OKTOBER 2012
Andrea belum pernah keluar negeri sebelumnya. Ini adalah kali kedua ia menginjakkan kaki di bandara. Hari ini ia harus terbang ke Singapura untuk wawancara pekerjaan di sebuah perusahaan IT internasional. Bandara sekarang cukup banyak berubah dibandingkan tiga tahun lalu saat ia pertama kali ke sini.
Ia masih ingat peristiwa tiga tahun lalu itu. Ia tidak tahu pasti jadwal penerbangan Adelina, yang jelas ia akan terbang ke London malam itu. Andrea sudah memeriksa semua jadwal penerbangan yang masuk akal dan memutuskan untuk datang lebih awal.
Ia menunggu di depan pintu masuk, dengan pandangan tajam memeriksa setiap orang yang datang, berharap bisa bertemu Adelina dan meyakinkannya untuk memberinya kesempatan kedua.
Adelina adalah kekasih pertamanya, satu-satunya gadis yang pernah ia cintai. Mereka bertemu di sekolah saat penerimaan murid baru dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Memang kedengarannya gila, tetapi itulah yang terjadi.
Andrea ingat sinar matahari pagi yang menyapu wajah kekanakan gadis itu terlihat seperti halo yang membuatnya terpesona sesaat. Mereka berdua masih mengenakan seragam SMP dan berbaris di lapangan menerima pengarahan dari kakak kelas tentang kegiatan klub ekstrakurikuler sekolah.
Adelina tersenyum malu-malu saat diangkat sebagai perwakilan siswa baru putri untuk menerima seragam SMA secara simbolis, dan Andrea didaulat sebagai perwakilan siswa baru putra. Kehebohan segera terjadi saat keduanya naik ke atas podium karena sepanjang sejarah SMA 7, belum pernah ada pasangan murid baru yang demikian rupawan menjadi wakil murid baru.
Keduanya segera menjadi terkenal, apalagi saat pembagian kelas, ternyata Adelina dan Andrea masuk di kelas yang sama. Karena sudah kenal di acara penerimaan murid baru, keduanya tidak sungkan untuk duduk sebangku.
Adelina sangat cerdas, tetapi ia tidak menyukai pelajaran sains, kebalikannya dari Andrea yang membenci pelajaran sosial namun jago ilmu pengetahuan alam. Keduanya saling melengkapi dan membantu dalam pelajaran. Sepanjang kelas 1 dan 2 mereka pun berturut-turut menjadi juara kelas.
Keduanya merupakan pasangan idola semua orang tetapi mereka tidak resmi berpacaran karena Andrea dan Adelina sama-sama dididik oleh orangtuanya untuk mengutamakan sekolah dan tidak boleh pacaran selama masih SMA.
"Berarti nanti kalau sudah lulus SMA boleh pacaran, dong?" tanya Hanny kepada Adeline saat istirahat. Adelina melirik Andrea dan tertawa kecil,
"Aku sih boleh pacaran kalau sudah lulus SMA. Nggak tahu ya, kalau Andre."
Andrea merasakan wajahnya memerah saat ia mengangguk pelan. Hidupnya berputar untuk Adelina dan ia ingin cepat-cepat lulus SMA agar bisa segera meresmikan cintanya.
Saat wisuda kelulusan SMA hatinya sangat bahagia. Ia membawa ibunya bertemu Adelina dan keluarganya. Mereka berdua adalah lulusan terbaik SMA 7 tahun itu dan sama-sama sudah diterima di UI di jurusan Psikologi dan Computer Science.
Ia masih ingat betapa kedua orang tua Adelina menyambutnya dengan hangat di acara wisuda sekolah. Mereka kagum akan kecerdasannya. Tetapi pandangan wajah keduanya tampak seketika berubah ketika Adelina menggenggam tangan Andrea dengan mesra dan mengajaknya untuk foto bersama.
Saat itulah mereka sadar, bahwa hubungan putrinya dan pemuda ini bukan hanya sebatas sahabat.
Andrea tidak bisa melupakan pandangan kecewa di mata kedua orang tua Adelina saat itu.
Mereka adalah keluarga sangat terpandang yang menguasai industri kelapa sawit di Kalimantan, dan Adelina adalah anak satu-satunya. Mereka menganggap Andrea yang berasal dari kalangan biasa dan sejak lahir tidak mempunyai ayah tidak pantas bersanding dengan Adelina.
Akhirnya Andrea dan Adelina pacaran diam-diam setelah mereka mulai kuliah di UI. Kesenjangan antara orang kaya dan miskin di Indonesia sangat jelas terlihat. Andrea datang ke kampus naik bus kota dan Adelina diantar supir dengan BMW.
"Nanti kalau sudah lulus, kita harus pindah dari Indonesia. Di Eropa, semua orang, baik kaya atau miskin kalau kemana-mana naik bus atau subway, karena mobil hanya bikin macet." kata Adelina suatu ketika.
Ia sengaja mengatakan itu karena ia baru mendengar kasak-kusuk di kampus bahwa Andrea memacarinya karena ia kaya dan punya mobil sendiri. Banyak orang bisa berlaku jahat kepada orang yang tidak dikenalnya dengan menyebarkan gosip.
Andrea sudah kenyang dengan gosip. Dari kecil ia sudah menghadapi berbagai omongan tidak enak dari sekelilingnya. Ia lahir tanpa mengenal ayahnya dan di akte kelahirannya hanya tercantum nama ibu. Orang-orang yang tidak menyukainya senang mengungkit fakta bahwa Andrea adalah anak haram.
Sebagai siswa cerdas yang disayangi guru-guru, banyak teman sekolah yang tidak menyukainya dan sering mengejeknya anak haram. Bahkan ketika ia berhasil mendapatkan cinta Adelina di SMA, murid-murid lelaki yang naksir Adelina semakin membencinya dan selalu mencari cara untuk menjatuhkannya.
Andrea hampir tidak punya teman. Hanya Adelina yang setia di sisinya, betapa pun kerasnya orangtuanya menentang hubungan mereka.
"Andre... kita kawin lari yuk..." kata Adelina tiba-tiba saat ia sedang memotong bawang daun di dapur rumah Andrea. Ibu Andrea sedang bertugas di luar kota dan sore itu Adeline datang untuk membantu Andrea memasak makan malam. Ia sering datang ke rumah pemuda itu dan sudah menganggapnya seperti rumah sendiri. Biasanya mereka akan masak bersama dan nonton film di DVD sambil ngobrol tentang apa saja. "Kalau kita kawin, aku nggak mungkin dijodohkan sama orang lain."
Saat itu mereka sudah duduk di tingkat 3 dan orang tua Adelina sudah mulai memberi tanda-tanda bahwa mereka akan menjodohkannya dengan anak dari relasi bisnis mereka. Beberapa kali ia disuruh bertemu dengan pemuda kaya yang menjadi kandidat pilihan orangtuanya. Adelina mulai cemas.
"Kita nggak bisa kawin di Indonesia karena kita beda agama," jawab Andrea pelan.
"Kita bisa kawin di Singapura... Aku sudah pelajari syarat-syaratnya. Kita hanya perlu mendaftar dan tinggal di Singapura selama dua minggu. Aku bisa cari saksi dua orang temanku yang tinggal di Singapura."
Andrea menatap Adelina dalam-dalam. Seluruh hidupnya berputar untuk gadis ini sejak usia mereka 16 tahun, dan ia tak bisa membayangkan hidup tanpanya. Bila Adelina menikah dengan orang lain, ia tak tahu apakah ia akan bertahan.
Andrea bukanlah anak durhaka dan ia tidak berani menentang orang tua Adelina, tetapi saat ini, meminta restu keduanya adalah hal yang mustahil.
"Kamu sudah memikirkan semuanya... Kalau begitu aku mesti bikini paspor dulu," jawab Andrea kemudian. Ia tersenyum kecil, "Are you sure?"
"Never been this sure." kata Adelina dengan suara penuh semangat.
"Kalau begitu, aku bikin paspor dan menabung. Biaya tinggal dua minggu di Singapura itu mahal sekali." kata Andrea.
"Baiklah."
Adelina tidak mau menyinggung ego Andrea dengan menawarkan untuk membayari semuanya walaupun uang tabungannya banyak. Ia tahu Andrea akan sangat menghargai bila ia tidak menyinggung masalah uang sama sekali dan membiarkan Andrea berusaha.
Andrea kerja sambilan di coffee shop dan mereka membuat rencana untuk kawin lari ke Singapura saat liburan kenaikan tingkat nanti, ketika uang tabungannya sudah mencukupi.
"But you have to do it properly." kata Adelina tiba-tiba dengan muka sedikit cemberut... "You have to propose."
Adelina memotong daun bawang dua iris dan menyerahkannya kepada Andrea. Pemuda itu seketika mengerti maksudnya dan tersenyum lebar. Ia mengambil satu irisan daun bawang dan bersimpuh di depan Adelina dengan bertumpukan satu lututnya.
"Adelina Luanne Surya, would you make me the happiest man in the world and marry me?"
Adelina tersenyum lebar, dengan setitik air mata jatuh menimpa pipinya, dan mengangguk, "I do."
Andrea memasangkan cincin dari bawang daun itu ke jari kelingking Adelina karena ukurannya yang kecil. Adelina kemudian memasangkan cincin daun bawang yang satu lagi ke kelingking Andrea dan keduanya tertawa sambil menangis, kemudian berpelukan dengan erat.
Andrea mengangkat dagu kekasihnya dan mencium bibirnya dengan lembut. Selama bertahun-tahun saling mencintai, ia tak pernah melanggar batas. Tetapi malam ini, perasaannya dipenuhi kebahagiaan yang meluap-luap dan ia tahu ia ingin menghabiskan seumur hidupnya bersama gadis ini.
Adelina balas mencium Andrea dengan penuh cinta, dan semua kekuatiran yang selama ini menggelayuti hati mereka tentang masa depan perlahan sirna. Andrea dan Adelina hanya memikirkan rencana pernikahan diam-diam mereka di Singapura tiga bulan lagi dan rasanya semesta turut berbahagia dengan keberanian sepasang pemuda itu mengambilkeputusan."Kita harus merayakan pertunangan kita!" Adelina mengeluarkan sebotol red wine dari tasnya dan menaruh di meja makan bersama makan malam yang telah siap dimasak."I cannot wait to spend the rest of my life with you."Malam itu adalah malam paling membahagiakan dalam hidup Andrea. Mereka merayakan cinta mereka yang sudah tumbuh sejak mereka berusia 16 tahun, d
Andrea membalikkan badan setelah memastikan gate penerbangannya di layar dan tidak menyadari seorang gadis berjalan dengan menundukkan kepala tepat menabrak dadanya.Gadis itu mungil sekali, hanya setinggi bahunya, dan karena dorongan tubuh Andrea yang besar ia pun terpelanting jatuh. Andrea kaget sekali dan buru-buru membantunya berdiri."Maafkan saya, saya tidak sengaja... Sini saya bantu berdiri.""Nggak usaaaahh... gue bisa sendiri!!" Gadis itu galak sekali menepis tangan Andrea. Akhirnya Andrea hanya bisa mengangkat bahu dan berlalu. Gadis itu mencoba berdiri tetapi ternyata hak stiletto-nya copot sebelah dan ia jatuh kembali. Ia meringis sambil memijit kaki kanannya yang terkilir, "Eh, kamu! Sini! Tanggung jawab, kamu. Gue ga bisa jalan, tauk!"Beberapa orang tampak mencoba membantunya tetapi dengan keras kepala ia mengebaskan tangan-tangan yang terulur. Andrea berbalik lalu sambil geleng-geleng kepala menggendong gadis itu ke bangku terdekat, lalu
Mereka terpaksa harus menunggu setengah jam. Teh dan kue-kue disajikan sambil mereka menunggu, dan kepala bandara asyik mengobrol dengan Ludwina tentang perjalanannya."Aku baru pulang dari Hong Kong, Oom. Ayah membuka hotel baru di Kowloon, jadi aku mau sekalian coba menginap di sana dan mencari inspirasi menulis. Oom punya koran kompas hari sabtu kemarin nggak?""Ada. Kenapa?""Artikel perjalananku ke Italia sudah terbit...ahahaha... aku senang banget. Susah lho menulisnya."Andrea mengambil koran Kompas yang dimaksud dari tumpukan koran di atas meja lalu membuka-buka halamannya sambil mendengarkan obrolan kedua orang itu. Ia menemukan artikel yang dimaksud Ludwina, ia lalu membacanya."Ini dokumen yang bapak minta," kata sekretaris yang baru datang dengan setumpuk dokumen. Kepala bandara akhirnya segera mengambil satu formulir dan mengisi beberapa data dan memberi cap, lalu menyerahkannya kepada Ludwina."OK, sudah beres, kalian serahkan
"Nggak usah, Pak. Harusnya saya wawancara kerja besok pagi di Middle Road. Nggak akan keburu."Semua orang di meja makan saling pandang. Ludwina menekap mulutnya dengan kaget."Wahh.. maaf, kamu jadi nggak bisa datang wawancara kerja...""Nggak apa-apa, serius. It's just a job interview. Nanti juga ada lagi." Memang Andrea tidak terlalu kuatir. Ada beberapa perusahaan yang sedang mendekatinya untuk bekerja bagi mereka.Keinginannya bekerja di Singapura tidak terlalu besar karena ia tidak ingin meninggalkan ibunya. Apalagi Singapura mengingatkannya akan rencana pernikahannya yang gagal 3 tahun lalu."Kamu kirim resume ke sini, deh. Nanti saya carikan posisi yang sesuai untuk kamu." kata Pak Kurniawan kemudian. Andrea menggeleng-geleng sambil tertawa ringan."Serius, nggak apa-apa, Pak. Buat saya yang lebih penting adalah memastikan kalau Ludwina nggak kenapa-kenapa. Saya sangat takut kalau melukai anak Bapak."Ludwina tampak mengangkat wajah dan mengangguk-angguk. "Betul sekali. Laki-la
Tiga hari kemudian Andrea mendapat SMS dari Ludwina. Saat itu ia sedang mengerjakan coding sebuah program software keamanan digital baru. Ia berhenti sejenak untuk membaca isi pesannya.[Fisioterapi pertama besok sore di RSCM. Kamu jemput aku ya.]Ia tersenyum simpul dan mengangguk. Andrea tak bisa melanjutkan pekerjaannya. Pikirannya melayang pada gadis imut yang sempat membikin heboh bandara tiga hari lalu.Ia tahu pasti, saat memegang tumit Ludwina bahwa terkilirnya tidak parah. Sekarang seharusnya sudah sembuh sama sekali. Tetapi dia tetap berkeras minta ditemani fisioterapi, pasti hanya alasan untuk bertemu Andrea. Mengingat ini Andrea tersenyum semakin lebar.Baik, mari kita lihat sampai berapa lama kamu bisa berpura-pura terkilir... pikirnya gemas.***Andrea mengantar Ludwina fisioterapi setiap hari Sabtu ke RSCM. Setiap kali mereka datang pandangan para terapis yang aneh sama sekali tidak mengganggu Ludwina yang cuek. Andrea yang sangat yakin Ludwina tidak benar-benar terkilir
Andrea sebenarnya tidak terlalu ingin pindah ke Singapura. Tetapi tawaran pekerjaan di perusahaan IT ini sangat menarik baginya. Ia bisa bereksperimen dengan banyak platform dan mengembangkan berbagai perangkat keamanan digital yang sangat disukainya.Kesempatan seperti itu tidak ada di Indonesia. Ia juga memilih Singapura karena letaknya yang masih dekat dan ia bisa pulang seminggu sekali untuk menjenguk ibunya jika perlu.Wawancara terakhirnya dengan user yang akan menjadi manajernya, berlangsung sangat akrab. Keduanya langsung cocok membahas berbagai trend cyber security yang sedang ada.Joe adalah salah satu dari sedikit orang yang memegang sertifikasi keamanan CISSP, ISSAP, ISSMP, dan CSSLP dan ia menginspirasi Andrea untuk mengikuti jejaknya. Ia memuji Andrea sebagai genius dan berhasil meyakinkannya untuk segera mulai bekerja dan pindah ke Singapura secepatnya.Employment Pass Andrea segera diurus Perusahaan dan ia menerima konfirmasi tepat semingg
Andrea tidak punya akun di media sosial mana pun. Ia tahu betapa perusahaan-perusahaan teknologi menyimpan data para penggunanya untuk kepentingan bisnis dan ia tidak rela privasinya dilanggar oleh Facebook, Twitter, LinkedIn, Google, dan lain-lain.Tetapi ia bersyukur atas keberadaan para raksasa internet itu karena ia bisa mengikuti berita tentang Ludwina kalau ia sedang memikirkan gadis itu.Ludwina itu sering sekali berpindah tempat, Andrea sampai hampir kesulitan mengikuti jejaknya. Minggu ini ia di Kyoto, dan berikutnya sudah ke Xian, lanjut ke Hong Kong, kemudian mampir di Melbourne.Selama enam bulan Andrea mengikuti foto-fotonya di Instagram, hanya New York yang dikunjungi gadis itu dua kali. Sepertinya kota itu memang memiliki tempat istimewa di hatinya.Ah, Andrea ingat, Ludwina memang dulu kuliah di Columbia University. Tentu ia punya teman-teman semasa kuliah di New York, dibandingkan dengan kota lain di dunia yang hanya dikunjungin
Andrea menghabiskan akhir pekan dengan berkebun di rumah ibunya. Suasana hatinya sangat senang karena ternyata takdir mempertemukannya dengan Ludwina setelah 7 bulan. Ia pun menimbang-nimbang apakah ia akan menghubungi Ludwina di Scotlandia dan menanyakan kemajuan novelnya.Akhirnya ia menemukan alasan yang bagus untuk menghubungi gadis itu.Sementara itu Ludwina yang biasa tidur nyaman saat terbang di bangku bisnis, kali ini sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Hatinya terus berdebar-debar, dan entah kenapa tangan kanannya masih terus merasakan kehangatan saat dipegang Andrea dan ditaruh di dadanya tadi.Perasaan itu tidak juga hilang sampai Ludwina tiba di London, berganti pesawat ke Edinburgh dan masuk ke hotelnya. Ahhh....rasanya sungguh menyiksa.Belum pernah Ludwina merasa sesedih ini.. kecuali enam bulan lalu ketika ia akhirnya menelepon Andrea setelah sebulan lebih mencari alasan, dan ternyata pemuda itu baru saja pindah ke Sing