Andrea tidak punya akun di media sosial mana pun. Ia tahu betapa perusahaan-perusahaan teknologi menyimpan data para penggunanya untuk kepentingan bisnis dan ia tidak rela privasinya dilanggar oleh Facebook, Twitter, LinkedIn, Google, dan lain-lain.
Tetapi ia bersyukur atas keberadaan para raksasa internet itu karena ia bisa mengikuti berita tentang Ludwina kalau ia sedang memikirkan gadis itu.Ludwina itu sering sekali berpindah tempat, Andrea sampai hampir kesulitan mengikuti jejaknya. Minggu ini ia di Kyoto, dan berikutnya sudah ke Xian, lanjut ke Hong Kong, kemudian mampir di Melbourne.Selama enam bulan Andrea mengikuti foto-fotonya di Instagram, hanya New York yang dikunjungi gadis itu dua kali. Sepertinya kota itu memang memiliki tempat istimewa di hatinya.Ah, Andrea ingat, Ludwina memang dulu kuliah di Columbia University. Tentu ia punya teman-teman semasa kuliah di New York, dibandingkan dengan kota lain di dunia yang hanya dikunjunginAndrea menghabiskan akhir pekan dengan berkebun di rumah ibunya. Suasana hatinya sangat senang karena ternyata takdir mempertemukannya dengan Ludwina setelah 7 bulan. Ia pun menimbang-nimbang apakah ia akan menghubungi Ludwina di Scotlandia dan menanyakan kemajuan novelnya.Akhirnya ia menemukan alasan yang bagus untuk menghubungi gadis itu.Sementara itu Ludwina yang biasa tidur nyaman saat terbang di bangku bisnis, kali ini sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Hatinya terus berdebar-debar, dan entah kenapa tangan kanannya masih terus merasakan kehangatan saat dipegang Andrea dan ditaruh di dadanya tadi.Perasaan itu tidak juga hilang sampai Ludwina tiba di London, berganti pesawat ke Edinburgh dan masuk ke hotelnya. Ahhh....rasanya sungguh menyiksa.Belum pernah Ludwina merasa sesedih ini.. kecuali enam bulan lalu ketika ia akhirnya menelepon Andrea setelah sebulan lebih mencari alasan, dan ternyata pemuda itu baru saja pindah ke Sing
Ludwina turun dari pesawat dengan perasaan gembira. Sudah lama ia tidak keluar dari bandara Changi. Biasanya ke sini hanya untuk transit ke negara lain. Dulu menurutnya Singapura membosankan.Walaupun mereka sudah membangun banyak atraksi baru yang bagus seperti Gardens by The Bay dan lain-lain, ia tidak tertarik berkunjung - hingga minggu lalu ketika bertemu Andrea di bandara saat ia hendak ke Scotlandia dan Ludwina tak bisa lagi menahan kerinduannya untuk bertemu pemuda itu.Ia pun bertekad untuk mengesampingkan egonya dan pergi ke Singapura, kemudian di sana ia akan mencari alasan untuk bertemu.Dari bandara ia segera menuju Raffles Hotel dan check in. Setelah beristirahat sebentar, ia berjalan kaki ke beberapa tempat yang dulu menjadi favoritnya untuk dikunjungi. Cuaca yang panas tidak membuatnya segan untuk menikmati kota.Rasanya Singapura seperti terlahir kembali untuknya. Hanya dengan mengingat bahwa Andrea berada di kota yang sama, perasaan Ludwina menjadi bahagia.[Aku sedan
"Aku dan Kevin ini punya kesepakatan, kalau sampai umur 30 kami belum menemukan pasangan, kami kawin aja dengan masing-masing." Ludwina menerangkan dengan geli. Kevin mengangguk membenarkan."Tadinya kesepakatan batas umur yang kita sepakati adalah 25, terus karena Ludwina sekarang sudah 24, kita naikkan jadi 30. Mungkin nanti beberapa tahun lagi akan naik lagi jadi 35 atau 40...ahahaha... Zaman sekarang rasanya menikah makin menjadi tidak populer.""Betul. Banyak orang yang menjadikan pernikahan sebagai tujuan hidup. Padahal itu hanya satu bagian kecil dari kehidupan manusia, masih ada karier, cita-cita, hubungan kita dengan orang lain, mimpi-mimpi yang ingin kita wujudkan. Menurutku sudah terlalu banyak orang yang menikah dan punya anak karena mereka tidak tahu lagi mau apa dalam hidup," kata Ludwina mengangkat bahu, "Aku mau menulis novel sukses dan menginspirasi orang lain.""Aku mau buka restoran-restoran baru yang bisa membawa nama Indonesia ke kancah dunia. Aku mau mengembangka
Akhirnya Ludwina menemukan topik pembicaraan yang lebih ringan. Tidak enak rasanya makan dalam diam."Kamu tahu dari mana alamat emailku? Itu kan email pribadiku, hanya diberikan ke teman dan keluarga, sama kepentingan personal," tanyanya kemudian."Oh, itu... Kamu pernah posting boarding pass di instagram. Aku bisa tahu banyak sekali informasi kamu dari barcodenya," jawab Andrea. "Media sosial itu nggak aman. Jangan banyak posting informasi pribadi di sana. Bayangkan kalau aku ini stalker yang punya niat jahat, kalau aku mau aku bisa tahu pergerakan kamu sampai mendetail dan menguntitmu."
Wajah Andrea sedikit memerah dari wine yang diminumnya. Ludwina menjadi sadar bahwa pemuda ini tidak punya toleransi alkohol yang bagus. Dia sendiri bisa minum sampai satu botol wine dan masih baik-baik saja, tetapi rupanya, dua gelas adalah batas bagi Andrea."Maybe you should stop drinking," kata Ludwina sambil menurunkan gelas Andrea. Pemuda itu menggeleng sambil memandangnya lekat-lekat."Batasku dua gelas. Setelah ini aku tidak minum lagi," katanya sambil tersenyum."Oh, bagus. Kamu tahu ba
Wajah Andrea sedikit memerah dari wine yang diminumnya. Ludwina menjadi sadar bahwa pemuda ini tidak punya toleransi alkohol yang bagus. Dia sendiri bisa minum sampai satu botol wine dan masih baik-baik saja, tetapi rupanya, dua gelas adalah batas bagi Andrea."Maybe you should stop drinking," kata Ludwina sambil menurunkan gelas Andrea. Pemuda itu menggeleng sambil memandangnya lekat-lekat."Batasku dua gelas. Setelah ini aku tidak minum lagi," katanya sambil tersenyum."Oh, bagus. Kamu tahu ba
Ludwina merasa konyol sekali pagi ini karena ia tidak bisa menemukan pakaian yang cocok untuk keluar hotel.Cuaca hari ini di diperkirakan tidak sepanas biasanya, dan ia bisa mengenakan celana pendek dan atasan tipis yang kasual, khas daerah tropis. Tetapi entah kenapa ia merasa penampilannya persis sama dengan gadis-gadis yang berlalu lalang di Singapura. Ia ingin terlihat spesial.Akhirnya setelah ganti baju beberapa puluh kali, ia mengenakan pilihan pertamanya.[Kamu mau cari inspirasi
Ketika akhirnya Ludwina pulang ke Jakarta, Johann tak habis-habis menggodanya."Katanya nggak suka jalan ke Singapura... Katanya Singapura itu membosankan setengah mati..." katanya sambil tertawa-tawa di balik kemudi ketika menjemput Ludwina dari bandara.Adiknya hanya merengut dan pura-pura tidak mendengar.***Ludwina mencoba menulis novel dengan latar belakang Singapura tahun 1950'an , dengan inspirasi dari Maria Hertogh, tetapi setelah beberapa bab ia kembali merasa tertahan dan tak mampu melanjutkan. Padahal saat ia di Singapura, dua bab berhasil ia tulis dengan lancar.Kini setelah kembali ke Jakarta ia merasa kehilangan ide. Bab tiga hanya bertambah dua paragraf saja.Ia bertanya-tanya apakah inspirasinya mengalir sewaktu di Singapura karena keberadaan Andrea atau karena ia memang beruntung dan kisah Maria memberinya ilham. Ia membuka bank inspirasinya dan mencari-cari ide cerita lain.Sewaktu di Jerman ia membaca tentang keberadaan Kaspar Hauser, seorang pemuda misterius berusi
"Aku sayang banget sama kamu, Andrea," bisik Ludwina ke telinga Andrea, "Aku ingin menghabiskan setiap hari mencintaimu."Andrea membantu Ludwina membuka pakaiannya dan dengan sangat hati-hati mencumbu istrinya. Ia sungguh merindukan tubuh Ludwina dan bercinta dengannya. Ia selalu menahan diri setelah mereka berkumpul bersama karena takut membuat Ludwina sakit, tetapi hari ini istrinya yang berinisiatif untuk bercinta dan ia tidak akan mengecewakannya.Mereka bercinta dengan sangat lembut dan menikmati setiap detik kebersamaan itu, jauh lebih syahdu dari biasanya, karena mereka tahu setiap detik mereka bersama adalah sangat berharga.Andrea sangat lega melihat rona wajah kemerah-merahan Ludwina yang diliputi rasa bahagia saat mereka tidur malam itu. Ia berharap dapat membekukan momen itu selamanya.***Bu Inggrid, Pak Kurniawan dan Johann kaget setengah mati ketika akhirnya Andrea memberi tahu mereka tentang penyakit Ludwina. Atas permintaan istrin
Mereka tiba di coffee shop langganan mereka dan barulah Andrea meletakkan Ludwina di kursi. Ia memesan kopi favorit keduanya lalu duduk di samping Ludwina sambil menggenggam tangannya. Ia tak mau melepaskan gadis itu sama sekali. Takkan pernah lagi!"Kamu mau berapa lama di New York?" tanyanya saat mereka sedang menikmati kopinya. "Aku mesti beli baju banyak kalau kita akan lama di sini.""Aku nggak tahu..." jawab Ludwina. "Aku mesti ketemu dokterku untuk konsultasi lagi besok.""Oke, aku ikut ya." kata Andrea cepat.Ludwina mengangguk.Mereka tidak membahas penyakit Ludwina sampai keduanya tiba di hotel. Andrea merasa lebih baik jika ia mendengar langsung dari dokter. Ia tak ingin membuat istrinya stress dengan berbagai pertanyaannya.Setelah memastikan Ludwina beristirahat, Andrea pergi ke toko terdekat dan membeli pakaian. Ia menolak ditemani karena tidak ingin Ludwina menjadi kelelahan. Setelah kembali ke hotel ia memesan makanan dan mer
Karena Ludwina tidak mengangkat ponselnya, Andrea akhirnya menghubungi Johann untuk mencari tahu keberadaan istrinya. Dari Johann ia mengetahui bahwa Ludwina sudah berangkat ke New York. Andrea segera memesan penerbangan ke sana tetapi kemudian ia sadar bahwa visa Amerika yang ada di paspornya baru saja kedaluwarsa.Ia ingat 5 tahun lalu mengajukan visa Amerika karena berniat traveling ke sana bersama Ludwina tetapi mereka malah menikah di Bali dan baru berangkat setahun kemudian. Visa yang diperolehnya valid untuk 5 tahun dan baru berakhir minggu ini.Sungguh mematahkan hati. Ketika akhirnya ia mengetahui apa yang terjadi dengan Ludwina, Andrea tak bisa segera menyusulnya.Andrea buru-buru pulang ke Inggris dan mengajukan visa Amerika lewat kedutaan Amerika Serikat di London. Ia sangat gelisah dan tidak bisa tidur sambil menunggu visanya diproses. Ia berusaha mengalihkan pikirannya dari Ludwina dengan bekerja, tetapi tidak berhasil."Joe, aku perlu bicar
Sebenarnya Ludwina patah hati saat meninggalkan Andrea di pantai. Ia tak pernah melihat suaminya menangis sebelumnya dan hatinya tercabik-cabik saat ia harus menampilkan wajah dingin dan pergi meninggalkannya begitu saja.Ini demi kebaikan Andrea, berkali-kali ia meyakinkan dirinya sendiri.Ludwina segera memintaconciergememesankan taksi untuknya dan kembali ke Hotel Kanawa. Setibanya di sana ia segera masuk ke kamar dan mengurung diri. Tubuhnya merasa sangat lelah dan ia tak mampu bertemu siapa pun. Telepon dari Mbak Ria, editornya, pun harus ia tolak. Ia hanya mengirim SMS bahwa ia akan datang ke sesinya di UWRF besok dan hari ini ia ingin beristirahat dengan tanpa gangguan.***Andrea sebenarnya tergoda untuk datang ke UWRF dan melihat Ludwina lagi. Tetapi setiap mengingat betapa gadis itu masih belum memaafkannya, Andrea merasa sakit dan mengurungkan niatnya. Sepanjang hari ia hanya mencoba menghilangkan ke
Ludwina yang tiba di Hotel Hilton keesokan harinya mengira guest relation officer yang menemuinya juga mengenalinya sama seperti beberapa penggemar yang ia temui di Central Park. Ia mengikuti saja ketika staf itu membawanya ke kamar cantik menghadap laut yang ditinggali Andrea.Ia sebenarnya sudah check in di Hotel Kanawa milik ayahnya, sehingga ke Hilton hanya dengan membawa tas tangannya. Ia ingat bahwa hari ini adalah ulang tahun pernikahannya dengan Andrea. Mungkin ia akan menerima untuk makan malam bersama Andrea terakhir kalinya sebelum meminta dokumen perceraian itu dari suaminya dan mengakhiri pernikahan mereka.Ia melihat bunga dan prosecco dengan pita merah di kamar itu. Hatinya seketika terasa sakit, ia masih ingat dengan jelas malam itu ketika Andrea melamarnya. Ia melihat dua kemeja Andrea yang dibelikannya sebelum suaminya itu berangkat ke London dan pertahanannya runtuh.Ludwina kembali menangis untuk kesekian kalinya. Tadinya ia sudah mampu bersi
Suasana menjadi syahdu dengan hujan rintik-rintik di luar jendela. Andrea lalu mengeluarkan sebotol wine dan dua gelas serta segelas jus untuk Ronan. Ia menuangkan wine untuk dirinya dan Adelina. Ia menyerahkan gelas berisi wine kepada gadis itu. Adelina menerimanya dengan sepassang mata masih berkaca-kaca."Sore-sore begini pas sekali untuk minum wine. Lumayan bisa membuat suasana hati menjadi lebih baik." Andrea mendentingkan gelasnya ke gelas Adelina dan meneguk wine-nya. "Minumlah... biar kau merasa baikan."Adelina mengangguk dan menyesap wine-nya. Wajahnya yang suram perlahan-lahan tampak mulai cerah."Wine makes adulting bearable(Wine membuat orang dewasa bisa bertahan hidup)." katanya dengan senyum mulai menghiasi wajahnya. Keduanya tertawa kecil. Andrea mengangguk juga, membenarkan."Aku tahu kamu perempuan kuat, tapi kalau kamu merasa sedang sedih dan ingin berbagi, tempatku dan segelas wine selalu siap menunggu," kata Andrea kemu
SEPTEMBER 2018.Sudah setahun Ludwina dan Andrea berpisah. Andrea sudah mulai menerima kenyataan bahwa mungkin Ludwina tidak akan pernah memaafkannya, tetapi ia sungguh sangat ingin bertemu istrinya satu kali saja, untuk berusaha meyakinkannya...Email dari panitia international cyber security conference di Bali tiba pada suatu pagi. Mereka mengundang Andrea untuk menjadi salah satu pembicara di acara bergengsi itu. Ia sudah dikenal sebagai pakar security terbaik di Asia Pasifik dan panitia sangat bangga bahwa di acara mereka akan hadir seorang pakar dari Indonesia.Tanggalnya bertepatan dengan hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke-5. Seharusnya bulan depan mereka mengadakan pesta, untuk memenuhi janji kepada Bu Inggrid yang dulu sangat ingin merayakan pernikahan mereka secara besar-besaran.Tiba-tiba kerinduan Andrea kepada Ludwina terasa menyesakkan... Ia hampir meneteskan air mata saat mengingat pernikahan mereka di Bali l
Setelah enam bulan di London, Andrea masih belum menerima balasan dari email-emailnya. Ia tetap setia mengirim email setiap hari Minggu, tetapi kini ia sudah belajar untuk menerima kenyataan bahwa Ludwina tidak akan membalas.Kondisi perusahaan sudah stabil dan ia sudah bisa mengambil cuti. Andrea sangat tergoda untuk membeli tiket dan menyusul Ludwina di mana pun gadis itu sekarang berada. Ia menemukan akun instagram atas nama Ludwina dan setiap beberapa hari Ada foto yang menunjukkan keberadaan gadis itu. Mungkin sekarang Ludwina sudah kembali seperti Ludwina yang dulu, yang senang pamer foto travelingnya saat masih belum bersama Andrea.Kalau ia mengikuti keberadaan Ludwina dari akun instagramnya, ia tidak melanggar janjinya untuk tidak menguntit istrinya karena informasi yang dibagikannya di Instagram dibuat publik, demikian pikir Andrea meyakinkan dirinya sendiri"You want to take some leave(Kau mau ambil cuti)?" tanya Joe siang itu ketika An
Ludwina tidak mengira bahwa novel sejarah yang ditulisnya mendapatkan sambutan sangat baik. Ini membuatnya sedikit terhibur. Ia sudah tidak memiliki akun di media sosial, tetapi ia banyak membaca review positif di internet dan berbagai artikel yang memuji ceritanya. Hal ini membuatnya semakin bersemangat menulis.Setelah menenangkan diri di Italia, Ludwina memutuskan untuk ke Belanda untuk meneliti sumber-sumber sejarah untuk novel lain yang sedang ditulisnya. Ia sangat tertarik mengeksplor sejarah Indonesia pasca Perang Dunia 2 saat orang-orang keturunan Belanda, atau indo, dipaksa pergi dari Indonesia karena dianggap sebagai keturunan penjajah, padahal banyak dari mereka lahir dan besar di Indonesia, dan tak pernah mengenal negeri Belanda.Ludwina meminum banyak obat tetapi ia masih menolak kemoterapi karena ia tidak mau keluarganya mengetahui penyakitnya. Penampilannya setelah kemo akan sangat kentara dan ia tidak ingin mereka curiga karena tubuhnya akan menjadi san