"Hai, Wina. Are you feeling better? Mau ikut ke pantai, nggak?" tanya Johann saat melihatku keluar kamar menenteng laptop. "Di sana enak lho kalau mau nulis."
Sebelum aku menjawab ia sudah mengambil laptop dari tanganku dan menarikku berjalan mengikuti keluar. Hanya 10 menit berjalan kami tiba di Pantai Lakey Peak yang cantik. Di sana ada sebuah paviliun kecil dengan kursi yang nyaman menghadap laut dan Johann mengajakku duduk.
Beberapa turis asing terlihat asyik berselancar di tengah lautan. Aku melihat anak-anak bermain di pantai dengan ceria dan sebagian juga ada yang menenteng papan selancar. Anehnya ada beberapa anak itu yang berambut pirang dan terlihat campuran.
"Anak-anak di sini banyak yang nggak kenal bapaknya." kata Johann menjelaskan sebelum aku bertanya. "Pantai Lakey ini terkenal akan ombaknya dan banyak bule yang ke sini untuk surfing. Sebagian ada yang "pacaran" dengan gadis lokal dan pergi sesudah selesai selancar. Makanya di sini banyak anak yang lahir sebagai anak campuran dan nggak pernah tahu siapa ayahnya. Ada sih satu dua yang akhirnya hidup bahagia dan punya keluarga yang utuh, tapi jarang sekali. Makanya anak-anak sini juga jago selancar. Dengan selancar mereka bisa memperbaiki kehidupannya. Malah ada satu anak yang udah jadi surfer profesional dan dikontrak Ripcurl dari sini."
Aku memperhatikan anak-anak yang bermain di pantai dengan wajah ceria. Senyum dan tawa mereka lepas, walaupun daerah ini didera kemiskinan. Aku mengerti perasaan anak-anak campuran tanpa ayah yang dimaksud Johann.
Andrea tidak malu dengan statusnya yang tidak memiliki ayah sejak kami pertama bertemu, namun bukan berarti masa kecilnya tidak berat. Ia harus menghadapi anak-anak sebayanya yang kadang bisa berlaku kejam dengan menanyakan kenapa kulitnya tidak sawo matang seperti mereka dan ayahnya tidak pernah datang ke sekolah.
Ibunya yang naif jatuh dalam rayuan cinta seorang pria Italia saat ia bekerja di hotel di Bali dan kemudian hamil. Laki-laki itu pergi begitu saja ketika mengetahui perempuan itu mengandung dan kembali ke negaranya. Andrea dibesarkan oleh ibunya seorang diri dan ia bertekad bahwa ia akan menjadi seorang laki-laki decent, tidak mengikuti jejak ayahnya yang brengsek.
Aku tahu hatinya perih saat mengetahui bahwa tanpa disadarinya, ia telah menelantarkan seorang anak di luar sana, dan baru mengetahui keberadaan anaknya itu setelah terlambat 7 tahun. Itulah sebabnya, aku merelakan ia pergi ke London, agar ia dapat memenuhi janjinya kepada dirinya sendiri untuk menjadi pria baik.
Hatiku sakit memikirkan betapa beratnya keputusan yang kuambil. Aku tahu, ini pilihanku sendiri, tetapi tak pernah kusangka sakitnya akan seperti ini. Dadaku sesak karena rindu, dan aku menahan diri untuk tidak menelepon Andrea.
***
Aku berusaha menyibukkan diri dengan menulis. Aku hanya ingin melepaskan pikiranku dari Andrea dan mengisinya dengan tokoh-tokoh novel. Aku menciptakan suatu negeri bernama Kerajaan Air, suatu kerajaan fiksi di Indonesia yang sezaman dengan Kalingga. Pangeran putra mahkota bernama Tasi dan harus naik takhta ketika berumur 9 tahun saat ayahnya, sang raja meninggal dunia. Tasi terkurung di balik tembok istana dengan pamannya yang memerintah sebagai wakil raja hingga usianya 16 tahun.
Tasi tidak bahagia karena ia sadar dirinya dimanfaatkan pamannya yang jahat sebagai raja boneka untuk memerintah kerajaan dan tidak seorang pun dapat ia percayai di istana. Selama bertahun-tahun ia merencanakan pelariannya dari istana. Pada ulang tahunnya yang ke-15, Tasi dipaksa menikah dengan seorang putri dari kerajaan Kalingga untuk mengukuhkan statusnya sebagai raja.
Sebelum rombongan gadis itu tiba di istana, Tasi mematangkan rencana pelariannya dan kemudian meninggalkan istana selamanya. Ia menyamar sebagai rakyat biasa dan hidup mengembara. Selama setahun mengembara, Tasi melihat betapa rakyatnya hidup menderita di bawah pemerintahan pamannya yang jaht.
Kemana pun ia pergi, ia menemui kesedihan di antara rakyatnya akibat pejabat yang curang, pajak yang tinggi, dan penguasa yang lalim. Hatinya terketuk dan akhirnya Tasi memutuskan kembali ke istana sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-16, saat ia berhak mengambil alih takhta dari pamannya. Baginya, kebebasan yang ia dambakan tidak sebanding dengan penderitaan rakyatnya... Ia bertekad akan menjadi raja yang baik dan menyejahterakan rakyat yang ia kasihi.
Karakter dan plot mengalir dengan lancar dari pikiranku. Aku bisa dengan mudah menuliskan tentang Tasi dan Kerajaan Air dan tokoh-tokoh lainnya yang ia temui di sepanjang pengembaraannya. Ini membuatku teringat ucapan Andrea 6 tahun lalu bahwa aku tidak dapat menghasilkan karya yang bagus karena aku nggak pernah susah.
Mungkin ini maksudnya... sekarang aku bisa mencurahkan hatiku untuk menulis karena aku sudah mengalami susah...
***
Editorku di Genta Publishing sangat menyukai naskah terakhir yang kukirimkan dan tanpa banyak perubahan mereka setuju menerbitkannya. Buku itu mendapat sambutan sangat baik dan segera menjadi bestseller. Ibuku sangat bangga dan membagi-bagikannya ke setiap teman keluarga. Aku menerima email berisi foto Andrea dengan senyum bangga memegang buku itu di dadanya beberapa bulan kemudian.
"I am so proud of you," tertulis di judul emailnya, tanpa tulisan tambahan. (Aku sangat bangga kepadamu.)
Email itu kuterima saat aku sedang berada di sebuah museum di Aarnhem, Belanda. Aku sedang riset untuk novel terbaruku. Novelku berikutnya akan berkisah tentang Sophia, seorang gadis indo yang harus terusir ke Belanda saat perang dunia 2 berakhir. Ia yang lahir dan besar di Bandung dipaksa untuk pulang ke negara "nenek moyangnya" oleh gerakan Pemuda.
Ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan angkat kaki dari Indonesia, banyak orang Eropa dan indo yang ditahan di kamp tawanan perang yang diselamatkan oleh tentara sekutu. Nasib mereka tidak lebih baik dari saat di tahanan karena ketika mereka keluar dari kamp, rumah dan harta benda mereka telah dikuasai republik. Mereka tidak diterima kembali oleh orang-orang pribumi dan terpaksa harus meminta perlindungan pada pemerintah Belanda.
Orang-orang keturunan Belanda yang mampu menunjukkan identitas atau akte kelahiran yang membuktikan bahwa mereka berdarah Belanda akan diberikan paspor Belanda dan dikirim dengan kapal laut selama berminggu-minggu ke negeri kincir angin tersebut. Di sana mereka diberikan pelatihan, tempat tinggal, dan pekerjaan.
Akibat Perang Dunia 2, ada kurang lebih 300.000 indo yang tersebar ke seluruh dunia. Aku ingin sih merasakan naik kapal laut ke Belanda untuk lebih dapat mendalami karakter tokoh utamaku, tetapi karena itu hampir mustahil dilakukan, aku harus puas mendapatkan materi penelitian dari museum dan pusat arsip di Aarnhem dan Leiden.
Aku duduk di bangku taman dan merenung sambil melihat emailnya di ponselku. Sangat teratur seperti gerak jam, dia pasti akan mengirimku email setiap hari Minggu ketika ia menceritakan tentang kabarnya di Inggris. Jadi karena ini hari Rabu, aku tidak menduga akan menerima email begini. Dalam hati aku senang karena ternyata Andrea tahu aku akhirnya berhasil menyelesaikan bukuku.
Aku tidak pernah membalas email Andrea. Panggilan teleponnya pun tidak pernah kuangkat, dia pasti sekarang mengerti bahwa aku masih belum sanggup bicara dengannya. Pengacaraku bilang dia sudah menerima dokumen perceraian enam bulan lalu tetapi hingga kini tidak ada tanggapan darinya.Diam-diam aku berharap Andrea akan memperlambat prosesnya, walaupun aku tahu cepat atau lambat kami akan berpisah secara resmi, dan akan tiba hari di mana aku bisa menatap matanya dan berbicara.Tanpa sadar aku menjelajahi Facebook dan mencari berita tentang Adelina Surya lagi. Kali ini aku melihat akun media sosialnya sudah aktif. Adelina tampak bahagia tinggal di London dengan anaknya. Di foto profilnya tampak ia dan Ronan, anaknya, serta Andrea berfoto dengan
Aku sudah terkenal pelupa sejak masih kecil. Tidak terhitungberapa puluh kali aku kehilangan dompet, handphone, tas dan bahkan paspor. Namun aku tidak pernah lupa saat pertama kali bertemu Andrea di bandara 6 tahun yang lalu. Waktu itu aku seperti burung, selalu terbang kesana kemari dengan alasan mencari inspirasi menulis. Aku juga tidak mengerti kenapa aku selalu merasa gelisah jika berdiam di suatu tempat lebih dari dua bulan.Mungkin karena saat itu aku belum menemukan "rumahku". Setelah menikah dengan Andrea rasa gelisah itu hilang, diganti dengan rasa nyaman dan cepat puas. Duduk mengetik di balkon apartemen kami setiap sore sambil menunggu Andrea pulang kerja rasanya sangat menentramkan.Kadang-kadang kami makan di luar dan mengo
Aku mula-mula diundang panitia UWRF untuk berbicara karena novel Tasi, tetapi kemudian novel baruku terbit dan Genta Publishing ingin menggunakannya sebagai ajang promosi juga. Aku tak menyangka banyak sekali peserta yang memadati sesiku di hari kedua UWRF.Mbak Ria dari penerbit memberitahuku bahwa stok buku yang kami bawa juga sudah habis, sungguh di luar dugaan. Tahun lalu waktu aku menghadiri acara ini, aku masih bukan siapa-siapa."Saya suka baca novel Mbak Ludwina, karena selain idenya segar, saya bener-bener bisa masuk ke dunia yang Mbak sampaikan, karakter-karakternya jugabelievablebanget. Novel Tasi bikin saya tertarik untuk baca sejarah Indonesia. Dear Sophia juga sangat penuh dengan
Aku pernah menulis bucketlist (daftar keinginan) waktu masih kuliah. Dengan kekayaan orangtuaku hal-hal yang bisa dibeli dengan uang cepat sekali terpenuhi. Sky diving di Dubai? Sudah. Makan di restoran gantung di Belgia? Sudah. Melihat aurora, sudah beberapa kali. Safari di Afrika untuk melihat Big Five juga sudah.Yang sulit untuk dipenuhi dan memerlukan waktu lama adalah hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang. Misalnya mengunjungi semua negara di dunia. You don't just need money, but also time...
OKTOBER 2012Andrea belum pernah keluar negeri sebelumnya. Ini adalah kali kedua ia menginjakkan kaki di bandara. Hari ini ia harus terbang ke Singapura untuk wawancara pekerjaan di sebuah perusahaan IT internasional. Bandara sekarang cukup banyak berubah dibandingkan tiga tahun lalu saat ia pertama kali ke sini.Ia masih ingat peristiwa tiga tahun lalu itu. Ia tidak tahu pasti jadwal penerbangan Adelina, yang jelas ia akan terbang ke London malam itu. Andrea sudah memeriksa semua jadwal penerbangan yang masuk akal dan memutuskan untuk datang lebih awal.
Adelina balas mencium Andrea dengan penuh cinta, dan semua kekuatiran yang selama ini menggelayuti hati mereka tentang masa depan perlahan sirna. Andrea dan Adelina hanya memikirkan rencana pernikahan diam-diam mereka di Singapura tiga bulan lagi dan rasanya semesta turut berbahagia dengan keberanian sepasang pemuda itu mengambilkeputusan."Kita harus merayakan pertunangan kita!" Adelina mengeluarkan sebotol red wine dari tasnya dan menaruh di meja makan bersama makan malam yang telah siap dimasak."I cannot wait to spend the rest of my life with you."Malam itu adalah malam paling membahagiakan dalam hidup Andrea. Mereka merayakan cinta mereka yang sudah tumbuh sejak mereka berusia 16 tahun, d
Andrea membalikkan badan setelah memastikan gate penerbangannya di layar dan tidak menyadari seorang gadis berjalan dengan menundukkan kepala tepat menabrak dadanya.Gadis itu mungil sekali, hanya setinggi bahunya, dan karena dorongan tubuh Andrea yang besar ia pun terpelanting jatuh. Andrea kaget sekali dan buru-buru membantunya berdiri."Maafkan saya, saya tidak sengaja... Sini saya bantu berdiri.""Nggak usaaaahh... gue bisa sendiri!!" Gadis itu galak sekali menepis tangan Andrea. Akhirnya Andrea hanya bisa mengangkat bahu dan berlalu. Gadis itu mencoba berdiri tetapi ternyata hak stiletto-nya copot sebelah dan ia jatuh kembali. Ia meringis sambil memijit kaki kanannya yang terkilir, "Eh, kamu! Sini! Tanggung jawab, kamu. Gue ga bisa jalan, tauk!"Beberapa orang tampak mencoba membantunya tetapi dengan keras kepala ia mengebaskan tangan-tangan yang terulur. Andrea berbalik lalu sambil geleng-geleng kepala menggendong gadis itu ke bangku terdekat, lalu
Mereka terpaksa harus menunggu setengah jam. Teh dan kue-kue disajikan sambil mereka menunggu, dan kepala bandara asyik mengobrol dengan Ludwina tentang perjalanannya."Aku baru pulang dari Hong Kong, Oom. Ayah membuka hotel baru di Kowloon, jadi aku mau sekalian coba menginap di sana dan mencari inspirasi menulis. Oom punya koran kompas hari sabtu kemarin nggak?""Ada. Kenapa?""Artikel perjalananku ke Italia sudah terbit...ahahaha... aku senang banget. Susah lho menulisnya."Andrea mengambil koran Kompas yang dimaksud dari tumpukan koran di atas meja lalu membuka-buka halamannya sambil mendengarkan obrolan kedua orang itu. Ia menemukan artikel yang dimaksud Ludwina, ia lalu membacanya."Ini dokumen yang bapak minta," kata sekretaris yang baru datang dengan setumpuk dokumen. Kepala bandara akhirnya segera mengambil satu formulir dan mengisi beberapa data dan memberi cap, lalu menyerahkannya kepada Ludwina."OK, sudah beres, kalian serahkan