tidak memberi kabar apa pun. Nayla menggigit bibirnya. Haruskah ia menghubungi Revan lebih dulu? Atau ia harus menunggu? Sebelum ia bisa mengambil keputusan, dering telepon tiba-tiba membuyarkan pikirannya. Ia langsung meraih ponselnya, berharap itu dari Revan. Namun, saat melihat nama di layar, hatinya sedikit mencelos. "Dion" Dion adalah sahabatnya sejak kuliah. Pria yang selalu ada di sisinya sebelum pernikahan ini

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Peringatan Dari Masa Lalu

    Malam semakin larut, tetapi Nayla masih terjaga di kamarnya. Pikirannya dipenuhi dengan kata-kata Revan sebelumnya."Aku hanya tidak ingin kehilanganmu."Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya.Apa maksudnya? Bukankah selama ini Revan menganggap pernikahan mereka hanyalah kontrak bisnis? Mengapa ia mulai berbicara seperti ini?Nayla berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit, tetapi hatinya tetap gelisah.Beberapa menit berlalu sebelum akhirnya ia terduduk, menghela napas panjang.Tak lama, suara ketukan di pintu terdengar.Tok. Tok.Jantung Nayla berdegup lebih cepat.Ia ragu untuk membuka pintu, tetapi akhirnya ia berjalan ke sana dan membukanya.Revan berdiri di ambang pintu, mengenakan kaus hitam dan celana santai. Tatapan matanya tajam, tetapi juga terlihat… lelah."Ada apa?" tanya Nayla, berusaha terdengar tenang.Revan menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya berkata, "Aku ingin bicara."Nayla menggigit bibirnya. Ia tahu percakapan ini akan sulit, tetapi ia mengangg

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Getaran yang Kian Menguat

    Langkah Revan cepat dan penuh ketegangan saat ia menarik tangan Nayla, memaksanya keluar dari kafe. Nayla mencoba melepaskan diri, tapi genggaman Revan begitu kuat. "Revan, lepaskan!" protesnya. Pria itu tidak menjawab, justru semakin mempercepat langkahnya menuju mobil yang diparkir di depan. Ryan tidak mengejar. Hanya menatap mereka dengan ekspresi tenang, seolah ingin melihat sejauh mana Revan akan bertindak. Begitu sampai di mobil, Revan membuka pintu dan mendorong Nayla masuk dengan lembut. Tanpa kata, ia berjalan ke sisi lain dan masuk, menyalakan mesin, lalu menginjak gas dengan cukup kencang. Suasana di dalam mobil penuh dengan ketegangan. Nayla mendekap kedua tangannya di dada, mencoba mengendalikan emosinya yang mulai memanas. "Apa yang kau lakukan?!" bentaknya akhirnya. Revan tetap fokus pada jalan, wajahnya tegang dan rahangnya mengeras. "Aku membawamu pulang." "Aku bisa pulang sendiri! Kau tidak perlu menyeretku seperti ini!" Revan tertawa sinis,

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Rasa yang Tak Terduga

    Hari-hari setelah pertemuan dengan Ryan terasa aneh bagi Nayla. Revan semakin sering pulang larut, dan ketika di rumah pun, ia lebih banyak diam. Sikapnya berubah. Dulu, pria itu memang dingin, tapi setidaknya masih mau berbicara seperlunya. Sekarang? Seakan ada tembok tebal di antara mereka. Dan yang lebih mengganggu Nayla adalah fakta bahwa… dia mulai memikirkannya. Setiap kali mendengar pintu rumah terbuka, ia berharap itu Revan. Setiap kali makan malam sendirian, ia bertanya-tanya apakah pria itu sudah makan. Dan setiap kali melihat ponselnya, ia ingin mengirim pesan… tapi menahannya. "Kenapa aku jadi begini?" batinnya frustasi. Ia tidak seharusnya mengkhawatirkan Revan. Tidak seharusnya berharap lebih. Karena pada akhirnya, pernikahan ini tetap hanya kontrak. Di sisi lain, Revan juga merasa ada yang berubah dalam dirinya. Biasanya, setelah bekerja, ia akan langsung pulang tanpa banyak berpikir. Tapi kini, ia lebih memilih untuk menyibukkan diri di

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Badai yang Mulai Datang

    Malam itu, setelah keheningan panjang yang menyakitkan, Nayla memutuskan untuk tetap berada di rumah. Bukan karena takut pada Revan, tapi karena ada sesuatu dalam dirinya yang menolak untuk menyerah begitu saja. Tapi tetap saja, ada batas yang tak terlihat di antara mereka. Sejak percakapan terakhir mereka, Revan memilih menjaga jarak. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di ruang kerja, menghindari interaksi yang tak perlu. Nayla sendiri sudah lelah menunggu jawaban yang mungkin tak akan pernah datang. Hingga akhirnya, badai sesungguhnya mulai datang ke dalam kehidupan mereka. Suatu pagi, ketika Nayla sedang menikmati sarapannya di meja makan, Revan tiba-tiba muncul dengan ekspresi serius. “Aku akan mengadakan jamuan makan malam akhir pekan ini,” katanya tanpa basa-basi. Nayla mengangkat alis. “Jamuan makan malam?” Revan mengangguk. “Para investor akan datang. Aku ingin kau hadir.” Nayla mengerutkan kening. Selama ini, Revan tidak pernah melibatkannya dalam urusan

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status