"Hai, Wina. Are you feeling better? Mau ikut ke pantai, nggak?" tanya Johann saat melihatku keluar kamar menenteng laptop. "Di sana enak lho kalau mau nulis."
Sebelum aku menjawab ia sudah mengambil laptop dari tanganku dan menarikku berjalan mengikuti keluar. Hanya 10 menit berjalan kami tiba di Pantai Lakey Peak yang cantik. Di sana ada sebuah paviliun kecil dengan kursi yang nyaman menghadap laut dan Johann mengajakku duduk.
Beberapa turis asing terlihat asyik berselancar di tengah lautan. Aku melihat anak-anak bermain di pantai dengan ceria dan sebagian juga ada yang menenteng papan selancar. Anehnya ada beberapa anak itu yang berambut pirang dan terlihat campuran.
"Anak-anak di sini banyak yang nggak kenal bapaknya." kata Johann menjelaskan sebelum aku bertanya. "Pantai Lakey ini terkenal akan ombaknya dan banyak bule yang ke sini untuk surfing. Sebagian ada yang "pacaran" dengan gadis lokal dan pergi sesudah selesai selancar. Makanya di sini banyak anak yang lahir sebagai anak campuran dan nggak pernah tahu siapa ayahnya. Ada sih satu dua yang akhirnya hidup bahagia dan punya keluarga yang utuh, tapi jarang sekali. Makanya anak-anak sini juga jago selancar. Dengan selancar mereka bisa memperbaiki kehidupannya. Malah ada satu anak yang udah jadi surfer profesional dan dikontrak Ripcurl dari sini."
Aku memperhatikan anak-anak yang bermain di pantai dengan wajah ceria. Senyum dan tawa mereka lepas, walaupun daerah ini didera kemiskinan. Aku mengerti perasaan anak-anak campuran tanpa ayah yang dimaksud Johann.
Andrea tidak malu dengan statusnya yang tidak memiliki ayah sejak kami pertama bertemu, namun bukan berarti masa kecilnya tidak berat. Ia harus menghadapi anak-anak sebayanya yang kadang bisa berlaku kejam dengan menanyakan kenapa kulitnya tidak sawo matang seperti mereka dan ayahnya tidak pernah datang ke sekolah.
Ibunya yang naif jatuh dalam rayuan cinta seorang pria Italia saat ia bekerja di hotel di Bali dan kemudian hamil. Laki-laki itu pergi begitu saja ketika mengetahui perempuan itu mengandung dan kembali ke negaranya. Andrea dibesarkan oleh ibunya seorang diri dan ia bertekad bahwa ia akan menjadi seorang laki-laki decent, tidak mengikuti jejak ayahnya yang brengsek.
Aku tahu hatinya perih saat mengetahui bahwa tanpa disadarinya, ia telah menelantarkan seorang anak di luar sana, dan baru mengetahui keberadaan anaknya itu setelah terlambat 7 tahun. Itulah sebabnya, aku merelakan ia pergi ke London, agar ia dapat memenuhi janjinya kepada dirinya sendiri untuk menjadi pria baik.
Hatiku sakit memikirkan betapa beratnya keputusan yang kuambil. Aku tahu, ini pilihanku sendiri, tetapi tak pernah kusangka sakitnya akan seperti ini. Dadaku sesak karena rindu, dan aku menahan diri untuk tidak menelepon Andrea.
***
Aku berusaha menyibukkan diri dengan menulis. Aku hanya ingin melepaskan pikiranku dari Andrea dan mengisinya dengan tokoh-tokoh novel. Aku menciptakan suatu negeri bernama Kerajaan Air, suatu kerajaan fiksi di Indonesia yang sezaman dengan Kalingga. Pangeran putra mahkota bernama Tasi dan harus naik takhta ketika berumur 9 tahun saat ayahnya, sang raja meninggal dunia. Tasi terkurung di balik tembok istana dengan pamannya yang memerintah sebagai wakil raja hingga usianya 16 tahun.
Tasi tidak bahagia karena ia sadar dirinya dimanfaatkan pamannya yang jahat sebagai raja boneka untuk memerintah kerajaan dan tidak seorang pun dapat ia percayai di istana. Selama bertahun-tahun ia merencanakan pelariannya dari istana. Pada ulang tahunnya yang ke-15, Tasi dipaksa menikah dengan seorang putri dari kerajaan Kalingga untuk mengukuhkan statusnya sebagai raja.
Sebelum rombongan gadis itu tiba di istana, Tasi mematangkan rencana pelariannya dan kemudian meninggalkan istana selamanya. Ia menyamar sebagai rakyat biasa dan hidup mengembara. Selama setahun mengembara, Tasi melihat betapa rakyatnya hidup menderita di bawah pemerintahan pamannya yang jaht.
Kemana pun ia pergi, ia menemui kesedihan di antara rakyatnya akibat pejabat yang curang, pajak yang tinggi, dan penguasa yang lalim. Hatinya terketuk dan akhirnya Tasi memutuskan kembali ke istana sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-16, saat ia berhak mengambil alih takhta dari pamannya. Baginya, kebebasan yang ia dambakan tidak sebanding dengan penderitaan rakyatnya... Ia bertekad akan menjadi raja yang baik dan menyejahterakan rakyat yang ia kasihi.
Karakter dan plot mengalir dengan lancar dari pikiranku. Aku bisa dengan mudah menuliskan tentang Tasi dan Kerajaan Air dan tokoh-tokoh lainnya yang ia temui di sepanjang pengembaraannya. Ini membuatku teringat ucapan Andrea 6 tahun lalu bahwa aku tidak dapat menghasilkan karya yang bagus karena aku nggak pernah susah.
Mungkin ini maksudnya... sekarang aku bisa mencurahkan hatiku untuk menulis karena aku sudah mengalami susah...
***
Editorku di Genta Publishing sangat menyukai naskah terakhir yang kukirimkan dan tanpa banyak perubahan mereka setuju menerbitkannya. Buku itu mendapat sambutan sangat baik dan segera menjadi bestseller. Ibuku sangat bangga dan membagi-bagikannya ke setiap teman keluarga. Aku menerima email berisi foto Andrea dengan senyum bangga memegang buku itu di dadanya beberapa bulan kemudian.
"I am so proud of you," tertulis di judul emailnya, tanpa tulisan tambahan. (Aku sangat bangga kepadamu.)
Email itu kuterima saat aku sedang berada di sebuah museum di Aarnhem, Belanda. Aku sedang riset untuk novel terbaruku. Novelku berikutnya akan berkisah tentang Sophia, seorang gadis indo yang harus terusir ke Belanda saat perang dunia 2 berakhir. Ia yang lahir dan besar di Bandung dipaksa untuk pulang ke negara "nenek moyangnya" oleh gerakan Pemuda.
Ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan angkat kaki dari Indonesia, banyak orang Eropa dan indo yang ditahan di kamp tawanan perang yang diselamatkan oleh tentara sekutu. Nasib mereka tidak lebih baik dari saat di tahanan karena ketika mereka keluar dari kamp, rumah dan harta benda mereka telah dikuasai republik. Mereka tidak diterima kembali oleh orang-orang pribumi dan terpaksa harus meminta perlindungan pada pemerintah Belanda.
Orang-orang keturunan Belanda yang mampu menunjukkan identitas atau akte kelahiran yang membuktikan bahwa mereka berdarah Belanda akan diberikan paspor Belanda dan dikirim dengan kapal laut selama berminggu-minggu ke negeri kincir angin tersebut. Di sana mereka diberikan pelatihan, tempat tinggal, dan pekerjaan.
Akibat Perang Dunia 2, ada kurang lebih 300.000 indo yang tersebar ke seluruh dunia. Aku ingin sih merasakan naik kapal laut ke Belanda untuk lebih dapat mendalami karakter tokoh utamaku, tetapi karena itu hampir mustahil dilakukan, aku harus puas mendapatkan materi penelitian dari museum dan pusat arsip di Aarnhem dan Leiden.
Aku duduk di bangku taman dan merenung sambil melihat emailnya di ponselku. Sangat teratur seperti gerak jam, dia pasti akan mengirimku email setiap hari Minggu ketika ia menceritakan tentang kabarnya di Inggris. Jadi karena ini hari Rabu, aku tidak menduga akan menerima email begini. Dalam hati aku senang karena ternyata Andrea tahu aku akhirnya berhasil menyelesaikan bukuku.
Aku tidak pernah membalas email Andrea. Panggilan teleponnya pun tidak pernah kuangkat, dia pasti sekarang mengerti bahwa aku masih belum sanggup bicara dengannya. Pengacaraku bilang dia sudah menerima dokumen perceraian enam bulan lalu tetapi hingga kini tidak ada tanggapan darinya.Diam-diam aku berharap Andrea akan memperlambat prosesnya, walaupun aku tahu cepat atau lambat kami akan berpisah secara resmi, dan akan tiba hari di mana aku bisa menatap matanya dan berbicara.Tanpa sadar aku menjelajahi Facebook dan mencari berita tentang Adelina Surya lagi. Kali ini aku melihat akun media sosialnya sudah aktif. Adelina tampak bahagia tinggal di London dengan anaknya. Di foto profilnya tampak ia dan Ronan, anaknya, serta Andrea berfoto dengan
Aku sudah terkenal pelupa sejak masih kecil. Tidak terhitungberapa puluh kali aku kehilangan dompet, handphone, tas dan bahkan paspor. Namun aku tidak pernah lupa saat pertama kali bertemu Andrea di bandara 6 tahun yang lalu. Waktu itu aku seperti burung, selalu terbang kesana kemari dengan alasan mencari inspirasi menulis. Aku juga tidak mengerti kenapa aku selalu merasa gelisah jika berdiam di suatu tempat lebih dari dua bulan.Mungkin karena saat itu aku belum menemukan "rumahku". Setelah menikah dengan Andrea rasa gelisah itu hilang, diganti dengan rasa nyaman dan cepat puas. Duduk mengetik di balkon apartemen kami setiap sore sambil menunggu Andrea pulang kerja rasanya sangat menentramkan.Kadang-kadang kami makan di luar dan mengo
Aku mula-mula diundang panitia UWRF untuk berbicara karena novel Tasi, tetapi kemudian novel baruku terbit dan Genta Publishing ingin menggunakannya sebagai ajang promosi juga. Aku tak menyangka banyak sekali peserta yang memadati sesiku di hari kedua UWRF.Mbak Ria dari penerbit memberitahuku bahwa stok buku yang kami bawa juga sudah habis, sungguh di luar dugaan. Tahun lalu waktu aku menghadiri acara ini, aku masih bukan siapa-siapa."Saya suka baca novel Mbak Ludwina, karena selain idenya segar, saya bener-bener bisa masuk ke dunia yang Mbak sampaikan, karakter-karakternya jugabelievablebanget. Novel Tasi bikin saya tertarik untuk baca sejarah Indonesia. Dear Sophia juga sangat penuh dengan
Aku pernah menulis bucketlist (daftar keinginan) waktu masih kuliah. Dengan kekayaan orangtuaku hal-hal yang bisa dibeli dengan uang cepat sekali terpenuhi. Sky diving di Dubai? Sudah. Makan di restoran gantung di Belgia? Sudah. Melihat aurora, sudah beberapa kali. Safari di Afrika untuk melihat Big Five juga sudah.Yang sulit untuk dipenuhi dan memerlukan waktu lama adalah hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang. Misalnya mengunjungi semua negara di dunia. You don't just need money, but also time...
OKTOBER 2012Andrea belum pernah keluar negeri sebelumnya. Ini adalah kali kedua ia menginjakkan kaki di bandara. Hari ini ia harus terbang ke Singapura untuk wawancara pekerjaan di sebuah perusahaan IT internasional. Bandara sekarang cukup banyak berubah dibandingkan tiga tahun lalu saat ia pertama kali ke sini.Ia masih ingat peristiwa tiga tahun lalu itu. Ia tidak tahu pasti jadwal penerbangan Adelina, yang jelas ia akan terbang ke London malam itu. Andrea sudah memeriksa semua jadwal penerbangan yang masuk akal dan memutuskan untuk datang lebih awal.
Adelina balas mencium Andrea dengan penuh cinta, dan semua kekuatiran yang selama ini menggelayuti hati mereka tentang masa depan perlahan sirna. Andrea dan Adelina hanya memikirkan rencana pernikahan diam-diam mereka di Singapura tiga bulan lagi dan rasanya semesta turut berbahagia dengan keberanian sepasang pemuda itu mengambilkeputusan."Kita harus merayakan pertunangan kita!" Adelina mengeluarkan sebotol red wine dari tasnya dan menaruh di meja makan bersama makan malam yang telah siap dimasak."I cannot wait to spend the rest of my life with you."Malam itu adalah malam paling membahagiakan dalam hidup Andrea. Mereka merayakan cinta mereka yang sudah tumbuh sejak mereka berusia 16 tahun, d
Andrea membalikkan badan setelah memastikan gate penerbangannya di layar dan tidak menyadari seorang gadis berjalan dengan menundukkan kepala tepat menabrak dadanya.Gadis itu mungil sekali, hanya setinggi bahunya, dan karena dorongan tubuh Andrea yang besar ia pun terpelanting jatuh. Andrea kaget sekali dan buru-buru membantunya berdiri."Maafkan saya, saya tidak sengaja... Sini saya bantu berdiri.""Nggak usaaaahh... gue bisa sendiri!!" Gadis itu galak sekali menepis tangan Andrea. Akhirnya Andrea hanya bisa mengangkat bahu dan berlalu. Gadis itu mencoba berdiri tetapi ternyata hak stiletto-nya copot sebelah dan ia jatuh kembali. Ia meringis sambil memijit kaki kanannya yang terkilir, "Eh, kamu! Sini! Tanggung jawab, kamu. Gue ga bisa jalan, tauk!"Beberapa orang tampak mencoba membantunya tetapi dengan keras kepala ia mengebaskan tangan-tangan yang terulur. Andrea berbalik lalu sambil geleng-geleng kepala menggendong gadis itu ke bangku terdekat, lalu
Mereka terpaksa harus menunggu setengah jam. Teh dan kue-kue disajikan sambil mereka menunggu, dan kepala bandara asyik mengobrol dengan Ludwina tentang perjalanannya."Aku baru pulang dari Hong Kong, Oom. Ayah membuka hotel baru di Kowloon, jadi aku mau sekalian coba menginap di sana dan mencari inspirasi menulis. Oom punya koran kompas hari sabtu kemarin nggak?""Ada. Kenapa?""Artikel perjalananku ke Italia sudah terbit...ahahaha... aku senang banget. Susah lho menulisnya."Andrea mengambil koran Kompas yang dimaksud dari tumpukan koran di atas meja lalu membuka-buka halamannya sambil mendengarkan obrolan kedua orang itu. Ia menemukan artikel yang dimaksud Ludwina, ia lalu membacanya."Ini dokumen yang bapak minta," kata sekretaris yang baru datang dengan setumpuk dokumen. Kepala bandara akhirnya segera mengambil satu formulir dan mengisi beberapa data dan memberi cap, lalu menyerahkannya kepada Ludwina."OK, sudah beres, kalian serahkan
"Aku sayang banget sama kamu, Andrea," bisik Ludwina ke telinga Andrea, "Aku ingin menghabiskan setiap hari mencintaimu."Andrea membantu Ludwina membuka pakaiannya dan dengan sangat hati-hati mencumbu istrinya. Ia sungguh merindukan tubuh Ludwina dan bercinta dengannya. Ia selalu menahan diri setelah mereka berkumpul bersama karena takut membuat Ludwina sakit, tetapi hari ini istrinya yang berinisiatif untuk bercinta dan ia tidak akan mengecewakannya.Mereka bercinta dengan sangat lembut dan menikmati setiap detik kebersamaan itu, jauh lebih syahdu dari biasanya, karena mereka tahu setiap detik mereka bersama adalah sangat berharga.Andrea sangat lega melihat rona wajah kemerah-merahan Ludwina yang diliputi rasa bahagia saat mereka tidur malam itu. Ia berharap dapat membekukan momen itu selamanya.***Bu Inggrid, Pak Kurniawan dan Johann kaget setengah mati ketika akhirnya Andrea memberi tahu mereka tentang penyakit Ludwina. Atas permintaan istrin
Mereka tiba di coffee shop langganan mereka dan barulah Andrea meletakkan Ludwina di kursi. Ia memesan kopi favorit keduanya lalu duduk di samping Ludwina sambil menggenggam tangannya. Ia tak mau melepaskan gadis itu sama sekali. Takkan pernah lagi!"Kamu mau berapa lama di New York?" tanyanya saat mereka sedang menikmati kopinya. "Aku mesti beli baju banyak kalau kita akan lama di sini.""Aku nggak tahu..." jawab Ludwina. "Aku mesti ketemu dokterku untuk konsultasi lagi besok.""Oke, aku ikut ya." kata Andrea cepat.Ludwina mengangguk.Mereka tidak membahas penyakit Ludwina sampai keduanya tiba di hotel. Andrea merasa lebih baik jika ia mendengar langsung dari dokter. Ia tak ingin membuat istrinya stress dengan berbagai pertanyaannya.Setelah memastikan Ludwina beristirahat, Andrea pergi ke toko terdekat dan membeli pakaian. Ia menolak ditemani karena tidak ingin Ludwina menjadi kelelahan. Setelah kembali ke hotel ia memesan makanan dan mer
Karena Ludwina tidak mengangkat ponselnya, Andrea akhirnya menghubungi Johann untuk mencari tahu keberadaan istrinya. Dari Johann ia mengetahui bahwa Ludwina sudah berangkat ke New York. Andrea segera memesan penerbangan ke sana tetapi kemudian ia sadar bahwa visa Amerika yang ada di paspornya baru saja kedaluwarsa.Ia ingat 5 tahun lalu mengajukan visa Amerika karena berniat traveling ke sana bersama Ludwina tetapi mereka malah menikah di Bali dan baru berangkat setahun kemudian. Visa yang diperolehnya valid untuk 5 tahun dan baru berakhir minggu ini.Sungguh mematahkan hati. Ketika akhirnya ia mengetahui apa yang terjadi dengan Ludwina, Andrea tak bisa segera menyusulnya.Andrea buru-buru pulang ke Inggris dan mengajukan visa Amerika lewat kedutaan Amerika Serikat di London. Ia sangat gelisah dan tidak bisa tidur sambil menunggu visanya diproses. Ia berusaha mengalihkan pikirannya dari Ludwina dengan bekerja, tetapi tidak berhasil."Joe, aku perlu bicar
Sebenarnya Ludwina patah hati saat meninggalkan Andrea di pantai. Ia tak pernah melihat suaminya menangis sebelumnya dan hatinya tercabik-cabik saat ia harus menampilkan wajah dingin dan pergi meninggalkannya begitu saja.Ini demi kebaikan Andrea, berkali-kali ia meyakinkan dirinya sendiri.Ludwina segera memintaconciergememesankan taksi untuknya dan kembali ke Hotel Kanawa. Setibanya di sana ia segera masuk ke kamar dan mengurung diri. Tubuhnya merasa sangat lelah dan ia tak mampu bertemu siapa pun. Telepon dari Mbak Ria, editornya, pun harus ia tolak. Ia hanya mengirim SMS bahwa ia akan datang ke sesinya di UWRF besok dan hari ini ia ingin beristirahat dengan tanpa gangguan.***Andrea sebenarnya tergoda untuk datang ke UWRF dan melihat Ludwina lagi. Tetapi setiap mengingat betapa gadis itu masih belum memaafkannya, Andrea merasa sakit dan mengurungkan niatnya. Sepanjang hari ia hanya mencoba menghilangkan ke
Ludwina yang tiba di Hotel Hilton keesokan harinya mengira guest relation officer yang menemuinya juga mengenalinya sama seperti beberapa penggemar yang ia temui di Central Park. Ia mengikuti saja ketika staf itu membawanya ke kamar cantik menghadap laut yang ditinggali Andrea.Ia sebenarnya sudah check in di Hotel Kanawa milik ayahnya, sehingga ke Hilton hanya dengan membawa tas tangannya. Ia ingat bahwa hari ini adalah ulang tahun pernikahannya dengan Andrea. Mungkin ia akan menerima untuk makan malam bersama Andrea terakhir kalinya sebelum meminta dokumen perceraian itu dari suaminya dan mengakhiri pernikahan mereka.Ia melihat bunga dan prosecco dengan pita merah di kamar itu. Hatinya seketika terasa sakit, ia masih ingat dengan jelas malam itu ketika Andrea melamarnya. Ia melihat dua kemeja Andrea yang dibelikannya sebelum suaminya itu berangkat ke London dan pertahanannya runtuh.Ludwina kembali menangis untuk kesekian kalinya. Tadinya ia sudah mampu bersi
Suasana menjadi syahdu dengan hujan rintik-rintik di luar jendela. Andrea lalu mengeluarkan sebotol wine dan dua gelas serta segelas jus untuk Ronan. Ia menuangkan wine untuk dirinya dan Adelina. Ia menyerahkan gelas berisi wine kepada gadis itu. Adelina menerimanya dengan sepassang mata masih berkaca-kaca."Sore-sore begini pas sekali untuk minum wine. Lumayan bisa membuat suasana hati menjadi lebih baik." Andrea mendentingkan gelasnya ke gelas Adelina dan meneguk wine-nya. "Minumlah... biar kau merasa baikan."Adelina mengangguk dan menyesap wine-nya. Wajahnya yang suram perlahan-lahan tampak mulai cerah."Wine makes adulting bearable(Wine membuat orang dewasa bisa bertahan hidup)." katanya dengan senyum mulai menghiasi wajahnya. Keduanya tertawa kecil. Andrea mengangguk juga, membenarkan."Aku tahu kamu perempuan kuat, tapi kalau kamu merasa sedang sedih dan ingin berbagi, tempatku dan segelas wine selalu siap menunggu," kata Andrea kemu
SEPTEMBER 2018.Sudah setahun Ludwina dan Andrea berpisah. Andrea sudah mulai menerima kenyataan bahwa mungkin Ludwina tidak akan pernah memaafkannya, tetapi ia sungguh sangat ingin bertemu istrinya satu kali saja, untuk berusaha meyakinkannya...Email dari panitia international cyber security conference di Bali tiba pada suatu pagi. Mereka mengundang Andrea untuk menjadi salah satu pembicara di acara bergengsi itu. Ia sudah dikenal sebagai pakar security terbaik di Asia Pasifik dan panitia sangat bangga bahwa di acara mereka akan hadir seorang pakar dari Indonesia.Tanggalnya bertepatan dengan hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke-5. Seharusnya bulan depan mereka mengadakan pesta, untuk memenuhi janji kepada Bu Inggrid yang dulu sangat ingin merayakan pernikahan mereka secara besar-besaran.Tiba-tiba kerinduan Andrea kepada Ludwina terasa menyesakkan... Ia hampir meneteskan air mata saat mengingat pernikahan mereka di Bali l
Setelah enam bulan di London, Andrea masih belum menerima balasan dari email-emailnya. Ia tetap setia mengirim email setiap hari Minggu, tetapi kini ia sudah belajar untuk menerima kenyataan bahwa Ludwina tidak akan membalas.Kondisi perusahaan sudah stabil dan ia sudah bisa mengambil cuti. Andrea sangat tergoda untuk membeli tiket dan menyusul Ludwina di mana pun gadis itu sekarang berada. Ia menemukan akun instagram atas nama Ludwina dan setiap beberapa hari Ada foto yang menunjukkan keberadaan gadis itu. Mungkin sekarang Ludwina sudah kembali seperti Ludwina yang dulu, yang senang pamer foto travelingnya saat masih belum bersama Andrea.Kalau ia mengikuti keberadaan Ludwina dari akun instagramnya, ia tidak melanggar janjinya untuk tidak menguntit istrinya karena informasi yang dibagikannya di Instagram dibuat publik, demikian pikir Andrea meyakinkan dirinya sendiri"You want to take some leave(Kau mau ambil cuti)?" tanya Joe siang itu ketika An
Ludwina tidak mengira bahwa novel sejarah yang ditulisnya mendapatkan sambutan sangat baik. Ini membuatnya sedikit terhibur. Ia sudah tidak memiliki akun di media sosial, tetapi ia banyak membaca review positif di internet dan berbagai artikel yang memuji ceritanya. Hal ini membuatnya semakin bersemangat menulis.Setelah menenangkan diri di Italia, Ludwina memutuskan untuk ke Belanda untuk meneliti sumber-sumber sejarah untuk novel lain yang sedang ditulisnya. Ia sangat tertarik mengeksplor sejarah Indonesia pasca Perang Dunia 2 saat orang-orang keturunan Belanda, atau indo, dipaksa pergi dari Indonesia karena dianggap sebagai keturunan penjajah, padahal banyak dari mereka lahir dan besar di Indonesia, dan tak pernah mengenal negeri Belanda.Ludwina meminum banyak obat tetapi ia masih menolak kemoterapi karena ia tidak mau keluarganya mengetahui penyakitnya. Penampilannya setelah kemo akan sangat kentara dan ia tidak ingin mereka curiga karena tubuhnya akan menjadi san