Share

Rasa yang Tak Terduga

Author: Zayn Aurel
last update Last Updated: 2025-02-08 20:48:52

Hari-hari setelah pertemuan dengan Ryan terasa aneh bagi Nayla.

Revan semakin sering pulang larut, dan ketika di rumah pun, ia lebih banyak diam.

Sikapnya berubah.

Dulu, pria itu memang dingin, tapi setidaknya masih mau berbicara seperlunya.

Sekarang?

Seakan ada tembok tebal di antara mereka.

Dan yang lebih mengganggu Nayla adalah fakta bahwa… dia mulai memikirkannya.

Setiap kali mendengar pintu rumah terbuka, ia berharap itu Revan.

Setiap kali makan malam sendirian, ia bertanya-tanya apakah pria itu sudah makan.

Dan setiap kali melihat ponselnya, ia ingin mengirim pesan… tapi menahannya.

"Kenapa aku jadi begini?" batinnya frustasi.

Ia tidak seharusnya mengkhawatirkan Revan. Tidak seharusnya berharap lebih.

Karena pada akhirnya, pernikahan ini tetap hanya kontrak.

Di sisi lain, Revan juga merasa ada yang berubah dalam dirinya.

Biasanya, setelah bekerja, ia akan langsung pulang tanpa banyak berpikir.

Tapi kini, ia lebih memilih untuk menyibukkan diri di luar.

Ia menghindari rumah. Menghindari Nayla.

Bukan karena benci, tapi justru karena terlalu banyak hal yang mengganggunya setiap kali melihat wanita itu.

Sejak pertemuan dengan Ryan, pikirannya tak bisa tenang.

Bayangan Nayla yang berdiri di samping pria lain membuatnya marah.

Cemburu?

Tidak, itu tidak mungkin.

Ia hanya terganggu karena Nayla menyembunyikan sesuatu darinya.

Tapi benarkah hanya itu?

Revan menghela napas panjang dan menatap langit malam dari jendela kantornya.

Ia harus menemukan jawaban sebelum semuanya semakin rumit.

Sementara itu, Nayla tak bisa lagi menahan diri.

Malam itu, ia duduk di balkon kamarnya, memandangi langit yang gelap.

Di tangannya, ada ponsel yang sudah beberapa kali ia buka dan tutup.

Akhirnya, dengan napas berat, ia mengetik pesan.

Nayla: Apa kau masih sibuk?

Ia menatap layar ponselnya, menunggu balasan.

Satu menit… lima menit… sepuluh menit…

Tak ada jawaban.

Nayla menggigit bibirnya, merasa bodoh.

Ia hampir meletakkan ponsel ketika tiba-tiba layar menyala.

Revan: Ada apa?

Jawaban singkat. Dingin. Tapi tetap saja, Nayla merasa lega.

Nayla: Aku hanya ingin tahu kapan kau pulang.

Beberapa detik kemudian, balasan datang.

Revan: Aku tidak tahu. Mungkin larut.

Nayla menggigit bibirnya. Ingin menanyakan lebih lanjut, tapi menahan diri.

Akhirnya, ia hanya membalas, Baiklah. Jangan lupa makan.

Tidak ada jawaban setelah itu.

Tapi setidaknya, untuk malam ini, ia sudah cukup berani untuk mengakui bahwa ia merindukan pria itu.

Ketika akhirnya Revan pulang, waktu sudah hampir tengah malam.

Rumah sunyi. Lampu ruang tamu masih menyala, tapi tidak ada tanda-tanda Nayla di sana.

Revan menghela napas dan melangkah menuju kamarnya.

Namun, saat melewati kamar Nayla, ia melihat pintunya sedikit terbuka.

Tanpa sadar, kakinya berhenti.

Dan sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, tubuhnya sudah melangkah ke dalam.

Di sana, Nayla tertidur di sofa kecil di dekat balkon.

Tubuhnya menggigil sedikit, selimut yang menutupi hanya setengah badan.

Revan menatapnya lama.

Perasaan aneh kembali menyelimuti dadanya.

Tanpa pikir panjang, ia mendekat dan menarik selimut, menyelimutinya dengan lebih baik.

Namun, saat ia hendak pergi, Nayla menggeliat dan tiba-tiba menggenggam tangannya.

"Revan…"

Suara pelan itu membuatnya tertegun.

Nayla masih dalam tidur, tapi ekspresinya terlihat begitu rapuh.

Revan menatap jemari mungil yang menggenggam tangannya, lalu ke wajah wanita itu.

Dan di saat itu juga, ia sadar…

Nayla bukan hanya sekadar istri kontraknya.

Ia adalah seseorang yang telah memasuki hidupnya lebih dalam dari yang seharusnya.

Dan itu berbahaya.

Sangat berbahaya.

Revan masih berdiri di tempatnya, membiarkan tangan Nayla menggenggam jemarinya dalam tidurnya.

Dadanya berdebar dengan cara yang aneh.

Seharusnya ia melepaskan genggaman itu. Seharusnya ia berbalik dan pergi.

Tapi entah kenapa, ia tetap diam di sana.

Tatapannya jatuh pada wajah Nayla—wajah yang selama ini selalu ia abaikan, tapi malam ini, terasa begitu berbeda.

Ia melihat bulu mata panjang yang bergetar, bibir yang sedikit terbuka, dan ekspresi damai yang jarang sekali ia lihat pada wanita itu.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa… ingin melindungi seseorang.

Revan mengepalkan tangannya yang bebas, mencoba mengusir perasaan aneh ini.

"Tidak," gumamnya pelan.

Ia tidak bisa membiarkan perasaan ini tumbuh.

Pernikahan ini hanyalah kontrak. Tidak ada tempat untuk cinta atau perasaan lainnya.

Namun, saat Nayla menggeliat dalam tidurnya dan semakin mempererat genggamannya, Revan tidak bisa memaksa dirinya untuk menarik diri.

Sebaliknya, ia malah duduk di lantai, tetap membiarkan tangannya dalam genggaman wanita itu.

Dan tanpa ia sadari, malam itu, ia memilih untuk tetap berada di sisi Nayla.

Sinar matahari masuk ke dalam kamar, perlahan menyentuh wajah Nayla.

Kelopak matanya bergerak sedikit sebelum akhirnya terbuka.

Ia mengerjapkan mata, lalu menyadari sesuatu.

Ada tangan besar yang masih tergenggam dalam jemarinya.

Dengan cepat, ia menoleh dan…

Jantungnya hampir berhenti.

Revan tertidur di lantai, dengan kepalanya bersandar di tepi sofa tempatnya tidur tadi malam.

Tangan mereka masih saling menggenggam.

Nayla membeku.

Ia menatap tangan mereka yang saling terkait, lalu ke wajah Revan yang tertidur dengan ekspresi tenang.

Jantungnya berdetak begitu kencang.

Kenapa dia di sini? Kenapa dia tidak melepaskan genggamannya?

Nayla menelan ludah, otaknya berusaha mencari penjelasan yang masuk akal.

Namun, sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, Revan menggerakkan kelopak matanya, lalu perlahan membuka mata.

Tatapan mereka langsung bertemu.

Hening.

Sejenak, tidak ada yang berbicara.

Mata Revan yang masih setengah mengantuk menatapnya, seakan otaknya masih mencoba memahami situasi.

Kemudian, ekspresinya berubah.

Ia langsung menarik tangannya, sementara Nayla juga buru-buru menjauh, wajahnya terasa panas.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dengan suara nyaris berbisik.

Revan tidak langsung menjawab. Ia menghela napas, lalu berdiri.

"Aku lewat dan melihat pintu kamarmu terbuka. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja," katanya singkat.

Nayla menatapnya dengan curiga. "Dan itu membuatmu tidur di sini?"

Revan mendengus, ekspresinya kembali seperti biasanya—dingin dan tak terbaca.

"Jangan terlalu berpikir macam-macam," katanya sebelum berbalik menuju pintu. "Cepat turun untuk sarapan."

Dan dengan itu, ia pergi, meninggalkan Nayla yang masih duduk di tempatnya dengan perasaan yang semakin kacau.

Sepanjang hari, Nayla tidak bisa mengusir kejadian pagi tadi dari pikirannya.

Bagaimana mungkin Revan tidur di sana?

Kenapa dia tidak langsung pergi setelah memastikan keadaannya?

Dan yang lebih mengganggu—kenapa ia merasa senang mengetahui pria itu ada di sisinya sepanjang malam?

Ia mencoba mengabaikan pikirannya, tapi setiap kali ia mengingat tatapan mata Revan pagi tadi, jantungnya kembali berdetak cepat.

"Apa ini…?" gumamnya pelan.

Apakah mungkin… ia mulai memiliki perasaan untuk suaminya sendiri?

Makan pagi berlangsung dalam keheningan yang canggung.

Nayla duduk di seberang Revan, memainkan sendoknya tanpa benar-benar menyentuh makanannya. Sesekali ia melirik pria itu, yang tampak tenang seperti biasanya.

Seolah-olah kejadian tadi malam tidak pernah terjadi.

Namun, Nayla tidak bisa mengabaikan bagaimana Revan sesekali mencuri pandang ke arahnya.

Dan ketika mata mereka bertemu, pria itu cepat-cepat mengalihkan pandangannya.

Nayla mengepalkan tangannya di bawah meja. Perasaan aneh ini semakin kuat.

Ia harus melakukan sesuatu sebelum semuanya semakin rumit.

Akhirnya, ia menarik napas dalam dan membuka suara, "Revan."

Pria itu berhenti mengunyah, menatapnya dengan ekspresi datar. "Apa?"

"Aku ingin bicara denganmu."

Revan meletakkan sendoknya, menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Bicara tentang apa?"

Nayla menggigit bibirnya. Ia tidak tahu bagaimana harus memulainya.

Ia hanya tahu bahwa ia butuh jawaban.

"Semalam…" suaranya pelan, nyaris berbisik. "Kenapa kau tetap tinggal?"

Revan terdiam. Sekilas, ekspresinya seperti seseorang yang tengah mencari jawaban yang tepat.

Namun, seperti biasa, ia memilih untuk menyembunyikan perasaannya.

"Aku hanya memastikan kau baik-baik saja," jawabnya akhirnya. "Tidak lebih."

Jawaban itu seharusnya membuat Nayla lega.

Tapi anehnya, justru ada rasa kecewa yang muncul di dadanya.

Ia menundukkan kepala, menatap piringnya yang masih penuh.

"Baiklah," katanya lirih.

Revan mengangkat alis. "Apa itu saja?"

"Apa maksudmu?"

"Apa kau mengharapkan jawaban yang lain?"

Nayla terdiam.

Tentu saja.

Tapi ia tidak akan mengatakannya.

"Sudahlah," ujarnya akhirnya, mencoba tersenyum meskipun hatinya terasa berat.

Revan menatapnya beberapa detik lebih lama sebelum akhirnya kembali fokus pada makanannya.

Dan untuk pertama kalinya, Nayla menyadari sesuatu.

Ia benar-benar mulai menyukai pria itu.

Dan itu… adalah masalah besar.

---

Sepanjang hari, Nayla mencoba mengalihkan pikirannya dengan bekerja.

Ia pergi ke kafe tempatnya biasa duduk dan menulis, berharap lingkungan baru bisa membantu menenangkan pikirannya.

Namun, semuanya buyar ketika ponselnya berbunyi.

Sebuah pesan masuk.

Dari Ryan.

"Apa kau sibuk? Aku ingin bertemu."

Nayla menatap pesan itu cukup lama sebelum akhirnya membalas, "Baiklah, kapan?"

Beberapa detik kemudian, Ryan menjawab.

"Aku dalam perjalanan ke tempatmu."

Nayla menghela napas dan meletakkan ponselnya di meja.

Ia tidak tahu apakah bertemu Ryan adalah keputusan yang tepat.

Tapi mungkin, pria itu bisa memberinya sedikit ketenangan yang tidak bisa ia dapatkan dari rumah.

---

Ketika Ryan tiba, ia langsung duduk di depan Nayla dengan senyum hangatnya yang khas.

"Sudah lama sekali sejak terakhir kali kita bertemu," katanya.

Nayla tersenyum tipis. "Iya. Aku juga tidak menyangka kau akan menghubungiku lagi."

Ryan mengangkat bahu. "Aku hanya merasa… sepertinya kau butuh seseorang untuk diajak bicara."

Nayla menatapnya dengan bingung. "Kenapa kau berpikir begitu?"

Pria itu menghela napas. "Aku mengenalmu lebih lama dari yang kau sadari, Nay. Dan aku tahu saat kau sedang menyimpan sesuatu di dalam hatimu."

Nayla tersentak.

Ia tidak menyangka Ryan bisa membaca dirinya sebaik itu.

"Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi dalam hidupmu sekarang," lanjut Ryan, "tapi jika kau butuh seseorang untuk mendengarkan, aku ada di sini."

Nayla menunduk, meremas jari-jarinya.

Ia ingin bercerita.

Tapi di saat yang sama, ia tidak tahu harus mulai dari mana.

"Aku…" katanya ragu.

Namun sebelum ia bisa melanjutkan, seseorang tiba-tiba berdiri di samping mejanya.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Nayla mendongak, dan hatinya langsung mencelos.

Revan.

Pria itu berdiri di sana, ekspresinya gelap dan matanya menatap Ryan dengan penuh ketegangan.

Ryan, yang awalnya terkejut, segera mengembalikan ekspresi santainya.

"Aku hanya mengobrol dengan Nayla," jawabnya tenang.

Revan menatap Nayla tajam. "Kau tidak memberitahuku kalau kau akan bertemu dengannya."

Nayla mengepalkan tangannya di atas meja.

"Kita tidak perlu selalu melaporkan semua yang kita lakukan, kan?" jawabnya pelan, mencoba menahan emosinya.

Revan mendengus, lalu menatap Ryan dengan tatapan tajam. "Kau masih belum menyerah, ya?"

Ryan tersenyum kecil. "Aku tidak tahu maksudmu."

Revan mengepalkan rahangnya, lalu menoleh ke Nayla.

"Kita pulang," katanya tegas.

Nayla membelalakkan mata. "Apa?"

"Aku bilang, kita pulang."

Nayla menatap Ryan, lalu kembali ke Revan.

Ia bisa melihat sesuatu yang berbeda dalam mata pria itu—sesuatu yang selama ini tidak pernah ia lihat sebelumnya.

Cemburu.

Tapi kenapa?

Dan yang lebih penting… kenapa itu membuat hatinya berdebar?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Getaran yang Kian Menguat

    Langkah Revan cepat dan penuh ketegangan saat ia menarik tangan Nayla, memaksanya keluar dari kafe. Nayla mencoba melepaskan diri, tapi genggaman Revan begitu kuat. "Revan, lepaskan!" protesnya. Pria itu tidak menjawab, justru semakin mempercepat langkahnya menuju mobil yang diparkir di depan. Ryan tidak mengejar. Hanya menatap mereka dengan ekspresi tenang, seolah ingin melihat sejauh mana Revan akan bertindak. Begitu sampai di mobil, Revan membuka pintu dan mendorong Nayla masuk dengan lembut. Tanpa kata, ia berjalan ke sisi lain dan masuk, menyalakan mesin, lalu menginjak gas dengan cukup kencang. Suasana di dalam mobil penuh dengan ketegangan. Nayla mendekap kedua tangannya di dada, mencoba mengendalikan emosinya yang mulai memanas. "Apa yang kau lakukan?!" bentaknya akhirnya. Revan tetap fokus pada jalan, wajahnya tegang dan rahangnya mengeras. "Aku membawamu pulang." "Aku bisa pulang sendiri! Kau tidak perlu menyeretku seperti ini!" Revan tertawa sinis,

    Last Updated : 2025-02-09
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Peringatan Dari Masa Lalu

    Malam semakin larut, tetapi Nayla masih terjaga di kamarnya. Pikirannya dipenuhi dengan kata-kata Revan sebelumnya."Aku hanya tidak ingin kehilanganmu."Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya.Apa maksudnya? Bukankah selama ini Revan menganggap pernikahan mereka hanyalah kontrak bisnis? Mengapa ia mulai berbicara seperti ini?Nayla berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit, tetapi hatinya tetap gelisah.Beberapa menit berlalu sebelum akhirnya ia terduduk, menghela napas panjang.Tak lama, suara ketukan di pintu terdengar.Tok. Tok.Jantung Nayla berdegup lebih cepat.Ia ragu untuk membuka pintu, tetapi akhirnya ia berjalan ke sana dan membukanya.Revan berdiri di ambang pintu, mengenakan kaus hitam dan celana santai. Tatapan matanya tajam, tetapi juga terlihat… lelah."Ada apa?" tanya Nayla, berusaha terdengar tenang.Revan menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya berkata, "Aku ingin bicara."Nayla menggigit bibirnya. Ia tahu percakapan ini akan sulit, tetapi ia mengangg

    Last Updated : 2025-02-11
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Batasan yang Tak Terucap

    Hari itu hujan turun deras di luar jendela, menciptakan suara menenangkan yang biasanya membuat Nayla nyaman. Tapi kali ini, pikirannya terlalu penuh untuk bisa menikmati suasana. Setelah pertemuannya dengan Nyonya Adrian, perasaan Nayla semakin tak menentu. Kata-kata wanita itu masih terngiang jelas di kepalanya. "Aku ingin kau meninggalkan Revan sebelum semuanya terlambat." Sejak awal, Nayla tahu pernikahan ini hanyalah kontrak. Tapi mengapa hatinya mulai merasa terusik? Ia memandangi ponselnya. Tak ada pesan dari Revan. Pria itu belum pulang sejak kemarin dan tidak memberi kabar apa pun. Nayla menggigit bibirnya. Haruskah ia menghubungi Revan lebih dulu? Atau ia harus menunggu? Sebelum ia bisa mengambil keputusan, dering telepon tiba-tiba membuyarkan pikirannya. Ia langsung meraih ponselnya, berharap itu dari Revan. Namun, saat melihat nama di layar, hatinya sedikit mencelos. "Dion" Dion adalah sahabatnya sejak kuliah. Pria yang selalu ada di sisinya sebelum pernikahan ini

    Last Updated : 2025-02-13
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Retakan pernikahan

    Malam itu, Nayla berbaring di tempat tidur dengan mata terbuka. Suara detak jam di dinding terdengar lebih nyaring dari biasanya. Pikirannya masih dipenuhi kejadian sore tadi—tatapan Revan yang tajam, genggaman tangannya yang kuat, dan kata-kata yang menggantung di udara. "Jangan buat keadaan menjadi rumit." Nayla menarik napas panjang, lalu berbalik ke samping, menatap langit-langit kamar yang diterangi cahaya lampu tidur. Apa maksud Revan? Bukankah sejak awal pernikahan ini memang sudah rumit? Bagaimana mungkin ia bisa menjalani semuanya tanpa melibatkan perasaan? Pintu kamar mandi terbuka, membuat Nayla refleks menoleh. Revan keluar dengan rambut yang masih basah, hanya mengenakan kaus hitam dan celana pendek. Mereka saling bertatapan sekilas sebelum Revan berjalan menuju lemari, mengambil ponselnya, lalu duduk di sofa yang ada di sudut kamar. Nayla mengalihkan pandangannya. Biasanya, ia tidak begitu memperhatikan kebiasaan Revan, tapi entah mengapa malam ini ia m

    Last Updated : 2025-02-15
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Kebenaran yang Tersembunyi

    Langkah Nayla terasa ringan, namun hatinya penuh dengan beban berat. Ia mengikuti Revan menuju ruang tamu, di mana seorang wanita berambut panjang dengan gaun elegan berwarna merah sudah menunggu. Clara. Wanita itu tampak anggun, dengan wajah yang menunjukkan ketenangan sekaligus kepercayaan diri. Ia tersenyum tipis saat melihat Revan mendekat, tetapi senyumnya sedikit memudar saat menyadari Nayla juga ada di sana. "Revan," suara Clara lembut, tetapi memiliki ketegasan di dalamnya. "Kita perlu bicara." Revan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, ekspresinya dingin. "Bicara tentang apa?" Clara menatap Nayla sesaat, lalu kembali menatap Revan. "Ini penting." Nayla menahan napas. Bagaimana jika Clara adalah bagian dari masa lalu Revan yang belum selesai? Bagaimana jika... wanita ini adalah seseorang yang pernah sangat berarti dalam hidupnya? Namun, sebelum Nayla bisa terus membiarkan pikirannya berlarian, suara Revan membuyarkan lamunannya. "Apapun yang ing

    Last Updated : 2025-02-15
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Rahasia yang Terungkap

    Nayla menatap Revan dengan perasaan tak menentu. Ia bisa melihat ketegangan di wajah suaminya—sesuatu yang jarang sekali terjadi. “Apa yang ingin kau katakan?” tanyanya hati-hati. Revan menarik napas dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan kebenaran. Ia tahu ini akan sulit, tapi ia juga tahu bahwa Nayla berhak untuk mengetahui semuanya. “Aku bertemu dengan seseorang hari ini,” ujarnya pelan. Nayla mengernyit. “Seseorang?” “Clara.” Dada Nayla terasa seperti dihantam palu. Nama itu—nama yang hanya ia dengar sekilas dalam percakapan singkat Revan dengan beberapa orang di masa lalu—kini muncul kembali di hadapan mereka. Matanya membulat, tetapi ia mencoba tetap tenang. “Mantan kekasihmu?” Revan mengangguk. “Ya.” Nayla mengatupkan bibirnya. Perasaan tidak nyaman mulai menyelimuti hatinya, tetapi ia masih menunggu kelanjutan dari Revan. “Aku baru tahu sesuatu yang selama ini disembunyikan dariku,” lanjut Revan dengan suara berat. “Aku... aku punya seora

    Last Updated : 2025-02-16
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Rasa yang Terkunci

    Malam mulai larut, tapi Nayla masih duduk di depan jendela, memandangi lampu-lampu kota yang berkedip-kedip dari kejauhan. Dalam diam, pikirannya sibuk memutar ulang kenangan yang membuat hatinya terasa sesak. Ia memeluk lututnya sendiri, berharap kehangatan dari pelukannya bisa menggantikan dingin yang merambat ke dalam hatinya. Sudah beberapa minggu ini hubungan mereka tidak lagi sama. Revan masih bersikap baik, masih pulang ke rumah, masih menatapnya dengan mata yang sama—tapi Nayla bisa merasakan jarak yang perlahan tumbuh di antara mereka. Ada hal-hal yang dulu terasa hangat, kini mulai terasa asing. Ketukan pelan di pintu kamar membuatnya menoleh. Revan masuk, membawa secangkir teh hangat. “Untukmu,” katanya singkat, meletakkan cangkir di meja dekat jendela. Nayla tersenyum tipis. “Terima kasih.” Revan tidak langsung pergi. Ia duduk di sisi tempat tidur, lalu menatap punggung Nayla dalam diam. Ada banyak yang ingin ia katakan, tapi entah kenapa lidahnya terasa kelu.

    Last Updated : 2025-04-24
  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Pernikahan Tanpa Cinta

    Langit Surabaya mendung, seolah menggambarkan suasana hati Nayla Azzahra yang dipaksa mengenakan gaun pengantin putih hari ini. Tangannya terasa dingin saat ia duduk di depan cermin besar, wajahnya tampak pucat meski telah dipoles dengan riasan sempurna. Hari ini seharusnya menjadi momen bahagia bagi seorang wanita, tetapi tidak baginya. Pernikahan ini bukanlah impiannya, melainkan sebuah paksaaan. "Nayla, sudah siap?" Suara lembut ibunya, Bu Rina, membuyarkan lamunannya. Ia menoleh, matanya berkaca-kaca. "Bu... apa tidak ada cara lain?" Bu Rina menggenggam tangan putrinya dengan erat. "Nak, ini satu-satunya cara agar kita bisa menyelamatkan keluarga kita. Kamu tahu sendiri, hutang ayahmu terlalu besar..." Nayla memejamkan mata, menahan air mata yang hampir jatuh. Semua ini demi keluarganya. Demi ayahnya yang tengah sakit dan bisnis keluarganya yang di ambang kehancuran.

    Last Updated : 2025-02-07

Latest chapter

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Rasa yang Terkunci

    Malam mulai larut, tapi Nayla masih duduk di depan jendela, memandangi lampu-lampu kota yang berkedip-kedip dari kejauhan. Dalam diam, pikirannya sibuk memutar ulang kenangan yang membuat hatinya terasa sesak. Ia memeluk lututnya sendiri, berharap kehangatan dari pelukannya bisa menggantikan dingin yang merambat ke dalam hatinya. Sudah beberapa minggu ini hubungan mereka tidak lagi sama. Revan masih bersikap baik, masih pulang ke rumah, masih menatapnya dengan mata yang sama—tapi Nayla bisa merasakan jarak yang perlahan tumbuh di antara mereka. Ada hal-hal yang dulu terasa hangat, kini mulai terasa asing. Ketukan pelan di pintu kamar membuatnya menoleh. Revan masuk, membawa secangkir teh hangat. “Untukmu,” katanya singkat, meletakkan cangkir di meja dekat jendela. Nayla tersenyum tipis. “Terima kasih.” Revan tidak langsung pergi. Ia duduk di sisi tempat tidur, lalu menatap punggung Nayla dalam diam. Ada banyak yang ingin ia katakan, tapi entah kenapa lidahnya terasa kelu.

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Rahasia yang Terungkap

    Nayla menatap Revan dengan perasaan tak menentu. Ia bisa melihat ketegangan di wajah suaminya—sesuatu yang jarang sekali terjadi. “Apa yang ingin kau katakan?” tanyanya hati-hati. Revan menarik napas dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan kebenaran. Ia tahu ini akan sulit, tapi ia juga tahu bahwa Nayla berhak untuk mengetahui semuanya. “Aku bertemu dengan seseorang hari ini,” ujarnya pelan. Nayla mengernyit. “Seseorang?” “Clara.” Dada Nayla terasa seperti dihantam palu. Nama itu—nama yang hanya ia dengar sekilas dalam percakapan singkat Revan dengan beberapa orang di masa lalu—kini muncul kembali di hadapan mereka. Matanya membulat, tetapi ia mencoba tetap tenang. “Mantan kekasihmu?” Revan mengangguk. “Ya.” Nayla mengatupkan bibirnya. Perasaan tidak nyaman mulai menyelimuti hatinya, tetapi ia masih menunggu kelanjutan dari Revan. “Aku baru tahu sesuatu yang selama ini disembunyikan dariku,” lanjut Revan dengan suara berat. “Aku... aku punya seora

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Kebenaran yang Tersembunyi

    Langkah Nayla terasa ringan, namun hatinya penuh dengan beban berat. Ia mengikuti Revan menuju ruang tamu, di mana seorang wanita berambut panjang dengan gaun elegan berwarna merah sudah menunggu. Clara. Wanita itu tampak anggun, dengan wajah yang menunjukkan ketenangan sekaligus kepercayaan diri. Ia tersenyum tipis saat melihat Revan mendekat, tetapi senyumnya sedikit memudar saat menyadari Nayla juga ada di sana. "Revan," suara Clara lembut, tetapi memiliki ketegasan di dalamnya. "Kita perlu bicara." Revan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, ekspresinya dingin. "Bicara tentang apa?" Clara menatap Nayla sesaat, lalu kembali menatap Revan. "Ini penting." Nayla menahan napas. Bagaimana jika Clara adalah bagian dari masa lalu Revan yang belum selesai? Bagaimana jika... wanita ini adalah seseorang yang pernah sangat berarti dalam hidupnya? Namun, sebelum Nayla bisa terus membiarkan pikirannya berlarian, suara Revan membuyarkan lamunannya. "Apapun yang ing

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Retakan pernikahan

    Malam itu, Nayla berbaring di tempat tidur dengan mata terbuka. Suara detak jam di dinding terdengar lebih nyaring dari biasanya. Pikirannya masih dipenuhi kejadian sore tadi—tatapan Revan yang tajam, genggaman tangannya yang kuat, dan kata-kata yang menggantung di udara. "Jangan buat keadaan menjadi rumit." Nayla menarik napas panjang, lalu berbalik ke samping, menatap langit-langit kamar yang diterangi cahaya lampu tidur. Apa maksud Revan? Bukankah sejak awal pernikahan ini memang sudah rumit? Bagaimana mungkin ia bisa menjalani semuanya tanpa melibatkan perasaan? Pintu kamar mandi terbuka, membuat Nayla refleks menoleh. Revan keluar dengan rambut yang masih basah, hanya mengenakan kaus hitam dan celana pendek. Mereka saling bertatapan sekilas sebelum Revan berjalan menuju lemari, mengambil ponselnya, lalu duduk di sofa yang ada di sudut kamar. Nayla mengalihkan pandangannya. Biasanya, ia tidak begitu memperhatikan kebiasaan Revan, tapi entah mengapa malam ini ia m

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Batasan yang Tak Terucap

    Hari itu hujan turun deras di luar jendela, menciptakan suara menenangkan yang biasanya membuat Nayla nyaman. Tapi kali ini, pikirannya terlalu penuh untuk bisa menikmati suasana. Setelah pertemuannya dengan Nyonya Adrian, perasaan Nayla semakin tak menentu. Kata-kata wanita itu masih terngiang jelas di kepalanya. "Aku ingin kau meninggalkan Revan sebelum semuanya terlambat." Sejak awal, Nayla tahu pernikahan ini hanyalah kontrak. Tapi mengapa hatinya mulai merasa terusik? Ia memandangi ponselnya. Tak ada pesan dari Revan. Pria itu belum pulang sejak kemarin dan tidak memberi kabar apa pun. Nayla menggigit bibirnya. Haruskah ia menghubungi Revan lebih dulu? Atau ia harus menunggu? Sebelum ia bisa mengambil keputusan, dering telepon tiba-tiba membuyarkan pikirannya. Ia langsung meraih ponselnya, berharap itu dari Revan. Namun, saat melihat nama di layar, hatinya sedikit mencelos. "Dion" Dion adalah sahabatnya sejak kuliah. Pria yang selalu ada di sisinya sebelum pernikahan ini

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Peringatan Dari Masa Lalu

    Malam semakin larut, tetapi Nayla masih terjaga di kamarnya. Pikirannya dipenuhi dengan kata-kata Revan sebelumnya."Aku hanya tidak ingin kehilanganmu."Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya.Apa maksudnya? Bukankah selama ini Revan menganggap pernikahan mereka hanyalah kontrak bisnis? Mengapa ia mulai berbicara seperti ini?Nayla berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit, tetapi hatinya tetap gelisah.Beberapa menit berlalu sebelum akhirnya ia terduduk, menghela napas panjang.Tak lama, suara ketukan di pintu terdengar.Tok. Tok.Jantung Nayla berdegup lebih cepat.Ia ragu untuk membuka pintu, tetapi akhirnya ia berjalan ke sana dan membukanya.Revan berdiri di ambang pintu, mengenakan kaus hitam dan celana santai. Tatapan matanya tajam, tetapi juga terlihat… lelah."Ada apa?" tanya Nayla, berusaha terdengar tenang.Revan menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya berkata, "Aku ingin bicara."Nayla menggigit bibirnya. Ia tahu percakapan ini akan sulit, tetapi ia mengangg

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Getaran yang Kian Menguat

    Langkah Revan cepat dan penuh ketegangan saat ia menarik tangan Nayla, memaksanya keluar dari kafe. Nayla mencoba melepaskan diri, tapi genggaman Revan begitu kuat. "Revan, lepaskan!" protesnya. Pria itu tidak menjawab, justru semakin mempercepat langkahnya menuju mobil yang diparkir di depan. Ryan tidak mengejar. Hanya menatap mereka dengan ekspresi tenang, seolah ingin melihat sejauh mana Revan akan bertindak. Begitu sampai di mobil, Revan membuka pintu dan mendorong Nayla masuk dengan lembut. Tanpa kata, ia berjalan ke sisi lain dan masuk, menyalakan mesin, lalu menginjak gas dengan cukup kencang. Suasana di dalam mobil penuh dengan ketegangan. Nayla mendekap kedua tangannya di dada, mencoba mengendalikan emosinya yang mulai memanas. "Apa yang kau lakukan?!" bentaknya akhirnya. Revan tetap fokus pada jalan, wajahnya tegang dan rahangnya mengeras. "Aku membawamu pulang." "Aku bisa pulang sendiri! Kau tidak perlu menyeretku seperti ini!" Revan tertawa sinis,

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Rasa yang Tak Terduga

    Hari-hari setelah pertemuan dengan Ryan terasa aneh bagi Nayla. Revan semakin sering pulang larut, dan ketika di rumah pun, ia lebih banyak diam. Sikapnya berubah. Dulu, pria itu memang dingin, tapi setidaknya masih mau berbicara seperlunya. Sekarang? Seakan ada tembok tebal di antara mereka. Dan yang lebih mengganggu Nayla adalah fakta bahwa… dia mulai memikirkannya. Setiap kali mendengar pintu rumah terbuka, ia berharap itu Revan. Setiap kali makan malam sendirian, ia bertanya-tanya apakah pria itu sudah makan. Dan setiap kali melihat ponselnya, ia ingin mengirim pesan… tapi menahannya. "Kenapa aku jadi begini?" batinnya frustasi. Ia tidak seharusnya mengkhawatirkan Revan. Tidak seharusnya berharap lebih. Karena pada akhirnya, pernikahan ini tetap hanya kontrak. Di sisi lain, Revan juga merasa ada yang berubah dalam dirinya. Biasanya, setelah bekerja, ia akan langsung pulang tanpa banyak berpikir. Tapi kini, ia lebih memilih untuk menyibukkan diri di

  • Kisah Kehidupan Istri CEO   Badai yang Mulai Datang

    Malam itu, setelah keheningan panjang yang menyakitkan, Nayla memutuskan untuk tetap berada di rumah. Bukan karena takut pada Revan, tapi karena ada sesuatu dalam dirinya yang menolak untuk menyerah begitu saja. Tapi tetap saja, ada batas yang tak terlihat di antara mereka. Sejak percakapan terakhir mereka, Revan memilih menjaga jarak. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di ruang kerja, menghindari interaksi yang tak perlu. Nayla sendiri sudah lelah menunggu jawaban yang mungkin tak akan pernah datang. Hingga akhirnya, badai sesungguhnya mulai datang ke dalam kehidupan mereka. Suatu pagi, ketika Nayla sedang menikmati sarapannya di meja makan, Revan tiba-tiba muncul dengan ekspresi serius. “Aku akan mengadakan jamuan makan malam akhir pekan ini,” katanya tanpa basa-basi. Nayla mengangkat alis. “Jamuan makan malam?” Revan mengangguk. “Para investor akan datang. Aku ingin kau hadir.” Nayla mengerutkan kening. Selama ini, Revan tidak pernah melibatkannya dalam urusan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status