Share

Istri Tanpa Hak

Penulis: Zayn Aurel
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-07 18:16:44

Nayla membuka matanya perlahan. Cahaya matahari pagi menyelinap melalui celah tirai, menerangi kamar megah tempatnya tinggal sejak hari pernikahan. Hari keempat sebagai istri Revan Adrian.

Namun, sebutan ‘istri’ terasa begitu asing baginya. Tidak ada momen manis, tidak ada pagi penuh kasih sayang seperti yang sering ia lihat dalam drama romantis. Yang ada hanyalah kesepian dan jarak yang tak terlihat.

Ia duduk di tepi ranjang, merasakan keheningan yang menyesakkan. Selama beberapa hari terakhir, Revan hampir tidak pernah pulang. Jika pun pria itu pulang, hanya sebentar dan langsung mengurung diri di kamar pribadinya.

Ya, kamar pribadinya.

Seperti yang ia duga, mereka tidak tidur di ruangan yang sama. Nayla diberi kamar terpisah di lantai dua, sementara kamar utama tetap menjadi milik Revan seorang. Hal itu jelas menunjukkan posisinya dalam pernikahan ini—sekadar formalitas, tidak lebih.

Nayla menghela napas panjang. Ia tidak berharap banyak, tapi tetap saja, ada perasaan sakit yang tak bisa ia abaikan.

Tiba-tiba, suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya.

Tok, tok, tok.

“Nyonya Nayla?”

Suara lembut Bu Sari terdengar dari balik pintu. Nayla segera bangkit dan membuka pintu.

“Ya, Bu Sari?”

“Selamat pagi, Nyonya. Sarapan sudah disiapkan di ruang makan. Anda ingin makan sekarang?”

Nayla tersenyum tipis. “Baik, saya turun sebentar lagi.”

“Baik, Nyonya. Oh, dan satu lagi…”

Nayla menunggu.

“Tuan Revan juga ada di rumah pagi ini.”

Mata Nayla sedikit melebar. Revan ada di rumah? Itu hal yang cukup langka. Biasanya, pria itu berangkat pagi-pagi sekali dan pulang larut malam, atau bahkan tidak pulang sama sekali.

Ia mengangguk. “Terima kasih, Bu Sari. Saya segera turun.”

Setelah menata diri sejenak, Nayla melangkah ke ruang makan.

Di Ruang Makan

Saat Nayla tiba, ia melihat Revan sudah duduk di ujung meja panjang, menikmati sarapannya dengan tenang.

Pria itu mengenakan kemeja putih dengan lengan digulung hingga siku, tampak begitu rapi, elegan, dan berwibawa. Tak heran banyak wanita tergila-gila padanya. Sayang sekali, pribadinya sama sekali tidak seindah penampilannya.

Nayla duduk di kursi seberang, mencoba mengabaikan kegugupan yang muncul. Ia sudah beberapa hari tinggal di rumah ini, tapi ini pertama kalinya mereka duduk bersama di meja makan.

Revan tidak mengatakan apa pun, hanya melanjutkan sarapannya.

Suasana begitu sunyi hingga yang terdengar hanya bunyi dentingan sendok dan garpu. Nayla menatap piringnya, berusaha menenangkan diri.

Namun, setelah beberapa saat, ia sadar Revan sama sekali tidak berniat berbicara.

Nayla menghela napas dalam hati. Apa seperti ini pernikahan mereka akan berjalan? Diam-diaman selamanya?

Mencoba mengurangi ketegangan, ia akhirnya memberanikan diri untuk membuka percakapan.

“Kamu tidak ke kantor hari ini?” tanyanya pelan.

Revan berhenti sejenak, lalu menatapnya dengan ekspresi datar. “Kenapa? Kamu ingin aku pergi?”

Nayla terkejut. “Bukan begitu! Aku hanya…”

“Aku ada meeting siang nanti.” Revan kembali makan tanpa ekspresi.

Nayla menggigit bibirnya, merasa tidak nyaman dengan interaksi dingin ini. Ia tidak menyangka, bahkan berbicara dengan suaminya sendiri terasa seperti berbicara dengan dinding.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti seabad, Revan akhirnya menyelesaikan sarapannya dan meletakkan sendok garpu.

“Aku pergi,” katanya singkat, lalu bangkit dan meninggalkan ruang makan tanpa menoleh sedikit pun.

Nayla menatap punggungnya yang menghilang di balik pintu. Bahkan ‘selamat tinggal’ pun tidak ada.

Hari-Hari Tanpa Kehangatan

Hari-hari berlalu dengan ritme yang sama. Revan selalu sibuk dengan pekerjaannya, dan Nayla dibiarkan sendiri di rumah mewah ini tanpa tujuan.

Ia merasa seperti burung dalam sangkar emas.

“Bu Sari,” panggilnya suatu pagi.

Bu Sari yang sedang merapikan vas bunga menoleh. “Ya, Nyonya?”

“Apa saya boleh keluar rumah?” tanyanya ragu.

Bu Sari tampak sedikit terkejut, tetapi ia segera mengangguk. “Tentu saja, Nyonya. Tapi…”

“Tapi apa?”

“Tuan Revan mungkin tidak akan menyukai itu,” jawab Bu Sari hati-hati.

Nayla terdiam. Jadi selama ini, Revan memang menganggap rumah ini sebagai penjara baginya?

“Tapi saya akan memberitahu sopir untuk mengantar Anda jika ingin pergi,” lanjut Bu Sari.

Nayla tersenyum tipis. “Terima kasih, Bu Sari. Saya hanya ingin berjalan-jalan sebentar.”

Setelah bersiap, ia akhirnya keluar dari rumah itu untuk pertama kalinya sejak pernikahan. Ia tidak tahu ke mana harus pergi, tetapi ia hanya ingin merasakan kebebasan—walau sejenak.

Kejadian Tak Terduga

Nayla berjalan-jalan di sebuah taman kota yang tidak terlalu ramai. Udara segar membantu menghilangkan sedikit kepenatan yang ia rasakan selama beberapa hari terakhir.

Namun, saat ia sedang menikmati suasana, suara seorang wanita membuatnya menoleh.

“Lama tidak bertemu, Nayla.”

Nayla membeku. Ia mengenali suara itu.

Tara Wijaya.

Wanita itu melangkah mendekat dengan anggun, mengenakan dress merah yang menonjolkan kesan elegannya. Senyum tipis tersungging di bibirnya, tetapi tatapan matanya penuh arti.

“Tara…” suara Nayla nyaris tak keluar.

“Tidak kusangka, kamu benar-benar menikah dengan Revan,” Tara tertawa kecil, tetapi tidak terdengar ramah.

Nayla menegang. Ia tahu siapa Tara—mantan tunangan Revan, wanita yang dulu hampir menjadi istrinya.

“Aku… tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini,” kata Nayla hati-hati.

Tara menyilangkan tangan di dada. “Lucu, bukan? Seharusnya aku yang menikah dengannya. Tapi entah bagaimana, justru kamu yang mendapatkan posisinya.”

Nayla menggigit bibirnya. “Aku tidak berniat merebut apa pun.”

“Oh, tentu saja.” Tara melangkah lebih dekat. “Tapi kamu tahu, kan? Revan tidak akan pernah mencintaimu.”

Dada Nayla terasa sesak mendengar kata-kata itu.

“Kamu hanya pengantin kontrak. Pernikahan kalian hanya kesepakatan bisnis. Dan aku tahu Revan…” Tara tersenyum sinis, “Dia tidak pernah menyukai wanita yang dipaksakan padanya.”

Nayla mengepalkan tangannya, berusaha menahan perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya.

“Aku hanya ingin memberimu peringatan, Nayla,” Tara melanjutkan dengan nada lembut yang terdengar seperti racun. “Jangan terlalu berharap. Pernikahan kalian hanya sementara. Pada akhirnya, Revan akan kembali padaku.”

Setelah mengatakan itu, Tara berbalik dan pergi, meninggalkan Nayla yang masih terpaku di tempatnya.

Hatinya terasa berat. Apa benar Revan akan kembali pada Tara?

Sebuah pertanyaan muncul di benaknya.

Kenapa aku merasa tidak rela?

Nayla masih berdiri di tempatnya, mencoba mencerna kata-kata Tara. Kenapa aku merasa sakit? Bukankah ini hanya pernikahan kontrak? Bukankah ia seharusnya tidak peduli?

Langkahnya terasa berat saat kembali ke mobil. Sepanjang perjalanan pulang, pikirannya dipenuhi pertanyaan yang tidak bisa ia jawab.

Sesampainya di rumah, ia berjalan ke taman belakang, duduk di bangku kayu di bawah pohon besar. Ia menatap langit senja, mencoba mencari ketenangan.

Namun, ketika suara mobil terdengar di depan rumah, hatinya tiba-tiba berdebar. Revan sudah pulang.

Untuk pertama kalinya, ia merasa ingin bertanya langsung—apa benar Revan akan kembali pada Tara?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Jarak yang Semakin Nyata

    Nayla menatap pintu depan yang baru saja tertutup setelah Revan masuk ke dalam rumah. Langkah kakinya terasa berat saat ia beranjak dari taman belakang, mendekati ruang tamu tempat pria itu berdiri sambil melepas jas hitamnya. Revan tampak lelah, tapi wajahnya tetap tanpa ekspresi, seolah kehadiran Nayla tidak ada artinya. "Aku ingin bicara," Nayla akhirnya membuka suara. Revan meliriknya sekilas, lalu berjalan ke arah meja, menuangkan segelas air putih. Sikapnya seolah tidak tertarik. “Aku lelah,” katanya singkat sebelum Nayla sempat melanjutkan. Nayla mengepalkan tangannya. "Aku hanya butuh beberapa menit." Revan meletakkan gelasnya, menatapnya dalam-dalam. Mata tajam itu seperti tembok yang sulit ditembus. "Baiklah," katanya akhirnya. "Bicara cepat." Nayla menelan ludah, mencoba mengumpulkan keberanian. “Tadi aku bertemu Tara.” Rahang Revan mengencang, tapi ekspresinya tetap terkontrol. “Lalu?” “Dia bilang… pernikahan kita hanya sementara.” Revan menghela napas, menoleh

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Luka Lama yang Terbuka Kembali

    Malam itu, setelah percakapan mereka, Revan kembali mengunci diri di ruangannya. Nayla duduk di ranjang, menatap kosong ke arah jendela. Kata-kata Revan terus terngiang di kepalanya. "Dia tunanganku yang meninggal." Hatinya terasa sesak. Jadi selama ini, dia hanya bayangan dari seseorang di masa lalu? Pernikahan ini hanya formalitas, dan tak ada tempat untuknya di hati pria itu? Kenapa hatinya sakit mendengar itu? Dia tahu sejak awal bahwa pernikahan ini bukan atas dasar cinta. Tapi tetap saja, entah bagaimana, ia berharap ada sedikit ruang untuknya di hati Revan. Tapi harapan itu ternyata sia-sia. Nayla menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. Dia tidak boleh larut dalam perasaan ini. Tapi sebelum ia bisa tidur, suara ponsel Revan berdering dari meja. Nayla menoleh. Nama di layar membuatnya membeku. Nayla tidak tahu harus bagaimana. Ponsel Revan terus bergetar, tapi pria itu masih di ruangannya. Tangan Nayla terulur ragu. Ia tidak seharusnya peduli.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Badai yang Mulai Datang

    Malam itu, setelah keheningan panjang yang menyakitkan, Nayla memutuskan untuk tetap berada di rumah. Bukan karena takut pada Revan, tapi karena ada sesuatu dalam dirinya yang menolak untuk menyerah begitu saja. Tapi tetap saja, ada batas yang tak terlihat di antara mereka. Sejak percakapan terakhir mereka, Revan memilih menjaga jarak. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di ruang kerja, menghindari interaksi yang tak perlu. Nayla sendiri sudah lelah menunggu jawaban yang mungkin tak akan pernah datang. Hingga akhirnya, badai sesungguhnya mulai datang ke dalam kehidupan mereka. Suatu pagi, ketika Nayla sedang menikmati sarapannya di meja makan, Revan tiba-tiba muncul dengan ekspresi serius. “Aku akan mengadakan jamuan makan malam akhir pekan ini,” katanya tanpa basa-basi. Nayla mengangkat alis. “Jamuan makan malam?” Revan mengangguk. “Para investor akan datang. Aku ingin kau hadir.” Nayla mengerutkan kening. Selama ini, Revan tidak pernah melibatkannya dalam urusan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Rasa yang Tak Terduga

    Hari-hari setelah pertemuan dengan Ryan terasa aneh bagi Nayla. Revan semakin sering pulang larut, dan ketika di rumah pun, ia lebih banyak diam. Sikapnya berubah. Dulu, pria itu memang dingin, tapi setidaknya masih mau berbicara seperlunya. Sekarang? Seakan ada tembok tebal di antara mereka. Dan yang lebih mengganggu Nayla adalah fakta bahwa… dia mulai memikirkannya. Setiap kali mendengar pintu rumah terbuka, ia berharap itu Revan. Setiap kali makan malam sendirian, ia bertanya-tanya apakah pria itu sudah makan. Dan setiap kali melihat ponselnya, ia ingin mengirim pesan… tapi menahannya. "Kenapa aku jadi begini?" batinnya frustasi. Ia tidak seharusnya mengkhawatirkan Revan. Tidak seharusnya berharap lebih. Karena pada akhirnya, pernikahan ini tetap hanya kontrak. Di sisi lain, Revan juga merasa ada yang berubah dalam dirinya. Biasanya, setelah bekerja, ia akan langsung pulang tanpa banyak berpikir. Tapi kini, ia lebih memilih untuk menyibukkan diri di

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Getaran yang Kian Menguat

    Langkah Revan cepat dan penuh ketegangan saat ia menarik tangan Nayla, memaksanya keluar dari kafe. Nayla mencoba melepaskan diri, tapi genggaman Revan begitu kuat. "Revan, lepaskan!" protesnya. Pria itu tidak menjawab, justru semakin mempercepat langkahnya menuju mobil yang diparkir di depan. Ryan tidak mengejar. Hanya menatap mereka dengan ekspresi tenang, seolah ingin melihat sejauh mana Revan akan bertindak. Begitu sampai di mobil, Revan membuka pintu dan mendorong Nayla masuk dengan lembut. Tanpa kata, ia berjalan ke sisi lain dan masuk, menyalakan mesin, lalu menginjak gas dengan cukup kencang. Suasana di dalam mobil penuh dengan ketegangan. Nayla mendekap kedua tangannya di dada, mencoba mengendalikan emosinya yang mulai memanas. "Apa yang kau lakukan?!" bentaknya akhirnya. Revan tetap fokus pada jalan, wajahnya tegang dan rahangnya mengeras. "Aku membawamu pulang." "Aku bisa pulang sendiri! Kau tidak perlu menyeretku seperti ini!" Revan tertawa sinis,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Peringatan Dari Masa Lalu

    Malam semakin larut, tetapi Nayla masih terjaga di kamarnya. Pikirannya dipenuhi dengan kata-kata Revan sebelumnya."Aku hanya tidak ingin kehilanganmu."Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya.Apa maksudnya? Bukankah selama ini Revan menganggap pernikahan mereka hanyalah kontrak bisnis? Mengapa ia mulai berbicara seperti ini?Nayla berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit, tetapi hatinya tetap gelisah.Beberapa menit berlalu sebelum akhirnya ia terduduk, menghela napas panjang.Tak lama, suara ketukan di pintu terdengar.Tok. Tok.Jantung Nayla berdegup lebih cepat.Ia ragu untuk membuka pintu, tetapi akhirnya ia berjalan ke sana dan membukanya.Revan berdiri di ambang pintu, mengenakan kaus hitam dan celana santai. Tatapan matanya tajam, tetapi juga terlihat… lelah."Ada apa?" tanya Nayla, berusaha terdengar tenang.Revan menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya berkata, "Aku ingin bicara."Nayla menggigit bibirnya. Ia tahu percakapan ini akan sulit, tetapi ia mengangg

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Batasan yang Tak Terucap

    Hari itu hujan turun deras di luar jendela, menciptakan suara menenangkan yang biasanya membuat Nayla nyaman. Tapi kali ini, pikirannya terlalu penuh untuk bisa menikmati suasana. Setelah pertemuannya dengan Nyonya Adrian, perasaan Nayla semakin tak menentu. Kata-kata wanita itu masih terngiang jelas di kepalanya. "Aku ingin kau meninggalkan Revan sebelum semuanya terlambat." Sejak awal, Nayla tahu pernikahan ini hanyalah kontrak. Tapi mengapa hatinya mulai merasa terusik? Ia memandangi ponselnya. Tak ada pesan dari Revan. Pria itu belum pulang sejak kemarin dan tidak memberi kabar apa pun. Nayla menggigit bibirnya. Haruskah ia menghubungi Revan lebih dulu? Atau ia harus menunggu? Sebelum ia bisa mengambil keputusan, dering telepon tiba-tiba membuyarkan pikirannya. Ia langsung meraih ponselnya, berharap itu dari Revan. Namun, saat melihat nama di layar, hatinya sedikit mencelos. "Dion" Dion adalah sahabatnya sejak kuliah. Pria yang selalu ada di sisinya sebelum pernikahan ini

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Retakan pernikahan

    Malam itu, Nayla berbaring di tempat tidur dengan mata terbuka. Suara detak jam di dinding terdengar lebih nyaring dari biasanya. Pikirannya masih dipenuhi kejadian sore tadi—tatapan Revan yang tajam, genggaman tangannya yang kuat, dan kata-kata yang menggantung di udara. "Jangan buat keadaan menjadi rumit." Nayla menarik napas panjang, lalu berbalik ke samping, menatap langit-langit kamar yang diterangi cahaya lampu tidur. Apa maksud Revan? Bukankah sejak awal pernikahan ini memang sudah rumit? Bagaimana mungkin ia bisa menjalani semuanya tanpa melibatkan perasaan? Pintu kamar mandi terbuka, membuat Nayla refleks menoleh. Revan keluar dengan rambut yang masih basah, hanya mengenakan kaus hitam dan celana pendek. Mereka saling bertatapan sekilas sebelum Revan berjalan menuju lemari, mengambil ponselnya, lalu duduk di sofa yang ada di sudut kamar. Nayla mengalihkan pandangannya. Biasanya, ia tidak begitu memperhatikan kebiasaan Revan, tapi entah mengapa malam ini ia m

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15

Bab terbaru

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Rasa yang Terkunci

    Malam mulai larut, tapi Nayla masih duduk di depan jendela, memandangi lampu-lampu kota yang berkedip-kedip dari kejauhan. Dalam diam, pikirannya sibuk memutar ulang kenangan yang membuat hatinya terasa sesak. Ia memeluk lututnya sendiri, berharap kehangatan dari pelukannya bisa menggantikan dingin yang merambat ke dalam hatinya. Sudah beberapa minggu ini hubungan mereka tidak lagi sama. Revan masih bersikap baik, masih pulang ke rumah, masih menatapnya dengan mata yang sama—tapi Nayla bisa merasakan jarak yang perlahan tumbuh di antara mereka. Ada hal-hal yang dulu terasa hangat, kini mulai terasa asing. Ketukan pelan di pintu kamar membuatnya menoleh. Revan masuk, membawa secangkir teh hangat. “Untukmu,” katanya singkat, meletakkan cangkir di meja dekat jendela. Nayla tersenyum tipis. “Terima kasih.” Revan tidak langsung pergi. Ia duduk di sisi tempat tidur, lalu menatap punggung Nayla dalam diam. Ada banyak yang ingin ia katakan, tapi entah kenapa lidahnya terasa kelu.

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Rahasia yang Terungkap

    Nayla menatap Revan dengan perasaan tak menentu. Ia bisa melihat ketegangan di wajah suaminya—sesuatu yang jarang sekali terjadi. “Apa yang ingin kau katakan?” tanyanya hati-hati. Revan menarik napas dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan kebenaran. Ia tahu ini akan sulit, tapi ia juga tahu bahwa Nayla berhak untuk mengetahui semuanya. “Aku bertemu dengan seseorang hari ini,” ujarnya pelan. Nayla mengernyit. “Seseorang?” “Clara.” Dada Nayla terasa seperti dihantam palu. Nama itu—nama yang hanya ia dengar sekilas dalam percakapan singkat Revan dengan beberapa orang di masa lalu—kini muncul kembali di hadapan mereka. Matanya membulat, tetapi ia mencoba tetap tenang. “Mantan kekasihmu?” Revan mengangguk. “Ya.” Nayla mengatupkan bibirnya. Perasaan tidak nyaman mulai menyelimuti hatinya, tetapi ia masih menunggu kelanjutan dari Revan. “Aku baru tahu sesuatu yang selama ini disembunyikan dariku,” lanjut Revan dengan suara berat. “Aku... aku punya seora

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Kebenaran yang Tersembunyi

    Langkah Nayla terasa ringan, namun hatinya penuh dengan beban berat. Ia mengikuti Revan menuju ruang tamu, di mana seorang wanita berambut panjang dengan gaun elegan berwarna merah sudah menunggu. Clara. Wanita itu tampak anggun, dengan wajah yang menunjukkan ketenangan sekaligus kepercayaan diri. Ia tersenyum tipis saat melihat Revan mendekat, tetapi senyumnya sedikit memudar saat menyadari Nayla juga ada di sana. "Revan," suara Clara lembut, tetapi memiliki ketegasan di dalamnya. "Kita perlu bicara." Revan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, ekspresinya dingin. "Bicara tentang apa?" Clara menatap Nayla sesaat, lalu kembali menatap Revan. "Ini penting." Nayla menahan napas. Bagaimana jika Clara adalah bagian dari masa lalu Revan yang belum selesai? Bagaimana jika... wanita ini adalah seseorang yang pernah sangat berarti dalam hidupnya? Namun, sebelum Nayla bisa terus membiarkan pikirannya berlarian, suara Revan membuyarkan lamunannya. "Apapun yang ing

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Retakan pernikahan

    Malam itu, Nayla berbaring di tempat tidur dengan mata terbuka. Suara detak jam di dinding terdengar lebih nyaring dari biasanya. Pikirannya masih dipenuhi kejadian sore tadi—tatapan Revan yang tajam, genggaman tangannya yang kuat, dan kata-kata yang menggantung di udara. "Jangan buat keadaan menjadi rumit." Nayla menarik napas panjang, lalu berbalik ke samping, menatap langit-langit kamar yang diterangi cahaya lampu tidur. Apa maksud Revan? Bukankah sejak awal pernikahan ini memang sudah rumit? Bagaimana mungkin ia bisa menjalani semuanya tanpa melibatkan perasaan? Pintu kamar mandi terbuka, membuat Nayla refleks menoleh. Revan keluar dengan rambut yang masih basah, hanya mengenakan kaus hitam dan celana pendek. Mereka saling bertatapan sekilas sebelum Revan berjalan menuju lemari, mengambil ponselnya, lalu duduk di sofa yang ada di sudut kamar. Nayla mengalihkan pandangannya. Biasanya, ia tidak begitu memperhatikan kebiasaan Revan, tapi entah mengapa malam ini ia m

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Batasan yang Tak Terucap

    Hari itu hujan turun deras di luar jendela, menciptakan suara menenangkan yang biasanya membuat Nayla nyaman. Tapi kali ini, pikirannya terlalu penuh untuk bisa menikmati suasana. Setelah pertemuannya dengan Nyonya Adrian, perasaan Nayla semakin tak menentu. Kata-kata wanita itu masih terngiang jelas di kepalanya. "Aku ingin kau meninggalkan Revan sebelum semuanya terlambat." Sejak awal, Nayla tahu pernikahan ini hanyalah kontrak. Tapi mengapa hatinya mulai merasa terusik? Ia memandangi ponselnya. Tak ada pesan dari Revan. Pria itu belum pulang sejak kemarin dan tidak memberi kabar apa pun. Nayla menggigit bibirnya. Haruskah ia menghubungi Revan lebih dulu? Atau ia harus menunggu? Sebelum ia bisa mengambil keputusan, dering telepon tiba-tiba membuyarkan pikirannya. Ia langsung meraih ponselnya, berharap itu dari Revan. Namun, saat melihat nama di layar, hatinya sedikit mencelos. "Dion" Dion adalah sahabatnya sejak kuliah. Pria yang selalu ada di sisinya sebelum pernikahan ini

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Peringatan Dari Masa Lalu

    Malam semakin larut, tetapi Nayla masih terjaga di kamarnya. Pikirannya dipenuhi dengan kata-kata Revan sebelumnya."Aku hanya tidak ingin kehilanganmu."Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya.Apa maksudnya? Bukankah selama ini Revan menganggap pernikahan mereka hanyalah kontrak bisnis? Mengapa ia mulai berbicara seperti ini?Nayla berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit, tetapi hatinya tetap gelisah.Beberapa menit berlalu sebelum akhirnya ia terduduk, menghela napas panjang.Tak lama, suara ketukan di pintu terdengar.Tok. Tok.Jantung Nayla berdegup lebih cepat.Ia ragu untuk membuka pintu, tetapi akhirnya ia berjalan ke sana dan membukanya.Revan berdiri di ambang pintu, mengenakan kaus hitam dan celana santai. Tatapan matanya tajam, tetapi juga terlihat… lelah."Ada apa?" tanya Nayla, berusaha terdengar tenang.Revan menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya berkata, "Aku ingin bicara."Nayla menggigit bibirnya. Ia tahu percakapan ini akan sulit, tetapi ia mengangg

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Getaran yang Kian Menguat

    Langkah Revan cepat dan penuh ketegangan saat ia menarik tangan Nayla, memaksanya keluar dari kafe. Nayla mencoba melepaskan diri, tapi genggaman Revan begitu kuat. "Revan, lepaskan!" protesnya. Pria itu tidak menjawab, justru semakin mempercepat langkahnya menuju mobil yang diparkir di depan. Ryan tidak mengejar. Hanya menatap mereka dengan ekspresi tenang, seolah ingin melihat sejauh mana Revan akan bertindak. Begitu sampai di mobil, Revan membuka pintu dan mendorong Nayla masuk dengan lembut. Tanpa kata, ia berjalan ke sisi lain dan masuk, menyalakan mesin, lalu menginjak gas dengan cukup kencang. Suasana di dalam mobil penuh dengan ketegangan. Nayla mendekap kedua tangannya di dada, mencoba mengendalikan emosinya yang mulai memanas. "Apa yang kau lakukan?!" bentaknya akhirnya. Revan tetap fokus pada jalan, wajahnya tegang dan rahangnya mengeras. "Aku membawamu pulang." "Aku bisa pulang sendiri! Kau tidak perlu menyeretku seperti ini!" Revan tertawa sinis,

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Rasa yang Tak Terduga

    Hari-hari setelah pertemuan dengan Ryan terasa aneh bagi Nayla. Revan semakin sering pulang larut, dan ketika di rumah pun, ia lebih banyak diam. Sikapnya berubah. Dulu, pria itu memang dingin, tapi setidaknya masih mau berbicara seperlunya. Sekarang? Seakan ada tembok tebal di antara mereka. Dan yang lebih mengganggu Nayla adalah fakta bahwa… dia mulai memikirkannya. Setiap kali mendengar pintu rumah terbuka, ia berharap itu Revan. Setiap kali makan malam sendirian, ia bertanya-tanya apakah pria itu sudah makan. Dan setiap kali melihat ponselnya, ia ingin mengirim pesan… tapi menahannya. "Kenapa aku jadi begini?" batinnya frustasi. Ia tidak seharusnya mengkhawatirkan Revan. Tidak seharusnya berharap lebih. Karena pada akhirnya, pernikahan ini tetap hanya kontrak. Di sisi lain, Revan juga merasa ada yang berubah dalam dirinya. Biasanya, setelah bekerja, ia akan langsung pulang tanpa banyak berpikir. Tapi kini, ia lebih memilih untuk menyibukkan diri di

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Badai yang Mulai Datang

    Malam itu, setelah keheningan panjang yang menyakitkan, Nayla memutuskan untuk tetap berada di rumah. Bukan karena takut pada Revan, tapi karena ada sesuatu dalam dirinya yang menolak untuk menyerah begitu saja. Tapi tetap saja, ada batas yang tak terlihat di antara mereka. Sejak percakapan terakhir mereka, Revan memilih menjaga jarak. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di ruang kerja, menghindari interaksi yang tak perlu. Nayla sendiri sudah lelah menunggu jawaban yang mungkin tak akan pernah datang. Hingga akhirnya, badai sesungguhnya mulai datang ke dalam kehidupan mereka. Suatu pagi, ketika Nayla sedang menikmati sarapannya di meja makan, Revan tiba-tiba muncul dengan ekspresi serius. “Aku akan mengadakan jamuan makan malam akhir pekan ini,” katanya tanpa basa-basi. Nayla mengangkat alis. “Jamuan makan malam?” Revan mengangguk. “Para investor akan datang. Aku ingin kau hadir.” Nayla mengerutkan kening. Selama ini, Revan tidak pernah melibatkannya dalam urusan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status